BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nyeri
2.1.1
Definisi Nyeri Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu menyebabkan individu menjauh atau menghindari stimulus yang berbahaya. Deskripsi nyeri bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi, dan lokasi (Corwin, 2009). Nyeri merupakan perasaan sensori dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan (ancaman) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya dan mengubah kehidupan orang tersebut. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang benar-benar sama. Selain itu, perbedaan persepsi dan reaksi secara individual dan banyaknya penyebab nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat ketika membuat sebuah rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan kenyamanan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).
9
10
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Potter dan Perry, 2006).
2.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri
merupakan
sesuatu
yang
kompleks,
banyak
faktor
yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut menurut Potter dan Perry (2006) antara lain : usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan social. 1. Usia Usia merupakan variabel penting yang memengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2006). Anak-anak biasanya mempersepsikan dan berperilaku berani ketika mengalami nyeri, biasanya dapat mengidentifikasi lokasi dan menjelaskan nyeri. Usia remaja lambat menyadari nyeri, mengakui nyeri dapat dianggap sebagai kelemahan. Berperilaku seperti terlihat berani di hadapan teman-temannya dan tidak memberitahu tentang nyeri yang dirasakan. Perilaku yang ditunjukkan orang dewasa ketika
11
mengalami nyeri menggunakan nyeri sebagai keuntungan sekunder, misalnya, untuk mendapatkan perhatian. Lansia cenderung menahan keluhan nyeri karena takut terhadap pengobatan, atau menjadi ketergantungan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).
Nyeri kepala primer yang berkaitan dengan usia remaja, dewasa dan lanjut usia dapat dilihat dari faktor pencetus nyeri kepala primer diantaranya perubahan hormon estrogen dan testosteron serta faktor stress atau depresi. Perubahan hormon sedikit lebih banyak terjadi pada remaja pria daripada wanita sebelum masa puber, namun pada orang dewasa sekitar dua hingga tiga kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria (Bartleson dan Cutrer, 2010). Proses hormonal ini dapat memicu nyeri kepala primer. Biasanya keluhan ini muncul menjelang atau selama menstruasi (Teguh, 2014).
Depresi sering terjadi pada lanjut usia dikarenakan perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua. Sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui atau terpikirkan sebelumnya, karena gejalagejala depresi yang muncul sering dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal. Gejala-gejala depresi dapat berupa, tidur terganggu, cepat lelah, dan gejala-gejala fisik lainnya, tetapi pada lansia sering timbul depresi yang tidak terlihat, seperti gejala yang
12
menonjol hanya gangguan fisik saja contohnya sakit kepala (Haryanto, 2011). 2. Kebudayaan Latar belakang budaya telah lama diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri. Budaya dapat mempengaruhi tingkat nyeri yang ingin ditoleransi individu. Budaya daerah Timur Tengah dan Afrika, contohnya menghukum diri dengan nyeri adalah tanda dari berkabung atau berduka. Kelompok budaya lain, nyeri diantisipasi sebagai bagian dari praktik kegiatan ritual dan toleransi terhadap nyeri menandakan kekuatan serta ketahanan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009).
Jenis kelamin dikaitkan dengan budaya dan masih diragukan sebagai faktor dalam mempengaruhi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang perempuan dapat menangis dalam waktu dan kondisi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter dan Perry, 2006). 3. Makna Nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2006). Seseorang yang menghubungkan nyeri
13
dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat mengagumkan. Contoh, seorang atlet yang menjalani pembedahan lutut untuk karirnya dapat menoleransi nyeri lebih baik karena akan mendapatkan keuntungan setelah nyeri itu dirasakan. Nyeri akan dianggap sebagai ketidaknyamanan sementara, bukan kemungkinan ancaman atau ganguan terhadap kehidupan sehari-hari (Berman, Kozier, dan Erb, 2009). 4. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery) dan massase (Potter dan Perry, 2006). Perhatian dapat diwujudkan dengan kehadiran orang terdekat dan sikap dalam mendukung seorang juga berpengaruh dalam penurunan nyeri (Bobak dan Jensen, 2004). 5. Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem
14
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Potter dan Perry, 2006). 6. Keletihan Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelehan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri dapat terasa lebih berat. Nyeri sringkali berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap (Potter dan Perry, 2006). 7. Pengalaman Sebelumnya Pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sensitivitas seseorang terhadap nyeri. Keberhasilan tindakan pereda nyeri mempengaruhi harapan seseorang untuk mengatasi nyeri. Contoh, orang yang telah mencoba beberapa tindakan untuk mengurangi nyeri tetapi tidak berhasil mungkin akan memiliki sedikit harapan tentang kegunaan tindakan keperawatan (Berman, Kozier, dan Erb, 2009). Individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Individu yang mengalami nyeri dengan jenis sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter dan Perry, 2006).
15
8. Gaya Koping Seseorang yang sedang mengalami nyeri dalam menjalani pengobatan atau perawatan kesehatan, hal yang sering terjadi adalah klien akan kehilangan kontrol termasuk tidak mampu untuk mengontrol keadaan dirinya. Klien sering menemukan solusi untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu
selama
nyeri.
Sumber-sumber
koping
ini
seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mendukung dan menurunkan nyeri klien. Seorang klien mungkin tergantung pada dukungan emosional dari anak-anak, keluarga atau teman (Potter dan Perry, 2006). 9. Dukungan Keluarga dan Sosial Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang mengalami nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mendukung klien, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter dan Perry, 2006).
16
2.2 Nyeri Kepala Primer
2.2.1
Definisi Nyeri kepala primer adalah suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik (Sjahrir, 2004). Nyeri kepala primer merupakan suatu nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi, kelainan struktur atau sejenisnya (Prabawani, 2011). 90% sakit kepala adalah golongan primer. Sakit kepala primer tidak ditemukan kelainan organ tubuh yang nyata, proses terjadinya masih dalam penelitian (Widjaja, 2013).
2.2.2
Klasifikasi International
Classification
of
Headache
(IHS)
(2014),
mengklasifikasikan nyeri kepala primer terdiri dari: migrain (dengan aura,dan tanpa aura), nyeri kepala tipe tegang, dan nyeri kepala klaster 1. Migrain Migrain atau nyeri kepala sebelah merupakan nyeri kepala berulang, dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya mengenai satu sisi atau sebelah kepala, sifatnya berdenyut, dan intensitas nyeri sedang sampai berat (Oman, McLain, Scheetz, 2008). a. Migrain dengan aura Nyeri berulang dengan gejala neurologis (pengelihatan ganda, vertigo) yang biasanya meningkat secara bertahap selama 5-20 menit dan berlangsung selama kurang dari 60 menit (IHS, 2014).
17
Migrain dengan aura dengan gejala neurologis yang bertambah berat dalam beberapa menit, tidak seperti stroke dimana gejala timbul mendadak (Davey, 2006). b. Migrain tanpa aura Tidak terdapat gejala atau tanda neurologis lain namun masih terdapat mual dan tanda-tanda konstitusional (Davey, 2006). Migrain tipe ini tidak ditemukan gejala kelainan saraf, sebelum maupun sesudah serangan migrain (Widjaja, 2013). 2. Nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache) Nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress, kecemasan, depresi, konflik emosional, dan kelelahan (IHS, 2014). Nyeri kepala ini dapat berlangsung selama 30 menit sampai tujuh hari. Cirinya adalah rasa nyeri yang menekan atau menjepit dengan intensitas ringan sampai sedang dan lokasi nyeri yang bilateral. (Oman, McLain, Scheetz, 2008). 3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal otonomik yang lain. Nyeri kepala klaster (cluster headache) adalah nyeri kepala hebat yang periodik dan proksimal, biasanya terlokalisir di orbita, berlangsung singkat (15 menit sampai 2 jam) tanpa gejala prodromal (IHS, 2014). Nyeri kepala klaster dapat berlangsung selama 15-180 menit. Sakit kepala ini sering terjadi pada laki-laki, dan terjadi beberapa kali sehari dalam berminggu-minggu kemudian diikuti masa interval tanpa nyeri (Oman, McLain, Scheetz, 2008).
18
Gambar 1. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer (A.D.A.M., 2015).
2.2.3
Etiologi Penyebab dari nyeri kepala primer masih belum jelas, beberapa teori menyatakan secara umum terdapat beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri kepala primer antara lain: stress, latihan fisik, diet, alkohol, hormon dan terkadang makanan tertentu dapat menjadi pencetus seperti keju, cokelat, anggur merah (Ginsberg, 2008). Faktor pencetus dari migrain meliputi puasa, kontrasepsi oral, konsumsi alkohol, menstruasi, dan gangguan tidur (Brashers, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Domingues dkk (2013) dengan judul alcohol use problems in migraine and tension-type headache. Hasil secara signifikan efek dari meminum alkohol dapat menyebabkan migrain dan nyeri kepala tipe tegang. Penelitian lain dilakukan oleh Weaver (2013) berjudul cluster headache menyatakan penyebab dari nyeri kepala klaster adalah dilatasi saraf vaskuler trigeminal, dan faktor genetik.
19
2.2.4
Patofisiologi Muttaqin (2008) menjelaskan patofisiologi dari nyeri kepala primer sebagai berikut: 1. Migrain Migrain merupakan gangguan nyeri kepala ditandai dengan adanya serangan
nyeri
yang
berkepanjangan
dan
tiba-tiba
dengan
vasokontriksi yang diikuti dengan vasodilatasi. Migrain dapat diawali dengan adanya sensasi prodromal seperti silau dan penglihatan ganda. Migrain kemungkinan disebabkan oleh ketegangan emosional yang berkepanjangan, dan menyebabkan reflek vasospasmus dari beberapa arteri di kepala termasuk arteri yang mensuplai otak. Vasospasmus akan menyebabkan sebagian otak menjadi iskemik dan menyebabkan gejala prodromal. Iskemik yang berkepanjangan menyebabkan dinding vascular menjadi flasik dan tidak mampu mempertahankan tonus vascular. Desakan darah menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan terjadi peregangan dinding arteri sehingga menyebabkan nyeri atau migrain (Muttaqin, 2008).
Cutaneous allodynia (CA) adalah serangan nyeri yang timbul oleh stimulus non noxious terhadap kulit normal. Terdapat tiga hipotesa dalam patofisiologi migrain menurut Sjahrir (2004) yaitu: a. Pada migrain yang tidak disertai Cutaneous allodynia (CA), berarti sensitisasi neuron ganglion trigeminal sensori yang menginervasi duramater.
20
b. Migrain yang menunjukkan adanya adanya Cutaneous allodynia (CA) hanya pada daerah yang menunjukkan nyeri, terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meningeal dan sensitisasi sentral dari neuron kornu dorsalis medulla spinalis sengan reseptif periorbital. c. Migrain disertai Cutaneous allodynia (CA) meluas keluar dari area yang menunjukkan nyeri, terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh. 2. Nyeri kepala tipe tegang Nyeri kepala yang umumnya disebabkan oleh ketegangan, kontraksi otot-otot leher dan kepala yang menyebabkan tekanan pada serabut saraf dan kontriksi pembuluh darah pada dasar leher yang akan semakin menambah tekanan serta menyebabkan keluaran sisa asam laktat menjadi menumpuk. Akumulasi ini menyebabkan timbulnya nyeri. Ketegangan otot ini merupakan reaksi yang tidak disadari terhadap stress. Tidur dengan letak leher yang tidak benar dapat merupakan penyebab nyeri kepala tipe tegang (Muttaqin, 2008).
Penderita nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache) gejala yang menonjol seperti nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya (Sjahrir, 2004).
21
3. Nyeri kepala klaster Arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus trigeminus, ganglia servikalis superior (simpatik) dan ganglia sfenopalatinum (parasimpatik). Iritatif di sekitar pleksus membawa impils ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi (Muttaqin, 2008). Penyebab pasti nyeri kepala klaster (cluster headache) saat ini belum diketahui. Hipotesis pada nyeri kepala klaster, terinspirasi oleh efek zat vasoaktif. Disfungsi awal atau inflamasi pembuluh darah didaerah sinus parasellar atau area sinus cavernosus akan mengaktivasi pathway nyeri orbital trigeminus. Adanya aktivasi sistem trigeminal vascular, sebagai penyebab atau akibat dari nyeri kepala klaster belum jelas (Leroux dkk, 2008).
2.2.5
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala migrain bervariasi di antara penderita. Terdapat empat fase yang umum terjadi pada penderita migrain, tetapi semuanya tidak selalu dialami oleh penderita. 1. Fase-fase migrain tersebut antara lain: a. Fase prodromal. Gejala berupa perubahan mood, iritabel, depresi atau euphoria, perasaan lelah, letih, dan lesu. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase sakit kepala. Fase ini
22
menandakan penderita akan terjadi serangan migrain (Muttaqin, 2008). b. Fase aura adalah gejala neurologis yang mendahului atau menyertai serangan migrain. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit dan bertahan kurang dari 60 menit. (Muttaqin, 2008). c. Fase nyeri kepala. Nyeri migrain biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya berlokasi di daerah frontotemporalis dan ocular, setelah 1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak berlangsung 1-48 jam. Intensitas nyeri berkisar dari sedang sampai berat dan dapat menggangu dalam aktivitas seharihari (Muttaqin, 2008). d. Fase postdromal. seseorang yang mengalami migrai mungkin akan merasa lelah, iritabel, konsentrasi terganggu, dan perubahan mood. Orang lain mungkin akan merasa segar atau euphoria setelah serangan sedangkan yang lainna merasa depresi dan lemas.
Migrain juga ditandai sakit kepala berdenyut hebat atau sensasi berdenyut di satu daerah kepala (sakit kepala sebelah). Umumnya disertai dengan gejala mual, muntah, fotofobia, wajah pucat, vertigo, dan tinnitus (Muhlisin, 2014). 2. Nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache) Gejala klinis yang dapat ditemukan yaitu nyeri hebat di daerah kulit kepala, oksipital, terjadi secara spontan, gangguan konsentrasi, dan
23
kadang-kadang disertai vertigo (Muttaqin, 2008). Nyeri dimulai dari belakang kepala dan leher atas seperti mendesak atau tertekan. Rasa nyeri ini biasanya di ikuti dengan gejala depresi, ansietas, mual, muntah atau sensitive terhadap cahaya dan suara (Muhlisin, 2014). 3. Nyeri kepala klaster (cluster headache) Tanda dan gejala nyeri kepala klaster berupa sakit yang biasanya terdapat di sekitar mata, dan dapat menjalar pada area lain di wajah, kepala, leher dan pundak. Sakit pada satu sisi, kegelisahan, keluar air mata secara berlebihan dan mata merah sebagai efek sampingnya (Muttaqin, 2008). Nyeri kepala jenis ini biasanya terjadi sekali atau dua kali sehari dan terletak disekitar salah satu mata. Mata yang terkena biasanya menjadi merah, meradang dan berair. Hidung pada sisi yang terkena dapat menjadi tersumbat atau terasa sesak. Gejala lain berupa wajah merah dan sindrom horner (Muhlisin, 2014).
2.2.6
Pengukuran Intensitas Nyeri Laporan klien tentang nyeri dirasakan merupakan indikator tunggal yang dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri yang berhubungan dengan ketidaknyamanan. Ada bebrapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur nyeri, diantaranya: skala numerik, skala deskriptif dan skala analog visual (Potter dan Perry, 2006).
Skala penilaian numeric (Numerik Rating Scale) lebih digunakan sebagai pengganti
alat
pendeskripsi
kata.
Klien
menilai
nyeri
dengan
24
menggunakan skala 0-10. Nol diartikan tidak nyeri, rentang 1-3 diartikan nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi baik), rentang 4-6 diartikan nyeri sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik), rentang 7-9 diartikan nyeri berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah dengan baik tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan perubahan posisi, nafas panjang dan distraksi), dan 10 diartikan nyeri hebat (klien sudah tidak mampu berkomunikasi) (Prasetyo, 2010).
Pengukuran dengan menggunakan skala numerik ini lebih mudah dipahami klien, baik diberikan secara lisan ataupun dengan mengisi form kuesioner. Klien diminta memberikan tanda silang pada intensitas nyeri yang dirasakan (Sudoyo, dkk, 2006). Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri dan setelah intervensi terapeutik (Potter dan Perry, 2006).
0
1
2
3
4
5
6
7
Tidak nyeri
Gambar 2. Skala Intensitas Nyeri Numerik (Potter dan Perry, 2006).
8
9
10 Nyeri Hebat
25
2.2.7
Penatalaksanaan Penatalaksanaan nyeri kepala primer secara nonfarmakologi menurut Sjahrir (2004) antara lain : 1. Pengobatan non farmakologik untuk nyeri kepala primer berupa pengobatan alternatif. Pada penelitian Von Peter dkk menunjukkan sekitar 86% penderita nyeri kepala menggunakan pengobatan alternatif seperti: massase, exercise, biofeedback, chiropraktik, herbal, vitamin atau suplemen nutrisi, yoga, aromaterapi, dan akupunktur.
2.3 Terapi Akupunktur
2.3.1
Definisi Akupunktur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus (jarum) dan puncture (menusuk). Sementara asal kata tusuk jarum dalam bahasa China dikenal dengan zhenciu. Istilah acupuncture lebih terkenal dan berkembang luas daripada zhenciu, karena orang yang mempelajari akupunktur membaca literature yaitu kitab pengobatan China klasik dari Huang Ti Nei Cing yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris (Wong, 2011).
Saputra (2005) mendefinisikan akupunktur sebagai suatu cara pengobatan yang memanfaatkan rangsangan pada titik akupunktur untuk memenuhi aliran bio energy tubuh berdasarkan pada filosofi keseimbangan hubungan antara permukaan tubuh dan organ melalui sistem meridian yang spesifik. Pemberian terapi akupunktur biasanya 20-30 menit (Novi, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Plank dkk (2009) dengan judul the
26
effectiveness of acupuncture for chronic daily headache: an outcome study menunjukkan penusukan jarum akupunktur tepatnya 20 menit sampai penderita merasakan sensai berdenyut.
2.3.2
Manfaat Akupunktur mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan. Manfaat tersebut antara lain: a. Penelitian Witt (2005) pemberian intervensi akupunktur selama 8 minggu, dengan hasil terdapat perbaikan nyeri pada osteoarthritis lutut. b. Penelitian Molassiotis dan Alexander (2007) menyatakan akupunktur efektif sebagai terapi komplementer pada klien kanker untuk mengatasi
mual,
muntah
serta
mencegah
kelelahan
selama
chemotherapy. c. Manfaat lainnya adalah mengurangi stres, mengurangi nyeri punggung, mengobati
nyeri
lutut,
mengatasi
gangguan
pencernaan,
dan
mengurangi efek samping kemoterapi.
2.3.3
Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi
dan
kontraindikasi
penggunaan
akupunktur
berdasrkan
standarisasi Word Health Organization (WHO) (2008) yang disebut sebagai proposed standart international acupuncture nomenclature 1. Indikasi pengobatan akupunktur a. Saluran nafas: berbagai radang yang ditujukan untuk mengatasi kondisi alergi dan meningkatkan daya tahan tubuh.
27
b. Mata: kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta refraksi. c. Mulut: untuk penanggulangan nyeri dalam pencabutan dan peradangan kronis d. Saluran makanan dan lambung: berbagai kelainan fungsional yaitu otot, ekskresi asam lambung, nyeri dan peradangan. e. Saraf, otot, dan tulang: yaitu masalah nyeri, kelemahan, dan kelumpuhan serta peradangan persendian. 2. Kontraindikasi pengobatan akupunktur antara lain: Penderita dalam keadaan hamil, penderita yang memakai alat pacu jantung, menusuk dekat daerah tumor ganas, menusuk pada kulit yang meradang, suhu tubuh terlalu tinggi (hipertermi), hipertensi atau hipotensi (Saputra, 2005). Kontraindikasi lainnya seperti kedaruratan medik, kasus pembedahan, dan gangguan pembekuan darah (Kiswojo, Widya, dan Lestari, 2009).
2.3.4
Efek Samping The NIH consensus panel on acupuncture menyatakan bahwa catatan adanya efek samping dalam terapi akupunktur sangat sedikit. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah memar atau perdarahan pada tempat penusukan. Komplikasi lainnya meliputi infeksi, dermatitis, dan jarum patah. Kejadian dari efek samping akupunktur jauh lebih rendah dibandingkan dengan obat-obatan maupun tindakan medik lainnya untuk kondisi yang sama. Penting untuk mengikuti standar pendidikan
28
akupunktur yang meliputi pengetahuan anatomi dan teknik sterilisasi (pada saat ini dipakai jarum akupunktur disposable untuk menghindari infeksi) (Kiswojo, Widya, dan Lestari, 2009). Efek samping lain meliputi infeksi akibat jarum yang kotor dan kerusakan struktur anatomis di tempat penusukan berkaitan dengan pengetahuan anatomi yang tidak adekuat (Mander, 2004).
2.3.5
Titik Akupunktur Beberapa titik yang digunakan untuk mengurangi nyeri kepala menurut Turana (2004) adalah: 1. Titik yang terletak di tengah segitiga yang dibentuk oleh tulang ibu jari dan jari telunjuk (titik 4a). Efek : mengurangi nyeri kepala dan mata pedih. 2. Titik yang terletak di bagian dalam alis mata, di atas sudut mata bagian dalam (titik 2a). Efek : mengurangi rasa tegang di dahi dan nyeri sekitar mata. 3. Titik yang terletak di sudut mata bagian luar (titik 2b). Efek : mengurangi nyeri kepala, migren dan mata pedih. 4. Titik yang terletak di dahi sekitar 1 ibu jari di atas bagian tengah alis (titik 2c). Efek : menghilangkan nyeri kepala bagian depan dan penglihatan kabur. 5. Titik yang terletak di puncak kepala ; pertemuan antara garis yang menghubungkan kedua telinga dan garis yang ditarik dari bagian tengah hidung (titik 1a). Efek : mengurangi rasa tegang di kepala.
29
6. Titik yang terletak di tengah ,1 jari di atas batas rambut (titik 1b). Efek: mengurangi nyeri kepala bagian depan dan mata pedih. 7. Titik yang terletak di tengah antara dua alis (titik 1c). Efek : mengurangi nyeri kepala bagian depan dan nyeri kepala akibat hidung tersumbat. 8. Titik yang terletak 1 ibu jari dari ujung alis mata dan sudut luar mata (titik 1d) . Efek : mengurangi nyeri akibat migren dan nyeri mata. 9. Titik yang terletak dua jari di atas telinga (titik 1e). Efek : mengurangi nyeri kepala migren. 10. Titi yang terletak di depan sudut tulang rahang (titik 1f). Efek: mengurangi nyeri gigi dan pembekakkan di muka. 11. Titik yang terletak pada tulang pipi. Di depan lubang telinga (titik 1g). Efek: mengurangi nyeri gigi dan nyeri pada wajah. 12. Titik yang terletak di belakang pergelangan kaki (titik 5a) . Efek : mengurangi nyeri kepala dan leher kaku. 13. Titik yang terletak di bagian luar dari lengan anda. Tiga jari dari pergelangan tangan , di lekukan antara dua tulang. (titik 7a). Efek : mengurangi nyeri akibat migren dan nyeri di pipi. 14. Titik yang terletak di permukaan luar pergelangan tangan. Pada lekukan antar tulang, jika pergelangan tangan dilekukkan ke arah atas, sejajar dengan jari manis (titik 7b). Efek : mengurangi nyeri di pergelangan tangan, telapak tangan dan jari-jari.
30
15. Titik yang terletak di dekat lipatan siku, pada saat siku dibengkokkan (titik 8a). Efek: menghilangkan nyeri dan kekakuan pada tubuh bagian atas. 16. Titik yang terletak di antara tendon , tiga jari di atas pergelangan tangan (titik 10a). Efek : mengurangi kecemasan dan membuat rileks tubuh anda. 17. Titik yang terletak di dekat pergelangan tangan sejajar dengan jari kelima (titik 10b). Efek : membuat rileks tubuh anda. Merupakan titik kunci untuk mengurangi segala kecemasan dan gangguan tidur. 18. Titik yang terletak empat jari di bawah tempurung lutut (titik 6a) . Efek: merupakan titik penguat sistem pencernaan dan mengurangi nyeri kepala akibat ketidakseimbangan sistem pencernaan, intoleransi makanan, dan kelelahan. 19. Titik yang terletak di atas telapak kaki, 2 jari di atas sendi jari kaki, antara jari ke 4 dan 5. (titik 6b). Efek : mengurangi nyeri migren, penglihatan kabur dan nyeri mata. 20. Titik yang terletak pada bagian luar dari pergelangan kaki dan di bagian luar dari tendon (titik 6c). Efek : mengurangi nyeri dan pembengkakan di pergelangan kaki. 21. Titik yang terletak di dasar telapak kaki, pada bagian lekukan dekat dengan tonjolan telapak kaki (titik 12a). Efek : megurangi nyeri pada telapak kaki.
31
22. Titik yang terletak di bagian belakang kepala, pada perbatasan lekukan antara bagian dasar tengkorak dengan otot leher (titik 3a). Efek : mengurangi nyeri kepala dan leher yang kaku. 23. Titik yang terletak di belakang leher, sejajar dengan pundak, dua jari di samping tulang belakang (titik 3b). Efek : merupakan titik yang sangat berpengaruh pada kesehatan sendi di seluruh tubuh, meningkatkan kekuatan tubuh, tulang dan sendi. 24. Titik yang terletak di puncak dari pundak, perbatasan dengan leher (titik 3c). Efek : mengurangi nyeri di daerah pundak dan punggung atas. 25. Titik- titik yang terletak di bagian belakang tubuh (titik 11a). Efek: mengurangi nyeri pinggang bawah. 26. Titik yang terletak di bagian pinggul anda (titik 11b) . Efek : meningkatkan mobilitas dan mengurangi nyeri. 27. Titik yang terletak di bagian belakang lutut , diantara tendon (titik 9a). Efek : menghilangkan nyeri di daerah kaki dan tulang belakang.
32
Regio 1
Regio 5
Regio 9
Regio 2
Regio 6
Regio 10
Gambar 3. Titik Akupunktur (Turana, 2004).
Regio 3
Regio 7
Regio 11
Regio 4
Regio 8
Regio 12
33
2.3.6
Mekanisme Kerja Akupunktur
menggunakan
dasar
penusukan
untuk
mengatur
keseimbangan energi (qi). Penusukan bertujuan memberi rangsangan mekanik pada titik akupunktur yang menghasilkan pengaturan qi. Qi yang dirangsang akan mengalir sepanjang meridian memberi sensai baal, kesemutan pada saat jarum ditusukkan (Wong, 2011). Rasa sakit timbul melalui rangsangan pada serabut saraf kecil di kulit, kemudian bergerak melalui sumsum tulang belakang dan sampai ke otak. Serabut saraf yang lebih besar berfungsi mengirim sinyal penahan serabut nyeri dan mencegah pergerakan sinyal rasa sakit.
Rangsangan yang menyakitkan datang, aktivitas saraf kecil mendominasi saraf besar, sehingga rasa nyeri tetap terasa. Jarum ditempatkan untuk merangsang serabut saraf besar, sehingga serabut saraf kecil menjadi terhambat. Logika yang sama mendasari teori mengapa menggosok siku setelah terbentur dapat membantu mengurangi rasa sakit, karena tubuh merangsang penghambatan saraf sakit untuk menenangkan rasa sakit. Akupunktur memiliki efek pada sistem respon tubuh terhadap stress atau dikenal dengan sumbu hipotalamus pituitary adrenal (HPA) (Harnowo, 2011).
Secara umum akupunktur bekerja pada tingkat lokal, spinal dan sentral. Pada tingkat lokal, penjaruman memutus krisis energi di tempat tusukan, menyebabkan relaksasi, memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki
34
penyembuhan jaringan yang rusak (Ma, Ma dan Zang, 2005). Pada tingkat spinal, rangsang akupunktur dihantar oleh serabut saraf Ad ke marginal cell dan diteruskan
ke stalk cell yang kemudian akan melepaskan
enkafalin, di mana enkafalin ini menghambat penjalaran impuls nyeri di substansia gelatinosa ke wide dynamic range (Bowsher, 2006). Pada tingkat sentral, rangsang akupunktur juga akan diteruskan ke peri aqueductal grey matter di otak tengah, kemudian melalui jalur nucleus raphe magnus yang bersifat serotoninergik merangsang stalked cell mengeluarkan enkafalin yang akan menghambat substansia gelatinosa untuk menyalurkan hantaran nyeri dan nucleus paragigantocellularis di medula oblongata yang bersifat noradrenergik melalui locus cereleus menghambat nyeri. Penjaruman juga akan mengaktifkan nucleus arcuatus di hipotalamus sehingga melepaskan beta-endorfin yang akan menghambat impuls nyeri melalui jalur periaqueductal grey, selain itu beta-endorfin juga
masuk
sirkulasi
darah
dan
cairan
serebrospinal
sehingga
menyebabkan analgesia fisiologik, sel marginal akan memberi cabang ke subnucleus reticularis dorsalis (R) di medula oblongata, yang akan menghambat impuls nyeri di substansia gelatinosa melalui mekanisme diffuse noxious inhibitory controls (Bowsher, 2006).
2.3.7
Prosedur Pelaksanaan Akupunktur adalah pengobatan dengan menusukkan jarum di titik akupunktur atau acupoint pada permukaan tubuh, tanpa atau dengan pengeluaran darah dengan penusukan dalam atau dangkal. Cara
35
merangsang acupoint dapat dilakukan dengan berbagai alat seperti jarum, jarum telinga, air (aqua puncture), sinar laser, elektro, lampu infrared atau teding diancibo pu (TDP). Tahap penusukan jarum akupunktur menurut Wong (2011): 1. Bersihkan tangan sebelum melakukan penusukan akupunktur 2. Pastikan area yang akan ditusuk tidak luka, tergores, benjolan, memar, atau luka lainnya. 3. Bersihkan area yang akan ditusuk dengan alkohol. 4. Lakukan terapi di ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang baik dapat juga menambahkan aroma terapi. 5. Lakukan posisi terapi duduk atau berbaring. 6. Gunakan jarum yang baru dan steril. 7. Gunakan terapi dengan elektro untuk menambah getaran yang ditempelkan ke jarum. 8. Sesuaikan kedalaman penusukan jarum dengan area yang ditusuk. Penusukan dangkal untuk area kepala karena lemaknya tipis. Penusukan dalam untuk area tangan, kaki, paha, perut karena lemaknya tebal. 9. Jangan melakukan pengobatan akupunktur dalam keadaan perut kosong, sangat kenyang, setelah atau melakukan hubungan suami istri dikarenakan setelah berhubungan suami istri, tubuh secara alami akan mengeluarkan hormone endorphin. Penelitian dari Rutgers University, New Jersey, Amerika Serikat untuk mengetahui bagaimana hubungan
36
seksual memberikan dampak yang berbeda pada pria dan wanita, dalam Rengganis (2014) menjelaskan bahwa hormone endorphin pasca melakukan hubungan seksual lebih banyak dihasilakn oleh wanita daripada pria. Hormone endorphin secara tidak langsung akan membuat relaksasi setelah melakukan hubungan seksual. Dipindai dengan alat pemindaian otak (PET scan) pada pria dan wanita saat sedang mengalami puncak kepuasan seksual.
2.4 Pengaruh Terapi Akupunktur dalam Intensitas Nyeri Penusukan
merangsang
sel
marginal
ditransmisikan
ke
nucleus
ventroposterior thalamus lalu diproyeksikan ke korteks serebri. Rangsang penusukan akan mengaktivasi hypothalamus-pituitary sehingga melepaskan beta-endofrin ke dalam darah dan cairan serebrospinalis, sehingga meningkatkan analgesia fisiologis dan homeostasis dari berbagai sistem seperti imun, kardiovaskuler, pernapasan dan penyumbatan jaringan. Efek jangka panjang dari neuropepida, endofrin dan enkefalin, dapat menjelaskan efek akupunktur dalam mengurangi nyeri, menenangkan dan euphoria (Kiswojo, Widya, dan Lestari, 2009).
Akupunktur dalam mengatasi nyeri dibagi menjadi dua mkaisme, yaitu akupunktur
segmental
dan
akupunktur
heterosegmental.
Akupunktur
segmental, penusukan kulit merangsang serabut aferen A δ yang diteruskan ke sel marginal atau ke enkephalinergic stalked sel. Rangsangan dari sel marginal diteruskan ke otak melalui traktus spinothalamicus yang menghantarkan
37
sensasi
penusukan
jarum
sehingga
nyeri
tersebut
dapat
disadari.
Enkephalinergic stalked sel mengeluarkan enkephalins yang menghambat substansi galatinosa sel yang mencegah penyaluran rangsangan nyeri ke otak. Akupunktur heterosegmental, rangsangan berupa penusukan jarum akupunktur dibawa naik dari marginal sel menuju nucleus ventro posterior lateralis thalamus, diproyeksikan ke kortek dan nyeri menjadi disadari. Akson-akson pada midbrain membuat kolateral menuju periaqueductal grey matter diproyeksikan ke bawah menuju nucleus raphe magnus pada bagian tengah dari medulla oblongata dan mengirimkan seratonergik ke stalked sel, menghambat substansi galatinosa sel dengan mekanisme enkephalinergi sehingga mencegah rangsangan nyeri tiba di medulla spinalis yang akan dihantarkan menuju otak (Ganda, 2010).