4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Saham Saham merupakan salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar modal.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan pemiliknya. Akan tetapi, sekarang ini sistem tanpa warkat sudah mulai dilakukan di pasar modal Jakarta di mana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi nama pemiliknya tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat. Jadi penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah. Daya tarik dari investasi saham adalah dua keuntungan yang dapat diperoleh pemodal dengan membeli saham atau memiliki saham, yaitu (Rusdin 2006) : 1. dividen, merupakan keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Biasanya dividen dibagikan setelah adanya persetujuan pemegang saham dan dilakukan setahun sekali. Agar investor berhak mendapatkan dividen, pemodal tersebut harus memiliki saham tersebut untuk kurun waktu tertentu hingga kepemilikan saham tersebut diakui sebagai pemegang saham dan berhak mendapatkan dividen. Dividen yang diberikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, di mana pemodal atau pemegang saham mendapatkan uang tunai sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki dan dividen saham di mana pemegang saham mendapatkan jumlah saham tambahan. 2. capital gain, merupakan selisih antara harga beli dan harga jual yang terjadi. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan di pasar sekunder. Sebagai contoh, misal saja saham yang dibeli dengan harga per sahamnya Rp 1.800,- dan dijual dengan harga Rp 2.200,- berarti mendapatkan capital gain sebesar Rp 400,- per lembar sahamnya. Umumnya investor jangka pendek mengharapkan keuntungan dari capital gain. Saham dikenal memiliki karakteristik high risk-high return. Artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan yang tinggi namun
juga
berpotensi
risiko
tinggi.
Saham
memungkinkan
pemodal 4
5
mendapatkan keuntungan (capital gain) dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Namun seiring dengan berfluktuasinya harga saham, saham juga dapat membuat
investor
mengalami
kerugian
besar
dalam
waktu
singkat.
Jadi bila memutuskan untuk berinvestasi dalam bentuk saham, yang perlu ditelaah ulang adalah tingkat risiko yang terkandung (high risk) sesuai dengan tingkat risiko yang bisa ditanggung. Sebagai investor, terdapat 3 alasan membeli saham tertentu (Tambunan 2007) : 1. Income. Pertimbangan dalam berinvestasi dalam saham untuk mendapatkan pendapatan yang tetap dari hasil investasi pertahunnya, sebaiknya membeli saham pada perusahaan yang sudah mapan dan memberikan dividen secara regular. 2. Growth. Pertimbangan investasi untuk jangka panjang dan memberikan hasil yang besar di masa datang, berinvestasi pada saham perusahaan yang sedang
berkembang
(biasanya
perusahaan
teknologi)
memberikan
keuntungan yang besar, karena kebijakan dari perusahaan yang sedang berkembang biasanya keuntungan perusahaan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan maka perusahaan tidak memberikan dividen bagi investor. Keuntungan bagi investor hanya dari kenaikan harga saham apabila saham tersebut dijual di masa datang (kenaikan harga saham yang besar). 3. Diversification. Membeli saham untuk kepentingan portofolio. Berinvestasi dalam saham sangat memerlukan pengetahuan yang luas tentang perusahaan itu sendiri. Dalam perdagangan saham, jumlah yang diperjualbelikan dilakukan dalam satuan perdagangan yang disebut lot. Di Bursa Efek Jakarta, satu lot berarti 500 lembar saham. Dalam memprediksi atau menghitung harga wajar suatu saham, ada dua jenis analisa yang dapat dilakukan (Rusdin 2006) : 1. Analisa teknikal (technical analysis) 2. Analisa fundamental Analisa teknikal adalah salah satu metode pendekatan yang mengevaluasi pergerakan suatu harga saham, kontrak berjangka (future contract), indeks dan beberapa instrumen keuangan lainnya. Para analis teknikal ini melakukan penelitian yang mendasar terhadap pola pergerakan harga komoditi yang 5
6
berulang dan dapat diprediksi. Bahkan analisis teknikal bisa juga diartikan suatu studi utama mengenai harga, termasuk besarnya (volume) dan posisi terbuka (open interest). Jadi pada intinya, analisa teknikal merupakan analisa terhadap pola pergerakan harga di masa lampau dengan tujuan untuk meramalkan pergerakan harga di masa yang akan datang. Analisa teknikal ini sering juga disebut dengan chartist karena para analisisnya melakukan studi dengan menggunakan grafik (chart), di mana para analis berharap dapat menemukan suatu pola pergerakan harga sehingga mereka dapat mengeksploitasinya untuk mendapatkan keuntungan. Dalam analisa teknikal, prediksi pergerakan harga saham sama seperti prediksi pergerakan harga komoditi karena para analis hanya melihat faktor grafik dan volume transaksi saja. Tiga prinsip yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisa teknikal, yaitu (Sulistiawan & Liliana 2007) : 1. Market price discounts everything, Yaitu segala kejadian-kejadian yang dapat mengakibatkan gejolak pada bursa saham secara keseluruhan atau harga saham suatu perusahaan seperti faktor ekonomi, politik fundamental dan termasuk juga kejadian-kejadian yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya seperti adanya peperangan, gempa bumi dan lain sebagainya akan tercermin pada harga pasar. 2. Price moves in trend, yaitu harga suatu saham akan tetap bergerak dalam suatu trend. Harga mulai bergerak ke satu arah, turun atau naik. Trend ini akan berkelanjutan sampai pergerakan harga melambat dan memberikan peringatan sebelum berbalik dan bergerak kearah yang berlawanan. 3. History repeats itself. Karena analisis teknikal juga menggambarkan faktor psikologis para pelaku pasar, maka pergerakan historis dapat dijadikan acuan untuk memprediksi pergerakan harga di masa yang akan datang. Pola historis ini dapat terlihat dari waktu ke waktu di grafik. Pola-pola ini mempunyai makna yang dapat diinterprestasikan untuk memprediksikan pergerakan harga. Analisa Fundamental adalah studi tentang ekonomi, politik, keuangan, untuk memperhitungkan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap nilai tukar mata uang negara lain (Rusdin 2006). Setiap berita baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan ekonomi dapat merupakan suatu faktor 6
7
fundamental yang penting untuk dicermati. Berita-berita itu dapat berupa berita yang menyangkut perubahan ekonomi, perubahan tingkat suku bunga, pemilihan presiden, pemberontakan dalam suatu pemerintahan negara, bencana alam, dan lain-lain. Faktor-faktor fundamental yang sifatnya luas dan kompleks tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori besar (Tambunan 2007), yaitu : 1. Faktor ekonomi Dalam menganaisa faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fundamental perekonomian suatu negara, indikator ekonomi adalah salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian penting dari keseluruhan faktor fundamental itu sendiri. Indikator-indikator ekonomi yang sering digunakan dalam analisa fundamental, yaitu : a. Gross National Product, adalah total produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh penduduk negara tersebut baik yang bertempat tinggal/ berdomisili di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri dalam suatu periode tertentu. b. Gross Domestic Product, adalah penjumlahan seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara baik oleh perusahaan dalam negeri maupun oleh perusahaan asing yang beroperasi di dalam negara tersebut pada suatu waktu/ periode tertentu. c. Inflasi. Seorang trader akan selau memperhatikan dengan seksama perkembangan tingkat inflasi. Salah satu cara pemerintah dalam menanggulangi inflasi adalah dengan melakukan kebijakan menaikkan tingkat suku bunga. Penggunaan tingkat inflasi sebagai salah satu indikator fundamental ekonomi adalah untuk mencerminkan tingkat GDP dan GNP ke dalam nilai sebenarnya. Nilai GDP dan GNP riil merupakan indikator yang sangat penting bagi seorang trader dalam membandingkan peluang dan resiko investasinya di mancanegara. Berikut ini adalah indikator-indikator inflasi yang biasanya digunakan oleh para trader : •
Producer Price Index (PPI), adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga yang diterima oleh produsen domestik untuk setiap output yang dihasilkan dalam setiap tingkat proses produksi. Data PPI dikumpulkan dari berbagai sektor ekonomi terutama dari sektor manufaktur, pertambangan, dan pertanian.
•
Consumer Price Index (CPI), digunakan untuk mengukur rata-rata perubahan harga eceran dari sekelompok barang dan jasa tertentu. 7
8
Indeks CPI dan PPI digunakan oleh seorang trader sebagai indikator untuk mengukur tingkat inflasi yang terjadi. •
Balance of Payment, adalah suatu neraca yang terdiri dari keseluruhan aktivitas transaksi perekonomian internasional suatu negara, baik yang bersifat komersial maupun finansial, dengan negara lain pada suatu periode tertentu. Balance of Payment ini mencerminkan seluruh transaksi antara penduduk, pemerintah, dan pengusaha dalam negeri dan pihak luar negeri, seperti transaksi ekspor dan impor, investasi portofolio, transaksi antar Bank Sentral, da lain-lain. Dengan adanya Balance of Payment ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit. Secara garis besar Balance of Payment dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : o
Current Account. Neraca perdagangan dapat diartikan aliran sebagai aliran bersih dari total ekspor dan impor barang dan jasa merupakan penerimaan atau penghasilan. Dengan adanya ekspor maka akan diterima sejumlah uang yang nantinya akan menambah permintaan terhadap mata uang negara pengekspor. Begitu juga sebaliknya pada impor barang dan jasa. Dengan adanya impor harus dikeluarkan sejumlah uang untuk membayar barang dan jasa yang kita impor. Hal ini akan menambah penawaran akan mata uang negara pengimpor.
o
Aliran Modal, dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung. Pada investasi langsung, investor dari luar negeri melakukan penanaman uang dalam aset riil misalnya saja membangun pabrik, gedung perkantoran dll. Investasi ini biasanya bersifat jangka panjang, sedangkan investasi tidak langsung dapat kita temui di dalam investasi instrumen keuangan. Misalnya seorang investor melakukan pembelian saham atau obligasi di bursa Indonesia, maka investor tersebut harus menukarkan mata uangnya ke rupiah supaya dapat membeli saham ataupun obligasi di Indonesia.
•
Employment, adalah suatu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi rill berbagai sektor ekonomi. Indikator ini dapat dijadikan alat untuk menganalisa sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara. Apabila perekonomian berada dalam 8
9
keadaan full capacity/kapasitas penuh, akan tercapai full employment. Namun jika perekonomian dalam keadaan lesu, tingkat pengangguran pun meningkat. Tingkat employment ini adalah indikator ekonomi yang sangat penting bagi pasar keuangan pada umumnya dan pasar valuta asing khususnya.
2. Faktor politik Faktor politik, sebagai salah satu alat indikator untuk memprediksi pergerakan nilai tukar, sangat sulit untuk diketahui waktu terjadinya secara pasti dan untuk ditentukan dampaknya terhadap fluktuasi nilai tukar. Ada kalanya suatu perkembangan politik berdampak pada pergerakan nilai tukar, namun ada kalanya tidak membawa dampak apa pun terhadap pergerakan nilai tukar. 3. Faktor keuangan Faktor keuangan sangat penting dalam analisa fundamental. Adanya perubahan dalam kebijakan moneter dan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah, terutama dalam hal kebijakan yang menyangkut perubahan tingkat suku bunga, akan membawa dampak signifikan terhadap perubahan dalam fundamental ekonomi. Perubahan kebijakan ini juga mempengaruhi nilai mata uang. Tingkat suku bunga adalah penentu utama nilai tukar suatu mata uang selain indikator lainnya seperti jumlah uang yang beredar. Aturan umum mengenai kebijakan tingkat suku bunga ini adalah semakin tinggi tingkat suku bunga semakin kuat nilai tukar mata uang. Namun, kadang kala terdapat salah pegertian bahwa kenaikan tingkat suku bunga secara otomatis akan memicu menguatnya nilai tukar mata uang domestik. Perhatian terhadap suku bunga ini terutama harus dipusatkan pada tingkat suku bunga riil, bukan pada tingkat suku bunga nominal. Hal tersebut dikarenakan perhitungan tingkat suku bunga riil telah menyertakan variabel tingkat inflasi di dalamnya. 4. Faktor Eksternal Faktor eksternal dapat membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap nilai tukar suatu negara. Perubaha ekonomi yang terjadi dalam suatu negara dapat membawa dampak (regional effect) bagi perekonomian negara-negara lain yang terdapat dalam kawasan yang sama. Dalam era global, asset allocation, arus portofolio modal tidak lagi mengenal batas-batas wilayah 9
10
negara. Para fund manager, investor, dan hedge funds yang melakukan investasi secara global, sangat mencermati perubahan ekonomi, bukan hanya dalam lingkup satu negara, melainkan juga meluas hingga ke dalam lingkup satu kawasan/regional tertentu. 2.2
Data deret waktu Data harga saham merupakan data deret waktu. Data deret waktu adalah
observasi yang berurutan secara kronologis dari suatu variabel (Hanke & Reitsch 1995). Waktu observasi biasanya tetap, misalnya per jam, per hari, per minggu, per bulan, dsb. Data deret waktu biasanya dianalisa untuk menemukan pola – pola pertumbuhan atau perubahan masa lalu yang dapat digunakan untuk memprediksi pola – pola masa mendatang sejalan dengan kebutuhan operasi bisnis. Analisa data deret waktu bermanfaat dalam proses peramalan dan membantu mengurangi kesalahan dalam peramalan. Teknik – teknik peramalan data deret waktu berusaha untuk menghitung perubahan sepanjang waktu dengan memeriksa pola – pola, siklus atau tren, atau menggunakan informasi mengenai periode waktu sebelumnya untuk memperkirakan hasil untuk periode waktu mendatang (Black 2004). 2.2.1
Analisa data deret waktu Beberapa analisa dapat diterapkan pada data deret waktu untuk
menentukan unsur – unsur statistiknya sehingga dapat memberikan gambaran mengenai model yang mungkin cocok untuk data tersebut. Salah satu analisa tersebut adalah koefisien otokorelasi. Rata – rata dan varians (atau standar deviasi) dari suatu data deret waktu mungkin tidak terlalu bermanfaat jika data deret waktu tersebut nonstasioner, namun nilai minimum dan maksimum bisa berguna (untuk tujuan plot atau dalam menemukan pencilan). Kunci statistik pada analisa data deret waktu adalah koefisien otokorelasi, yaitu hubungan data deret waktu dengan dirinya sendiri, dengan lag 0, 1, 2, atau lebih periode. Koefisien korelasi antara Yt dan Yt-1 dapat ditentukan sebagai berikut (Makridakis et al. 1983) : rY Y = t t −1
(Covarianc e antara Yt dan Yt −1) (Std.dev.Yt ) × (Std.dev.Yt −1)
(1)
10
11 n
∑ (Y − Y t )(Y
n
2 ∑ (Y − Y t )
t=1
t
n
∑ (Y
t=2
n
∑ (Y − Y )(Y
=
t −1
t
t=2
− Y t − 1)
t −1
t
t=2
=
t −1
(2)
− Y t − 1)2
− Y)
(3)
n
2 ∑ (Yt − Y )
t=1
di mana
Yt
= data deret waktu mulai periode pertama
Yt-1
= data deret waktu yang telah digeser 1 periode
rY Y
= otokorelasi antara Yt dan Yt-1
Y
= rata – rata data deret waktu
t
t −1
Maka otokorelasi untuk lag waktu 1, 2, 3, 4, …, k dapat dihitung sebagai berikut (Makridakis et al. 1983) : n-k
∑ (Yt − Y )(Yt +k − Y ) r = t= 1 n k 2 ∑ (Y t − Y )
(4)
t=1
di mana
Yt
= data deret waktu mulai periode pertama
Yt+k
= data deret waktu yang telah digeser k periode
rk
= otokorelasi antara Yt dan Yt+k
Y
= rata – rata data deret waktu
Otokorelasi dari data yang stasioner menurun menuju nol setelah lag waktu kedua atau ketiga, sementara data nonstationer bernilai jauh dari nol untuk beberapa periode waktu. Jika digambarkan dengan grafik, otokorelasi data nonstasioner menunjukkan sebuah tren secara diagonal dari kanan ke kiri sejalan dengan meningkatnya lag waktu. Gambar 1 menunjukkan grafik dari otokorelasi untuk sebuah deret waktu nonstasioner. Otokorelasi dari satu sampai lima lag waktu jauh dari nol secara signifikan dan adanya suatu tren dapat terlihat dengan jelas (Makridakis et al. 1983). Adanya sebuah tren (linear atau nonlinear) pada data menunjukkan bahwa nilai yang berurutan akan berhubungan secara positif satu sama lain. Otokorelasi untuk satu lag waktu, r1 , akan relatif besar dan positif. Otokorelasi untuk dua lag waktu juga akan relatif besar dan positif, tetapi tidak sebesar r1, karena 11
12
komponen galat acak telah dua kali dihitung. Sama halnya secara umum, rk untuk data nonstasioner akan relatif besar dan positif, hingga k cukup besar untuk komponen galat acak mempengaruhi otokorelasi. Lag
Nilai -1 -.08 -.06 -.04 -.02
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.889 0.765 0.631 0.509 0.400 0.313 0.230 0.188 0.149 0.108
******************* **************** ************** *********** ********* ******* ****** ***** **** ***
Gambar 1 Koefisien otokorelasi untuk suatu deret waktu nonstasioner Sebelum membangun sebuah model deret waktu, penting untuk menghilangkan ketidakstasioneran data. Hal tersebut dapat dicapai secara rutin dengan melakukan metode differencing. Untuk mencapai data yang stasioner, sebuah deret waktu baru dibentuk dari data yang terdiri dari selisih data dengan data periode berurutan sebelumnya (Makridakis et al. 1983) : X’t = Xt – Xt-1
(5)
Deret waktu baru X’ t akan memiliki n-1 nilai dan akan bersifat stasioner jika tren pada data asli Xt adalah linear (tingkat pertama). Data
pada
Gambar
1
jika
dilakukan differencing
pertama akan
menghasilkan otokorelasi seperti yang ditunjukan pada Gambar 2 (Makridakis et al. 1983), yang memperlihatkan bahwa koefisien otokorelasi pertama dan kedua jauh dari nol secara signifikan namun yang lainnya tidak, hal ini menunjukkan bahwa deret waktu tersebut pada differencing pertama telah berubah menjadi data berbentuk stasioner. Jika otokorelasi dari data yang telah di differencing satu kali tidak turun mendekati nol setelah lag kedua atau ketiga, hal ini menunjukkan keadaan stasioner belum tercapai sehingga differencing pertama dari data yang telah dilakukan differencing tersebut harus dilakukan (Makridakis et al. 1983) : X’’t = X’t – X’t-1 = Xt – 2Xt-1 + Xt-2
(6)
X’’t adalah deret waktu differencing tingkat kedua. Deret waktu ini akan memiliki nilai sebanyak n – 2. 12
13
Lag
Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.625 0.284 -0.045 -0.225 -0.188 -0.069 0.068 0.156 0.009 -0.037
-1 -.08 -.06 -.04 -.02
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
********************* ********** *** ********** ****** **** **** ***** * **
Gambar 2 Koefisien otokorelasi first differences deret waktu nonstasioner Untuk data stasioner, musim dapat ditentukan dengan mencari koefisien otokorelasi dua atau tiga lag waktu yang bernilai jauh dari nol secara signifikan. Namun jika ada pola lain pada data, seperti tren, menentukan musim pada data menjadi sulit. Setelah tren ditemukan, harus dilakukan differencing terhadap data dan otokorelasi dari deret waktu yang telah dilakukan differencing harus dihitung. Jika deret waktu yang telah dilakukan differencing tersebut memiliki nilai – nilai yang jauh dari nol secara signifikan pada titik – titik musim, maka data tersebut telah stasioner. 2.2.2
Pengukuran akurasi peramalan Untuk mengetahui teknik peramalan yang paling baik meramalkan masa
depan adalah dengan membandingkan nilai hasil peramalan dengan nilai sebenarnya dan kemudian menentukan jumlah galat peramalan yang dihasilkannya. Beberapa metode dapat digunakan untuk menghitung galat suatu peramalan, antara lain mean absolute error (MAE), root mean square error (RMSE) dan mean absolute percentage error (MAPE). Berikut ini adalah rumus perhitungan akurasi peramalan tersebut (Mendenhall et al. 1993) : MAE =
RMSE =
1 n ∑ y t − yˆ t n t =1
(
)
1 n 2 ∑ y t − yˆ t t = 1 n
(7)
(8)
13
14
MAPE =
1 n y t − yˆ t (100% ) ∑ n t =1 y t
(9)
Perbedaan dasar antara MAE dan RMSE adalah bahwa dengan nilai galat yang dipangkatkan, RMSE memberikan penalti pada galat – galat yang besar lebih berat dibandingkan dengan MAE. Maka MAE adalah ukuran akurasi peramalan yang cocok jika kerugian akibat terjadinya galat peramalan meningkat secara linear dengan besarnya galat tersebut. RMSE lebih baik jika kerugian akibat terjadinya galat yang besar lebih mahal secara tidak proporsional. Karena MAPE diukur dalam persentase maka MAPE tidak memiliki satuan, sehingga berguna untuk membandingkan kinerja suatu model pada berbagai deret waktu yang berbeda. Namun jika suatu deret waktu memiliki nilai yang sangat kecil sehingga pembagian dengan nilai tersebut cenderung berpengaruh terlalu besar terhadap MAPE, maka penggunaan MAPE tidak disarankan. 2.2.3
Data deret waktu harga saham Karena harga saham cenderung dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti
inflasi, maka nilai harga saham cenderung berubah dari waktu ke waktu. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut agar harga dari waktu ke waktu dapat diperbandingkan adalah dengan menggunakan nilai indeks. Nilai indeks adalah sebuah ukuran statistik dari fluktuasi dalam nilai sebuah variabel yang tersusun dalam bentuk deret waktu dan sebuah periode dasar untuk membuat perbandingan. Salah satu nilai indeks yang dapat digunakan untuk data deret waktu harga saham adalah link relatives yang dihitung dengan persamaan 10 (Arora & Arora 2005). P Link Relatives = 1 × 100 P0
di mana
(10)
P1 = harga periode saat ini P0 = harga periode sebelumnya
2.3 Jaringan syaraf tiruan Semua fungsi – fungsi syaraf biologis, termasuk memory, disimpan dalam sel syaraf (neuron) dan dalam hubungan antar neuron. Pembelajaran dipandang sebagai pembentukan hubungan baru antar neuron atau modifikasi dari hubungan yang telah ada. Ide tersebut yang mengilhami pembentukan jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam penelitian ini meskipun hanya berupa 14
15
abstraksi sederhana dari sel syaraf biologis. Jaringan syaraf tiruan ini tidak mendekati kerumitan otak manusia, tetapi dapat dilatih untuk melakukan fungsi – fungsi yang berguna. Ada dua kesamaan antara jaringan syaraf biologis dan tiruan (Hagan et al. 2002). Pertama, bagian – bagian pembentuk kedua jaringan merupakan alat – alat perhitungan sederhana (meskipun sel syaraf tiruan jauh lebih sederhana daripada sel syaraf biologis) yang sangat berhubungan satu dengan yang lainnya. Kedua, hubungan antara sel – sel syaraf menentukan fungsi dari jaringan tersebut. Contoh neuron dengan satu masukan pada jaringan syaraf tiruan ditunjukkan pada Gambar 3, di mana masukan p yang berupa skalar dikalikan dengan bobot w yang juga berupa skalar untuk menghasilkan wp, yang merupakan salah satu bagian yang dikirim ke penjumlah (Hagan et al. 2002). Masukan yang lain, 1, dikalikan dengan sebuah bias b dan kemudian dikirim juga ke penjumlah. Keluaran dari penjumlah yaitu n, yang biasa disebut sebagai masukan jaringan, dikirim ke sebuah fungsi aktivasi, f, yang menghasilkan sebuah keluaran neuron skalar a.
Gambar 3 Neuron dengan satu masukan Keluaran neuron dihitung sebagai a = ƒ ( wp + b )
(11)
Keluaran yang dihasilkan tergantung pada fungsi aktivasi yang dipilih. Bias mirip dengan bobot, hanya saja bias memiliki masukan yang tetap, yaitu 1. Parameter w dan b merupakan parameter skalar yang dapat disesuaikan. Biasanya fungsi aktivasi dipilih oleh perancang jaringan dan kemudian parameter w dan b akan disesuaikan dengan suatu aturan pembelajaran sehingga hubungan antara masukan dan keluaran neuron memenuhi suatu target tertentu.
15
16
2.3.1 Fungsi aktivasi Ada beberapa fungsi aktivasi yang dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda. Fungsi aktivasi bisa berupa sebuah fungsi linear atau nonlinear dari n. Suatu fungsi aktivasi dipilih untuk memenuhi beberapa spesifikasi dari masalah yang akan diselesaikan oleh neuron. Fungsi aktivasi yang banyak digunakan adalah sebagai berikut (Hagan et al. 2002) : 1. Hard limit (Gambar 4), menetapkan keluaran dari neuron menjadi 0 jika argumen fungsi kurang dari 0, atau 1 jika argumenya lebih besar dari atau sama dengan 0 (persamaan 12). Fungsi aktivasi ini digunakan untuk menciptakan neuron yang mengklasifikasikan masukan menjadi dua kategori yang berbeda.
0 jika n 〈 0
a=
1 jika n ≥ 0
(12)
Gambar 4 Fungsi aktivasi hard limit 2. Linear (Gambar 5). Keluaran dari fungsi aktivasi ini sama dengan masukannya (a = n)
Gambar 5 Fungsi aktivasi linear
16
17
3. Log – sigmoid (Gambar 6). Fungsi aktivasi ini mengubah masukan (yang nilainya berkisar antara plus dan minus tak hingga) menjadi output yang memiliki kisaran antara 0 dan 1, sesuai dengan persamaan 13. a=
1
(13)
1 + e −n
Gambar 6 Fungsi aktivasi log-sigmoid 4. Hyperbolic Tangent Sigmoid (Gambar 7).
Merupakan bentuk bipolar dari
fungsi sigmoid (Ham & Kostanic 2001). Batas jenuh dari fungsi ini memiliki sebuah kisaran bipolar, sesuai dengan persamaan 14. a=
e n - e -n e n + e −n
(14)
Gambar 7 Fungsi aktivasi hyperbolic tangent sigmoid 2.3.2 Fungsi pelatihan Fungsi pelatihan merupakan suatu prosedur untuk memodifikasi bobot dan bias dalam jaringan. Tujuan dari fungsi pelatihan adalah untuk melatih jaringan melakukan beberapa tugas. Ada banyak jenis fungsi pelatihan jaringan syaraf tiruan yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu supervised learning, unsupervised learning dan reinforcement learning.
17
18
Pada supervised learning, untuk pelatihan disediakan sekumpulan contoh (training set) dari perilaku jaringan yang diharapkan : {p1,t1} , {p2,t2} , … , {pQ,tQ} , di mana pq adalah sebuah masukan jaringan dan tq adalah target keluaran yang diharapkan. Pada saat masukan – masukan dimasukan ke dalam jaringan, keluaran – keluaran jaringan dibandingkan dengan target – target. Kemudian fungsi pelatihan digunakan untuk menyesuaikan bobot – bobot dan bias – bias jaringan agar keluaran jaringan semakin dekat dengan target. Pada unsupervised learning, bobot – bobot dan bias – bias dimodifikasi hanya sebagai respon dengan masukan jaringan. Tidak ada target keluaran yang disediakan. Kebanyakan dari algoritma jenis ini dijalankan untuk melakukan beberapa jenis operasi pengklasteran. Algoritma – algoritma tersebut belajar untuk mengkategorikan pola – pola masukan menyadi sejumlah kelas tertentu. Reinforcement learning mirip dengan supervised learning, perbedaannya adalah untuk setiap masukan hanya diberikan sebuah nilai tidak disediakan keluaran yang tepat seperti pada supervised learning. Nilai tersebut merupakan suatu ukuran dari kinerja jaringan terhadap beberapa urutan masukan – masukan. Pembelajaran jenis ini jarang digunakan dibandingkan dengan supervised learning (Hagan et al. 2002). Pembelajaran ini lebih cocok digunakan untuk aplikasi – aplikasi pengendalian sistem. Beberapa fungsi pelatihan pada jaringan syaraf tiruan antara lain : a. Steepest descent Algoritma steepest descent untuk memperkirakan mean square error adalah (Hagan et al. 2002) :
∂Fˆ m ∂w ij
(15)
∂Fˆ ∂bim
(16)
w ijm (k + 1) = w ijm ( k ) − a
bim ( k + 1) = bim ( k ) − a dimana a adalah laju pembelajaran. b. Conjugate Gradient
Merupakan teknik numerik yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah optimasi. Beberapa metode untuk melatih jaringan syaraf tiruan berdasarkan pada metode conjugate gradient telah dikembangkan. 18
19
Dengan menggunakan metode ini untuk menyesuaikan bobot jaringan, akan mempercepat proses pelatihan (Ham & Kostanic 2001). c. Momentum Pada propagasi balik standar, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya (disebut momentum) yang dimasukkan.
Jadi
tidak
hanya
pola
masukan
terakhir
saja
yang
diperhitungkan. Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain (pencilan). Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnya, maka perubahan dilakukan secara lambat. Dengan penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke (t+1) didasarkan atas bobot pada waktu t dan (t-1). Disini harus ditambahkan 2 variabel baru yang mencatat besarnya momentum untuk 2 iterasi terakhir. Jika µ adalah konstanta (0= µ =1) yang menyatakan parameter momentum maka bobot baru dihitung berdasarkan persamaan (Siang 2005) : w kj (t + 1) = w kj ( t ) + ad k z j + µ(w kj (t ) − w kj (t − 1))
(17)
v ji (t + 1) = v ji (t ) + ad j x i + µ(v ji (t ) − v ji (t − 1))
(18)
dan
d. Levenberg-Marquardt Algorithm Merupakan variasi dari metode Newton yang dirancang untuk meminimalkan fungsi yang merupakan penjumlahan kuadrat dari fungsi nonlinear lainnya. Hal ini sangat cocok untuk pelatihan jaringan syaraf yang indeks kinerjanya adalah mean square error. Algoritma Levenberg-Marquardt untuk propagasi balik adalah sebagai berikut (Ham & Kostanic 2001) : Langkah 1 : Inisialisasi bobot jaringan dengan nilai acak yang kecil. Langkah 2 : Masukan pola masukan dan hitung keluaran jaringan. 19
20
Langkah 3 : Hitung elemen dari matrix Jacobian yang berhubungan dengan pasangan masukan/keluaran sebagai berikut : J ij ≈
? ei
(19)
?w j
Langkah 4 : Setelah pasangan masukan/keluaran terakhir dimasukkan, sesuaikan bobot sebagai berikut : w ( k + 1) = w (k ) - [ J Tk J k + µ k I ] −1 J Tk e k
(20)
Langkah 5 : Berhenti jika jaringan telah konvergen; jika belum, kembali ke Langkah 2. 2.3.3 Metode propagasi balik Kelemahan jaringan syaraf tiruan dengan lapisan tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini bisa ditanggulangi dengan menambahkan satu atau beberapa lapisan tersembunyi diantara lapisan masukan dan keluaran. Salah satu metode jaringan syaraf tiruan adalah propagasi balik (backpropagation).
Metode
ini
melatih
jaringan
untuk
mendapatkan
keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan (Siang 2005). Metode propagasi balik merupakan metode yang sangat baik dalam menangani masalah pengenalan pola – pola kompleks. Metode ini merupakan metode jaringan syaraf tiruan yang populer. Beberapa contoh aplikasi yang melibatkan metode ini adalah kompresi data, pendeteksian virus komputer, pengidentifikasian objek, sintesis suara dari teks, peramalan, dan lain – lain. Propagasi balik memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih lapisan tersembunyi. Pada Gambar 8 ditunjukan arsitektur propagasi balik dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. Di mana vij merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit lapisan tersembunyi zj (vj0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit lapisan tersembunyi zj), wkj merupakan bobot dari unit lapisan tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di lapisan tersembunyi ke unit keluaran z k ). 20
21
Gambar 8 Arsitektur propagasi balik Fungsi aktivasi yang digunakan dalam propagasi balik harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi - fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar (Siang. 2005). Alternatif lain adalah menggunakan fungsi aktivasi sigmoid hanya pada lapisan yang bukan lapisan keluaran, sedangkan pada lapisan keluaran yang dipakai adalah fungsi identitas. Pelatihan propagasi balik meliputi tiga fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari lapisan masukan hingga lapisan keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit – unit di lapisan keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang – ulang terus hingga kondisi penghentian terpenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi (epoch) atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Algoritma
pelatihan
standar
untuk
jaringan
dengan
satu
lapisan
tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) dapat dilihat pada lampiran 1. 21
22
Pada penelitian ini digunakan fungsi pelatihan conjugate gradient dengan algoritma sebagai berikut (Ham & Kostanic 2001) : Langkah 1 : Inisialisasi bobot jaringan dengan nilai acak yang kecil. Langkah 2 : Propagasi pola pelatihan ke-q ke seluruh jaringan, hitung keluaran untuk tiap node. Langkah 3 : Hitung galat lokal pada tiap node di jaringan. Untuk nodes keluaran, galat lokal dihitung sebagai berikut : (s) δ iq(s) = (d iq − x (s) out,iq )g(v iq )
(21)
dimana g(•) adalah derivatif dari fungsi aktivasi f(•). Untuk tiap nodes di lapisan tersembunyi, galat lokal dihitung sebagai berikut : n
δ
s+1
= ( ∑ δ (s + 1) whi(s+1) )g(v (s) iq )
(s) iq
h = 1
hq
(22)
Langkah 4 : Untuk tiap perkiraan kombinasi linear, nilai keluaran yang diinginkan diberikan sebagai berikut :
vˆiq(s) = f
−1
(s) (diq(s) ) dimana diq(s) = x (s) out,iq + µδ iq
(23)
Langkah 5 : Sesuaikan estimasi matriks kovarian pada tiap lapisan : (s -1) ( s -1)T C (s) (k) = b C (s) ( k − 1) + x out ,q + x out,q
(24)
Sesuaikan perkiraan vektor cross-correlation untuk tiap node : (s -1) p (s) (k) = bp (s) (k − 1) + vˆ i( s) x out, q i
i
(25)
dimana k adalah indeks presentasi pola. Langkah 6 : Sesuaikan vektor bobot untuk tiap node pada jaringan sebagai berikut : (a) Pada tiap node hitung g (s) (k) = C (s) (k)w i( s ) (k ) − pi( s) (k) i
(26)
Atau jika g (s) = 0, vektor bobot node tersebut jangan disesuaikan i
dan lanjutkan ke langkah 7; atau lakukan langkah berikut : (b) Cari arah d(k). Jika angka iterasi adalah sebuah integer kelipatan dari jumlah bobot pada node, maka d (s) (k) = −g i(s ) (k), i
(27)
jika tidak
22
23
d (s) (k) = −g i(s ) (k) + β (s)d (s) (k - 1) i
i
i
(28)
dimana C (s) (k )
(s )
d
i
=
(s )T −g i (k)
i
( k − 1)
d (s)T (k - 1)C (s) (k )
(s )
d
β
(s)
i
i
( k − 1)
(29)
(c) hitung step size g ( s )T (k)
d
i
(k ) = −
i
(s ) i
d (s)T (k)C (s) (k )
(k )
d
α
(s)
i
(30) (s ) i
(k )
(d) modifikasi vektor bobot berdasarkan w (s) (k) = w (s) ( k − 1) + α i(s ) (k)d i(s ) (k) i
i
(31)
Langkah 7 : Jika jaringan belum konvergen, kembali ke langkah 2. Masalah utama yang dihadapi dalam propagasi balik adalah lamanya iterasi yang harus dilakukan. Propagasi balik tidak dapat memberikan kepastian tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Oleh karena itu harus diteliti bagaimana parameter – parameter jaringan dibuat sehingga menghasilkan jumlah iterasi yang relatif lebih sedikit. Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal atau global, dan seberapa cepat konvergensinya. Bobot yang menghasilkan nilai turunan aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari karena akan menyebabkan perubahan bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula nilai bobot awal tidak boleh terlalu besar karena nilai turunan fungsi aktivasinya menjadi sangat kecil juga. Oleh karena itu dalam standar propagasi balik, bobot dan bias diisi dengan bilangan acak kecil. Salah satu keputusan yang harus dibuat dalam penggunaan jaringan syaraf tiruan propagasi balik adalah berapa lapisan tersembunyi yang dibutuhkan agar mendapatkan sebuah model yang baik. Tetapi menggunakan lebih dari dua layar tersembunyi tidak bermanfaat (Kecman 2001). Arsitektur dengan satu dan dua layar tersembunyi secara teoritis dapat mengenali sembarangan perkawanan antara masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Namun sebaiknya dicoba terlebih dahulu membuat model dengan satu layar tersembunyi. Jika jaringan memiliki lebih dari satu lapisan tersembunyi, maka algoritma pelatihan yang dijabarkan sebelumnya perlu direvisi. Dalam propagasi maju, keluaran harus dihitung untuk tiap lapisan, dimulai dari lapisan tersembunyi 23
24
paling bawah (terdekat dengan masukan). Sebaliknya, dalam propagasi mundur, faktor d perlu dihitung untuk tiap layer tersembunyi, dimulai dari layer keluaran. Tujuan
utama
penggunaan
propagasi
balik
adalah
mendapatkan
keseimbangan antara pengenalan pola pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk pola lain yang sejenis (disebut data pengujian). Jaringan dapat dilatih terus menerus hingga semua pola pelatihan dikenali dengan benar. Akan tetapi hal itu tidak menjamin jaringan akan mampu mengenali pola pengujian dengan tepat. Jadi tidak bermanfaat untuk meneruskan iterasi hingga semua kesalahan pola pelatihan = 0. Umumnya data dibagi menjadi dua bagian saling terpisah, yaitu pola data yang dipakai sebagai pelatihan dan data yang dipakai untuk pengujian. Perubahan bobot dilakukan berdasarkan pola pelatihan. Akan tetapi selama pelatihan (misal setiap 10 epoch), kesalahan yang terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian). Selama kesalahan ini menurun, pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika kesalahannya sudah meningkat, pelatihan tidak ada gunanya untuk diteruskan lagi. Jaringan sudah mulai mengambil sifat yang hanya dimiliki secara spesifik oleh data pelatihan (tapi tidak dimiliki oleh data pengujian) dan sudah mulai kehilangan kemampuan melakukan generalisasi. Salah satu bidang di mana propagasi balik dapat diaplikasikan dengan baik adalah bidang peramalan (forecasting). Peramalan yang sering dilakukan antara lain peramalan besarnya penjualan, nilai tukar valuta asing, harga saham, prediksi besarnya aliran air sungai, dll. Secara umum masalah peramalan dapat dinyatakan sebagai berikut : Diketahui sejumlah data deret waktu (time series) x1, x2, ..., xn. Masalahnya adalah memperkirakan berapa harga xn+1 berdasarkan x1 , x2, ..., xn. Dengan propagasi balik, record data dipakai sebagai data pelatihan untuk mencari bobot yang optimal. Untuk itu perlu ditetapkan besarnya periode di mana data berfluktuasi. Periode ini ditentukan secara intuitif. Bagian tersulit adalah menentukan jumlah lapisan (dan unitnya). Tidak ada teori yang dengan pasti dapat dipakai. Tetapi secara praktis dicoba jaringan yang kecil terlebih dahulu (misal terdiri dari 1 lapisan tersembunyi dengan beberapa unit saja), lalu jaringan diperbesar dengan menambah unit tersembunyi.
24
25
2.4 Peramalan data deret waktu dengan jaringan syaraf tiruan Peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan yang baik harus memenuhi kriteria – kriteria sebagai berikut (Adya & Collopy 1998) : 1. Efektivitas dari validasi Tiga arahan untuk mengevaluasi efektivitas dari validasi, yaitu : a. Perbandingan dengan model – model yang sudah diterima secara umum. Peramalan dengan sebuah model harus dapat menghasilkan kinerja paling tidak sebaik model – model yang telah diterima secara umum. Misalnya jika sebuah model yang akan digunakan untuk peramalan tidak dapat menghasilkan peramalah paling tidak sama akurasinya dengan peramalan menggunakan naive extrapolation (random walk), maka peramalan dengan model yang baru tidak dapat dikatakan memberikan kontribusi terhadap tren yang ada. b. Penggunaan ex ante validation Perbandingan peramalan harus berdasarkan kinerja ex ante (out-ofsample). Dengan kata lain, sampel yang digunakan untuk menguji kemampuan prediksi sebuah model harus berbeda dengan sampel yang digunakan untuk mengembangkan dan melatih model tersebut. Hal ini sejalan dengan kondisi yang ditemukan pada kenyataan, bahwa sebuah model harus menghasilkan prediksi mengenai masa depan yang belum diketahui atau sebuah kasus yang hasilnya belum tersedia. c. Penggunaan sampel yang memadai Ukuran sampel untuk validasi harus memadai agar memungkinkan penarikan kesimpulan. Kebanyakan penelitian klasifikasi menggunakan 40 atau e l bih kasus untuk divalidasi, sedangkan penelitian data deret waktu biasanya menggunakan 75 atau lebih peramalan untuk validasi. 2. Efektifitas dari implementasi Dalam menentukan efektivitas pengembangan dan pengujian sebuah jaringan syaraf tiruan batasan berikut digunakan untuk mengevaluasi kinerja jaringan : a. Konvergen Berhubungan dengan masalah apakah prosedur pembelajaran dapat mempelajari klasifikasi yang ditentukan pada sebuah set data. Dalam mengevaluasi kriteria ini yang perlu diperhatikan adalah kinerja in-sample 25
26
dari jaringan yang dibuat karena hal tersebut menentukan kemampuan konvergen
jaringan
sebagai
perbandingan
untuk
mendapatkan
kemampuan generalisasi, yaitu kinerja ex ante dari jaringan. Jika suatu penelitian tidak melaporkan kinerja in-sample pada jaringan tersebut, maka penerimaan terhadap hasil ex ante perlu dipertimbangkan. b. Generalisasi Mengukur kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengenali pola di luar sampel pembelajaran. Tingkat akurasi yang dicapai selama tahap pembelajaran biasanya menentukan hubungan generalisasi. Jika kinerja pada sebuah sampel baru sama dengan sampel pada tahap konvergen, maka jaringan syaraf tiruan dianggap telah belajar dengan baik. c. Stabilitas Adalah konsistensi hasil selama tahap validasi dengan data sampel yang berbeda. Kriteria ini kemudian mengevaluasi apakah konfigurasi jaringan syaraf tiruan ditentukan selama tahap pembelajaran dan hasil dari tahap generalisasi konsisten pada berbagai sampel data uji yang berbeda. Penelitian dapat menentukan stabilitas baik melalui penggunaan iterative resampling dari kumpulan data yang sama atau dengan menggunakan berbagai sampel untuk pembelajaran dan validasi. Jika suatu penelitian telah divalidasi dan diimplementasikan dengan baik, maka hasilnya dapat memberikan gambaran apakah jaringan syaraf tiruan bermanfaat untuk peramalan, dan penelitian tersebut merupakan penelitian yang sangat berguna. Penelitian terdahulu yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk peramalan data deret waktu antara lain : 1. Suhartono & Subanar (2006) memodelkan data deret waktu tren dan musim dengan melakukan dekomposisi terhadap data tersebut sebelum dilakukan peramalan dengan jaringan syaraf tiruan. Data deret waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penumpang penerbangan yang merupakan salah satu dari dua data yang diujikan dalam Neural Network Forecasting Competition bulan Juni 2005. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa data yang telah
diproses
dengan
mengkombinasikan
detrend
dan
deseasonal
berdampak cukup besar dalam meningkatkan akurasi peramalan data deret waktu dibandingkan dengan menggunakan data asli, hanya dilakukan 26
27
detrend, hanya dilakukan deseasonal, maupun dibandingkan dengan peramalan dengan ARIMA. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kihoro et al. (2004) yang membandingkan model ARIMA dan ANN (Artificial Neural Network) dalam meramal data deret waktu yang sama dengan data yang digunakan pada penelitian Suhartono & Subanar (2006), yaitu data penumpang penerbangan, menyimpulkan bahwa model ANN relatif lebih baik daripada ARIMA dalam meramalkan data deret waktu tersebut walaupun sifat data mungkin mempengaruhi hasil tersebut. Namun penelitian ini mengemukakan bahwa masalah utama ANN adalah kurangnya kemampuan model ini dalam menerangkan arsitektur jaringan yang tepat untuk data tertentu. 3. Lai et al. (2006) melakukan peramalan data deret waktu dengan menggabungkan hasil peramalan exponential smoothing
dengan hasil
peramalan jaringan syaraf tiruan. Penggabungan tersebut dimaksudkan untuk mengambil unsur linear dari data dengan exponential smoothing dan unsur nonlinear dari data dengan ANN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tarif pertukaran mata uang asing. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metodologi penggabungan kedua metode tersebut menghasilkan prediksi yang lebih baik daripada jika menggunakan salah satu metode saja. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Atiya et al. (1999) mengenai peramalan arus sungai dengan membangun berbagai model jaringan syaraf tiruan. Penelitian ini mengeksplorasi data deret waktu tersebut untuk menentukan masukan bagi jaringan syaraf tiruan. Penelitian ini juga melakukan peramalan beberapa periode ke depan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa jaringan syaraf tiruan menghasilkan akurasi peramalan yang cukup baik. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pemilihan masukan dan preprocessing pada data berperan lebih dalam meningkatkan akurasi peramalan dibandingkan dengan arsitektur jaringan syaraf tiruan.
27