BAB I PENDAHULUAN Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap penurunan angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka kematian perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun drastis, tetapi angka kematian perinatal dalam sepuluh tahun terakhir kurang lebih menetap. Negara-negara Barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka kematian perinatal digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal. Dalam hubungan ini, maka pada pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan janin dalam uterus mendapat banyak perhatian. Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara 77,3% sampai 137,7% per 1000 kehamilan. Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian pengawasan antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus.(1)
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
DEFINISI Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna
dari ibunya. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot.(1) Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.(2). Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:(1) Golongan I
: kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh;
Golongan II
: kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu;
Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late fetal death); Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas. 2.2
ETIOLOGI Untuk mengetahui sebab kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat.
Karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sebab kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik dan laboratorium. Dengan dasar pemeriksaan itu sebab utama kematian perinatal di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ialah: (1) infeksi; (2) asfiksia neonatorum; (3) trauma pada saat kehamilan; (4) cacat bawaan; (5) penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas; (6) imaturitas; dan (7) lain-lain.(1) Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali kromosomal, defek nonkromosomal pada kelahiran, hidrops fetalis, dan infeksi baik yang
2
berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang berasal dari plasenta (25%35%) yaitu berupa abruptio plasenta, perdarahan fetal-maternal, insufisiensi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, twin to twin transfusion, dan korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal (5-10%) adalah antibodi antifosfolipid, diabetes, hipertensi, trauma, persalinan abnormal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri, kehamilan posterm serta obat-obatan. Selain ketiga kategori tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).(3) Disamping itu, terdapat juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kematian perinatal, diantaranya ada faktor dari ibu dan juga dari janin sebagai berikut:(1) 1.
Faktor ibu (high risk mother)
a. status sosial ekonomi yang rendah; b. tingkat pendidikan ibu yang rendah; c. umur ibu yang melebihi 40 tahun; d. paritas pertama dan paritas kelima dan lebih; e. tinggi badan ibu dan berat badan ibu ; f. kehamilan diluar perkawinan; g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal; h. gangguan gizi dan anemia pada kehamilan; i. ibu dengan anamnesis kehamilan dan persalinan sebelumnya yang tidak baik, misalnya kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin, kematian bayi yang dini, atau kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah; j. riwayat persalinan yang diakhiri dengan tindakan bedah atau yang berlangsung lama; k. riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi medik atau obstetrik; l. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu; m. kehamilan dengan riwayat pelayanan kesehatan ibu yang tidak adekuat atau tidak dapat dinilai. 2.
Faktor bayi (high risk infants)
a. bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat high risk; b. bayi yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram;
3
c. bayi yang berat badan lahir lebih dari 4000 gram; d. bayi yang dilahirkan dari kehamilan kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42 minggu; e. bayi yang berat badan lahir kurang dari berat badan lahir menurut masa kehamilannya (small for gestasional age); f. bayi yang nilai Apgarnya kurang dari 7; g. bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau kelainan kongenital; h. bayi yang lahir dalam keluarga yang mempunyai problema sosial (perceraian, perkawinan dengan lebih dari satu istri, perkawinan tidak sah). Analisis faktor-faktor yang telah disebut di atas menunjukkan bahwa banyak hal yang dapat mempengaruhi kematian perinatal dapat diperkirakan sebelumnya. Sebagian faktor-faktor itu dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. Usaha-usaha yang dapat dilaksanakan untuk memperbaiki angka kematian perinatal ialah : a. perbaikan keadaan sosial ekonomi; b. kerjasama yang erat antara ahli obstetri, ahli kesehatan anak, ahli kesehatan masyarakat, dokter umum, bidan, dan perawat untuk kesejahteraan ibu dan anak; c. pemeriksaan postmortem terhadap sebab-sebab kematian perinatal; d. pendaftaran kelahiran dan kematian janin serta kematian bayi secara sempurna; e. perbaikan kesehatan ibu dan pengawasan antenatal yang baik, antara lain memperbaiki keadaan gizi ibu dan menemukan high risk mothers untuk dirawat dan diobati; f. ibu dengan high rish pregnancy hendaknya melahirkan di rumah sakit yang memiliki fasilitas yang cukup; g. perbaikan teknin diagnosis gawat-janin h. persediaan tempat perawatan yang khusus untuk berat badan lahir rendah; i. perbaikan resusitasi bayi yang lahir dengan asfiksia dan perbaikan dalam teknik perawatan bayi baru lahir terutama bayi prematur; j. penyelidikan sebab-sebab intrauterine undernutrition;
4
k. pencegahan infeksi secara sungguh-sungguh DIAGNOSIS(4,5,7)
2.3
Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat berkurang
Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya.
Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
Penurunan berat badan
Perubahan pada payudara atau nafsu makan.
Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus
Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
Terhentinya perubahan payudara
Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tidak teraba gerakan-gerakan janin
Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
Auskultasi Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung janin Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
5
Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)
Tanda nanjouk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
Kepala janin terkulai Pada pemeriksaan ultrasonografi (usg) tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan
tunkai janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak (spalding sign), dan reduksi cairan yang abnormal. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar gonadotropin korionik manusia (Human Chorionis Gonadotropin/ HCG) mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan. Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus, anticardiolipin antibody. Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab kematian janin. 2.4
PROTOKOL INVESTIGASI(2,4,9) Bertujuan untuk : 1.
Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiology
2.
Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa tromboplastin parsial
secara
periodik, terutama bila janin dipertahankan dalam kandungan lebih dari 2
minggu. 3.
Mencari penyebab kematian janin.
6
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier: 1. Deskripsi bayi -
malformasi
-
bercak noda
-
warna kulit
-
maserasi
2. Tali Pusat -
prolaps
-
pembengkakan leher, lengan dan kaki
-
hematoma atau striktur
-
jumlah pembuluh darah
-
panjang tali pusat
3. Cairan Amnion -
warna – mekoneum, darah
-
konsistensi
-
volume
4. Plasenta -
berat plasenta
-
bekuan darah dan perlengketan
-
malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
-
edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion -
bercak/noda
-
ketebalan
Grade Maserasi pada IUFD :
Grade 0 (durasi < 8 jam) kulit kemerahan ‘setengah matang’.
Grade I (durasi > 8 jam)
Grade II (durasi 2-7 hari) kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.
Rongga toraks dan abdomen
Grade III (durasi >8 hari) hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,
7
Mungkin terjadi mumifikasi. 2.5
KOMPLIKASI(2,8) 1. Gangguan psikologis ibu dan keluarga 2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi
sangat kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme pembentuk gas seperti Clostridium welchii. 3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu, dapat terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan, kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi maternal. 4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post partum. 2.6
PENCEGAHAN(2) Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta. 2.7
PENATALAKSANAAN(2,6) Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.
Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk segera diintervensi. Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi pada salah satu dari bayi kembar. Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin,
8
rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam. Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan uterus pasca sectio caesarea ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri. Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25 μg pervaginam/6jam. Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu mengungkap penyebab kematian janin. Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam, tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam dan tidak memungkinkan untuk dilakukan sectio caesarea.
BAB III KESIMPULAN
9
IUFD adalah kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu
dimana janinsudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian janin terjadi menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki 8 bulan.
Beberapa penyebab IUFD adalah:
- Ketidak cocokan golangan darah, rhesus ibu dan bayinya. - Berbagai penyakit pada ibu hamil - Kelainan kromosom - Trauma saat hamil. - Infeksi pada ibu hamil - Kelainan bawaan bayi
Kematian janin dalam kandungan ( Intra Uterine Fetal Death ) berkaitan erat
dengan angka kematian perinatal karena angka kematian perinatal ini merupakan parameter dini keadaan pelayanan kesehatan dan
mencerminkan kemajuan sosial
ekonomi suatu negara.
Diagnosis kematian janin dalam kandungan dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,
maternal, plasenta maupun dengan 25 % – 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya.
Pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif juga pengetahuan ibu
tentang kesejahteraan janinnya dapat digunakan untuk mendeteksi dini penurunan kesejahteraan janin yang berakibat pada IUFD dan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat dihindari.
Usaha mengakhiri kehamilan pada IUFD dilakukan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut pada ibu.
IUFD sangat mempengaruhi pasien secara emosional, sehingga dibutuhkan
dukungan moral dari keluarga maupun dokter yang menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA
10
1.
Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Kesembilan. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.
2.
Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua. 2009. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
3.
Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill. USA.
4.
www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.
5.
Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh. 2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta
6.
Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 ’Penyakit dan cedera pada janin dan neonatus’. EGC: Jakarta.
7.
Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ’Kematian Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta
8.
Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.
9.
Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings.
11