9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan4 (Effendy, 2000 : 13). Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain5 (Handoko, 2002 : 30). Tidak ada kelompok yang dapat eksis tanpa komunikasi : pentransferan makna di antara anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu lebih dari sekedar menanamkan makna tetapi harus juga dipahami6 (Robbins, 2002 : 310). Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan Effendy,Onong. Ilmu Teori dan Filsafat komunikasi. PT.Rosdakarya,Bandung,2000. Hal.13 T.hani, Handoko.Manajemen;Edisi kedua;cetakan ketigabelas.BPFE,Yogyakarta.2002.Hal.30 6 SP.Robbins.Perilaku Organisasi buku 2.Salemba,Jakarta.2002.Hal.310 4 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
individu - individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap hidup7 (Rakhmat, 1998:1) Setiap saat semua orang selalu berbicara tentang komunikasi. Kata komunikasi sangat dikenal, tetapi banyak yang kurang mengerti makna dari komunikasi walaupun selalu memperbincangannya dan melakukannya. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasl dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti
“membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis)adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama8 (Mulyana, 2005 : 4). Komunikasi dipilih oleh peneliti sebagai teori pendukung penelitian karena komunikasi dianggap sesuai dan merupakan bagian dari penelitian. Sebab, sesuai dengan tujuan mengetahui bagaimana Pengelolaan Diri yang dilakukan Wanita dalam mendobrak Glass Ceiling dilingkungan Kerjanya. Peneliti perlu mengetahui bagaimana wanita selama ini mengkomunikasikan dirinya kepada publik. Selain itu peneliti merasa bahwa esensi dari Komunikasi cocok dengan Penelitian peneliti, dimana komunikasi yang tepat akan merubah pandangan.
Rakhmat,Jalaludin.Psikologi komunikasi.PT.Remaj Rosda karya,Bandung.1998.Hal.1 Mulyana, Deddy.Ilmu Komunikasi :Suatu Pengantar.PT.Remaja Rosda karya.bandung.2005. Hal.4 7 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Dalam hal ini jika wanita dapat berkomunikasi dengan tepat maka akan dapat merubah pandangan terhadap wanita, pada fokus kali ini adalah wanita bekerja. 2.2
Fenomena Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat
diamati dan dinilai lewat kacamata ilmiah atau llewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena terjadi disemua tempat yang bisa diamati oleh semua. 9 Fenomena berasal dari bahasa Yunani phainomena , “apa yang terlihat”, fenomena juga bisa diartikan : 1.
Gejala, misalkan gejala alam
2.
Hal-hal yang dirasakan dengan pancaindra
3.
Fakta, kenyataan.
2.2.1
Fenomenologi Sebagai
sesuatu
gerakan
dalam
berpikir,
fenomenologi
(phenomenology) dapat diartikan sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbu karena rasa kesadaran ingin mengetahui. Objek pengetahuan berupa gejala atau kejadian-kejadian dipahami melalui pengalaman secara sadar(concius experiance). 10 Sosiolog Fenomenolois
pada dasarnya angat dipengarhi oleh
filsuf Edmund Husserl dan Aleferd Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Waber 9
Luxy Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005. Hal 9 Pawito, PhD, Penelitian Komunikasi Kualitatif. LkiS. 2007. Hal 54
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
yang member tekanan pada vebstern, yaitu pengertian interpretasi terhadap pemahaman manusia.Fenomenolog tidak berasmsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuau bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Fenomenologi bukan hanya membantu anda untuk melihat dari persepektif partisipan. Metode ini juga menawarkan suatu cara untuk memahami suatu kerangka yang telah dikembangkan oleh tiap-tiap individu, dari waktu ke waktu, hingga membentuk tanggapan mereka terhadap peristiwa dan pengalaman dalam kehdupannya. Fenomeologi harus menggunakan metode kualitatif
dengan
melakukan pengamatan partispan, wawancara yang intensif (agar mampu meyibak orientasi subjek atau mengenai kehidupanya) melakukan analisi dari kelompk kecil dan keadaan sosial.11 Fenomenologi erat kaitannya dengan keyakinan yang disebut sebagai the perspective from within atau the nativ’e point of view. Dalam pandangan fenmenologi pada dasarnya manusia adalah makhluk yang menciptakan bagi dunianya. Melalui aktivitas penciptaan makna, manusia sebagai subjek penelitian aktif membangun pengetahuan tentang duniannya. Dengan keyakinan ini, maka peneliti fenomenologi dalam mencari pemahaman akan mengakui pandangan dari dalam (the perspektive from within). Yakni pandangan para aktor sosial yang
11
Dr Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian untuk Public Relations. Bandung. Hal :67
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
mengalami peristiwa sehari-hari di tempat penelitian (the native’s point of view). 12
Pemikiran dasar fenomenologis Schutz tidak asing lagi bagi kalangan ilmuwan sosial karena memang sudah menjadi jiwa dan semangat dalam setiap produk teknik penelitian sosial kualitatif atau metode yang berkembang selama ini. Pemikiran fenomenologis memberikan ide dasar yang menjadi fondasi kokoh dari setiap aliran pemikiran sosial yang menekankan pemikirannya pada penyelidikan proses pemahaman. Penyelidikan terhadap pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman yang dibangun dari makna yang melekat pada setiap individu dari setiap tindakannya. Semua tindakan teknis penelitian ini dilakukan dalam kerangka pemahaman akan setiap tindakan dan perilaku secara umum.13 Peneliti memilih fenomenologi sebagai teori dikarenakan Glass Ceiling merupakan
sebuah
fenomena
yang
perlu
diteliti
sehingga
memahami
fenomenologi dan masukkan teori fenomenologi dianggap penting oleh peneliti. Dengan memahami fenomena maka peneliti berharap dapat memahami dan melihat Glass Ceiling secara utuh sebagai sebuah Fenomena Sosial dengan baik. kemudian peneliti dapat melakukan penelitian berdasarkan fenomena yang diamati yakni Glass Ceiling.
12
Sunarto, Adan Husein. Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi. 2011. Hal 140 Nindito, Fenomena Alfred Schlutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan Realitas. Journal Ilmu Komunikasi
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.3
Interaksional Simbolik Teori Interaksional Simbolik dapat terjadi ketika orang bergerak untuk
bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada orang, benda dan peristiwa. Makna-makna diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai dirinya dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas14 . Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung Interaksi Simbolik merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional15 (Ardianto. 2007: 40). Interaksi simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling bersifat ”humanis”16 (Ardianto. 2007: 40). Dimana, perspektif ini sangat menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh nilainilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran” yang disepakati secara kolektif. Dan 14
Richard West-Lyyn H.Turner.Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 3(),2009. hal 98 15 Ardianto, Elvinaro dkk.. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media2007. Hal. 40 16 Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu
17
(Soeprapto.
2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136),
17
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi. Definisi singkat dari ke-tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain: (1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain, (2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan (3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Komunikasi interaksi simbolik dipilih oleh peneliti untuk menjadi salah satu bahan acuan teori dikarenakan peneliti merasa teori ini cocok .Interaksi simbolik merupakan proses mentransfer makna dari pemikiran pribadi sehingga dapat merubah pandangan yang ada. Teori dibutuhkan dalam pembentukan citra wanita dan berkaitan dengan pengeloaan idi yang dilakukan oleh individu dalam hal ini adalh Wanita.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Teori ini juga diperlukan untuk melihat Interaksi yang dilakukan olah wanita yang kemudian dapat membentuk makna yang di terima oleh kedua belah pihak. Sehingga dapat berpengaruh atau berdampak pada citra wanita. Perspektif interaksional (Interactionist perspective) merupakan salah satu implikasi lain dari interaksi simbolik, dimana dalam mempelajari interaksi sosial yang ada perlu digunakan pendekatan tertentu, yang lebih kita kenal sebagai perspektif interaksional (Hendariningrum. 2009). Perspektif ini menekankan pada pendekatan untuk mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial masyarakat, dan mengacu dari penggunaan simbol-simbol yang pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakatan bersama oleh masyarakat dalam interaksi sosial mereka18. Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. Dengan demikian, pikiran manusia (mind), dan interaksi sosial (diri/self) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society)19 (Elvinaro, 2007:136).
1. Pikiran (Mind) Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah
18 19
Ibid gHal: 136
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran. Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu, dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah 20(Ritzer & Goodman, 2004:280). 2. Diri (Self) Banyak pemikiran Mead pada umumnya, dan khususnya tentang pikiran, melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial yakni komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil 20
Goerge Ritzer and Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana.2007.Hal: 280
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
membayangkan diri yang muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada kemungkinan baginya untuk terus ada tanpa kontak sosial. Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak Mead menyatakan bahwa tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain pihak, diri dan refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Memang mustahil untuk memisahkan pikiran dan diri karena diri adalah proses mental. Tetapi, meskipun kita membayangkannya sebagai proses mental, diri adalah sebuah proses sosial. Dalam pembahasan mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang diri. Diri adalah di mana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, di mana ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku di mana individu menjadi objek untuk dirinya sendiri. Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh di mana individu adalah bagiannya. Inti dari teori George Herbert Mead yang penting adalah konsepnya tentang “I” and “Me”, yaitu dimana diri seorang manusia sebagai subyek adalah “I” dan diri seorang manusia sebagai obyek adalah “Me”. “I” adalah aspek diri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
yang bersifat non-reflektif yang merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa adanya pertimbangan. Dan ketika didalam aksi dan reaksi terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada saat itu “I” berubah menjadi “Me”. Mead mengemukakan bahwa seseorang yang menjadi “Me”, maka dia bertindak berdasarkan pertimbangan terhadap norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain. Sedangkan “I” adalah ketika terdapat ruang spontanitas, sehingga muncul tingkah laku spontan dan kreativitas diluar harapan dan norma yang ada. Mead membedakan antara “I” (saya) dan “me” (aku). I (Saya) merupakan bagian yang aktif dari diri (the self) yang mampu menjalankan perilaku. “Me” atau aku, merupakan konsep diri tentang yang lain, yang harus mengikuti aturan main, yang diperbolehkan atau tidak.
I (saya) memiliki kapasitas untuk
berperilaku, yang dalam batas-batas tertentu
sulit untuk diramalkan, sulit
diobservasi, dan tidak terorganisir berisi pilihan perilaku bagi seseorang. Sedangkan “me” (aku) memberikan kepada I (saya) arahan berfungsi untuk mengendalikan I (saya), sehingga hasilnya perilaku manusia lebih bisa diramalkan, atau setidak-tidaknya tidak begitu kacau. Karena itu dalam kerangka pengertian tentang the self (diri), terkandung esensi interaksi sosial. Interaksi antara “I” (saya) dan “me” (aku). Disini individu secara inheren mencerminkan proses sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Dikatakan oleh Mead, bahwa:“There is a dialectical relationship between society and the individual; and this dialectic is enacted on the intra-psychic level in terms of the polarity of the "me" and the "I." The "me" is the internalization of roles which derive from such symbolic processes as linguistic interaction, playing, and gaming; whereas the "I" is a "creative response" to the symbolized structures of the "me". Mead mengamati bahwa bahasa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri. Sebagai subjek, ia bertindak dan sebagai objek kita mengamati diri kita sendiri bertindak. Mead menyebut subjek atau diri yang bertindak sebagai I. sementara objek atau diri yang mengamati adalah Me. I bersifat spontan, impulsif dan kreatif, sedangkan Me lebih reflektif dan peka secara sosial. I mungkin berkeinginan untuk pergi keluar jalan-jalan malam, sementara Me mungkin lebih berhati-hati dan menyadari adanya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Diri adalah sebuah proses yang mengintegrasikan antara I dan Me.Untuk mempunyai diri, individu harus mampu mencapai keadaan “di luar dirinya sendiri” sehingga mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu menjadi objek bagi dirinya sendiri. Untuk berbuat demikian, individu pada dasarnya harus menempatkan dirinya sendiri dalam bidang pengalaman yang sama dengan orang lain. Tiap orang adalah bagian penting dari situasi yang dialami bersama dan tiap orang harus memperhatikan diri sendiri agar mampu bertindak rasional dalam situasi tertentu. Dalam bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal, objektif, dan tanpa emosi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Tetapi, orang tidak dapat mengalami diri sendiri secara langsung. Mereka hanya dapat melakukannya secara tak langsung melalui penempatan diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain itu. Dari sudut pandang demikian orang memandang dirinya sendiri dapat menjadi individu khusus atau menjadi kelompok sosial sebagai satu kesatuan. Seperti dikatakan Mead, hanya dengan mengambil peran orang lainlah kita mampu kembali ke diri kita sendiri
21
(Ritzer
& Goodman, 2004:280-282). 3. Masyarakat (Society) Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat (society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Sumbangan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengenai pikiran dan diri. Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau
21
Goerge Ritzer and Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana.2007.Hal: 282
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
“kebiasaan hidup komunitas”. Secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa, keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak komunitas. Proses ini disebut “pembentukan pranata”. Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian, aktor harus menginternalisasikan sikap bersama komunitas. Namun, Mead dengan hati-hati mengemukakan bahwa pranata tak selalu menghancurkan individualitas atau melumpuhkan kreativitas. Mead mengakui adanya pranata sosial yang “menindas, stereotip, ultrakonservatif” yakni, yang dengan kekakuan, ketidaklenturan, dan ketidakprogesifannya menghancurkan atau melenyapkan individualitas. Menurut Mead, pranata sosial seharusnya hanya menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan individu dalam pengertian yang sangat luas dan umum saja, dan seharusnya menyediakan ruang yang cukup bagi individualitas dan kreativitas. Di sini Mead menunjukkan konsep pranata sosial yang sangat modern, baik sebagai pemaksa individu maupun sebagai yang memungkinkan mereka untuk menjadi individu yang kreatif
22
(Ritzer &
Goodman,2004:287-288).
22
Goerge Ritzer and Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana.2007.Hal: 287-288
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Peneliti memilih teori interaksional simbolik sebagai pendukung dalam melihat Glass Ceiling hasil dari proses interaksi oleh subjek. Dalam hal ini adalah wanita, sehingga dapat menghasilkan simbol atau pesan yang bisa ditangkap dalam proses sosial yang dialami. sehingga tercipta fenomena Glass Ceiling ini . Teori interaksional simbolik ini
juga diharapkan dapat membantu peneliti
dalam melihat pengelolaan diri yang dilakukan oleh wanita yang pernah ataupun yang sedang mengalami Glass Ceiling . Peneliti akan menggunakan dasar pemikiran George Mead untuk menguraikan pengelolaan diri dan hasil interaksi yang dilakukan oleh wanita karir saat menghadapi Glass Ceiling . 2.4 Komunikasi intrapersonal Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dengan diri sendiri. Ini merupakan dialog internal dan bahkan dapat terjadi saat bersama dengan orang lain sekalipun. Sebagai contoh: ketika anda bersama seseorang, apa yang anda pikirkan termasuk dengan komunikasi intrapersonal. Pada komunikasi intrapersonal seringkali mempelajari peran kognisi dalam perilaku manusia. Dalam konteks ini biasanya dilakukan berulangulang daripada dengan komunikasi lainnya. Uniknya lagi, komunikasi intrapersonal mencakup dimana kita bisa membayangkan, melamun, mempersepsikan dan memecahkan masalah dalam pikiran kita.23 Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis
23
Richard West and Lynn. H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika,2009.Hal. 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Menurut Rakhmat, komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Dan tahap tahap komunikasi intrapersonal yaitu:24 a. Sensasi. Sensasi, yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk mencerap segala hal yang diinformasikan oleh pancaindera. Informasi yang diserap oleh pancaindera disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.
b. stimuli Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Secara sederhana persepsi adalah memberikan makna pada hasil cerapan panca indera. Selain dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil cerapan panca indera, persepsi dipengaruhi juga oleh perhatian (attention), harapan (expectation), motivasi dan ingatan.
24
Jalaluddin,rakhmat, Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi, Bandung: Remaja rosdakarya, 2009., Hal. 49-50.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Secara umum tiga hal yang disebut pertama terbagi menjadi dua faktor personal dan faktor situasional. Penarik perhatian yang bersifat situasional merupakan penarik perhatian yang ada di luar diri seseorang (eksternal), seperti intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Secara internal, ada yang dinamakan perhatian selektif (selective attention) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis, sosiopsikologis, dan sosiogenis.
c. Memori Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berfikir. Memori adalah sistem yang sangat terstuktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap stimuli datang, stimuli itu direkam sadar atau tidak. Kapasitas memori manusia, diciptakan sangat besar namun hanya sedikit orang yang mampu menggunakan memorinya sepenuhnya, bahkan Einstein yang tercatat manusia paling genius baru mengoperasikan 15% dari memorinya.
d. Berfikir Dan suatu proses yang mempengaruhi penafsiran kita terhadap stimuli adalah berfikir. Dalam berfikir kita akan melibatkan semua proses yang kita sebut diatas, yaitu: sensasi, stimuli, dan memori. Saat berfikir maka memerlukan penggunaan lambang, visual atau grafis. Tetapi untuk apa orang berfikir? Berfikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru. Adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons. Seorang
individu
menjadi
pengirim
sekaligus
penerima
pesan,
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
Komunikasi
intrapersonal
dapat
menjadi
pemicu
bentuk
komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui prosesproses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Komunikasi interpersonal ini dipilih oleh peneliti sebagai teori yang akan membantu peneliti melihat tentang pengelolaan diri dalam fenomena Glass Ceiling . Dikarenakan dalam pengelolaan diri
diperlukan
adanya interaksi
dengan diri sendiri Oleh individu. Dalam penelitian ini yakni wanita yang komunikasi
dengan diri sendiri
sehingga berkaitan dengan
komunikasi
intrapersonal .
2.4.1 Kesadaran Diri Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa seseorang merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku seseorang terhadap
orang
lain.
Kemampuan
tersebut
diantaranya;
kemampuan
menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
mempertahankan pendapat (sikap asertif), kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang dan menyenangi diri sendiri meskipun seseorang memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan potensi yang seseorang miliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang seseorang raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).25 Kesadaran diri merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau emosi dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan berusaha menyadari emosinya ketika emosi itu menguasai dirinya. Namun kesadaran diri ini tidak berarti bahwa seseorang itu hanyut terbawa dalam arus emosinya tersebut sehingga suasana hati itu menguasai dirinya sepenuhnya. Sebaliknya kesadaran diri adalah keadaan ketika seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya akibat permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya. Orang yang mempunyai keyakinan lebih tentang emosinya diibaratkan pilot yang handal bagi kehidupannya.26 Kesadaran diri merupakan pondasi hampir semua unsur kecerdasan emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk
25
Steven J. Stein, and Book, Howard E, Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, terj. Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Kaifa, Bandung, 2003, Hal. 39 26 Daniel Goleman, Emotional Intelligence Why it Can Matter More Than IQ, Bantam Books, New York, 1996, Hal. 58
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
berubah. Sudah jelas bahwa seseorang tidak mungkin bisa mengendalikan sesuatu yang tidak ia kenal.27 Para ahli mempunyai pendapat yang beragam tentang kesadaran diri. Diantaranya menurut Mayer seorang ahli psikologi dari University of new Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan, berpendapat bahwa kesadaran-diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran seseorang tentang suasana hati.28 Goleman menjelaskan kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.29
2.5
Konsep Diri Konsep Diri atau Self Concept, merupakan cara bagaimana kita bisa
menggambarkan diri sendiri. Dimana didalamnya bukan hanya terdapat persepsi terhadap diri sendiri atau karakter diri sendiri, tetapi bagaiamana seseorang bisa merasakan “apa yang dimiliki dan ingin menjadi seperti apa”30.
27
Steven J. Stein, and Book, Howard E, Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, Hal.75 28 Daniel Goleman, Emotional Intelligence Why it Can Matter More Than IQ, Hal. 64 29 Ibid. Hal.63 30 Pearson et al. 1995
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu31 (Mulyana, 2000:7). Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak. Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
31
Dedy Mulyana, 2000. Ilmu Komunikasi Sebagi pengantar. Bandung : Remaja Rosadakarya. Hal.7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan32. Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.33 Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya. Menurut Brian Tracy, self-concept Anda memiliki tiga bagian utama yaitu: 1.
Self-Ideal (Diri Ideal), Self-ideal adalah komponen pertama dari self-concept Anda. Selfideal Anda terdiri dari : harapan, impian,visi,idaman. Self-
32
Jalaludin Rakhmat, 2005, Psikologi Komunikasi, edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal.105 33 Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
idealterbentuk dari kebaikan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang paling Anda kagumi dari diri Anda maupun dari orang lain yang Anda hormati. Self-ideal adalah sosok seperti apa yang paling Anda inginkan untuk bisa menjadi diri Anda, di segala bidang kehidupan Anda. Bentuk ideal ini akan menuntun Anda dalam membentuk perilaku Anda. 2.
Self-Image (Citra Diri), dan Bagian kedua self-concept Anda adalah self-image. Bagian ini menunjukkan bagaimana Anda membayangkan diri Anda sendiri, dan menentukan bagaimana Anda akan bertingkah laku dalam satu situasi tertentu. Karena kekuatan self-image. Semua perbaikan dalam hidup Anda akan dimulai dari perbaikan dalam self-imageself-image
3.
Self-Esteem (Jati Diri). self-esteem adalah seberapa besar Anda menyukai diri Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, semakin baik Anda akan bertindak dalam bidang apa pun yang Anda tekuni. Dan, semakin baik performansi Anda, Anda akan semakin menyukai diri Anda. Bagian ini adalah komponen emosional dalam kepribadian Anda.Komponenkomponen pentingnya : bagaimana Anda berpikir, bagaimana Anda merasa, bagaimana Anda bertingkah laku. Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk
kepribadian seseorang, menentukan apa yang biasa seseorang pikir, rasakan, dan lakukan, serta akan menentukan segala sesuatu yang terjadi kepada diri sendiri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
2.6 Citra Citra adalah kesan
yang diperoleh oleh
seseorang
berdasarkan
pengethahuan dan pengertiannya tentang tentang fakta fakta atau kenyataan. Untuk megetahui citra seseorang terhadap obyek tertentu dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek tersebut. Solomon, dalam Rahmat manyatakan semua sikap bersumber pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak berdasarkan pada penyelidikan tentang dasar dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi – informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulakn perilaku tertentu, tapi cederung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan kontra kita tentang likungan. (Danasaputa,1995:34-35)34 2.6.1 Proses pembentukan Citra Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh Jhon S.Nimpoeno, dalam laporan penelitian tentang tingkah laku yang dikutip oleh Dansaputra, sebagi berikut:
34
Dansaputa.Dasar Dasr Public relations. 1995. Hal: 34-35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Stimulus
:Rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari luar untuk
membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indra dalam menerima informasi dari langganan). Persepsi
:(1) Hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang
langsung dikaitkan dengan suatu pemahaman. (2) pembentukan makna pada stimulus indrawi (sensor stimulus). Kognisi
:
Aspek
pengetahuan
yang
berhubungan
dengan
kepercayaan, idPe dan konsep. Motivasi
: Kecenderungan yang menetap untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu, dan sedapat mungkin menjadi kondisi kepuasan maksimal bagi individu. Sikap
: Hasil evaluasi negative atau positif terhadap konsekuensi
– konsekuensi penggunaan suatu objek. Tindakan
: Akibat atau respons individu sebagai organism terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya maupun lingkungan. Respons
:Tindakan – tindakan seseorang sebagai reaksi terhadap
rangsangan atau stimulus.Proses pembentuka citra pada akhirnya akan meghasilkan sikap, pendapat, tanggapan atau prilaku tertentu.. Proses Pembentukan citra ini merupakan Teori yang pas yang dipiih oleh peneliti karena sesuai dengan alur pembentukan citra dan bisa membantu untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
menjelaskan proses pembentuakan citra diri wanita khusunya untuk kepentingan Wanita Bekerja. Dimana wanita bekerja ini merupakan objek penelitian peneliti.
2.6.2 Citra Diri Gambaran umum tentang diri kita. Mirip kumpulan foto dalam berbagai Situasi (saat sendiri, bersama orang lain, dahulu dan sekarang). Citra Diri juga merupakan Kesimpulan dari pandangan kita dalam berbagai peran (sebagai anak, Mahasiswa, staff, manager) atau merupakan Pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasa ada pada kita (setia, jujur, bersahabat, judes, dl Penilaian tentang fisik atau tubuh sendiri oleh beberapa ahli . dinamakan citra diri 35
(Tilaar, 1981). Citra diri merupakan salah satu segi dari gambaran diri yang
berpengaruh pada harga diri (Centi, 1993). Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dipengaruhi oleh pemikiran mengenai Menurut Centi (1993) citra diri merupakan hal yang subyektif, menurut penglihatan sendiri. Keadaan dan penampilan diri pada gilirannya dipengaruhi oleh norma yang dijumpai atau dihadapi. Pendapat ini didukung oleh Burns (1993) mengatakan bahwa citra diri
merupakan sumber utama dari banyak
kepuasan, karena citra diri merupakan proses dimana individu menguji kapasitaskapasitasnya menurut standart-standart dan nilai-nilai pribadinya yang telah diinternalisasikan dari masyarakat. 35
HAR,Tilaar.1981.Citra dan Wanita.Jakarta: Rineka cipta.hal.20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
La Rose (1996), menyebutkan bahwa citra diri adalah gambaran tubuh sendiri yang dibentuk dalam pikiran untuk menyatakan suatu cara penampilan tubuh seperti cantik, dan jelek. Citra diri ini penting dalam proses evaluasi diri dan juga penting dalam pengembangan konsep diri. Hal tersebut didukung oleh Maltz (1996),
yang menyatakan bahwa citra diri adalah konsepsi seseorang
mengenai orang macam apakah dirinya. Ini merupakan produck masa lalu beserta sukses dan kegagalannya, penghinaan dan kemenangannya, serta orang
lain
bereaksi terhadap dirinya36
Citra diri (self-image) lebih erat berkaitan dengan cara pandang seseorang. Citra diri yang positif tentu saja meningkatkan rasa percaya diri, potensi diri pun akhirnya bisa dikembangkan secara maksimal. Bahkan orang lebih menghargai dirinya
dan
berupaya
meningkatkan
keterampilan
apapun
yang
dapat
mendongkrak nilai kepribadiannya (baca: harga diri).Dalam upaya ini, cara pandang realistis dengan dorongan sikap positif terhadap penilaian diri sendiri dan dunia luar (lingkungan tempat berinteraksi) dapat membantu seseorang secara efektif. Penilaian tentang fisik atau tubuh sendiri oleh beberapa ahli dinamakan citra diri (Tilaar, 1981). Citra diri merupakan salah satu segi dari gambaran diri yang berpengaruh pada harga diri (Centi, 1993). Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dipengaruhi oleh pemikiran mengenai apa yang dimaksud keindahan atau kebugaran dan bentuk 36
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-yeniwidian-5152-3-bab2.pdf
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
tubuh yang ideal menurut seseorang. Citra diri merupakan gambaran seseorang mengenai fisiknya sendiri (Pratt, 1994). Senada dengan hal tersebut, Burns (1993) mengatakan bahwa citra diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk yang berfisik, sehingga citra diri sering dikaitkan dengan
karakteristik-karakteristik
fisik
termasuk di
dalamnya
penampilan seseorang secara umum, ukuran tubuh, cara berpakaian, model rambut dan pemakaian kosmetik. Pendapat ini didukung oleh Susanto (2001), citra diri merupakan konsep yang kompleks meliputi kepribadian, karakter, tubuh dan penampilan individu.
CITRA DIRI = Pandangan yang kita buat tentang diri kita sendiri 2.6.3 Citra Diri Perempuan “A person’s view toward self appears to be a powerful determinant of behavior, personal decision making, and aspirations for the future”.
(Einsberg dan
Delaney - 1977) Sejatinya, setiap orang memiliki citra diri. Namun, ada satu hal mendasar yang membedakan antara citra diri pada sosok seorang perempuan dengan citra diri yang melekat pada sosok seorang laki-laki. Pembedanya adalah : citra diri pada sosok seorang perempuan, telah nampak semenjak berusia kanak-kanak, sebagai suatu gambaran yang muncul atas penilaian orang lain37.
37
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Because how she appears to others, and ultimately how she appears to men, is of crucial importance for what is normally, thought of as the success in her life. (John Berger) Mungkin, karena itulah perempuan lebih memperhatikan penampilan dirinya dibandingkan laki-laki. Seorang perempuan akan segera mengkoreksi penampilannya, apabila ada orang yang memberikan penilaian, kalau penampilan dirinya tidak sesuai dengan citra dirinya38. Citra diri memang berkaitan dengan penampilan. Oleh sebab itulah, penampilan penting bagi manusia dalam hal ini perempuan. Quality of life seorang perempuan seakan-akan mundur satu langkah apabila dirasakan penampilan dirinya tidak mencerminkan siapa dirinya. Adanya pemikiran seperti itu, bisa membuat seorang perempuan kehilangan rasa percaya diri. Orang banyak lebih mengartikulasikan baiknya penampilan seorang perempuan sebagai kecantikkan diri seorang perempuan. Daya tarik akan muncul dengan sendirinya apabila perempuan dapat tampil cantik secara proporsional, meskipun secara fisik, jauh dari “bentuk” ideal39. Setiap perempuan harus berani menyangkal dalam hatinya, apabila ada pola pemikiran yang ingin membiasakan segenap harapan dan mimpi mereka, untuk dihargai serta mendapat perhatian orang lan. Akan tetapi, perempuan harus mau menerima adanya pemikiran-pemikiran korektif yang ditujukan pada mereka. Sebab pada dasarnya, citra diri seorang perempuan, merupakan hasil dari kesadaran dan upaya diri untuk tidak 38 39
Ibid Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
mengacuhkan begitu saja, adanya pandangan-pandangan miris orang lain terhadap penampilan, sikap, serta gaya hidupnya. Fakta menunjukkan, seorang perempuan yang selalu memiliki hasrat untuk bisa menampilkan citra dirinya, adalah perempuan yang telah siap untuk menggapai masa depan yang gemilang, siap untuk menghadapi persaingan, serta siap untuk bersosialisasi dengan berbagai kalangan. Citra diri merupakan penilaian akumulasi. Adanya citra diri yang baik bisa diperoleh apabila setiap perempuan dapat tampil dengan penuh percaya diri, karena seseorang yang percaya diri, tidak akan merasa terbeban untuk menampilkan hal-hal menarik dari dalam dirinya, sehingga pandangan dan penilaian orang lain, tidak tertuju pada kekurangan diri yang ada pada mereka40. 2.7
Pengelolaan Diri ( Regulasi Diri ) Menurut Baumeister (2005) dan Heatherton & Vohs (1998) diketahui
bahwa perbedaan individu dalam melakukan regulasi diri akan memengaruhi kondisi pertemanan mereka. Orang yang memiliki kemampuan regulasi diri yang tinggi akan membuat lingkungan pertemanannya merasa nyaman sehingga memiliki hubungan interpersonal positif. Faktanya, regulasi diri merupakan hal yang penting dalam hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu memiliki derajat yang bervariasi ketika mereka melakukan regulasi, sebagian orang lebih baik dalam mengatur secara langsung pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapkan dibandingkan yang lainnya. Ketika 40
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
melakukan hubungan interpersonal, individu yang memiliki regulasi diri lebih tinggi akan terlihat lebih sopan, memaafkan kesalahan temannya, dan terlibat dalam hubungan romantis41 (von Hippel & Gonsalkorale, 2005; Pronk, et.al,) Regulasi diri merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang. pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk mengatur diri dalam suatu aktivitas dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi motivasi dan perilaku aktif pengelolaan diri bukan merupakan kemampuan mental atau kemampuan akademik. melainkan Bagaimana individu mengolah dan mengubah pada suatu bentuk aktivitas. regulasi diri merupakan kemampuan mengatur tingkah laku dan menjalankan tingkah laku tersebut sebagai strategi yang berpengaruh terhadap reformasi seseorang mencapai tujuan atau prestasi sebagai bukti peningkatan.42 Regulasi diri berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran perasaan dan tindakan yang direncanakan Serta adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal. dengan kata lain pengelolaan diri berkaitan dengan metakognitif motivasi dan perilaku yang berpartisipasi aktif mencapai tujuan personal. Pengelolaan Diri yang tepat dalam istilah pos psikologi disebut sebagai regulasi diri pengaturan ini merupakan proses kepribadian yang penting ketika seseorang berusaha untuk melakukan kontrol terhadap pikiran dan perasaan. dorongan dan keinginan serta kinerja mereka. (baumeister dan Heather on 1996) 41 42
von Hippel & Gonsalkorale, 2005; Pronk, et.al Baumeister, R. F. (1996). Self-Regulation Failure:An Overview Psycological Incuiry.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
regulasi diri juga menyangkut kapasitas pribadi yang secara internal diarahkan untuk mengatur emosi perhatian dan perilaku agar dapat memberi respon secara positif terhadap tuntutan internal lingkungan. Regulasi diri penting dimiliki oleh seseorang dalam Membantu perkembangan diri karena regulasi diri dapat mengontrol keadaan lingkungan dan emosional yang dapat mengganggu perkembangan seseorang individu yang berkembang akan berusaha untuk meregulasi dirinya semaksimal mungkin dalam mencapai tahap perkembangan yang diinginkan sementara individu yang kurang mampu dalam regulasi diri dimungkinkan tidak mampu mencapai tujuan berupa kesuksesan yang diinginkan dengan sempurna.43 Menurut Fiske And taylor ciri-ciri individu yang memiliki regulasi diri atau yang bisa di sebut pengelolaan Diri tinggi adalah mampu merumuskan tujuan tujuan untuk memperluas pengetahuan dan mempertahankan motivasi individu yang dimiliki regulasi tinggi juga memiliki kesadaran untuk membentuk emosi dan mempunyai strategi untuk mengatur emosinya. Individu yang memiliki regulasi tinggi mampu memonitor kemajuan yang dicapai kearah sebuah tujuan secara periodik dan mampu memperbaiki strategi yang telah digunakan berdasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dibuat. Seseorang yang memiliki regulasi diri tinggi adalah seseorang yang juga mampu mengevaluasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dan membuat adaptasi-adaptasi yang di butuhkan.44
43 44
Baumeister, R. F. (1996). Self-Regulation Failure:An Overview Psycological Incuiry. T. S. Fiske, .. E. (1991). Social Cognitif. Singapore.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Baumiester Dan Heterthon memaparkan komponen regulasi diri sebagai berikut: A. Standar merupakan ideal atau cita-cita tujuan ataupun keadaan-keadaan yang ingin dicapai. tanpa adanya standar yang jelas dan konsisten, maka pengembangan regulasi diri akan terhambat. B. Monitoring merupakan fase pengetesan atau pada bagian model pengulangan umpan balik.
dimana
terjadi
pembandingan
antara
keadaan
diri
yang
sesungguhnya terhadap standar yang ada. untuk ini seseorang harus mengontrol dirinya. kemampuan seseorang untuk menjaga tindakannya untuk tetap berada pada jalur nya merupakan bagian penting dari mencapai regulasi yang sukses. kegagalan seseorang untuk menilai dirinya secara akurat juga dapat menghalangi kesuksesan regulasi diri. C. Fase tindakan atau operasi jika pada saat fase pengetesan seseorang mendapati bahwa kondisi yang dimiliki lebih rendah daripada standar yang ada maka proses berlanjut dengan melakukan perubahan. kegagalan regulasi diri pada fase ini biasanya dikarenakan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan perubahan meskipun telah ada standar yang jelas yang telah berupaya melakukan monitoring efektif. 2.8
Feminis Thought ( Paham Feminisme)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Sulit menentukan definisi yang tepat mengenai feminisme karena tidak ada pemikiran yang seragam mengenai feminisme. Namun, Secara umum feminisme dianggap sebagai suatu bentuk politik yang bertujuan untuk mengintervensi dan merubah hubungan kekuasaan yang tidak setara antara lelaki dan perempuan.45 Ketika
Perempuan
mulai
menyadari
bahwa
mereka
mengalami
permasalahan, , mereka menggunakan pemahaman ini untuk menentang cara memahami dunia yang sudah lama ada namun tidak sesuai dengan pehaman yang dalam pemikiran Wanita.46 Tujuan feminisme sendiri adalah untuk mencapai kesetaraan gender. Dimana wanita sudah ingin mencapai rasa merdekanya. Mendapatkan apa yang menjadi impoiannya dan berani mengemukaakan pendapat mereka yang selama ini mungkin terpendam dan menjadi angan-angan semata.pada akhir tahun 1970an, genre perempuan ditengarai telah memberikan suara terhadap pengalaman – pengalaman perempuan. Pengalaman – pengalam perempuan yang dulunya dianggap “ sampah” sekarang mendapat legitimasi baru47 Sebelumnaya keberadaan perempuan sering kali tidak dianggap secara hak. Dan hanya dianggap secara jasmani dimana perempuan dianggap tidak memiliki hak atau sura terhadap sesuatu dan seringkali padangan perempuan bukan hal yang penting untuk di bahas48.
45
Joanne Hollows. Feminisme, Feminitas dan buya popular.10.JCS.197 Ibid 47 Gamble,Sarah.2004. Pengantar memahami feminism dan postfeminisme.Hal.135 48 Ibid Hal.137 46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Pada awal abad ke-20 muncul teori Feminitas dari freud yang sangat berepengaruh pada abad tersebut dimana freud memandang “ maskulinitas” dan “ feminitas” Sebagian besar merupakan kategori – kategori kultural atau bentukan sosial. Namu teori tersebut mendapat beberapa tentangan yang menganggap bahwa feminitas merupakan sesuatu yang natural. Dan bukan merupakan hasil dari bentukan sosial.49 Ketika para feminis dengan yakin menyatakan bahwa penindasan perempuan merupakan sebuah masalah yang perlu mendapat perhatian internasioanal. Orang barat cenderung untuk medominasi aspek-aspek teoritis maupun praktis mengenai gerakan perempuan. Dengan bengitu secara tidak sengaja “ narasi hebat feminism menjadi sebuah cerita perjuangan orang barat, mendegradasikan pemngalaman perempuan non-barat kepinggir dalam wacana Feninis.50 Mahatma ghandi, pemuka dunia juga berpengaruh pada sejarah dan perkembanagn feminisme karena pada tahun 1931 hak perempuan untuk memilih dalam sidang karaci dalam partai kongres. Dengan medorong perempuan untuk meninggalkan batas batas sempit mereka di rumah dan dapur, peran Ghandi dalam hal ini sangat mendukung feminisme sangatlah berarti. Gandhi melihat potensi besar dalam diri perempuan yang belum di fungsikan. Dengan mengandalkan apa yang dilihatnya sebagai kelembutan sifat dan ketabahan mereka dalam
49 50
Ibid. Hal : 138 Gamble,Sarah.2004. Pengantar memahami feminism dan postfeminisme.Hal.83
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
menanggung, Gandhi Membawa mereka pada tingkat pusat gerakan yang dipimpinnya .51 Memang, dasar dari perjuangan ini telah menyatukan laki-laki dan perempuan dari latar belakang yang berbeda- beda. Namun, kemerdekaan yang diacapai membawa perkembangan yang berarti dalam partisipasi politik dan situasi sosial bagi perempuan biasa di seluruh dunia.52 2.9
Glass Ceiling Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja, secara signifikan, berawal dari
munculnya revolusi industri di Inggris. Namun, literatur tentang perempuan yang bekerja di Inggris, sejak tahun 1840 sampai abad 20, mengalami kemajuan (Holloway dalam McKay, 2006), meskipun persentase perempuan yang bekerja di Inggris merupakan yang tertinggi di Eropa (Hughes, 2000 dalam Liu & Wilson, 2001) Dalam resensinya terhadap buku Holloway, Women and Work in Britain since 1840, McKay (2006) menegaskan bahwa dengan pemahaman historis dan pendekatan kronologis, kita dapat menyikapi sebuah realitas dengan lebih baik. Di Amerika Serikat, pola proporsi angkatan kerja berbasis jenis kelamin, mulai terlihat mengalami perubahan kritis sejak tahun 190053. Peran wanita dalam pelayanan publik dilihat dari Manajemen SDM sektor Publik merupakan sebuah elemen dan sistem yang paling penting dalam suatu negara-bangsa, sehingga pemahaman kualitas kesetaraan gender di dalamnya 51
Ibid Ibid 53 Zulhaq Khomeini Siahaan, Analisis Sikap Terhadap Perempuan Sebagai Manajer: Studi Empiris Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Di Yogyakarta Zulhaq Khomeini Siahaan Hal.23 52
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
menjadi perhatian, khususnya dalam rangka membangun sebuah pemerintahan yang menjadi inti dari kepemerintahan yang baik.54 Segregasi pekerjaan yang menyangkut
gender
telah menyebabkan
perempuan tetap terkonsentrasi di bagian bawah karir. Dan sebagian pekerjaan di daerah itu didominasi oleh perempuan. Manajer permpuan yang bekerja di setiap negara hanya sebagian kecil dari total wanita yang bekerja keseluruhan ( linehan senior, 2002 ) dan, meskipun itu ada masalah yang dihadpi oleh wanita kareana ketimpangan gaji yang dengan laki-laki. Manager
perempuan memiliki
pendidikan tinggi dan keinginan untuk kemajuan dalam karir mereka, namun ( ch nevert dan tremblay, 2002 ). Survei mengatakan bahwa wanita masih sulit dipercaya ( eoc pada 2002 ( eoc ), 2002, 2003; purcell, 2002; neathey et al. , 2003 ) menunjukkan tidak hanya itu kesenjangan antara pria dan wanita masih tetapi juga bahwa statis kaum pria cenderung dipromosikan lebih cepat ( 2002 ).55 Kita tidak menyarankan atau tidak menyetujii adanya Glass Ceiling .Namun , kami berpendapat bahwa kemampuan adalah pendekatan cara mengingat ketidaksetaraan yang di mulai dari posisi yang berbeda - yang berbeda, asumsi struktur - bagi orang orang dari sebe.Oleh karena itu , salah satu dari kita adalah mengevaluasi bagaimana hal ini bertujuan tertentu , filosofis didasarkan lensa analisis dapat membantu kita untuk memahami aspek ketidaksetaraan yang jauh dengan terperinci yang dominan dalam wacana yang berakal praktek 54
ibid Downes, Meredith; Hemmasi, Masoud; Eshghi, Golpira. “When A Perceived Glass Ceiling Impacts Organizational Commitment And Turnover Intent: The Mediating Role Of Distributive Justice” Journal of Diversity Management ,vol.9 no2,2014:138 55
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
kesetaraan dan pengelolaannya dalam hrm .Nussbaum ( 2003 ) bekerja khususnya telah sudah tidak kelalaian terbuat dari pemahaman kita ketidaksetaraan dari perspektif filosofis .Dia berpendapat bahwa banyak filosofis perawatan dari itu , bahkan lebih liberal , keadilan yang didasarkan ' ... masih meninggalkan keluarga keluar dari persamaan '.56 Istilah penghalang karir di perusahaan dikenal pada awal tahun 1980an .Pada waktu itu , kekhawatiran tentang ktidakadilan ras telah terbukti , tetapi pergerakan kaum feminis segera membawa kesetaraan gender ke depan .Sementara Glass Ceiling awalnya disebut sebagi potensi maksimal yang dapat dicapai olah kaum wanita dalam organisasi , hal ini umumnya didefinisikan sebagai dinding kaca halus yang transparan , tetapi kuat sehingga mencegah perempuan dan minoritas dari bergerak naik dalam pengelolaan hirarki ( morrison; von & amp glinow , 1990 ) . 57 Glass Ceiling juga telah dikaitkan dengan kondisi structural ( ballenger struktural , 2010 ) , dengan tidak memadai kesempatan dan jaringan ( boone et al . , 2013; dimoivski et al . , tahun 2010 sabat & amp; mishra , 2010 ).Selain itu , diferensial upah atau gaji , jabatan dalam organisasi , komitmen waktu , segresisasi gender , dan kesempatan promosi ( miller , 1999 ) telah membatasi kemajuan perempuan untuk menanjaki karirnya .Dan anesh risper ( 2013 ) menyalahkan kurangnya penghormatan dari laki-laki dan sebuah ketidaksensitifan 56
Downes, Meredith; Hemmasi, Masoud; Eshghi, Golpira. “When A Perceived Glass Ceiling Impacts Organizational Commitment And Turnover Intent: The Mediating Role Of Distributive Justice” Journal of Diversity Management ,vol.9 no2,2014:137 57 Downes, Meredith; Hemmasi, Masoud; Eshghi, Golpira. “When A Perceived Glass Ceiling Impacts Organizational Commitment And Turnover Intent: The Mediating Role Of Distributive Justice” Journal of Diversity Management ,vol.9 no2,2014:132
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
untuk berulang peran bahwa perempuan menganggap . (Menurut ballenger 2010 ) , ada ketidakadilan sosial bermain , dengan pengelolaan tersebu dapat mesdeskriditkan pada perempuan ( purcell budaya , 2013 ) .Penelitian oleh haslam dan ryan ( 2008 ) menunjukkan bukti Glaas Ceiling , dimana perempuan tampaknya dipilih untuk posisi kepemimpinan yang lebih sulit dan berbahaya , di mana kegagalan adalah lebih mungkin , seperti saat kali penurunan perf organisasi.58 Dalam pengertian populer dari kaca langit-langit gender atau yang disebut denga Glass ceiling menunjukkan bahwa ( atau lain ) hirarki yang terjadi yang terjadi pada gender yang menyebabkan kerugian pada pihak dibawahnya yang pada level ini yang dimaksud adalah perempuan59.. Kesenjangan gender atau ras tidak semua didefinisikan sebagai kaca langit-langit. Jika ' dimaksudkan kaca langit-langit ' tidak lebih dari yang lebih berwarna frase untuk menggambarkan apa yang telah kita maksud dengan ketidaksetaraan gender atau ras. Ini berkatitan dengan apa yang menjadi permaslah yang dialamai oleh masyarakat, dari beberapa hal yang menjadi maslah sosial yang dialami oleh msyarakat, galss ceiling merupakan malsh yang atau issue yang selu layak untuk diperhatikan. Karena itu, gol pertama kami adalah untuk memberikan suatu yang jelas puas dengan konsep atap kaca, berasal definisi kita dari cara penggunaannya dalam beberapa sastra.Bagi kami, Glass 58
Downes, Meredith; Hemmasi, Masoud; Eshghi, Golpira. “When A Perceived Glass Ceiling Impacts Organizational Commitment And Turnover Intent: The Mediating Role Of Distributive Justice” Journal of Diversity Management ,vol.9 no2,2014:132 59 Cotter, David A; Hermsen, Joan M; Ovadia, Seth; Reeve Vanneman(2001). The Glass ceiling effect.Hal.27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Ceiling ( pagu kaca) adalah jenis tertentu gender atau ras ketidaksetaraan yang dapat dibedakan dari jenis lainnya ketidakmerataan.60 Penelitian lain mengenai prediktor kesuksesan hirarkis dari manajer wanita dan manajer pria Kanada dilakukan oleh Cirano di Quebec (Chenevert & Tremblay, 1998). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa variabel yang berbeda, berperan sebagai prediktor bagi kesuksesan karir manajer wanita dan manajer pria. Manajer pria menerima gaji lebih tinggi daripada manajer wanita meskipun mereka memiliki investasi sumberdaya manusia yang sama dalam hal pendidikan. Menurut studi Chiplin dan Sloane (1976), Steward dan Gudykunst (1982), Ellis dan Henema (1990), serta Jackson dan Hirsh (1991) dalam Chenevert dan Tremblay (1998), perusahaan siap memberikan reward bagi pengalaman kerja pria, namun tidak bagi wanita.61 Fenomena Glass Ceiling merupakan invisible barrier dalam organisasi yang menghalangi kaum perempuan meraih career advancement (Mondy & Noe, 2005: 60)62. Glass Ceiling merupakan pandangan bahwa, wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan, tetapi mempunyai kesulitan untuk dipromosikan, terutama pada posisi senior level management (Stoner et. al., 1996). Wanita dapat melihat peluang di atas tetapi tidak dapat mencapainya. Menurut Burke (2006), Glass Ceiling merupakan hambatan yang membatasi kelanjutan karir wanita
60
Ibid. hal.26 Ruth Niken Setyaningtyas , Perbandingan Kemajuan Karir Antara Manajer Wanita Dan Manajer Pria Di Indonesia. 62 . Jusuf Irianto, Perempuan Dalam Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia 61
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
mencapai posisi yang lebih tinggi. Dalam mencapai posisi tersebut seolah-olah ada hambatan yang tidak nampak (Stoner et. al., 1996)63. Menurut studi Crokett (1988) dalam Torrington & Huat (1994), manajer wanita di Indonesia menghadapi kendala dalam meningkatkan mobilitasnya. Keberadaan wanita kurang terwakili dalam posisi manajerial meskipun segi pendidikannya lebih tinggi daripada kaum pria. Wanita dengan pendidikan tinggi mempunyai peluang karir lebih besar, namun hambatan sosiokultural menjadi konflik utama yang mempengaruhi wanita dalam menjalankan peran sebagai isteri, ibu, dan wanita karir.64 Fenomena Glass Ceiling di sektor publik terjadi karena perlakuan yang berbeda yang diberikan dilihat dari gender. Kaum perempuan diremahkan dan diberlakukan tidak adil dengan kaum laki-laki di perusahaan baik sektor publik ataupun sektor privat, perlakuan berbeda ini banyak terjadi akibat paradigma memandang kaum perempuan. Kaum perempuan dinilai menyusahkan jika diterima di perusahaan publik karena berbagai masalah yang akan dibawa oleh kaum perempuan seperti cuti hamil, menyusui, cuti haid dan lain sebagainya. Akses terhadap kaum perempuan juga cenderung dihalangi oleh perusahaan sektor publik dari akses pelatihan, akses informasi, akses menduduki jabatan top managers. Akses-akses tersebut cenderung ditutup untuk kaum perempuan dengan berbagai alasan yang mendasari65.
63
Stoner et. al., 1996 Ibid 65 ibid 64
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Ada tiga hambatan menurut Federal Glass Ceiling Commision dalam Wentling (2003). Pertama, hambatan organisasional yang meliputi kegagalan dalam rekrutmen, pengembangan, dan dukungan terhadap wanita untuk mencapai posisi senior level management. Kedua, hambatan societal yang bersumber dari hambatan organisasional. Hambatan ini menganggap wanita kurang mempunyai komitmen terhadap karir. Ketiga, hambatan govermental, disebutkan bahwa pemerintah kurang terlibat dalam fenomena Glass Ceiling. Menurut Weyer (2007), tiga kategori yang merupakan hambatan dalam fenomena Glass Ceiling adalah:66 1. Praktek-praktek seperti rekrutmen, retensi, dan promosi. Perusahaan cenderung memilih karyawan laki-laki karena dianggap mempunyai kemampuan yang lebih dari pada wanita. Wanita sudah tidak diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya, bahwa mempunyai kemampuan yang sama dengan laki-laki. 2. Perilaku dan budaya misalnya stereotype dan gaya kepemimpinan. Manajer wanita banyak digambarkan kurang mempunyai karakteristik untuk menjadi manajer yang sukses (Cai and Clainer, 1999). 3. Struktur dan budaya yang dijelaskan secara mendalam dalam feminist theory. Menurut federal kaca atap ( komisi i995a: ) iii , ini adalah kaca langit langit buatan ' untuk menghalangi kemajuan perempuan dan minoritas . 'Hal ini seperti ' ... diskriminasi dalam garis demarkasi antara orang orang yang beruntung orang orang yang tertinggal . 'Atap kaca ' adalah tidak , namun unbreachable 66
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-yeniwidian-5152-3-bab2.pdf
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
penghalang yang terus kaum minoritas dan perempuan dari naik ke atas anak tangga dari pangkat , tanpa kualifikasi atau mereka terus ' ( federal kaca atap 1995b komisi: 4; ) tambahan pada penekanan .Itu penjelasan resmi menunjukkan bahwa definisi dari sebuah atap kaca harus mengakui bahwa itu adalah ketidaksetaraan pekerjaan yang dijelaskan oleh beberapa orang ' kriteria prestasi atau '; hal ini mencerminkan diskriminasi pasar tenaga kerja , tidak hanya kesenjangan pasar tenaga kerja .Seperti biasa , tapi tidak sempurna , metode untuk mendeteksi diskriminasi lihat adalah karena kesenjangan yang sebelumnya dijelaskan oleh karakteristik dari karyawan .Kesenjangan yang berasal dari. Menurut teori strukturasi, struktur dominasi dipertahankan oleh kelompok dominan melalui struktur signifikasi dan struktur legitimasi yang mampu menyembunyikan
wajah
dominasi
untuk
dikenali
oleh
korbannya
(misrecognition). Mekanisme ideologis semacam itu bekerja melalui proses naturalisasi praktek sosial yang berlangsung. Melalui pendekatan feminis dengan bantuan Bourdieu (1990; 1993), Connell (1987), dan Habermas (1996; 2005), teori strukturasi mentransformasikan dirinya dalam teori strukturasi gender. Dalam teori strukturasi gender, struktur dominasi gender terjadi melalui penundukan agen wanita oleh agen pria dan agen pemilik modal (biasanya juga agen pria) dengan menggunakan struktur signifikasi dan struktur legitimasi67
67
Sunarto Kolom, Gatra Nomor 41 Beredar Kamis, 23 Agustus 2007
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Menurut penelitian Wentling (2003), faktor-faktor yang membantu perubahan karir wanita adalah68; 1. Menunjukkan kompetensi dalam bekerja atau menciptakan kualitas kerja yang tinggi. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan perusahaan untuk memberikan kesempatan pada wanita. 2. Keahlian individu. Wanita akan dihargai jika mempunyai keahlian sehingga mampu menyelesaikan tanggungjawab pekerjaan dengan baik. 3. Komitmen pada pekerjaan. Komitmen diperlukan untuk mendukung kompetensi yang sudah dimiliki karyawan. 4. Adanya kesempatan dan dukungan dari perusahaan. Perusahaan memberikan kesempatan yang pada wanita untuk berusaha dan bersaing dengan laki-laki mencapai posisi senior level management. 5. Keinginan untuk belajar sesuatu yang baru. Hal ini akan memunculkan ide-ide kreatif sehingga bisa memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Wanita akan mampu melakukan inovasi dalam setiap tindakan. 6. Percaya diri. Kepercayaan diri merupakan salah satu modal utama wanita untuk meraih posisi yang lebih tinggi, bahwa mereka mampu mencapai posisi tersebut. Pernyataan Wentling didukung oleh penelitian dari International labour Office Geneva (2004).
68
Wijayanti,2009; Glass Ceiling dalam Karir Wanita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
http://digilib.mercubuana.ac.id/