3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Jabon (Anthocepalus cadamba (Roxb.) Miq.) Jabon (A. cadamba Roxb. Miq.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh
yang masuk dalam famili Rubiaceae dan genus Anthocepalus. A. cadamba Roxb. Miq. ini bersinonim dengan A. chinensis (Lamk) A Rich, A. macrophyllus (Roxb.) Havil, A. indicus A. Rich., A. morindaefolius Korth, Nauclea cadamba (Roxb.), Neolamarkcia cadamba (Roxb) Bosser, Sarcocephalus cadamba (Roxb) Kurz. Jabon memiliki nama daerah galupai, johan, kalampain, kelempi (Sumatera); jabon, jabun, hanja, kalampeyan, kelampaian (Jawa);
jabon, jabun, haja,
kelampeyan (Kalimantan); pontua, suge manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe (Nusa Tenggara); paribe, masarambi (Irian Jaya) ( Mansur et al. 2010). Jabon adalah pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk yang tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas mendatar. Kulit batang pada waktu muda berwarna abu-abu tanpa alur, sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur (Krisnawati et al. 2011). Daun jabon merupakan daun tunggal, bertangkai panjang 1,5−4 cm dengan helaian daun agak besar (panjang 15−30 cm dan lebar 7−8 cm). Di awal pertumbuhannya, yakni 2−3 bulan setelah tanam, pada tanah yang subur dan cukup air, daun jabon dapat berkembang hingga berukuran panjang 68 cm dan lebar 38 cm (Mansur et al. 2010). Umumnya, jabon mulai berbunga pada umur 4−5 tahun. Buah jabon berupa buah majemuk yang berbentuk bulat dan lunak. Bagian atas bakal buah beruang yang terdiri atas jutaan biji berukuran sangat kecil, dari 1 kilogram buah jabon rata-rata dihasilkan 18−26 butir biji (Mulyana 2011). Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah alluvial yang lembab, pinggir sungai, peralihan rawa dan tanah kering, kadang tergenang air. Jenis ini juga tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, yaitu liat, lempung podsolik coklat, dan tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik. Jabon toleran terhadap tanah masam, tetapi pertumbuhannya
4
menjadi kurang optimal apabila ditanam pada lahan berdrainase jelek (Mansur et al. 2010). Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan jabon. Suhu maksimum yang dapat ditoleransi jabon adalah 32º−42ºC dan suhu minimum berkisar antara 3−15,5ºC. Rata-rata curah hujan di habitat alaminya adalah 1500−5000 mm per tahun (Krisnawati et al. 2011). Ketinggian yang dapat ditoleransi jabon yaitu pada kisaran 0−1000 m dpl. Ketinggian optimal untuk mencapai produktivitas maksimumnya ialah kurang dari 500 m dpl (Mansur et al. 2010). Penelitian di India menyebutkan bahwa semua bagian dari tanaman jabon berfungsi dalam bidang farmasi. Kulit batang jabon mengandung zat analgesik, antipiretik, antiradang (Mondal et al. 2009), antidiabetes (Bussa et al. 2010), antimikroba (Chandel et al. 2011), antioksidan, penawar racun (Hossain et al. 2011), penenang, dan penurun tekanan darah (Gurjar et al. 2010). Daun jabon mengandung zat antimikroba (Chandrashekar et al. 2009) dan penurun tekanan darah (Ahmed et al. 2011). Bunga jabon mengandung zat antidiare dan penurun tekanan darah (Alam et al. 2008, 2011). Buah jabon mengandung zat antijamur dan anti bakteri (Mishra et al. 2011). Akar jabon mengandung antimikroba, anti cacing dan penurun tekanan darah (Acharrya et al. 2010, 2011). 2.2
Teknik Perbanyakan Kultur Jaringan
2.2.1
Pengertian Kultur jaringan merupakan suatu teknik budidaya sel, jaringan, ataupun
organ dari suatu tanaman dibawah kondisi aseptik (bebas segala bentuk mikroorganisme) dan didalam lingkungan yang terkontrol (Evans et al. 2003). Zulkarnain (2009) mengatakan bahwa kultur jaringan merupakan upaya mengisolasi bagian-bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, dan organ), kemudian mengkulturkannya pada nutrisi buatan yang steril dibawah kondisi lingkungan
terkendali
sehingga
bagian-bagian
tanaman
tersebut
dapat
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap kembali. Dasar pengembangan kultur jaringan adalah totipotensi. Totipotensi merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang lengkap. Setiap sel akan beregenerasi menjadi tanaman yang
5
lengkap dan utuh apabila ditempatkan pada kondisi yang sesuai (Kumar et al. 2011). Tahapan kultur jaringan meliputi inisiasi, multiplikasi, perpanjangan dan induksi akar (pengakaran), dan aklimatisasi. Kegiatan inisiasi meliputi persiapan eksplan, sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang bebas dari mikroorganisme kontaminan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan dengan subkultur (pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)) secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok bahan tanaman (eksplan). Pengakaran merupakan kegiatan terakhir sebelum planlet
dipindahkan
ke
kondisi
luar.
Aklimatisasi
ialah
proses
pemindahan/pengadaptasian planlet dari kondisi in vitro ke kondisi luar/lapangan (Kumar et al. 2011). Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dan waktu relatif singkat, sifat fisiologi dan morfologi yang sama dengan induknya, efisien tempat dan waktu, tidak tergantung musim dan dapat diperbanyak secara kontinyu, dan untuk skala besar biayanya lebih murah. Menurut Zulkarnain (2009) manfaat dari kultur jaringan di antaranya: (1) keseragaman genetik (identik dengan induk), (2) kondisi aseptik (bebas patogen), (3) seleksi tanaman, (4) stok tanaman mikro, (5) lingkungan terkendali, (6) pelestarian plasma nutfah, (7) produksi tanaman sepanjang tahun, (8) memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara konvensional, dan (9) perbanyakan klon secara cepat. 2.2.2
Eksplan Eksplan merupakan potongan tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur
jaringan. Respon masing-masing eksplan dalam kultur jaringan akan berbeda. Kemampuan regenerasi eksplan dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh tipe eksplan, varietas eksplan, umur tanaman induk sumber eksplan, konsisi fisiologis, dan ukuran eksplan. Tipe eksplan merupakan faktor yang penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan kultur jaringan (Kumar et al. 2011). Tipe eksplan seperti tunas pucuk, tunas ketiak (aksilar), akar, mata tunas, daun, embrio, dan bakal biji akan memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan eksplan (Jabeen et al.
6
2005, Chaudhry et al. 2010). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kandungan hormon pada masing-masing bagian eksplan (Kumar et al. 2011). Varietas eksplan juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi regenerasi eksplan (Kamal et al. 2007, Michel et al. 2008). Peluang keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi juga oleh umur tanaman. Semakin muda tanaman, maka akan semakin besar keberhasilan dalam kultur jaringan. Jaringan muda (juvenile) memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan kecepatan pembelahan sel yang tinggi sehingga jaringan muda merupakan bahan eksplan yang baik. Naughmouchi et al. (2008) mengatakan respon eksplan akan menurun seiring pertambahan umur eksplan. Kondisi fisiologi eksplan berperan penting dalam keberhasilan teknik kultur jaringan. Pada umumnya bagian vegetatif lebih siap beregenerasi daripada bagian generatif. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaturan lingkungan tanaman yang bersih dan higienis, dengan pengubahan status fisiologi tanaman induk seperti memanipulasi cahaya, suhu, suplai air, suplai hara dan zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi fisiologi eksplan (Zulkarnain 2009). Ukuran eksplan menentukan laju kehidupan bahan eksplan. Eksplan yang berukuran kecil, lebih mudah disterilisasi sehingga akan memperkecil peluang kontaminasi baik secara internal maupun eksternal, namun kemampuan beregenerasi
juga
kecil
sehingga
diperlukan
media
kompleks
dalam
pertumbuhannya. Semakin besar ukuran eksplan maka akan semakin besar kemampuan beregenerasi, namun peluang untuk kontaminasi juga semakin besar (Zulkarnain 2009). 2.2.3
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Zat Pengatur Tumbuh merupakan senyawa organik dalam konsentrasi
rendah
yang
dapat
merangsang,
menghambat,
atau
secara
kualitatif
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Contoh ZPT ialah sitokinin dan Giberelin. Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sitokinin mengatur pembelahan sel, pemanjangan sel, diferensiasi sel, dan
7
pembentukan organ tanaman. Sitokinin yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah kinetin, benzil adenin (BA), benzil amino purin (BAP), dan zeatin (Zulkarnain 2009). Beyl (2000) mengatakan bahwa pada konsentrasi tinggi sitokinin dapat menginduksi perbanyakan tunas, tetapi menghambat pembentukan akar. Giberelin (GA3) terdiri atas kira-kira 60 macam senyawa, giberelin merupakan ZPT yang paling banyak ditemukan dalam tanaman (Zulkarnain 2009). Menurut Evans et al. (2003) fungsi utama dari giberelin pada tanaman yaitu menstimulasi pemanjangan ruas batang dan pembungaan. Giberelin juga ditemukan pada cadangan makanan dari endosperma pada tahap pertumbuhan embrio dan perkecambahan. Beyl (2000) mengatakan, giberelin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan ruas dan dibutuhkan untuk pertumbuhan meristem. Menurut Zulkarnain (2009) biasanya giberelin digunakan dalam medium kultur untuk meningkatkan pemanjangan pucuk-pucuk yang sangat kecil dan merangsang pembentukan embrio dari kalus. 2.2.4
Sterilisasi Eksplan Proses sterilisasi merupakan kegiatan mengeliminasi dan mematikan
mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang biak dan menjadi sumber kontaminan. Eksplan yang didapat tidak dari perlakuan steril, misalnya dari rumah kaca, sangat besar kemungkinannya terkontaminasi debu dan mikroorganisme. Proses sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya kontaminasi. Kontaminasi yang umum terjadi adalah kontaminasi oleh cendawan dan bakteri. Komposisi medium kultur jaringan yang mengandung gula, vitamin, asam asam amino, garam-garam anorganik, air, zat pengatur tumbuh, dan bahan pemadat sangat menguntungkan untuk pertumbuhan cendawan dan bakteri. Bila diberi kesempatan maka organisme tersebut akan tumbuh dengan cepat, dan dalam waktu singkat akan menutupi permukaan medium dan eksplan yang ditanam. Selanjutnya organisme ini menyerang eksplan melalui bekas luka pemotongan pada saat perlakuan sterilisasi. Beberapa jenis mikroorganisme melepaskan senyawa beracun ke dalam medium kultur yang dapat menyebabkan kematian eksplan (Zulkarnain 2009).
8
Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada sistem kultur jaringan, adalah: (1) media, (2) lingkungan kerja yang kurang steril dan pelaksana penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, (3) eksplan, secara internal (kontaminan terbawa di dalam jaringan tanaman), (4) eksplan, secara eksternal (kontaminan berada di permukaan eksplan akibat prosedur sterilisasi yang kurang sempurna, (5) serangga atau hewan kecil yang masuk ke botol kultur setelah diletakkan pada ruang kultur. Dari semua sumber kontaminasi, yang paling sulit diatasi ialah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode sterilisasi dan bahan sterilisasi (Tabel 1) haruslah selektif, dengan prinsip semaksimal mungkin menghilangkan mikroorganisme kontaminan yang tidak diinginkan dengan gangguan sekecil mungkin pada jaringan eksplan (Zulkarnain 2009). Tabel 1 Bahan sterilisasi yang biasa digunakan dalam sterilisasi permukaan Bahan Kimia Sodium hipoklorit Pemutih komersial Kalsium hipoklorit Hidrogen peroksida Mercuri klorida Etanol Benzalkonium klorida
2.2.5
Konsentrasi 0,5-5% 10-20% 9-10% 3-12% 0,1-1% 70-95% 0,01-1%
Medium Medium merupakan salah satu komponen yang penting dalam metode
kultur jaringan. Kesuksesan aplikasi prosedur kultur jaringan sebagian besar dipengaruhi oleh medium dengan komposisi yang tepat (Evans et al. 2003). Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur jaringan yang optimal bervariasi antar jenis ataupun antar varietas. Bahkan jaringan yang berasal dari bagian tanaman yang berbeda akan berbeda pula kebutuhan nutrisinya. Meskipun demikian, medium dasar MS (Murashige and Skoog) merupakan yang paling banyak digunakan di antara medium yang lain (Zulkarnain 2009). Menurut Evans et al. (2003) secara umum medium MS mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman, yaitu air, hara makro, hara mikro, vitamin, dan sumber karbon berupa glukosa.
9
2.2.6
Antibiotik Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme
seperti cendawan dan bakteri yang digunakan untuk membunuh mikrorganisme lain. Amoksilin merupakan antibiotik yang termasuk pada golongan penisilin kelas B-Lactams. Amoksilin mempunyai sifat bakteriostatik, yaitu cara kerja antibakteri dengan menghambat pertumbuhan bakteri. Amoksilin mengganggu pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Amoksilin merupakan antibakteri dengan spektrum sedang (moderate spectrum), yang hanya aktif pada beberapa bakteri dan cendawan saja (Joshi 2011). Antibiotik streptomisin merupakan antibiotik yang
hanya aktif pada
beberapa bakteri saja (narrow spectrum). Streptomisin mempunyai sifat bakterisidik yaitu bekerja dengan langsung mematikan bakteri dengan cara menghambat proses sistesis protein dari bakteri. Kloramfenikol mempunyai spektrum luas (broad spectrum) yang aktif terhadap semua jenis bakteri. Kroramfenikol mempunyai sifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri dengan cara menghambat sintesa protein (Kaufman 2011).