BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal Struktur modal mempunyai definisi yang berbeda dengan struktur keuangan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur kuangan. Menurut Warsono (2003: 235) “struktur keuangan merupakan kombinasi bauran dari segenap pos yang termasuk dalam sisi kanan neraca keuangan perushaan (sisi) pasiva”. Menurut Weston dan Copeland (1996: 165) “struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham”. Sedangkan menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 232) : “Struktur modal merupakan bauran (proporsi) pendanaan jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham preferen dan ekuitas saham biasa”. Menurut Martono dan Agus (2001: 239) “ struktur modal (capital structure) adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditujukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendri.” Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt financing). Namun dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan
9 Universitas Sumatera Utara
harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga memaksimalkan nilai perusahaan (Martono dan Agus, 2001 : 239). Menurut Brigham dan Houston (2001 : 6) terdapat empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, antara lain : a.
b.
c.
d.
Risiko bisnis Tingkat risiko yang terdapat dalam operasi perusahaan apabila tidak menggunakan utang. Semakin besar risiko bisnis perusahaan, semakin rendah rasio utang yang optimal. Posisi pajak perusahaan Alasan utama menggunakan utang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam penghitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Fleksibilitas keuangan Kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa penyedia modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil, dan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Konservatisme atau agresivitas manajemen Sebagian manajemen lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk meningkatkan laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan atauyang telah ditetapkan manajer.
2.1.2 Teori Struktur Modal 2.1.2.1 Teori MM Pada tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller menerbitkan tulisannya pada journal of finance, yang membahas struktur modal. Teori struktur modal yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller ini kemudian dikenal dengan nama “MM-Theory”. Teori ini mempunyai asumsi sebagai berikut :
10 Universitas Sumatera Utara
a.
b.
c.
Perusahaan dengan kelas yang sama mempunyai resiko bisnis yang dapat diukur dengan standar deviasi dari laba sebelum bunga dan pajak (SEBIT ). Investor mempunyai harapan yang sama atau homogeny terhadap laba dan resiko perusahaan serta memiliki ekspektasi yang sama terhadap EBIT di masa mendatang. Surat hutang seperti obligasi dan penyertaan dalam bentuk saham diperdagangkan pada pasar yang sempurna (perfect capital market) dengan kriteria sebagai berikut : 1. Tidak adanya pajak pribadi dan pajak perusahaan. 2. Adanya informasi yang merata dan dapat diakses dengan tanpa biaya. 3. Tidak adanya biaya transaksi. 4. Adanya tingkat bunga pinjaman dan meminjamkan dalam jumlah yang sama besarnya, yaitu tingkat bunga bebas resiko (risk free rate). 5. Semua hutang perusahaan tidak mengandung resiko (risk free rate), sehingga berapapun jumlah hutang perusahaan tingkat bunga dari hutang tersebut sama. 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
Tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller menyatakan pemikirannya bahwa dengan asumsi kondisi pasar sempurna (tidak ada pajak), struktur modal dari suatu perusahaan tidak mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Karena beberapa asumsi tersebut tidak realistik, maka pendapat Franco Modigliani dan Merton Miller hanya dipandang sebagai permulaan munculnya teori truktur modal. 2.1.2.2 Teori Trade-Off Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan teori trade-off dari leverage, perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi (Brigham dan Houston, 2001:33-34).
11 Universitas Sumatera Utara
Asumsi dasar yang digunakan dalam teori trade-off adalah adanyainformasi asimetris yang menjelaskan keputusan struktur modal yang diambil oleh suatu perusahaan, yaitu adanya informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen suatu perusahaan dimana perusahaan dapat menyampaikan informasi kepada publik. Model ini secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya merupakan keputusan pendanaan yang tidak baik. Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua instrumen pembiayaan. 2.1.2.3 Pecking Order theory Teori ini pertama kali dikenal oleh Donaldson pada tahun 1961, sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini disebut juga dengan pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Menurut Brealy and Mayers (2007:25) secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa: 1.
2.
Perusahaan menyukai pendaan internal. karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapatmenurunkan harga saham. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor apabila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas.
12 Universitas Sumatera Utara
Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaanperusahaan yang profitable (menguntungkan) umumnya meminjam dana dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan dikarenakan debt ratio yang rendah, melainkan karena perusahaan memerlukan sumber dana eksternal yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena sumber dana internal tidak cukup. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai daripada sumber dana internal berupa modal sendiri karena dua alasan, yaitu : pertama, pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai keputusan yang buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal (Husnan dalam Hapsari, 2010:30). 2.1.2.4 Agency Theory Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Pendekatan ini menjelaskan bahwa struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan (Hanafi dalam Hapsari, 2010: 30). Manajemen sebagai pemilik perusahaan merupakan agen dari pemegang saham. Para
13 Universitas Sumatera Utara
pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dilakukan dengan cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan membutuhkan biaya yang disebut sebagai biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen
untuk
memastikan
bahwa
manajemen
berperilaku dalam cara yang konsisten dengan kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditor serta pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 243). Agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, yang pada kenyataannya bahwa manajer profesional bukanlah agen yang sempurna dari pemilik perusahaan. Para manajer perusahaan belum tentu akan bertindak untuk kepentingan pemilik, tetapi bisa saja dalam pengambilan keputusan hanya untuk memaksimalkan kepuasan dirinya sendiri. 2.1.2.5 Signaling Theory Menurut Brigham dan Houston (2001:36) teori signal (isyarat) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
14 Universitas Sumatera Utara
memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan cenderung menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram, karena apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun.Karena menerbitkan saham, berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah. Dalam keadaan normal, perusahaan harus mempertahankan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam (reserve borrowing capacity) yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila ada peluang investasi yang baik.Dengan kata lain, dalam keadaan normal perusahaan harus menggunakan lebih banyak ekuitas dan lebih sedikit hutang. 2.1.2.6 Asymetric Information Theory Menurut Brigham dan Houston (2001) Asymetric Information (Ketidaksamaan informasi) adalah situasi dimana manajer memiliki perbedaan informasi (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Hal ini terjadi karena pihak manajemen
15 Universitas Sumatera Utara
mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal (Husnan dalam Hapsari, 2010: 33). Apabila harga saham saat ini terlalu mahal, manajemen akan berfikir lebih baik menawarkan saham baru dengan harga yang lebih mahal dari yangseharusnya. Para pemodal akan berfikir, jika perusahaan menawarkan saham baru, kemungkinan harga saham saat ini terlalu mahal sesuai persepsi pihak manajemen. Akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Menurut Brigham (2001 : 39) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, antara lain : stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sifat manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kebijakan dividen sebagai faktor yang mempengaruhi struktur modal. 2.2.1 Profitabilitas Menurut Sudana (2011:22) rasio profitability bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti : aktiva, modal, atau penjualan perusahaan. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini adalah rasio
16 Universitas Sumatera Utara
return on assets. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar return on assets, berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dalam jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya. Menurut teori pecking order, perusahaan lebih memilih untuk dibiayai oleh sumber daya internal mereka (modal sendiri). Hal ini menandakan bahwa pada saat profitabilitas yang dihasilkan tinggi manajemen memutuskan untuk menurunkan penggunaan hutang. Sehingga apabila penggunaan utang menurun maka rasio utang pun akan ikut menurun yang akan mengakibatkan strkutur modal pun menurun karena rasio struktur modal dihitung menggunakan rasio utang. 2.2.2 Risiko Bisnis Menurut Hamada dalam Saidi (2002), risiko bisnis merupakan risiko yang mencakup intrinsic business risk, financial leverage risk dan operating leverage risk. Perusahaan dengan risiko bisnis yang
besar
harus
menggunakan hutang yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis yang rendah. Hal tersebut dikarenakan semakin besar risiko bisnis, akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang-hutang mereka. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko bisnis suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik masingmasing
perusahaan,
namun
pada
titik
tertentu
manajemen
dapat
17 Universitas Sumatera Utara
mengendalikannya. Faktor-faktor tersebut antara lain (Brigham dan Houston, 2001) : 1.
Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan, maka semakin rendah risiko bisnisnya.
2.
Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual di pasar yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi daripada perusahaan yang sama yang harga produknya lebih stabil.
3.
Variabilitas biaya input. Perusahaan yang inputnya sangat tidak pasti akan terkena tingkat risiko bisnis yang tinggi.
4.
Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahanperubahan
pada
biaya
input.
Beberapa
perusahaan
memiliki
kemampuan yang lebih baik daripada yang lain untuk menaikkan harga output mereka ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan melakukan penyesuaian harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat risikonya. 5.
Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat waktu dan efektif dalam hal biaya. Perusahaan-perusahaan di bidang industri yang menggunakan teknologi tinggi seperti obat-obatan dan komputer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin cepat produknya menjadi usang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan.
18 Universitas Sumatera Utara
6.
Eksposur risiko asing. Perusahaan yang menghasilkan sebagian besar labanya dari operasi luar negeri dapat terkena penurunan laba akibat fluktuasi nilai tukar. Begitu pula jika perusahaan beroperasi di wilayah yang secara politis tidak stabil, perusahaan dapat terkena risiko politik. Komposisi biaya tetap: leverage operasi. Jika sebagian besar biaya adalah biaya tetap, sehingga akibatnya tidak mengalami penurunan ketika permintaan turun, maka perusahaan terkena tingkat risiko bisnis yang relatif tinggi.
2.2.3 Pertumbuhan Aset Weston dan Brigham (1991) mengatakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan aktiva capat harus banyak mengandalkan modal external, floating cost. Pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi, dengan menggunakan hutang (obligasi) disbanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, kemungkinan akan kekurangan
pendapatan untuk
mendanai
pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan lebih menyukai sebagai sumber pembiayaan. Pertumbuhan
menurut
Mardiyah
(2001)
didefinisikan
sebagai
perubahan tahunan dari total aktiva. Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau melakukan investasi akan meningkatkan kebutuhan akan dana. Ini berarti, disamping dana internal yang tersedia diperlukan juga
19 Universitas Sumatera Utara
tambahan dana yang berasaldari luar persahaan termasuk utang (Hendri Setyawan dan Sutapa, 2006). 2.2.4 Kebijakan Dividen Dividen adalah pembagian kepada para pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik (Stice, Stice, Skousen, 2005 : 902). Besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari segi perusahaan membagikan dividen kepada para investor memerlukan pertimbangan yang mendalam karena perusahaan juga harus memikirkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Gitosudarmo
(2002 : 227) menyatakan bahwa : ”kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada pemegang saham membawa arti dalam dua hal: (1) dana yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjukkan oleh pembayaran kepada para pemegang saham, (2) dana untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Hal ini tercermin dalam neraca pada pos laba yang ditahan”. Kebijakan Dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend pay out ratio)
20 Universitas Sumatera Utara
menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Keown, 2000 : 496) Dividend Pay Out Ratio (DPR) adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan
para
investor
tetapi
dari
pihak
perusahaan
akan
memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya DPR semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat (Gitosudarmo, 2002 : 232).
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian Lanang Saputra (2014) menganalisis tiga faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu pertumbuhan aset, risiko bisnis, dan profitabilitas. Hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan asset tidak berpengaruh signifikan pada struktur modal, sedangkan risiko bisnis dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Penelitian Ranti Agus Astuti (2014) menganalisis tiga faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu pertumbuhan aset, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan. Hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan aset,
21 Universitas Sumatera Utara
profitabilitas dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Laurdes Sinurat (2010) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan adalah pertumbuhan perusahaan, risiko bisnis dan profitabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan, risiko bisnis dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap strktur modal. Septian Debora Tinambunan (2008) menggunakan kebijakan dividen dan profitabilitas sebagai variabel independen untuk menguji pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap struktur modal. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel profitabilitas dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
22 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1.
Lanang Saputra (2014)
Analisis Pertumbuhan Aset, Risiko Bisnis, Dan Profitabilitas Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Industri Jasa Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013 (Studi Kasus Pada Sektor Restaurant, Hotel And Tourism). Pengaruh Pertumbuhan Aset, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 20102012.
2.
Ranti Agus Astuti (2014)
Variabel Penelitian Variabel independen: pertumbuhan aset, dan profitabilitas Variabel dependen: Struktur modal
Variabel Independen : pertumbuhan aset, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan.
Hasil Penelitian Variabel pertumbuhan aset tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, sedangkan risiko bisnis dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Variabel pertumbuhan aset, profitabilitas, dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal,
Variabel dependen : struktur modal
23 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
3.
Laurdes Sirait (2009)
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Kebijakan Dividen Dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia .
4.
Septian Debora Tinambunan (2008)
Pengaruh Kebijakan Dividen Dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Variabel Penelitian Variabel Independen : pertumbuhan perusahaan, kebijakan dividen, profitabilitas
Hasil Penelitian Variabel pertumbuhan perusahaan, kebijakan dividen dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal
Variabel Dependen : struktur modal
Variabel Independen : kebijakan dividen, profitabilitas
Variabel profitabilitas dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap struktur modal
Variabel Dependen : struktur modal
24 Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang mencermikan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Berdasarkan penjelasan di atas, kerangka konseptual dari pola hubungan antar variabel dapat digunakan sebagai berikut : Profitabilitas (X1)
H1
Pertumbuhan Aset (X2)
H2 H5
Struktur Modal (Y)
H3 Risiko Bisnis (X3)
Kebijakan Dividen (X4)
H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal ada bermacam-macam. Dalam penelitian ini variabel dependen berupa struktur modal, sedangkan variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini adalah profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kebijakan dividen. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau memperoleh laba. Jika dihubungkan dengan struktur modal, profitabilitas yang juga merupakan tingkat pengembalian yang diperoleh dari ekuitas yang ditanamkan dalam perusahaan memberikan pengaruh terhadap 25 Universitas Sumatera Utara
struktur modal perusahaan. Jadi semakin tinggi profitabilitas semakin banyak laba yang ditahan sehingga struktur modal semakin rendah. Pecking order theory menyebutkan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan. Brigham dan Houston (2006) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan membiayai sebagian besar kebutuhan dana dengan denan yang dihasilakan secara internal. enelitian yang dilakukan oleh Indrajaya (2011), Salehi (2011), Viviani (2008), dan Shanmugasundaram (2008) menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap strukturl modal, sedangkan Hardianto (2008) dan Najjar (2011) menyatakan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Berdasarhan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H1 : Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Dalam teori agensi juga disebutkan bahwa manajer cenderung tdak menyukai risiko karena terdapat ketidakpastian di dalamnya. Menurut Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, Indrajaya, Seftianne (2011) dalam penelitiannya menyatakan risiko berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.
Sedangkan Memon (2012) menyatakan hasil penelitiannya
26 Universitas Sumatera Utara
adanya pengaruh positif signifikan antara risiko bisnis dengan struktur modal. Berdasarhan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H2 : Risiko bisnis berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan melakukan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang. Terjadinya peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditor) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang akan semakin lebih besar daripada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditor atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Robert Ang,1997). Adanya peningkatan proporsi hutang yang lebih besar daripada modal sendiri menunjukkan DER yang semakin meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Arianto (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan asset berpengaruh positif terhadap struktur modal. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Saidi (2004) juga menyatakan bahwa pertumbuhan aset mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Berdasarhan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H3 : Pertumbuhan aset berpengaruh positif terhadap struktur modal
27 Universitas Sumatera Utara
Secara tidak langsung kebijakan dividen akan memiliki pengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan kebijakan dividen yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar sejumlah dividen yang tetap tersebut. Dan apabila persuahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan mampu membayar dividen yang stabil serta memenuhi struktur modal. Penelitian Paramu (2006) menunjukkan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Lina (2010)
menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. H4: Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Menurut beberapa kesimpulan sementara yng telah disebutkan sebelumnya tentang hubungan pengaruh profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan aset dan kebijakan dividen terhadap struktur modal maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan aset dan kebijakan diividen berpengaruh terhadap struktur modal. H5 : Profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan aset dan kebijakan dividen berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal
28 Universitas Sumatera Utara
2.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi dan kebenarannya harus dibuktikan melalui hasil penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. H2 : Risiko bisnis berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. H3 : Pertumbuhan aset berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. H4 : Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. H5 : Profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan secara simultan terhadap struktur modal.
29 Universitas Sumatera Utara