Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tektonik Sumatera Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas. Diapir-diapir magma yang dihasilkan bersifat asam – menengah.
Pulau Sumatera berada di bagian barat dari Paparan Sunda. Dalam tatanan tektoniknya Pulau Sumatera memiliki kondisi tektonik yang unik, terdapat palung, prisma akresi, cekungan busur bagian depan, busur magmatik dan cekungan busur bagian dalam (Gambar II.1.).
Gambar II.1. Model penampang cekungan Sumatera Tengah (Cameron et al., 1984)
Awal pembentukan sesar besar di daerah Sumatera diperkirakan mulai terbentuk pada awal Oligosen sebagai akibat dari tumbukan Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Asia. Bagian Pulau Sumatera mulai bergeser searah jarum jam dan membentuk gerak mendatar dari sesar menangga yang kemudian membentuk pola cekungan pull a part basin (Dewey et al., 1989 dan Hall, 2002). Selama
13
Oligosen – Miosen Tengah tidak ditemukan kegiatan vulkanisma namun terjadi pengangkatan dan pengaktifan kembali sesar-sesar lama. Pada Miosen Atas terjadi kembali subduksi yang mengakibatkan terangkatnya Bukit Barisan dan menimbulkan proses vulkanisma yang diperkirakan membawa naiknya batuan plutonik sebagai sumber panas (Mulhadiono dan Asikin, 1989). Sesar-sesar yang terbentuk pada periode itu membentuk zona permeabilitas yang berpotensi sebagai jalur menyusupnya larutan hidrotermal.
Lokasi penelitian
Gambar II.2. Posisi dan pola tegasan yang menyebabkan deformasi di daerah penelitian (Hann dan Weber, 1981)
14
Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi struktur basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Baratlaut - Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara endapan alluvial kuarter terhadap formasiformasi di bawahnya. Pada periode tersebut sesar-sesar lama dan rekahan yang terbentuk lebih intensif sehingga sampai saat ini muncul manifestasi baru yang berpotensi terhadap perkembangan sistem panas bumi di Sumatera.
II.2 Magmatisme dan vulkanisme Aktivitas magmatisme berhubungan erat dengan pembentukan jalur vulkanik. Magmatisme yang terbentuk akibat pertemuan antara lempeng samudera dan lempeng benua akan lebih kompleks, dikarenakan kombinasi keduanya bisa menghasilkan magma dengan komposisi granitik – andesitik yang kemudian memproduksi lava riolitik – andesitik. Magma dengan komposisi asam seperti di lempeng benua akan lebih eksplosif karena memiliki kandungan gas yang tinggi dan viskositas yang lebih rendah.
Daerah Sumatera merupakan pencerminan dari hasil subduksi antara Lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Benua Asia yang berada di Busur Sunda bagian barat. Kerak yang ada di daerah Sumatera lebih tebal dan lebih tua, sedangkan ke arah timur (Jawa-Bali) kerak relatif lebih muda dan tipis. (Varne dan Gasparon, 1997). Lempeng yang tua dan tebal akan membentuk rangkaian pulau-pulau besar dengan sifat gunungapi asam sampai menengah, sedang lempeng yang muda dan tipis akan membentuk pulau-pulau kecil dengan sifat gunungapi menengah sampai basa.
Selama periode Tersier volkanisme secara intensif dan serempak terjadi bersamaan sepanjang pantai barat Sumatera. Sebaran batuan volkanik andesitan dan riolitik yang melimpah merupakan ciri khas di daerah Sumatera dan semenanjung Malaysia (Hutchinson, 1973).
15
Pada zaman Plio-Pleistosen zona subduksi barat Sumatera dan selatan Jawa bergeser ke arah laut dari palung Sumatera dan Jawa saat ini (roll back) dan menjadikan vulkanisme muda yang terbentuk menerobos jalur orogen tua yang telah ada, sehingga proses mineralisasi berkembang baik di sepanjang jalur Sumatera bagian barat.
II.3 Regional Geologi Daerah Sumatera Barat berada pada perpotongan patahan besar yang berarah barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya dan menghasilkan posisi batuan dengan umur berbeda. Secara fisiografi lokasi penelitian terletak diantara sisi barat Bukit barisan dimana bagian timurnya berbatasan dengan Rau Graben. Bagian barat Bukit Barisan didominasi oleh endapan meta-sedimen berumur Mesozoikum, serta terbentuk volkanik kalk-alkali, sedimen dari vulkanik Tersier serta metasedimen yang berumur Paleozoikum. Batuan Pra-Tersier dibeberapa tempat tersingkap dalam bentuk “jendela” pada batuan gunungapi Tersier dan Kwarter. Dari peta Geologi Lembar Lubuksikaping, Sumatera Barat ( skala 1 : 250.000 ), yang ditulis oleh Rock et al., 1983. Batuan yang ada di daerah penelitian terdiri dari batuan – batuan gunung api, batuan terobosan, sedimen dan meta-sedimen yang berumur mulai dari Paleozoik – Resen (Gambar II.3.).
II.3.1 Morfologi Kondisi morfologi regional berdasarkan topografi di daerah Pasaman dapat dibagi dalam dua satuan morfologi. 1. Satuan Morfologi Dataran, berupa dataran rendah dengan lereng datar - landai, tersusun atas endapan kipas aluvial, yang terdiri dari konglomerat, bongkah lava, kerikil, pasir sedang - kasar, lempung dan lumpur meliputi dataran Cubadak dan Rao. 2. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang-Terjal, menempati sebagian besar luas daerah penelitian. Elevasi ketinggian yang terdapat pada daerah ini berkisar 600 - 1200 m di atas permukaan laut. Tersusun atas batuan metasedimen, batugamping, granodiorit dan batuan vulkanik Pra-Tersier.
16
II.3.2 Stratigrafi Batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian adalah batuan meta-sedimen dan batusabak yang termasuk dalam Formasi Kuantan (Puku). Formasi ini terdiri dari batusabak, kuarsit dan arenit metakuarsa, yang berumur Paleozoik PermKarbon (Silitonga dan Kastowo, 1975).
Formasi Vulkanik Panti (Ppvp), terdiri dari batuan meta-vulkanik dan metavulkaniklastik, menyebar di sebelah barat daerah penelitian, berumur Perm– Trias, formasi ini diperkirakan terbentuk secara tak selaras dengan Formasi Kuantan dengan kontak lateral berupa struktur sesar (Silitonga dan Kastowo, 1975).
Formasi Silungkang (Ppsl) yang merupakan anggota batugamping yang terdiri dari meta-gamping, tersebar di sebelah timur daerah penelitian, berumur Perm– Trias. Formasi ini diperkirakan terbentuk bersamaan dengan Formasi Vulkanik Panti (Ppvp) dengan hubungan berubah fasies secara lateral (Silitonga dan Kastowo, 1975).
Batuan Terobosan Ulai (Tmiu), menerobos Formasi Kuantan, Vulkanik Panti dan Silungkang. Satuan ini berumur Eosen – Oligosen dan terdiri dari batuan terobosan granodiorit pegmatit, granodiorit dan granit biotit, sebagian terkekarkan kuat akibat aktifitas tektonik (Hehuwat dan Katili, 1967). Satuan ini tersebar di sebelah timur laut dan timur daerah penelitian.
Satuan batuan vulkanik tak terbedakan, tersusun atas batuan gunung api dan tidak menunjukkan sumber letusan gunung api. Satuan ini berumur Miosen Tengah sampai Pleistosen (Kanao, 1971) dan tersebar di sebelah tengah, barat dan selatan daerah penelitian.
Satuan batuan termuda adalah satuan batuan endapan permukaan/ aluvial yang berumur Holosen, tersusun oleh fragmen batuan aneka ragam yang tak padu (unconsolidated).
17
Gambar II.3. Peta geologi regional daerah Cubadak ( Rock et al., 1983)
18
II.3.3 Struktur Geologi Struktur geologi yang ada di lokasi penelitian merupakan zona struktur Sesar Sumatera. Zona sesar ini memanjang sepanjang Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko di selatan sampai Aceh di utara. Sumatera Fault System ( SFS ) ini tersusun atas beberapa segmen sesar dengan arah orientasi baratlaut-tenggara pergerakan menganan ( dextral ). Akibat interaksi dari beberapa segmen tersebut maka terdapat beberapa zona yang mengalami kompresi dan regangan (Hehuwat dan Katili, 1967).
Gambar II.4. Peta Pola Kelurusan daerah Cubadak, pola kelurusan didominasi oleh arah baratlaut – tenggara
19
Zona-zona kompresi mengalami pelipatan dan sesar-sesar naik, sedangkan zona regangan mengalami depresi dan sesar-sesar normal, di beberapa lokasi sesarsesar normal ini juga memfasilitasi keluarnya magma ke permukaan dan membentuk gunung api (Sorik Marapi, Talamau ).
Analisis pada peta DEM (digital elevation model) (Gambar II.4.) menunjukkan bahwa pola kelurusan di daerah penelitian didominasi oleh pola kelurusan yang berarah baratlaut – tenggara. Pola-pola ini kemungkinan berhubungan erat dengan struktur sesar di daerah ini, dan diperkirakan merupakan struktur geologi yang mengontrol kemunculan proses hidrotermal dan gejala panas bumi di daerah penelitian.
II.3.4 Potensi Sumber Daya Alam Manifestasi panas bumi Cubadak terletak sekitar 30 km berarah baratlaut dari Lubuk Sikaping yang merupakan kota Kabupaten Pasaman. Mata air panas ini diduga munculnya berhubungan dengan sesar normal yang memanjang berarah baratlaut – tenggara yang membentuk zona depresi sempit di tengah-tengah daerah penelitian.
Berdasarkan hasil pengukuran peneliti terdahulu (Akbar, 1978) menyatakan bahwa mata air panas di daerah ini memiliki temperatur antara 74 - 80 oC dengan pH 6,7 – 6,8 serta debit antara 0,1 - 1 L/ detik. Sifat fisik air panas yaitu jernih, tidak berbau, terdapat gelembung udara, oksida besi sangat dominan di sekitar mata air panas.
Mineralisasi ditemukan pada batuan meta-sedimen yang berumur Perm dan batuan vulkanik Tersier yang diterobos oleh batuan intrusi yang berumur Tersier hingga Kuarter dengan jenis granitoid. Proses tersebut membentuk urat-urat yang terisi oleh mineral kuarsa dan kalsit. Daerah yang telah terbukti terdapat cebakan – cebakan bijih yang terdekat dengan lokasi penelitian berada di sekitar Lubuksikaping. Mineralisasi yang terbentuk adalah cebakan Cu, Pb, Zn, Au dan Ag. (Bowles et al., 1984).
20