Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bandar Udara Menurut Annex 14 edisi ke enam dari ICAO (International Civil Aviation Organization), bandar udara adalah suatu area di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan maupun sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 Ayat 33 menyatakan bahwa bandar udara adalah kawasan yang berada di daratan maupun perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
2.1.1 Fungsi Bandar Udara Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, fungsi dari bandar udara adalah untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, kargo, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan moda serta mendorong perekonomian baik daerah maupun secara nasional.
II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Bandar udara berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Bandar udara yang merupakan simpul dalam pusat jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki fungsinya yaitu bandar udara pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran. 2. Bandar udara sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian Nasional dan Internasional. 3. Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi.
2.1.2
Klasifikasi Bandar Udara Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 39 Tahun 2015 tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil – Bagian 139 Volume I Bandar Udara, klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang/barang yang meliputi : 1. Kode angka (code number) yaitu perhitungan panjang landas pacu berdasarkan referensi pesawat Aeroplane Reference Field Length (ARFL). 2. Kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai lebar sayap dan lebar/jarak roda terluar pesawat.
II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.1 : Kode Referensi Aerodrome Kode Referensi Aerodrome Kode Elemen 1 Kode Nomer
Kode Elemen 2
Referensi Panjang Landasan Pacu untuk digunakan Pesawat Udara
Kode Huruf
Lebar Sayap
Lebar Jarak Antara Roda-roda Utama Terluar
1
Kurang dari 800 m
A
Sampai dan kurang dari 15 m
Sampai dan kurang dari 4.5 m
2
800 m dan kurang dari 1200 m
B
Sampai 15 m dan kurang dari 24 m
Sampai 4.5 m dan kurang dari 6 m
3
1200 m dan kurang dari 1800 m
C
24 m dan kurang dari 36 m
6 m dan kurang dari 9m
D
36 m dan kurang dari 52 m
9 m dan kurang dari 14 m
E
52 m dan kurang dari 65 m
10 m dan kurang dari 14 m
F
65 m dan kurang dari 80 m
14 m dan kurang dari 16 m
4
1800 m dan lebih
(Sumber : KP 39 Tahun 2015)
2.2
Konfigurasi Landasan Pacu
2.2.1
Runway Runway adalah suatu daerah persegi empat yang ditetapkan pada bandar udara yang dipersiapkan untuk kegiatan pendaratan (landing) dan lepas landas (take-off) pesawat udara. Menurut Horonjeff (1994) sistem runway suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantalan hembusan (blast pad) dan daerah aman landasan pacu (runway end safety area). Untuk membuat sebuah runway pada bandar udara yang harus diperhatikan adalah panjang, jumlah, lebar, jarak terhadap taxiway dan II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka orientasi angin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik landasan pacu adalah sebagai berikut : a. Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan di bandar udara. b. Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata kecepatan angin). c. Elevasi permukaan bandar udara. d. Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung eksisting yang ada disekitar bandar udara. Penjelasan mengenai sistem runway adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Sistem Runway
Gambar 2.2 : Detail Pada Sistem Runway 1. Pavement Berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada landasan pacu yaitu kendali, stabilitas, dan kriteria dimensi operasi lainnya sehingga mampu melayani lalu lintas pesawat.
II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 2. Shoulder Letaknya berdekatan dengan tepi perkerasan yang memiliki fungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat 3. Blastpad Merupakan suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembuahan mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya area ini ditanami rumput. 4. Runway Safety Area Daerah yang bersih tanpa benda-benda yang menggangu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencangkup
bagian
dari
perkerasaan,
bahu
landasan,
bantalan
hembusan, dan daerah perhentian. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. 5. Runway Object Free Area Pavement Perluasan area aman dibuat apabila dianggap perlu, yang bertujuan untuk mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan
terjadinya
kecelakaan.
Panjang area ini nominalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena tergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang tersedia. Bandara yang melayani penerbangan umum lebih besar dan tipe pesawat komuter biasanya Bandara Referensi Kode B-II atau B-III. II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Bandara kecil hingga menengah yang melayani maskapai penerbangan biasanya Bandara Referensi Kode C-III, sementara bandara-bandara udara yang lebih besar biasanya Bandara Referensi Kode D-VI atau D-V. Menurut sistem pengoprasiannya, secara umum runway dapat dibagi menjadi dua jenis : a) Non Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur pendaratan secara visual (pilot memperhitungkan pendaratan berdasarkan penglihatannya). b) Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur pendaratan secara instrument (pilot memperhitungkan pedaratan menggunakan alat bantu, tidak berdasarkan penglihatan). 2.2.2 Lebar Landasan Lebar perkerasan struktural landasan tidak boleh kurang dari yang tercantum pada tabel berikut ini : Tabel 2.2 : Lebar Minimum Runway
(Sumber : KP 39 Tahun 2015)
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 2.2.3 Jenis Perkerasan Adapun jenis perkerasan yang digunakan pada landasan pacu antara lain sebagai berikut : a.
Perkerasan Lentur Perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan atas serta bahan berbutir sebagai lapisan bawahnya. Sehingga lapisan tersebut mempunyai fleksibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyamanan kendaraan dalam melintas diatasnya.
b. Perkerasan Kaku Suatu susunan kontruksi perkerasaan dimana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak diatas pondasi atau diatas tanah dasar pondasi atau langsung diatas tanah dasar (subgrade).
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.3 : Perbedaan Perkerasaan Kaku dan Lentur No
Perbedaan
Perkerasan Kaku
Perkerasan Lentur
1
Bahan pengikat
Semen
Aspal
2
Biaya pembuatan awal
Relatif mahal
Relatif murah
3
Biaya perawatan
Relatif murah
Relatif mahal
4
Akibat beban yang berlebih
Timbul retak-retak pada permukaan
Timbul lendutan pada jalur roda
5
Penurunan akibat tanah dasar
Bersifat sebagai balok diatas perletakan
Jalan bergelombang mengikuti tanah dasar
6
Akibat perubahan temperatur
7
Ketahanan terhadap minyak
Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar Tidak rusak bila terkena tumpahan minyak
Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil Perkerasan akan rusak bila terkena tumpahan minyak
(Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan)
Pada perkerasan kaku terbagi menjadi 3 laisan yaitu subgrade, subbase, dan slab beton. 1. Tanah dasar (Subgrade) Subgrade atau lapisan tanah dasar adalah lapisan yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung kontruksi perkerasan jalan diatasnya. Subgrade juga merupakan pondasi yang menopang beban perkerasan yang melewati perkerasan tersebut. Oleh karena itu perencanaan suatu perkerasan sangat ditentukan oleh tanah dasarnya II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka sendiri. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli maupun tanah urugan yang didatangkan dari tempa lain. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan sangat tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban diatasnya serta sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air. 2. Subbase Subbase adalah lapisan perkerasan yang terletak diatas lapisan tanah dasar dan dibawah lapis plat beton. Lapisan subbase dapat berupa material kerikil (granular), batu pecah dengan gradasi baik, kerikil campur tanah, bahan kerikil yang diperbaiki dengan semen atau campuran kerikil aspal. 3. Base Course Base Course adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah. Bahan-bahan untuk lapisan ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda dapat berupa batu pecah dan kerikil pecah. 4. Stabilized Stabilized adalah bagian yang terletak antara lapis base course dengan lapis permukaan. Menurut FAA AC 150-5320-6F stabilized digunakan untuk perkerasan lentur apabila MTOW pesawat terbesar ≥100.000lbs. 5. Surface Surface adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi dari Surface antara lain : II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda. b. Sebagai lapisan rapat airuntuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca. c. Sebagai lapisan aus. Penggunaan aspal pada perkerasan lentur diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan.
2.3
ACN dan PCN
2.3.1
Aircraft Clasification Number (ACN) Sistem ACN-PCN merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk mengontrol beban pesawat yang beroperasi pada konstruksi perkerasan prasarana sisi udara suatu bandar udara. Metode ini, hanya digunakan untuk menentukan daya dukung perkerasan untuk pesawat operasi dengan berat minimal 5.700 kg (12.500 Lbs). Penjelasan detail mengenai sistem ACNPCN terdapat dalam Aerodrome Desain Manual Part 3 edisi 1983 yang diterbitkan oleh ICAO. ACN merupakan suatu nilai yang menunjukkan efek relatif sebuah pesawat udara di atas pavement untuk kategori subgrade standar yang ditentukan. ACN dapat dihitung melalui pemodelan matematika baik untuk perkerasan kaku (rigid pavement) maupun pekerasan lentur (flexible pavement). Nilai ACN dipublikasikan dalam 2 (dua) kategori perkerasan yaitu lentur dan kaku pada kategori daya dukung lapisan subgrade tertentu, serta kondisi beban maksimum dan beban minimum pesawat. Pada
II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka umumnya, nilai ACN untuk semua jenis pesawat (pesawat sipil) diterbitkan oleh pabrik pembuat pesawat. 2.3.2 Pavement Classification Number (PCN) PCN merupakan suatu angka yang menjelaskan daya dukung perkerasan untuk operasi tak terbatas pesawat udara dengan nilai ACN kurang dari atau sama dengan PCN. Jika nilai ACN dan tekanan roda pesawat lebih besar dari nilai PCN pada kategori subgrade tertentu yang dipublikasikan, maka operasi pesawat udara tidak dapat diberikan ijin beroperasi kecuali dengan mengurangi beban operasi. Pada keadaan tertentu, pengoperasian kondisi overload dapat diberikan. Komponen PCN terdiri dari lima unsur yaitu nilai numerik kekuatan perkerasan, jenis perkerasan, kategori kekuatan subgrade, kategoritekanan roda dan metode pelaksanaan evaluasi. Adapun ketentuan penulisan nilai PCN adalah sebagai berikut : a) Tipe Perkerasan Tabel 2.4 : Jenis Perkerasan Tipe Perkerasan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan Lentur (Flexsible Pavement)
Kode R F
(Sumber : KP 93, Tahun 2015)
b) Kategori Daya Dukung Subgrade Kontruksi Perkerasan Lentur Tabel 2.5 : Nilai CBR Kategori Subgrade
Nilai K Subgrade Pci (MN/m³)
Kode
Hight Medium Low Ultra Low
CBR ≥ 13 8 < CBR ≤ 13 4 < CBR ≤ 8 CBR ≤ 4
A B C D
(Sumber : KP 93, Tahun 2015)
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka c) Tekanan Ban Tabel 2.6 : Tekanan Ban Kategori High Medium Low Ultra Low
Tekanan Ijin (Mpa/Psi) Tidak Terbatas 1,5/218 1,0/145 0,5/73
Kode W X Y Z
(Sumber : KP 93, Tahun 2015)
d) Metode Evaluasi Tabel 2.7 : Metode Evaluasi Metode Evaluasi
Kode
Evaluasi Teknis, penelitian khusus karakteristik perkerasan dengan menggunakan teknologi tinggi
T
Menggunakan pengalam pesawat dalam penerbangan-penerbangan reguler
U
(Sumber : KP 93, Tahun 2015)
2.3.3 Pengoprasian Kondisi Overload Overloads adalah suatu kondisi dimana ACN pesawat yang beroperasi lebih besar dari nilai PCN perkerasan. Pengelola bandar udara dapat memberikan ijin operasional pesawat dengan kondisi overloads dengan mengacu ICAO Annex 14 Klausul 19.1 Overload Operations. Adapun ketentuan dalam pengoperasian pesawat pada kondisi overloads adalah sebagai berikut: a. Overloads diberikan dengan ketentuan : i. PCN < ACN < 1,1 PCN, untuk perkerasan lentur (flekxibel pavement); ii. PCN < ACN < 1.05 PCN, untuk perkerasan kaku (rigid pavement). II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Jumlah pergerakan per tahun pesawat yang beroperasi dalam kondisi overloads tidak boleh lebih besar dari 5% pergerakan total pesawat. b. Untuk nilai PCN yang ditentukan dengan pengujian menggunakan analog pesawat atau dengan kode U,
ijin operasi pesawat dalam kondisi
overloads tidak diperkenankan kecuali bagi pendaratan darurat. c. Untuk nilai PCN yang ditentukan berdasarkan perhitungan analitis atau dengan kode T, maka ijin operasi pesawat pada kondisi overloads diberikan dengan meninjau beban ijin (Po) pesawat dan dibandingkan dengan beban aktual (P). Jumlah pergerakan pesawat pada kondisi operasi overloads ditampilkan dalam Tabel 2.9. Tabel 2.8 : Jumlah Operasional Pesawat Pada Kondisi Overloads
(Sumber : KP 93, Tahun 2015) 2.4
Karakteristik Pesawat Untuk membuat perencanaan sebuah landasan pacu, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui karakteristik dari pesawat yang akan menggunakan fasilitas tersebut. Secara umum karakteristik sebuah pesawat yang terdiri dari komponen yang terdapat dalam pesawat. Komponen pesawat terdiri dari badan, flap, sayap (wing), leading edge, mesin, vertical fin, propeller, pengendali gerak dan roda. Sedangkan kondisi fisik pesawat terdiri dari lebar sayap (wingspan), panjang badan pesawat (length), jarak roda (wheel base), jarak antar roda pendaratan (wheel tread), dan tinggi pesawat (height). II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Setiap jenis pesawat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga dalam perencanaan landasan lapangan terbang perlu ditentukan jenis pesawat yang sering menggunakan fasilitas landasan. Selain itu, perlu diketahui pula Annual Flight dari pesawat yang menggunakan fasilitas lapangan terbang. Dari tipe pesawat kita dapatkan dan data tanah dapat dilakukan perencanaan geometri dan tebal perencanaan runway dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada di standar internasional penerbangan. 2.4.1 Kondisi Fisik Pesawat 1. Wingspan Wingspan adalah panjangnya bentang sayap utama pesawat dari ujung paling kanan ke ujung paling kiri. Setiap pesawat memiliki panjang Wingspan yang berbeda-beda, tergantung karakteristik pesawat tersebut. Wingspan berguna untuk menentukan daerah bebas kanan dan kiri lintasan. 2. Outer Main Gea Wheel Span (OMGWS) OMGWS adalah jarak antara roda utama bagian kanan dan kiri pesawat. Besarnya OMGWS dalam perencanaan bandar udara ini dipakai untuk menghitung lebar lintasan. 3. Fuselage Length Fuselage Length adalah panjang pesawat dari ujung depan pesawat hingga ujung ekor pesawat. Dalam perencanaan berguna untuk menentukan belokan.
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 4. Wheel Base Wheel Base adalah jarak antara roda depan dengan roda belakang pesawat yang mempengaruhi tekanan pada struktur perkerasan landasan pacu. 5. Konfigurasi Roda Pendaratan Konfigurasi roda pendaratan menunjukan jumlah roda pesawat yang dimiliki oleh pesawat serta letaknya yang pengaruhnya nanti adalah distribusi beban ke landasan pacu. Adapun macam-macam konfigurasi roda pendaratan dapat dilihat dibawah ini :
(Sumber : Basuki, 1985) Gambar 2.3 : Konfigurasi Sumbu Roda Pesawat
II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 2.4.2 Berat Pesawat 1. Operating Weight Empty (OWE) Operating Weight Empty (OWE) adalah beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan dan bahan bakar. 2. Payload Payload adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antar berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong. 3. Zero Fuel Weight Zero fuel weight adalah batas berat, spesifikasi pada setiap jenis pesawat, diatas batas berat itu ditambahkan berat bahan bakar, sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan, beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang dan barang. 4. Maximum Structural Take-off Weight (MTOW) MTOW adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload).
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 5. Maximum Structural Landing Weight Maximum structural landing weight adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis perkerasan (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. 6. Maximum Ramp Weight Maximum ramp weight adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landasan pacu. 7. Main Gear dan Nose Gear Pembagian beban statistik antar roda pendaratan utama (main gear) dan nose gear, tergantung pada jenis pesawat dan tempat pusat gravitasi pesawat. Batas-batas dan pembagian beban disebut dalam buku petunjuk tiap-tiap jenis pesawat yang mempunyai perhitungan lain dan ditentukan oleh pabrik.
2.5
FAARFIELD FAARFIELD (Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic Layered Design) adalah program komputer yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan pada runway baik perkerasan kaku maupun perkerasan lentur. FAA mengeluarkan mengeluarkan peraturan untuk mendesain landasan pacu yaitu AC 150/5320-6D yang diperuntukan untuk mendesain secara manual dan AC 150/5320-6F yang diperuntukan untuk mendesain dengan menggunakan software FAARFIELD. Perbedaan yang mendasar dari dua peraturan tersebut adalah AC 150/5320-6D penentuan tebal perkerasan mengacu pada karakteristik pesawat rencana dengan menggunakan grafik tabel II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka perkerasan landasan pacu. Sedangkan AC 150/5320-6F dapat menentukan tebal perkerasan pada semua jenis pesawat dengan menggunakan software FAARFIELD, selain itu pada program ini diperhitungkan juga CDF (Cumulatif damage faktor) dimana merupakan suatu konsep yang didasarkan dari prinsip miners dimana kerusakan dalam struktur perkerasan sebanding dengan jumlah aplikasi beban yang bekerja pada perkerasan tersebut dibagi dengan jumlah beban yang bekerja pada perkerasan yang menyebabkan kegagalan dari perkerasan tersebut. Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan yaitu gross takeoff weight, konfigurasi roda pendaratan, volume lalu lintas, CBR tanah dasar,. Adapun langkah-langkah untuk mengoprasikan program FAARFIELD antara lain :
1) Klik “New Job”. 2) Masukkan judul dalam Tugas Akhir ini saya menamainnya “TugasAkhir1”, setelah itu klik “Ok”. 3) Klik “samples”. 4) Dibagian kanan tertera jenis perkerasan yang ingin digunakan dalam Tugas Akhir ini saya menggunakan perkerasan kaku maka klik “NewFlexibel” kemudian klik “Copy Section”. 5) Klik pada kotak bagian perkerasan yang telah diinginkan, kemudian klik pada bagian kiri yang merupakan proyek yang akan dikerjakan pada Tugas Akhir ini yaitu klik “TugasAkhir1”, kemudian klik “End Copy”.
II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 6) Setelah langkah tersebut klik “TugasAkhir1” kemudian klik perkerasannya yaitu “NewFlexibel”, setelah itu klik ”Structure” untuk melihat model perkerasannya. 7) Setelah muncul model perkerasannya klik “Modify Structure” untuk merubah data tanah yang telah didapat, pada Tugas Akhir ini CBR yang didapat setelah dilakukan perbaikan sebesar 6dan masukan pada kolom yang kemudian muncul setelah itu klik “Oke”. 8) Klik “Add/Delete Layer” klik pada lapisan yang akan ditambahkan kemudian klik lagi lapisan yang ditambahkan dan diubah menjadi yang inginkan, setelah itu klik “Oke”. 9) Setelah nilai-nilai dan lapisan telah diperbaharui klik “End Modify”. 10) Setelah langkah pembaharuan perkerasan telah selesai klik “Aircraft” untuk memasukkan pesawat yang akan dilayani pada perkerasan tersebut. 11) Setelah di klik maka akan muncul pesawat contoh dari program FAARFIELD apabila tidak ada yang dipakai atau ingin memulainya dari awal klik “Clear List”. 12) Pilih pesawat apa saja yang akan digunakan setelah itu klik “Add”, kemudian klik kolom “Annual Departures” pada program ini batas pergerakan pesawatnya 0-100.000 pergerakan pertahun. 13) Apabila jenis pesawat yang akan di masukan tidak ada dalam program maka dilihat dulu jenis rodanya serta masukan MTOWnya setelah itu masukkan pergerakan pesawatnya. 14) Setelah selesai masukkan pertumbuhan pergerakan dari pesawatnya dengan klik pada kolom “Annual Growth” pada program ini pertumbuhan II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka pergerakan yang diijinkan berkisar ±10%. Dalam Tugas Akhir ini dimasukan petumbuhannya sebesar 4% setelah itu klik “Oke”. 15) Setelah semua pesawat selesai dimasukkan klik “Save List” agar data tidak hilang kemudian klik “Back”. 16) Setelah itu klik pada kotak “Des. Life” untuk menentukan tahun periode desain pada program ini periode desain berkisar 1-50 tahun, pada Tugas Akhir ini periode desain perkerasan saya 20 tahun setelah itu klik “Oke”. 17) Setelah periode desain telah dimasukan klik “Design Structure” setelah program ini akan merunning sampai CDF menjadi 1. 18) Setelah desain selesai klik “Back” dan pilih “Yes” untuk menyimpan data. 19) Untuk melihat ringkasan desan klik “Notes”. 20) Untuk melihat data ringkasan desain perkerasannya klik “Copy” lalu paste pada laporan Tugas Akhir ini.
2.6 Program COMFAA 3.0 Program COMFAA 3.0 adalah program komputer yang digunakan untuk menghitung ACN (Aircraft Classification Number) dan evaluasi perkerasan. Program ini adalah hasil penyempurnaan dari program ACNComp FAA versi tahun 1997 dengan Penambahan beberapa tipe pesawat baru. Program COMFAA 3.0 adalah program yang dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Menghitung ACN untuk pesawat pada perkerasan lentur. 2. Menghitung ACN untuk pesawat perkerasan kaku.
II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka 3. Mengevaluasi ketebalan perkerasan lentur didasarkan pada metode California Bearing Ratio (CBR) sesuai dengan Advisoty Circular (AC) 150/5320-6D untuk nilai CBR 15, 10, 6, dan 3. 4. Mengevaluasi ketebalan perkerasan lentur berdasarka metode CBR sesuai dengan AC 150/5320-6D untuk nilai CBR ditentuan oleh pengguna. 5. Mengevaluasi tebal pelat perkerasan kaku berdasarkan metode Portland Cement Association (PCA). Dalam Tugas Akhir yang saya buat menggunakan perkerasan kaku dengan berbagai kelebihan yang telah disampaikan pada : Tabel 2.4 Perbedaan Perkerasaan Kaku dan Lentur. Program COMFAA 3.0 menghitung perkerasan kaku berdasarkan metode Portland Cement Association (PCA). Metode PCA memiliki beberapa kelebihan yang antara lain adalah tidak memerlukan Assessment yang berkaitan dengan iklim seperti kondisi beku yang tidak ditemui di Indonesia, serta tidak memerlukan parameter serviceability sehingga relatif lebih mudah. Namun dengan banyaknya faktor yang tidak ditinjau pada metode ini membuat hasil dari perhitungan menjurus kepada terjadinya pemborosan material, hal ini terlihat dari ketebalan yang diperoleh dengan metode ini umunya adalah yang terbesar dibandingkan dengan metoda lain. Ada dua metode perencanaan yang dibuat oleh PCA untuk merencanakan perkerasan kaku. Metode pertama didasarkan kepada “faktor keamanan” dan metode kedua didasarkan kepada “konsep kelelahan”. Kedua metode ini digunakan untuk evaluasi kapasitas struktural ketebalan perkerasan kaku yang ditentukan. Flekxural Stress yang digunakan dalam prosedur perencanaan PCA adalah II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka tekana yang terjadi di dalam slab beton, dengan menganggap bahwa beban pesawat terjadi pada suatu jarak dari tepi slab beton. Parameter yang dibutuhkan metode PCA adalah working stress, weight on main landing gear (digunakan pada pesawat Boeing) atau weight on one main landing gear (digunakan pada pesawat Airbus), dan nilai k subbase. Adapun langkah-langkah untuk mencari nilai PCN dengan COMFAA antara lain : 1. Masukkan semua pesawat terbang yang beroperasi maupun yang direncanakan akan beroperasi pada software COMFAA; 2. Konfirmasi karakteristik pesawat yang beroperasi seperti beban, annual departures, tyre pressure dan Iain-lain; 3. Masukkan nilai kekuatan subgrade, CBR untuk perkerasan lentur dan K untuk perkerasan kaku; 4. Klik PCN Batch,kemudian klik PCN batch flexibel untuk evaluasi perkerasan lentur dan PCN batch rigid untuk perkerasan kaku; 5. Setelah program running, hasil perhitungan PCN dapat dilihat dengan mengklik Detail pada menu Miscellaneus Function.
2.7 Lokasi Tinjauan Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandara yang terletak di Kota Tangerang, 20km sebelah barat dari DKI Jakarta dengan koordinat 6º7’25” Lintang Selatan dan 106º39’40” Bujur Timur. Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta memiliki kode IATA: CGK dan ICAO:WIII dikelola oleh PT. Angkasa Pura II yang beroprasi 24 jam. Secara umum spesifikasi dapat dilihat pada tabel 2.11 berikut : II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.9 : Spesifikasi Bandara Klasifikasi Bandara
4F
Luas Bandara
1740 Ha
Elevasi
34feet
Kode ICAO/IATA
WIII/CGK
Dimensi Runway (Timur/Barat)
(3.660x60)m² / (3.600x60)m²
Dimensi Taxiway (N1,N2,N3)
N1
=
Paralel
(3.897x23)m²
dan
(3.757x23)m²
dan
(1.999x23)m² N2
=
Paralel
(3.211x23)m² N3
=
Cross
(Sejajar
Barat)
(2.008x23)m² dan (2.008x23)m² (Sumber : http://soekarnohatta-airport.co.id/) Pada Tugas Akhir ini perencanan runway 3 Bandara Internasional SoekarnoHatta pada kondisi eksisting letak dan luas tanah yang dibutuhkan adalah: a) Letak Tanah Letak tanah untuk rencana Pembangunan Runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta berada pada wilayah administrasi : Desa Rawa Burung dan Desa Rawa Rengas
Kecamatan
Kosambi Kabupaten Tangerang. Desa Bojong Renged Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang. Kelurahan Benda Kecamatan Benda Kota Tangerang.
II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka Kelurahan
Salapajang
Jaya
Kecamatan
Neglasari
Kota
Tangerang. b) Luas Tanah yang Dibutuhkan Pengadaan tanah untuk Pembangunan Runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta membutuhkan tanah seluas ±173,19 Ha. Berikut layout eksisting untuk pembangunan runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
(Sumber : Angkasa Pura II) Gambar 2.4 : Layout Bandara Internasional Soekarno-Hatta
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/