BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Umum
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain. Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.
2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien. 6
Universitas Sumatera Utara
Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi. Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.
2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm2, sudut lancip kerucut 60o untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel (sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm2, untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur. Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 7
Universitas Sumatera Utara
kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda. Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2.1) : 1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus. Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap 8
Universitas Sumatera Utara
ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut : 1. Hambatan Lekat (HL)
HL = ( JP − PK ) x
A B
..................................................................................... (2.1)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
JHL = ∑i =0 JHL n
................ ................................................................... (2.2)
dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²) A
= Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B
= Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
I
= Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
9
Universitas Sumatera Utara
(b)
(a)
(a). Konus (b). Bikonus
Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991) Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap
kedalaman.
Hasil
akhir dari
pengujian
sondir ini
dibuat
dengan
menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.
10
Universitas Sumatera Utara
Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.
2.2.2. Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N. Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiaptiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain; 2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk; 3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor; 11
Universitas Sumatera Utara
4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm; 5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan; 6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box; 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.
2.3.
Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya ort hogonal
ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). 12
Universitas Sumatera Utara
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003). Pondasi tiang jika di kelompokkan akan lebih mendukung bangunan untuk menahan gaya angkat keatas pada bangunan-bangunan tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulinggan/torsi akibat angin atau gempa.
Torsi merupakan efek momen termasuk putaran/puntiran yang terjadi pada penampang tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen. Dan gaya torsi yang terjadi harus lebih kecil dari daya dukung lateral pada tiang pancang.
Dimana :
Kx =
M T .xi Σx 2 + Σy 2
R = Kx + K y 2
2
Ky =
M T . yi Σx 2 + Σy 2
< H ijin
13
Universitas Sumatera Utara
2.4. Klasifikasi Pondasi Tiang Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas : 1). Tiang Pancang Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara hidrolis. 2). Tiang Bor Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.
2.5. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
14
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori antara lain :
A. Tiang pancang kayu Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil. Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti.
Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan dari pada kayu, akan tetapi tetap tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga mudah
15
Universitas Sumatera Utara
memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk di gunakan sebagai tiang pancang.
Gambar 2.2 Tiang pancang kayu (Sardjono, 1991) B.
Tiang pancang beton Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat
dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3). 16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991) b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.4). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.
Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, 1991)
17
Universitas Sumatera Utara
c. Cast in Place Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1.
Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2.
Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)
C. Tiang pancang baja. Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan 18
Universitas Sumatera Utara
pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah. a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka; b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air; c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air
tanah terendah. Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)
D. Tiang pancang komposit. Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.
2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :
A. Tiang pancang pracetak Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. 20
Universitas Sumatera Utara
Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari : 1. Cara penumbukan Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer). 2. Cara penggetaran Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator). 3. Cara penanaman Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan : a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang. c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang. d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.
B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu : 21
Universitas Sumatera Utara
1. Cara penetrasi alas Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton. 2. Cara penggalian Cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a. Penggalian dengan tenaga manusia Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondsi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu. b. Penggalian dengan tenaga mesin Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.
2.6. Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Pemukul Jatuh (Drop hammer) 2. Pemukul Aksi Tiang (Single - acting hammer) 3. Pemukul Aksi Double (Double - acting hammer)
22
Universitas Sumatera Utara
Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.
2.7. Hidrolik Sistem Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand. Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran. Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang. Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :
1. Bebas getaran
23
Universitas Sumatera Utara
Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut. 2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan
lingkungan (environment friendly). 3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometeryang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung. 4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang 24
Universitas Sumatera Utara
umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat. 5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan
sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.
Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan); 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja; 4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.
25
Universitas Sumatera Utara
Metode Kerja Pondasi Tiang Pancang Sistem Tekan (Hydraulic Static Pile Driver) 1. Koordinasikan dengan pemberi tugas (kontraktor) mengenai urutan-urutan kerja dengan mempertimbangkan urutan penyelesaian pekerjaan yang diminta dan aksebilitas kerja agar tercapai produktivitas yang tarbaik. 2. Tentukan/tetapkan penggunaan tanda-tanda yang disepakati yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan (Uitzet) agar tidak terjadi kerancuan dalam membedakan titik-titik pemancangan dengan as bangunan atau titik-titik bantu lainnya. 3. Untuk menghindarkan terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah ditentukan maka gunakan titik bantu (reference point) selama proses penekanan tiang kedalam tanah. Lakukan pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada kedalaman
2
meter
dengan
menggunakan
waterpas,
apabila
terjadi
penyimpangan jarak antara as tiang dan as titik bantu, dapat dilakukan pengangkatan/pencabutan tiang dan posisikan kembali as tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan. 4. Check verticality tiang setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter. (verticality tiang, posisi vertical tiang). 5. Proses awal dari pemasangan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD unit pada koordinat yang ditentukan, cek keadaan HSPD unit dalam keadaan rata, dengan bantuan “alat nivo” yang terdapat dalam ruangan operator dibantu dengan alat waterpass yang diletakkan diposisi chasis panjang (Long-Boat). 6. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang (yang telah diberi marking skala panjang tiap tiang 500 mm) dimasukkan kedalam alat 26
Universitas Sumatera Utara
penjepit (clamping-box), kemudian posisikan tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan, control posisi tiang pada arah tegak dengan bantuan waterpass. Setelah semuanya terpenuhi selanjutnya dilakukan penjepitan tiang dengan tekanan maksimum + 20 Mpa dibaca pada manometer di kabin operator. 7. Setelah penjepitan pada uraian nomor 5 dilakukan, kemudian lakukan penekanan tiang dengan menggunakan 2 cylinder jack, sampai mencapai daya dukung yang diinginkan. Dalam proses pemancangan tiang tersebut harus dicatat (pilling record) tekanan yang timbul dengan kedalaman tiang tertanam. Selama proses
pemancangan tersebut lakukan pengukuran kembali posisi as tiang terhadap titik bantu. (tiap 2 meter kedalamn tiang tertanam). 8. Apabila dalam proses pemancangan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat ditekan lagi, sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa tiatas permukaan tanah, maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan kerja bagi HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain. 9. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukan pengukuran ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang terpasang dari rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan di buatkan keputusan cara-cara perbaikan dari pergeseran.
2.8. Kapasitas Daya Dukung 2.8.1. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes
27
Universitas Sumatera Utara
yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dan tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As
.........…………………………………(2.3)
Dimana : Qu
= Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb
= Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs
= Kapasitas tahanan kulit.
qb
= Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab
= Luas di ujung tiang.
f
= Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As
= Luas kulit tiang pancang.
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.
Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut : 28
Universitas Sumatera Utara
qb =
q ca (base ) Fb
.................................................................................... (2.4)
Dimana : qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah. Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
F = qc ( side)
αs
.................................................................................... (2.5)
Fs
Dimana : qc (side)
= Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.
Fs
= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Fb
= Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel II.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs diberikan pada Tabel II.2. Tabel II.1 Faktor emperik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999) Tipe Tiang Pancang
Fb
Fs
Tiang Bor
3,5
7,0
Baja
1,75
3,5
Beton Pratekan
1,75
3,5
29
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999)
Tipe Tanah
αs (%)
Pasir
1,4
Pasir kelanauan
2,0
Pasir kelanauan dengan lempung Pasir berlempung dengan lanau Pasir berlempung
αs (%)
Tipe Tanah Pasir berlanau Pasir berlanau dengan lempung
Tipe Tanah Lempung berpasir Lempung berpasir dengan lanau
2,2
2,8
αs (%) 2,4
2,8
2,4
Lanau
3,0
Lempung berlanau dengan pasir
3,0
2,8
Lanau berlempung dengan pasir
3,0
Lempung berlanau
4,0
3,0
Lanau berlempung
3,4
Lempung
6,0
Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0 persen dan nilai αs untuk lempung = 1,4 persen. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff. Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Qult = (qc x Ap)+(JHL x K)
.............……………………………….(2.6)
Dimana : Qult
= Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. (ton)
qc
= Tahanan ujung sondir. (kg/cm2)
Ap
= Luas penampang tiang. (cm2)
JHL
= Jumlah hambatan lekat. (kg/cm) 30
Universitas Sumatera Utara
K
= Keliling tiang. (cm)
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin =
q c xAp 3
+
JHLxK11 5
........................................................................(2.7)
dimana : Qijin
=
Kapasitas daya dukung ijin pondasi. (ton)
qc
=
Tahanan ujung sondir. (kg/cm2)
Ap
=
Luas penampang tiang. (cm2)
JHL
=
Jumlah hambatan lekat. (kg/cm)
K11
=
Keliling tiang. (cm)
2.8.2. Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:
τ = c + σ tan φ
.........…………………………………………..…..…(2.8)
dimana :
τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²)
σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)
φ = Sudut geser tanah (º) 31
Universitas Sumatera Utara
Table II.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono, 1983)
Klasifikasi Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil survei sebelumnya
Hal-hal yang perlu diperhatikan langsung
Tanah lempung (kohesif)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lainlain Tanah pasir Berat isi, sudut geser (tidak kohesif) dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap hancur
Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut : 1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :
φ = 12 N + 15
............................................................................................. (2.9)
φ = 12 N + 15
............................................................................................. (2.10)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :
φ = 0.3 N + 27
.............................................................................................. (2.11)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standart dengan sudut
32
Universitas Sumatera Utara
geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel II.4 berikut : Tabel II.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1985)
Angka Penetrasi Standart, N
Kepadatan Relatif Dr (%)
Sudut Geser Dalam
φ
0-5
0–5
(º) 26 – 30
5 - 10
5 – 30
28 – 35
10 - 30
30 – 60
35 – 42
30 - 50
60 – 65
38 – 46
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Table II.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)
Tanah tidak kohesif
Tanah kohesif
Harga N
<10
10 - 30
30 - 50
>50
Berat isi γ kN/m3
12 – 16
14 - 18
16 - 20
18 – 23
Harga N
<4
4 - 15
16 - 25
>25
Berat isi γ kN/m3
14 – 18
16 - 18
>20
16 - 18
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air. 33
Universitas Sumatera Utara
Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini : 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35 2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT, N > 15 Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu. 1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif Qp = Qp = 40 x N-SPT x
Li x Ap D
……………………..……...........….…(2.12)
2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif Qs = 2 x N-SPT x p x Li
.............………………………………….…..(2.13)
Dimana : Li
= Panjang Lapisan Tanah (m)
p
= Keliling Tiang (m)
3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif Qp
= 9 x cu x Ap .......…………………………………...……….….…(2.14)
Dimana : Ap
= Luas Penampang Tiang (m²) 34
Universitas Sumatera Utara
cu
= Kohesi Undrained (kN/m²)
cu
= N – SPT x 2/3 x 10
....……………………………………….…..(2.15)
4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif Qs
= α x cu x p x Li
…………………...……………………….…(2.16)
Dimana :
α
= Koefisien adhesi antara tanah dan tiang
cu
= Kohesi undrained (kN/m²)
p
= Keliling tiang (m)
Li
= Panjang lapisan tanah (m)
2.8.3. Berdasarkan bacaan manometer alat hydraulic jack Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diketahui berdasarkan bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan rumus : Q=PxA
..............……………………………………………………(2.17)
Keterangan : Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton) P = Bacaan manometer (kg/cm²) A = Total luas efektif penampang piston (cm²) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston. Untuk mesin kapasitas 320 ton : Diameter piston hydraulic jack
(1) = 180 mm = 18 cm 35
Universitas Sumatera Utara
(2) = 220 mm = 22 cm Luas penampang piston
(1) = πr² = π . 9² cm = 254,57 cm²
Luas penampang piston
Total luas efektif penampang piston
(2) = π .11² cm = 380,28 cm²
= (2 x 254,57) + (2 x 380,28) = 1269,7 cm²
2.8.4.
Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA) Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate
tiang pancang tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya. Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang – gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji, berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method). Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang pancang precast piles, steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri, sehingga sangat praktis 36
Universitas Sumatera Utara
dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1 – 3 jam). Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunakan ditentukan sebesar 1 % dari perkiraan daya dukung ijin tiang. Sebagai contoh : untuk daya dukung ijin tiang direncanakan 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berupa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang. Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dari rekaman 1 gelombang tumbukan saja. Terbatasnya berat palu yang dipakai untuk pengujian tiang dengan PDA, menyebabkan pengujian tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi dengan digunakannya palu berbobot sangat besar yaitu 11,50 ton (tersedia juga bobot 25 ton) untuk berbagai proyek menyebabkan hasil pengujian menjadi lebih akurat.
A. Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Pancang Dengan PDA Pengujian dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan gelombang sesuai dengan kebutuhan pengujian. Kualitas rekaman tergantung dari pemasangan instrumen dan bekerjanya komputer dan sistem elektronik. Apabila instrumen tidak terpasang dengan baik atau
37
Universitas Sumatera Utara
sistem komputer tidak bekerja seperti yang diharapkan, hal ini akan segera diketahui dari beberapa rekaman (blow) yang pertama. 1. Instrumen PDA
a. Strain Transducer dan Accelometer Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelometer ( dipasang masing – masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak bekerjanya instrument pada saat penumbukan ), berfungsi merubah regangan dan percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5 W – 2 W dari ujung atas kepala tiang, Dimana W = lebar penampang tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik. b. Computer Laptop PDA Hasil pengukuran direkam dengan alat computer PDA type PAK dari GRL USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.
2. Pemasangan Instrumen PDA Sesuai ketentuan ASTM D 4945-96 maka pemasangan instrumen strain transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh yang akan terjadi selama penumbukan. Sehingga pengaruh faktor momen dapat diabaikan, untuk mendapatkan nilai N aksial sebesar mungkin.
38
Universitas Sumatera Utara
3. Pekerjaan Persiapan Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA dengan mencatat hal – hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pengeboran lubang pada tiang pancang untuk pemasangan Strain Tranducer dan Accelerometer.
4. Pelaksanaan pengujian PDA Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman cukup baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu: a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton; b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan. Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen strain tranducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang dilapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tana, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.
B. Efisiensi Tumbukan Hammer Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi hammer mencapai 50 % sampai dengan 63% dari energi potensial yang tersedia.
39
Universitas Sumatera Utara
C. Tegangan Tiang Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat pelaksanaan pengujian dilaksanakan.
D. Daya Dukung Tiang Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisa daya dukung tiang pancang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAP pada tiang uji.
E. Langkah Analisis, Pengambilan Kesimpulan dan Rekomendasi Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan menggunakan Analysis Case Pile Wave Equation Program (CAPWAP), satu paket dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil rekaman PDA dan modelisasi tanah serta parameternya (Dumping factor, Quake, Material tiang) dan secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang dihasilkan. Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus beban dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui kurva penurunan tiang versus beban dari uji beban statik. Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu diingat bahwa daya dukung ultimate tiang pancang tersebut adalah daya dukung ultimate tanah pendukung 40
Universitas Sumatera Utara
tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal maka efisiensi kelompok tiang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak dan susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan penurunan (differential settlement) secara longterm perlu dihitung lebih mendalam sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.
2.9.
Tiang Pancang Kelompok (Pile Group) Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri
(Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7. Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga : 1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar. 2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.
41
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk dinding pondasi (Bowles, 1991) 42
Universitas Sumatera Utara
2.9.1.
Jarak antar tiang dalam kelompok Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga diisyaratkan
:
S ≥ 2,5 D S≥3D
dimana : S
= Jarak masing-masing.
D
= Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.8) akan menyebabkan : a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan. b.
Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.
2. Bila S > 3 D Apabila S > 3 D maka daya dukung tiang mempunyai nilai efisiensi kelompok Eg >1 sehingga daya dukung tiang akan maksimal. Tetapi tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing). 43
Universitas Sumatera Utara
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang. Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.
Gambar 2.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, 1991)
2.9.2.
Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok
2.9.2.1. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah 44
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang (Sardjono, 1991)
N=
V n
..............……………………………………………………(2.18)
dimana : N
= Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang.
V
= Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris.
n
= banyaknya tiang pancang.
2.9.2.2. Kelompok tiang yang menerima beban normal eksentris
Gambar 2.10 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang (Sardjono, 1991). 45
Universitas Sumatera Utara
Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :
Qi =
V M y .x i ± n n y Σx 2
..............………………………………..…………(2.19)
dimana : Qi
= Beban aksial pada tiang ke-i.
V
= Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.
xi
= Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.
My = Momen terhadap sumbu y. ∑x2 = Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang.
2.9.2.3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.
Gambar 2.11 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y (Sardjono, 1991) 46
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut :
Qi =
V M y .x i M x . y i ± ± n n y Σx 2 n x Σy 2
..............………………………………………(2.20)
dimana : Qi
= Beban aksial pada tiang ke-i.
V
= Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang.
Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x. My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y. n
= Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group).
xi,yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i. ∑x2 = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang. ∑y2 = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang.
2.10.
Tiang Mendukung Beban Lateral Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban
Vertiakal dan horizontal seperti beban angin, takanan tanah lateral yang harus didukung pondasi tiang tergantung pada rangka bangunan yang mengirim gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Jika tiang dipasang vertikal dan direncanakan untuk mendukung beban horizontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut, sehingga tiang-tiang tidak mengalami gerakan lateral yang berlebihan.
47
Universitas Sumatera Utara
Gaya lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakuan atau tipe tiang, macam tanah, penanaman ujung tiang kedalam pelat penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar defleksi. Jika gaya lateral yang harus didukung tiang sangat besar, maka dapat digunakan tiang miring.
2.10.1 Metode Broms (Tiang dalam Tanah Granuler) Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Broms (1964) menganggap sebagai berikut : 1.
Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang, diabaikan.
2.
Distribusi tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan sama dengan 3 kali tekanan tanah pasif Rankine.
3.
Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimit atau tahanan lateral ultimit.
4.
Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang diperhitungkan. Tahanan tanah ultimit (pu) sama dengan 3 kali tekanan pasif Rankine adalah
didasarkan pada bukti empiris yang diperoleh dari membandingkan hasil pengamatan dan hitungan beban ultimit yang dilakukan oleh Broms.hasil ini menunjukkan bahwa pengambilan factor pengali 3 dalam beberapa hal mungkin terlalu hati-hati, karna nilai banding rata-rata antara hasil hitungan dan beban ultimit hasil pengujian tiang adalah kira-kira 2/3. Dengan anggapan tersebut, distribusi tekanan
tekanan tanah dapat
dinyatakan oleh persamaan: pu
= 3 po K p
………………...............………………….………………... (2.21)
48
Universitas Sumatera Utara
dengan, po
= tekanan overburden efektif
Kp
= (1 + sin φ”)/(1 – sin φ’) = tg2 (45°+φ/2)
φ’
= sudut gesek dalam efektif
Gaya lateral ultimit untuk tiang ujung bebas, dengan mengambil momen terhadap ujung bawah, Hu =
(12 )γdL3 K p e+ L
…………………...….........……...………………… (2.22)
Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah, di mana: Hu = (3/2) γ d Kp f
………………………………….............……..…… (2.23)
dan f = 0,82
Hu dK p γ
.…………………...…….........…………………….. (2.24)
sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan : Mmak = Hu (e +2f/3)
..…………………................ …………….......…… (2.25)
Jika pada persamaan (2.23), diperoleh Hu yang bila disubstitusikan kedalam persamaan (2.25) menghasilkan Mmak>My, maka tiang akan berkelakuan seperti tiang panjang. Kemudian besarny Hu dapat dihitung dari persamaan – persamaan (2.24) dan (2.25), yaitu dengan mengambil Mmak =My. persamaan – persamaan untuk menghitung Hu dalam tinjauan tiang panjang yang diplot dalam grafik hubungan Hu/(Kpγd3) dan My /(Kpγd3) ditunjukan dalam gambar 2.13b. Bila tanah pasir terendam air, maka berat volume tanah (γ) yang dipakai adalah berat volume apung (γ’). 49
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b) Gambar 2.12 Tiang ujung bebas pada tanah granuler a)
Tiang pendek
b)
Tiang panjang (Broms, 1964) 50
Universitas Sumatera Utara
Pada tiang ujung jepit, asumsi tahanan momen pada kepala tiang paling sedikit sama dengan My akan dipakai lagi. Model keruntuhan untuk tiang – tiang pendek, sedang dan tiang panjang, secara pendekatan diperlihatkan dalam gambar 2.12 untuk tiang ujung jepit yang kaku, keruntuhan tiang berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh: Hu = (3/2) γ dL2 Kp
…………………..………........…………...……….. (2.26)
(a) tiang ujung pendek
51
Universitas Sumatera Utara
(b) Tiang panjang Gambar 2.13 Tahanan Lateral ultimit tiang dalam tanah granuler
Persamaan (2.26) diplot dalam bentuk grafik ditunjukkan dalam gambar 2.13a. gambar tersebut hanya berlaku jika momen negative yang bekerja pada kepala tiang lebih kecil dari tahanan momen tiang (My). Momen (negatif) yang terjadi pada kepala tiang, dihitung dengan persamaan: Mmak = (2/3) Hu L = γ d L3 Kp ………………..………………….……………… (2.27) Jika Mmak>My, maka keruntuhan tiang dapat digarapkan akan berbentuk seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.14b. Dengan memperhatikan keseimbangan horizontal tiang pada gambar 2.13b ini, dapat diperoleh: F = (3/2) γ dL2 Kp - Hu ………………………………..…….……..………. (2.28)
52
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengambil momen terhadap kepala tiang (pada permukaan tanah) dan dengan mensubstitusikan F pada persamaan (2.27), maka dapat diperoleh (untuk Mmak>My) : My = (1/2) γ dL3 Kp - HuL ………………………………………………….…….. (2.29) Harga My dalam perhitungan pondasi tiang menahan gaya lateral merupakan momen maksimum yang mampu ditahan tiang (ultimate bending moment).
Dari
persamaan (2.31), Hu dapat diperoleh. Perhatikan, persamaan (2.29) hanya dipakai jika momen maksimum pada k edalaman f lebih kecil daripada My, jarak f dihitung dari persamaan (2.24). kasus yang lain, jika tiang berkelakuan seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.14b (momen maksimum mencapai My di dua lokasi), Hu dapat diperoleh dari persamaan : Hu =
2M y e+2 f3
…………..…………………………………...……………… (2.30)
dengan f dapat diperoleh dari persamaan (2.24). Dari persamaan (2.30), dapat diplot grafik yang ditunjukan dalam gambar 2.13b. Beberapa pengujian yang dilakukan Broms (1964) untuk mengecek ketepatan ketepatan persamaan – persamaan yang diusulkan, menunjukan bhwa untuk tanah granuler (c = 0), nilai banding antara momen lentur hasil pengamatan pengujian menunjukan angka – angka diantara 0,54 – 1,61, dengan nilai rata – rata 0,93.
53
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b) Gambar 2.14 Tiang ujung jepit dalam tanah granuler (a) Tiang pendek (b) Tiang panjang (Broms, 1964) Gaya Horizontal pada masing masing tiang H ………..…….………………………...………………………………… (2.31) n
54
Universitas Sumatera Utara
Defleksi lateral untuk tiang ujung jepit yo =
0,93H
(n h ) (E p I p ) 3
5
2
……..………………………………………………... (2.32) 5
yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m) nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau kering = 2425 kN/m3) Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2) = 15200 σr (fc / σr) 0,5 untuk beton = 200000 Mpa, untuk baja = σr adalah tegangan referensi 0,10 Mpa Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4) Untuk tiang dalam tanah granuler (pasir, kerikil), defleksi tiang akibat beban lateral, dikaitkan dengan besaran tak berdimensi αL dengan
n α= h E I p p
1
….......………………………………………….…………..… (2.33) 5
Tabel II.6 Nilai-nilai nh untuk tanah granuler (c = 0) Kecepatan relatif (Dr) Tak padat
Sedang
Padat
Interval nilai A
100 – 300
300 – 1000
1000 – 2000
Nilai A dipakai
200
600
1500
2425
7275
19400
Terzagi
1386
4850
11779
Reese dkk
5300
16300
34000
nh, pasir kering atau lembab (Terzagi) (kN/m3)
nh pasir terendam air (kN/m3)
55
Universitas Sumatera Utara
2.11.
Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang Jika kelompok tiang pancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat atau
timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus di pancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak. Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan. Terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat saat tiang turun oleh akibat beban tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok . Jadi, pada keruntuhan blok tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.
56
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15. Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang (Hardiyatmo, 2002)
Gambar 2.16 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak samping
57
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas
Effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor, diantaranya : 1. Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan, dan terutama jarak antara as tiang. 2. Modus pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung). 3. Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau bor). 4. Urutan instalasi tiang. 5.
Jangka waktu setelah pemancangan.
6. Interaksi antara pile cap dan tanah di permukaan. Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Qg = Eg . n . Qa ……………….......................…………………….……….. (2.34) Dimana : Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan Eg = Efisiensi kelompok tiang n = Jumlah tiang dalam kelompok Qa = Beban maksimum tiang tunggal 58
Universitas Sumatera Utara
Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut adalah:
1.
Converse-Labarre Formula, sebagai berikut : Eg = 1 − θ
(n'−1).m + (m'−1).n' ……………...……..…………………………… (2.35) 90.m.n'
Dimana : Eg = Efisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang n’ = Jumlah tiang dalam satu baris θ = Arc tg d/s, dalam derajat
s = Jarak pusat ke pusat tiang
2.
Metode Los Angeles Group Eg = 1 –
[
]
D m(n'−1) + n' (m − 1) + 2 (m − 1)(n − 1) ……….....……....….. (2.36) s.m.n'
Dimana: Eg = Efisiensi kelompok tiang. m = Jumlah baris tiang. n’ = Jumlah tiang dalam satu baris. 59
Universitas Sumatera Utara
s = Jarak pusat ke pusat tiang. d = Diameter tiang
2.12. Faktor Keamanan Untuk memperoleh kapasitas ujin tiang, maka diperlukan suatu angka pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :
1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan; 2.
Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah;
3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja; 4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi; 5. Untuk meyakinkan bahwa penuruna n tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi; Sehubungan dengan alasan butir (4) dari hasil banyak pengujian - pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).
60
Universitas Sumatera Utara
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada jenis tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut: Qa =
Qu …..………………………….…….......………….………….…….(2.37) 2,5
Beberapa peneliti seperti Reese dan O’Neill (1989) menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : Qa =
Qb Q s ………………………………........……………….….……..(2.38) + 3 1,5
Penggunaan faktor keamanan 1,5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi maksud penggunaan faktor keamanan tersebut adalah
untuk
meyakinkan
keamanan
tiang
terhadap
keruntuhan
dengan
mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan.
61
Universitas Sumatera Utara