BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa Komunikasi massa merupakan sub ilmu komunikasi. Oleh karena proses
komunikasi dapat dilakukan dengan alat Bantu primer maupun sekunder, maka disini kita memahami komunikasi massa sebagai upaya berkomunikasi dengan alat Bantu sekunder masal, yaitu media massa. Secara umum kita bisa menyimpulkan bahwa komunikasi massa adalah upaya melakukan hubungan persamaan dengan menggunakan media massa sebagai alat Bantu. Dalam ilmu komunikasi, kita juga mendalami komunikasi antar personal, kelompok, dan komunikasi antar budaya, selain komunikasi massa. akan tetapi apabila kita bicara dalam tataran sub-disiplin ilmu, seringkali komunikasi massa disejajarkan dengan sub-disiplin ilmu lain dibawah disiplin ilmu komunikasi, seperti komunikasi pemasaran dan hubungan masyarakat. Terkadang komunikasi massa juga dihadirkan sebagai sub-disiplin ilmu dengan nama lain, seperti publisistik, jurnalistik, media massa, atau penyiaran (broadcasting).6 Selain definisi tadi, masih ada definisi lain mengenai komunikasi massa, yaitu
komunikasi
massa
adalah
merupakan
bentuk
komunikasi
yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh
6
Onong Uchjana E, Ilmu komunikasi teori dan praktek, Jakarta PT.Remaja Rosdakarya Bandung, hal : 10
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
(terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.7 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Manusia diciptakan untuk hidup berkelompok dan menyatu satu dengan yang lainya, karena manusia adalah mahluk hidup yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain atau sering kita sebut sebagai mahluk hidup. Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan orang lain dalam bertukar pikiran dan saling berbagi rasa dalam bertukar pikiran untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan berkomunikasi dengan satu sama lainnya. Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan antara manusia yang saling tukar menukar pikiran atau pendapat antar komunikan dan komunikator. Komunikasi juga diartikan sebagai hubungan kontak antar manusia baik dengan individu maupun kelompok. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik dan benar untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? Paradigma Laswell ini menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan yaitu 8 1.
Komunikator ( Comunicator, source, sender ) : Orang yang menyampaikan pesan.
2.
Pesan (Message) : Pertanyaan yang didukung oleh lambing.
7
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media,
8 Onong Uchjana E, Ilmu Komunikasi teori dan praktek, Jakarta PT. Remaja RosdakaryaBandung, Hal: 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
3.
Media ( Chanel, media ) : Sarana yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya dan banyak jumlahnya.
4.
Komunikan ( Cominicant, Comunicates, Receiver, Recipent ) : Orang yang menerma pesan .
5.
Effek ( Effect, Impact, Influence ) : Dampak sebagai pengaruh pesan.
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator
komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak-khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (Defleur dan Dennis McQuail, 1985). Karakteristik dari komunikasi massa, diantaranya: 9 1. Komunikator terlembagakan. Karena media massa adalah lembaga social bukan orang per orang. 2. Pesan bersifat umum. Komunikasi massa ditunjukan untuk semua orang. 3. Komunikannya anonim dan heterogen. Tidak saling kenal dan terdiri dari pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang, sosial, budaya, agama dan pendidikan. 4. Media
9
massa
juga
menimbulkan
Riswanadi, Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu 2009 h al: 103.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
keserempakan
dan
11
keserentakan penerima oleh massa. Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya adalah, komunikan atau khalayak yang menjadi sasaran pesan yang heterogen, luas, dan anonim tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan menerima pesan yang sama pula. 5. Komunikasi massa mengutamakan isi ketimbang hubungan. Dimensi isi merujuk pada muatan atau isi komunikasi. 6. Komunikasi bersifat satu arah. 7. Simulasi alat indera terbatas, tergantung pada jenis media massa. 8. Umpan balik tertunda dan tidak langsung. Respons audiens atau pembaca tidak langsung diketahui seperti pada komunikasi antar pribadi. 2.1.3
Fungsi Komunikasi Massa Menurut Dominick, seorang pakar komunikasi, fungsi komunikasi
massa
bagi
masyarakat
terdiri
dari
surveillance
(pengawasan),
interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai-nilai), dan entertainment (hiburan). Fungsi pengawasan komunikasi media massa dibagi menjadi dua bentuk utama, yaitu: 1. Pengawasan peringatan, 2. Pengawasan instrumental. Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Sedangkan dalam fungsi linkage (pertalian), media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minta yang sama tentang sesuatu. Fungsi penyebaran tidak begitu kentara. Fungsi ini disebut juga sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Sedangkan untuk fungsi terakhir yang disebut, tidak perlu diperjelas lagi bahwa komunikasi massa melalui media massa menghadirkan hiburan yang dapat dibilang cukup banyak dan beragam, terutama media massa seperti televisi.
2.2
Media Massa Media massa yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media
massa yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instantaneous).10 Bentuk – bentuk dari media massa adalah sebagai berikut : 1. Media Cetak Media cetak yang digunakan sebagai komunikasi terdiri dari : a. Surat Kabar Surat kabar merupakan media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar dalam massa orde baru 10
Ardianto, 2005 : 39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
mempunyai misi menyebarluaskan pesan – pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia.11 b. Majalah Majalah dibagi dalam lima kategori utama, yaitu : 1. General costumer magazine, majalah ini diperuntukkan untuk siapa saja. 2. Business publication, melayani secara khusus informasi bisnis, industri, atau profesi. 3. Literacy reviews and academic journal, majalah yang mengkritik sastra dan ilmiah. 4. Newsletter, majalah dengan bentuk khusus. 5. Public realtion magazines, diterbitkan oleh perusahaan dan dirancang untuk sirkulasi pada perusahaan, karyawan agen, pelanggan, dan pemegang saham.12 2. Film Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas juga termasuk yang disiarkan televisi.13 3. Media Online Internet berkembang begitu pesat di dunia dan menggantikan fungsi dari buku sebagai jendela dunia.
11
Ardianto, 2005 : 104 Ardianto, 2004 : 107 - 108 13 Cangara, 2003 : 138 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
4. Media Elektronik Media elektronik terdiri dari : a) Radio Media radio siaran termasuk pada media elektronik yang sifatnya khas sebagai media audio (didengar). Karena itu, ketika khalayak menerima pesan – pesan dari pesawat radio siaran, khalayak berada dalam tatanan mental yang pasif dan bergantung pada jelas tidaknya kata – kata yang diucapkan oleh penyiar.14 b) Televisi Media ini merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya, yaitu bersifat audio visual.15 2.2.1 Televisi Sebagai Media Massa Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa yang merupakan suatu sistem penerima gambar dan suara yang dikirim oleh stasiun televisi dari suatu tempat sehingga dapat dilihat di suatu tempat yang lain dari jarak jauh dengan menggunakan alat penerima. Televisi juga sebagai media massa elektronik. Pengertian televisi menurut J.B Wahyudi dalam bukunya “Media Komunikasi Massa sebagai berikut : Wahyudi menyatakan bahwa “Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu Tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, visi yang berarti penglihatan. Dengan demikian berarti televisi yang dalam bahasa
14 15
Ardianto, 2005 : 40 Ardianto, 2005 : 40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
inggrisnya Television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi disuatu tempat (studio) dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa televisi adalah salah satu bentuk media massa yang memancarkan suara dan gambar sehingga reproduksi dari kenyataan yang disiarkan lewat gelombang elektro magnetik, sehingga dapat diterima oleh pesawat penerima di rumah.16 Adapun kelebihan media televisi dari media lainnya adalah karena audio visual, dapat dilihat dan didengar “hidup” menggambarkan kenyataan, dan langsung menyajikan peristiwa yang tengah terjadi kesetiap rumah pemirsa. Televisi merupakan media yang terpadu antara radio dan televisi dan kelebihan inilah televisi difokuskan sebagai : “Salah satu bentuk mass media yang memancarkan suara dan gambar (audio visual) yang berarti sebagai reproduksi dari pada kenyataan yang disiarkannya melaui gelombang-gelombang elektromagnetik sehingga dapat diterima oleh pesawat-pesawat penerima di rumah”. (Palapah & Syamsudin) Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa televisi merupakan generasi baru media elektronik yang dapat menyampaikan pesan-pesan secara audio visual dan serentak. Pesan yang disampaikan oleh televisi dapat berupa gambar diam atau bergerak atau hidup. Bila disajikan secara
16
Wahyudi, J.B, Media Komunikasi Massa, Bina Cipta, Jakarta, 1996.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
kreatif, televisi dapat menyuguhkan realita yang ada. Oleh karena itu televisi dapat berhasil memikat khalayak dari media massa lainnya. Televisi adalah salah satu medium komunikasi massa yang mempunyai beberapa karakteristik dasar yang membedakan dengan media komunikasi lainnya: 1. Televisi adalah medium audio visual. Sebagai medium audio visual, televisi tidak hanya dapat menghadirkan kata-kata tetapi juga suara gaduh, musik dan perubahan pada suara. 2. Televisi adalah medium dengan waktu terbatas, artinya programprogram yang disiarkan terbatas, sehingga pemirsa tidak mempunyai kesamaan untuk memilih bagian-bagian yang penting pengulangan kembali apa yang telah kita lihat. 3. Televisi mempunyai jumlah saluran yang terbatas. Bagian dalam masalah ini adalah soal hak untuk mengembangkan siaran dengan sistem Very High Frequency (VHF) sebelum menggunakan sistem Ultra High Frequency (UHF). 4. Televisi adalah medium dengan kompleksitas yang tinggi dan biaya pengoperasian teknik demikian tinggi. Mengenai jenis siaran televisi J.B. Wahyudi, membagi menjadi tiga golongan besar, yaitu : a. Siaran berita, bertitik tolak dari pengertian berita b. Siaran non berita, biasanya siaran-siaran yang tidak memiliki nilai politik dan strategis, disini yang diutamakan adalah keindahan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
sasarannya adalah kepuasan penonton. Masuk dalam kategori siaran televisi non berita adalah sandiwara, penerangan umum, acara-acara yang tidak memiliki nilai politik dan strategis. c. Siaran iklan adalah siaran yang khusus untuk promosi suatu produk. Kesimpulan dari pendapat di atas, ada tiga golongan dalam siaran televisi, yaitu siaran berita yang didasarkan pada berita, siaran non berita berupa tayangan acara-acara yang bersifat menghibur dan tidak memiliki nilai politik dan strategis, dan siaran iklan yang berfungsi untuk mempromosikan suatu produk. 2.2.2 Program Televisi Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu: 1. Program Informasi (berita) yang dibagi ke dalam dua jenis , yaitu: a. Berita Keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
b. Berita Lunak (soft news) yang merupakan kombinasi dari fakta, gosip, dan opini seperti halnya talk show. 2. Program Hiburan (entertainment) yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: a. Musik b. Drama permainan (game show) c. Pertunjukan (variety show) Menurut Vane-Gross (1994) menentukan jenis program berarti menentukan atau memilih daya tarik (appeal) dari suatu program. Adapun yang dimaksud dengan daya tarik di sini adalah bagaimana suatu program mampu menarik audiennya. Menurut Vane-Gross: the programmers must select the appeal through which the audience will be reached (programer harus memilih daya tarik yang merupakan cara untuk meraih audien).17 Selain pembagian jenis program berdasarkan skema di atas, terdapat pula pembagian program berdasarkan apakah suatu program itu bersifat faktual atau fiktif (fictional). Program faktual antara lain meliputi: program berita, dokumenter atau reality show. Sementara program yang bersifat fiktif antara lain program drama atau komedi.18
17
Edwin T. Vane, Lynne S. Gross : Programming fot Tv, Radio and cable, Focal Press, Boston, London, 1994. 18 Morissan, M.A. Manajemen Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio & Televisi. Edisi Revisi, Cetakan ke-3. Kencana Prenada Media Group,2008. Hal.117-118.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.2.3
Karakteristik Televisi Di tinjau dari simulasi alat indra,dalam radio siaran,surat kabar dan
majalah hanya satu alat indra yang dapat menstimulus. Radio siaran dengan indra pendengaran, surat kabar dan majalah dengan penglihatan. Namun berbeda dengan media-media tersebut, televisi memiliki karakteristiknya senidiri sebagai berikut : a. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat dilihat dan di dengar. Jadi apabila khalayak radio hanya dapat di dengar dengan katakata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi hanya dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian tidak berarti gambar lebih penting dari kata-kata. b. Berpikir dalam gambar Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah visualisasi,y ang menerjemahkan katakata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dan yang kedua adalah penggambaran, kegiatan merangkai gambar-gambar secara individual sedemikian rupa, sehingga kontuinitasnya mengandung makna tertentu. c. Pengoperasian lebih Kompleks Dikatakan lebih kompleks karena melibatkan banyak orang untuk dapat memproduksi suatu program televisi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2.2.4
Fungsi Televisi Televisi, adalah sebuah media yang tergolong paling unik dalam
sejarah penemuan media saat ini. Jalur komunikasi yang memadukan dua unsur yaitu audio dan visual membuat media ini lebih mudah untuk dinikmati dibandingkan dengan media yang lain yang hanya memadukan satu jalur komunikasi saja. Misalnya koran yang hanya bisa dinikmati dengan kemampuan mata untuk membacanya, atau radio yang hanya bisa kita nikmati dengan kemampuan mendengarkan saja. Sedangkan televisi, memberikan kelebihan dibanding dengan media yang lain antara lain:19 a) Televisi dapat dinikmati dengan mudah. Televisi seolah-olah menjadi wakil mata pemirsa yang langsung bisa melihat kenyataan tanpa harus berimajinasi seperti kita membaca koran ataupun ketika kita mendengarkan radio. b) Jangkauan pemirsa dalam televisi lebih banyak ketimbang media yang lain. Karena televisi dapat dinikmati aksesnya oleh semua kalangan baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lanjut usia. c) Televisi adalah media yang relatif murah dibanding media yang lain. Untuk menoton film, masyarakat tak perlu lagi berbondong-bondong pergi ke bioskop, tetapi cukup bisa melihat melelui televisi. Televisi tidak perlu berlangganan untuk mengakses cenel nasional yang telah disediakan. Berbeda 19
Shirley Biagi. Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta: Salembba Humanika. 2010
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dengan koran atau internet yang harus mengeluarkan uang ketika kita akan menikmatinya. d) Televisi adalah media yang luas jangkauanya. Semua kalangan hingga ke pelosok negeri telah mengenal media televisi ini dalam kehidupan sehari-harinya. e) Televisi tak hanya mampu menyalurkan informasi saja sebagai fungsi media, akan tetapi televisi mempunyai kemampuan lebih untuk menyajikan acara hiburan dibandingkan dengan media yang lainya. Itulah yang menjadi alasan mengapa media ini memberikan peranan yang lebih besar dalam mempengaruhi masyarakat dibandingkan dengan media yang lain. 2.2.5
Program Reality Televisi Reality show adalah acara yang menampilkan realita kehidupan
seseorang yang bukan selebritis (orang awam), lalu disiarkan melalui jaringan TV, sehingga bisa dilihat oleh masyarakat. Reality show tiidak sekedar mengekspose kehidupan orang, tetapi juga menjadi ajang kompetisi, bahkan menjahili orang. (Widyaningrum Dan Christiastuti, 2004). Teknis penyajian acara reality show dalam penyajiannya acara reality show terbagi menjadi 3 jenis (Harmandini, 2005) : 1. Decusoap (Documenter Dan Soap Opera) yaitu gabungan dari rekaman asli dan plot. Disini penonton dan kamera menjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
pengamat pasif dalam mengikuti orang-orang yang sedang menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Baik yang secara profesional
maupun
pribadi.
Dalam
hal
ini
produser
menciptakan plot sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan. Sehingga akhirnya terbentuk cerita 30 menit tap episode. 2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang dalam situasi yang sudah diatur. 3. Reality Game Show yaitu sejumlah kontestan yang direkam secara
intensif
dalam
suatu
lingkungan
khusus
guna
memperebutkan hadiah. Fokus dari acara ini para kontestan menjalani kontes dengan tipu muslihat sampai reaksi yang menang dan kalah.20 2.3
Konstruksi Sosial Bagi Barger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu
yang diturunkan oleh tuhan, tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksi 20
masing-masing.
Sebut
saja
misalnya
mengenai
demonstrasi
http:///Elib.Unikom.Ac.Id/File/Disk1/456/Jbptunikompp-Gdl-Luthfanhad-22797-5-Unikom_1-i.pdf
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
mahasiswa. Satu kelompok bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, di luar batas, dan mengganggu masyarakat serta dijadikan alat permainan elite politik tertentu. Tetapi orang dari kelompok sosial yang lain bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu, memperjuangkan nasib rakyat, dan berjuang tanpa pamrih. Konstruksi yang mereka buat itu dilengkapi dengan legitimasi tertentu, sumber kebenaran tertentu, bahwa apa yang mereka katakan dan percayai itu adalah benar adanya, punya dasar yang kuat. Selain plural, konstruksi sosial itu juga bersifat dinamis. Demonstrasi mahasiswa sebagai produk dari konstruksi sosial, selalu terjadi dalam sebuah dialektika sosial. Dalam level individu, dialektika berlangsung antara faktisitas objektif dan makna subjektif demonstrasi mahasiswa bagi individu. Sementara dalam level sosial, pluralitas konstruksi terhadap demonstrasi mahasiswa mengalami proses dialektis pula. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas tersebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus. Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interprestasi, dan hasil relasi antara individu dan objek. Bagaimana kita menerapkan gagasan Berger mengenai konstruksi realitas ini dalam konsteks berita? sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari realitas, ia haruslah dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Wartawan bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang rill. Di sini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dan fakta. Dalam proses internalisasi, wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut. Misalnya, kerusuhan antar suku disampit. Yang pertama terjadi mungkin proses eksternalisasi. Wartawan yang datang kesampit, mempunyai kerangkan pemahaman dan konsepsi tersendiri tentang peristiwa sampit ini. Ada yang melihat peristiwa sampit sebagai kepentingan orde baru untuk menjatuhkan Gusdur. Ada juga yang melihat kasus sampit sebagai masalah budaya : pertentangan antar suku madura dan suku dayak. Ada yang melihat kasus sampit sebagai masalah politik : rebutan kekuasaan, baik ditingkat lokal maupun orang pusat yang memperebutkan jabatan. Berbagai skema dan pemahaman itu diapakai untuk menjelaskan peristiwa dan fenomena yang terjadi disampit. Proses selanjutnya adalah internalisasi. Ketika wartawan berada di sampit, ia melihat begitu banyak peristiwa. Ada mayat yang terpotong kepalanya, ada rumah yang terbakar, dan berbagai peristiwa yang lain. Aneka peristiwa tersebut diinternalisasi dengan cara dilihat dan diobservasi oleh wartawan. Terjadi proses dialektika antara apa yang ada dalam pikiran wartawan dan apa yang dilihat oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
wartawan. Berita, karenanya, adalah hasil dari interaksi antara kedua proses tersebut. 21 Demikian halnya ketika seseorang melakukan wawancara. Ketika seseorang mewawancarai narasumber, disana terjadi interaksi antara wartawan dan narasumber. Realitas yang terbentuk dari wawancara tersebut adalah produk interaksi antara apa yang dikatakan oleh narasumber dan ditulis sedemikian rupa ke dalam berita. Di sana juga ada proses eksternalisasi : pertanyaan yang diajukan dan juga sudut penggambaran yang dibuat oleh pewawancara yang membatasi pandangan narasumber. Belum termasu bagaimana hubungan dan kedekatan antara wartawan dan narasumber. Proses dialektis di antara keduanya yang menghasilkan wawancara yang kita baca di surat kabar atau kita lihat di televisi.22 2.3.1
Konstruksi Sosial Media Massa Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak
bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak
21 22
Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS, 2002, Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, Dan Politik Media. LkiS, 2002, hal 18-20.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingankepentingan (Bungin, 2008: 192). Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Secara singkat, manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).23 Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan konstruksi; tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 188-189). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme,
keberpihakan
semu
kepada
masyarakat,
keberpihakan kepada kepentingan umum. Burhan Bungin. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal.203
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2. Tahap sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. 3. Tahap
pembentukan
konstruksi
konstruksi
berlangsung
melalui:
realitas. (1)
Pembentukan
konstruksi
realitas
pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya
untuk
terlibat
dalam
pembetukan
konstruksi. Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara
obyektif.
Individu
mengkostruksi
realitas
sosial
dan
merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa
membuat
gambaran
tentang
realitas.
Untuk
itu,
peneliti
menggunakan paradigma ini sebagai pandangan dasar untuk melihat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
bagaimana harian Media Indonesia memaknai, memahami dan kemudian membingkai realitas partai Golkar ke dalam bentuk teks berita.24 2.3.2
Program 86 Net TV 86 merupakan tontonan yang segar dan dapat memacu adrenaline
yang ditayangkan di NET. TV setiap hari pukul 21:00 WIB. Tidak hanya kita dapat mengikuti aksi polisi Indonesia dalam penggerebekan, tetapi kita juga diajak untuk menyaksikan kejadian yang sesungguhnya terjadi di lapangan serta melihat sedikit sisi lain dari kehidupan pribadi polisi sebagai manusia biasa dan kedekatan mereka dengan keluarganya. 86 memperlihatkan pekerjaan polisi Indonesia mulai dari kegiatan yang ringan, seperti mendisiplinkan pengguna lalu lintas, sampai kasus berat kepolisian.25
2.4
Citra Citra adalah image: the impression, the feeling, the conception which the
public has of a company; a consciously created impression of an object , person or organization (citra adalah perasaan, gambaran diri public terhadap perusahaan, organisasi atau lembaga; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi (Ardianto, 2011:62). Citra dengan sengaja diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Istilah lain citra adalah favourable opinion (opini 24
Burhan Bungin. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal.188-189. 25
http://www.netmedia.co.id/program/408/86
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
public yang menguntungkan). Citra adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite atau aktifitas. Setiap perusahaan mempunyai citra baik citra positif ataupun citra negatif sesuai dengan jumlah orang memandangnya. Tugas perusahaan dalam membangun citranya dengan mengidenfikasikan citra seperti apa yang ingin di bentuk di mata public atau masyarakat. Berikut ini merupakan pengertian citra perusahaan dari berbagai para ahli, yaitu : Kotler dan Keller (2009:607) mengemukakan, pengertian citra sebagai berikut “image is the set of beliefs, ideas, and impressions that a person holdsregaerding an object. People’s attitude and actions towards an object are highly conditioned by that object’s image”. Artinya citra terdiri dari kepercayaan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang terhadap sebuah objek. Sebagian besar sikap dan tindakan orang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh image suatu objek. Jefkins dalam soemirat dan Ardianto, (2007:114), mendefinisikan citra perusahaan sebagai berikut: Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk oleh banyak hal. Hal- hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan- keberhasilan dibidang keuangan yang pernah diraihnya, sukses ekspor, hubungan industry yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang besar, kesediaan turut memikul tanggung jawab social, komitmen mengadakan riset,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
sebagainya”. Menurut Siswanto Sutojo yang dikutip dalam buku Handbook of Public Relation (Ardianto, 2011:63) citra perusahaan dianggap sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan atau organisasi. Persepsi seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai macam keputusan penting. Menurut Siswanto Sutojo yang dikutip Ardianto (2011:63) manfaat citra perusahaan yang baik dan kuat yakni : 1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap Perusahaan berusaha memenangkan persaingan pasar dengan menyusun stategi pemasaran taktis. 2. Menjadi perisai selama krisis Sebagian besar masyarakat dapat memahami atau memaafkan kesalahan yang dibuat perusahaan dengan citra baik, yang menyebabkan mereka mengalami krisis. 3. Menjadi daya tarik eksekutif handal, yang mana eksekutif handal adalah aset perusahaan. 4. Meningkatkan efektivitas strategi pemasaran. 5. Menghemat biaya operasional karena citranya yang baik. Menurut Petty dan Cacioppo, 1986 dlam Cornelissem (2000:120) berbagai tingkat pemahaman dalam konsep citra perusahaan didasarkan atas hubungan antara tingkat keterlibatan individu dengan objek dan tingkat dari pengembangan citra terhadap suatu objek. Keterlibatan tersebut dilihat sebagai sebuah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
konsekuensi dari kapasitas proses informasi bagi setiap individu sehingga memotivasinya terhadap objek tersebut. Sebuah tingkat keterlibatan yang tinggi memiliki hubungan dengan sebuah tingkat dari pengembangan. 2.4.1
Macam Citra Praya (1990) dalam Cornelissem (2000:120) mengenalkan tiga
macam citra perusahaan berdasarkan tingkat pengembangannya: 1. Citra dilihat dari sebuah jaringan atau bagan struktur yang kompleks (pengembangan tingkat tinggi/ high elaboration ).
2. Citra dilihat dari suatu sikap penilaian (pengembangan tingkat menengah /midlle elaboration ). 3. Citra dilihat
dari suatu
kesan global
yang sederhana
(pengembangan tingkat rendah/ low elaboration )
Citra perusahaan yang baik merupakan sebuah asset bagi kebanyakan perusahaan, karena citra perusahaan memiliki suatu dampak terhadap persepsi pelanggan dari komunikasi dan operasi perusahaan yang sangat menghormati pelanggan. 2.4.2
Fungsi citra Gronroos (1990:169) menyebutkan citra mempunyai dua fungsi: 1. Citra perusahaan merupakan komunikasi dengan berbagai harapan. 2. Citra perusahaan merupakan sebuah fungsi dari pengalaman yang paling baik sebagaimanan berbagai harapan pelanggan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Menurut Nguyen dan LeBlanc (1988:55) ada sejumlah item sebagai kontribusi di dalam membangun citra perusahaan yaitu tradisi, ideologi, nama perusahaan, reputasi, berbagai tingkat harga, keragaman jasa dan kualitas komunikasi yang dimiliki setiap karyawan dalam menyampaikan jasa perusahaan, identitas perusahaan, tingkat dan kualitas dari media periklanan serta sistem penyampaian jasa. Sedangkan menurut Kennedy (1977) dalam Nguyen dan LeBlanc (1988:55) menyatakan bahwa secara prinsip ada dua komponen citra perusahaan yaitu fungsional dan emosional. Komponen fungsional berkaitan dengan komponen yang yang bersifat nyata ( tangible ) sehingga pengukurannya lebih mudah, sedangkan komponen emosional berkaitan dengan bentuk psikologis yang ditunjukkan melalui berbagai perasaan dan sikap. Gronroos (1984) dalam Nguyen dan LeBlanc (1988:55) berpendapat bahwa citra dibangun sebagian besar melalui technical quality (kualitas teknik) seperti manfaat apa yang diterima pelanggan dari pengguna jasa dan functional quality (kualitas fungsional), yaitu bagaimana cara perusahaan menyampaikan jasa tersebut. 2.5
Konstruksi Realitas Berger dan Luckman (Alex Sobur, 2009: 91), mendefinisikan konstruksi
sosial sebagai pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan sosial. Realitas sosial menurut keduanya terbentuk secara sosial. Dalam hal ini pemahaman “realitas” dan “pengetahuan” dipisahkan. Mereka mengakui realitas objektif, dengan membatasi realitas sebagai “kualitas” yang berkaitan dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
fenomena yang kita anggap berada diluar kemauan kita sebab fenomena tersebut tidak bisa ditiadakan. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita seharihari. Dalam pemahaman konstruksi Berger, untuk memahami realitas/peristiwa terjadi dalam tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagi moment yaitu, pertama, tahap eksternalisasi yaitu usaha pencurahan diri manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik. Kedua, objektifasi yaitu hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun mental. Ketiga, internalisasi, sebagai proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga proses tersebut saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam rangka pemahan tentang realitas. konstruksi secara konseptual sebagai upaya penyusunan beberapa peristiwa, keadaan, atau benda secara sistematis menjadi sesuatu yang bermakna. Sedangkan realitas merupakan peristiwa, keadaan, dan benda. Sehingga definisi konstruksi realitas adalah pengaturan kata-kata membentuk frase, klausa, atau kalimat yang bermakna untuk menjelaskan atau menggambarkan suatu kualitas atau keadaan aktual, benar, atau nyata. 26 Fakta atau realitas sosial yang didapat di lapangan, diolah dan dipersepsikan. Proses pembentukan persepsi realitas tersebut melalui tahap seleksi, ada fakta yang ditangkap, ada yang tidak ditangkap. Keterbatasan dalam
26
(Fahri Firdusi, 2007) Ibnu Hamad (2004: 11) dalam bukunya yang berjudul Konstruksi Realitas Politik
dalam Media Massa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
mempersepsi realitas ini bukan karena keterbatasan manusia saja, namun juga karena fakta tersebut sengaja diseleksi karena pertimbangan moral, etika ataupun politis. (Mursito BM, 2006:168) Jakob Oetama dalam Mursito BM (2006:160), menggambarkan hubungan antara peristiwa dengan berita sebabagi berikut. “Peristiwa menjadi berita bukan hanya karena kejadian itu ada, tetapi juga karena peristiwa itu diperoleh dan dibangun menjadi berita oleh wartawan dari dan bersama orang-orang lain dalam masyarakat dan dalam lingkungan kerjanya” Fakta yang sudah dipersepsi, kemudian diinterpretasi, ditafsirkan. Interpretasi merupakan proses kegiatan pemberian makna terhadap fakta/realitas sosial. Ada 2 faktor yang mempengaruhi penginterpretasian realitas sosial. Pertama, faktor internal, yaitu kejujuran, kebenaran, dan objektivitas yang dianut. Kedua, faktor eksternal yang berupa kebijakan redaksional. Selanjutnya adalah proses simbolisasi, yaitu kegiatan mengubah pikiran atau perasaan menjadi bentuk yang dapat diamati oleh indera, yang kemudian diartikan sebagai penulisan fakta dalam bentuk berita. (Mursito BM, 2006: 172). Demikianlah proses rekonstruksi realitas sosial tersebut berubah, yaitu dari realitas empirik, menjadi sebuah realitas baru, realitas media. Dengan kata lain, realitas yang terdapat dalam berita merupakan realitas kedua, realitas hasil konstruksi yang diwujudkan dalam teks. Peter L. Berger dalam Eriyanto menyatakan bahwa realitas tidak dibentuk secara ilmiah, atau diturunkan oleh Tuhan, tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Hasilnya adalah wajah plural dari realitas itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tiap individu dalam mengonstruksi realitas. Tiap orang memiliki frame
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
of reference dan field of experience yang berbeda-beda, sehingga mereka secara bebas memaknai suatu hal dan mengonstruksi realitas yang mereka inginkan berdasarkan kerangka berpikir masing-masing. Konstruksi realitas yang dihasilkan memiliki dasar tertentu yang menyebabkan mereka meyakini kebenaran dari kostruksi tersebut. Berbagai konstruksi realitas yang dibuat individu menghasilkan konstruksi sosial atas realitas tertentu. Selain itu, konstruksi sosial bersifat dinamis. Di dalamnya terjadi proses dialektis antara realitas subjektif dan realitas objektif. Realitas subjektif berkaitan dengan interpretasi dan pemaknaan tiap individu terhadap suatu objek. Hasil dari relasi antara objek dan individu menghasilkan penafsiran, yang berbeda-beda berdasarkan beraneka ragam latar belakang individu tersebut. Dimensi objektif dari realitas berkaitan dengan faktor- faktor eksternal yang ada di luar objek, seperti norma, aturan, atau stimulan tertentu yang menggerakkan objek. Teori konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi,
sebagaimana ia mempengaruhinya melalui
proses
internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif). Masyarakat merupakan produk manusia dan manusia merupakan produk masyarakat. Baik manusia dan masyarakat saling berdialektika diantara keduanya. Masyarakat tidak pernah sebagai produk akhir, tetapi tetap sebagai proses yang sedang terbentuk. Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa atau keadaan. Realitas tersebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, atau wartawan, dengan fakta. Konstruktivisme memandang realitas sebagai sesuatu yang ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersikap lokal dan spesifik, serta tergantung pada pihak yang melakukannya. 2.6
Framing Analisis framing termasuk metode analisis media yang terbilang baru. Ia
banyak mendapat pengaruh dari teori sosiologi dan teori psikologi. 27 Analisis framing berkembang berkat pandangan dari kaum konstruksionis. Konsep konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger. Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya yang menghasilkan thesis mengenai konstruksi social atas realitas. Thesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus – menerus. Berger dalam Eriyanto ( 2002 ), mengatakan realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, melainkan dibentuk dan dikonstruksi. Konstruksi ditafsirkan berbeda – beda tergantung dari latar belakang pengalam, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial. Gagasan Berger mengenai konsruksi realitas ini dimasukan dalam konteks berita. Sebuah teks berita bukanlah hasil dari copy realitas, melainkan suatu konstruksi atas realitas. Karenanya sangat potensial bila sebuah peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda oleh media yang berbeda pula. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah 27
Eriyanto, Analisis framing:Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, LkiS 2002. Hal 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
cara – cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, peneonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak – khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Wartawan memutuskan apa yang akan ia beritakan, apa yang ia liput, dan apa yang dibuang, dan apa yang di tonjolkan, dan apa yang harus disembunyikan kepada khalayak. Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan para pembaca menurut Edelman, yang kita ketahui tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Hal ini karena framing menentukan bagaimana realitas itu harus dilihat, dianalisis, dan diklarifikasikan dalam kategori tertentu.28 Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagi kemasan ( Package ) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide – ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa – peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. 29 Yang dimaksud dengan
28
(Fahri Firdusi, 2007) Ibnu Hamad (2004: 11) dalam bukunya yang berjudul Konstruksi Realitas
Politik dalam Media Massa 29
(Fahri Firdusi, 2007) Ibnu Hamad (2004: 11) dalam bukunya yang berjudul Konstruksi Realitas
Politik dalam Media Massa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
kemasan ( package ) adalah gugusan ide – ide yang mengindikasikan tentang isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan – pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan – pesan yang ia terima. Keberadaan suatu package dalam suatu berita terlihat dari keberadaan ide yang didukung oleh perangkat wacana, seperti kata, kalimat, susunan, dan bentuk kalimat, pemakaian gambar atau grafik tertentu yang kesemuanya mengarah kepada idea atau pandangan tertentu yang ingin disampaikan lewat berita yang ditulis. Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklarifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman – pengalaman hidup kita untuk dapat memehaminya. Skematika interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi dan memberi label terhadap peristiwa serta informasi.30 Berdasarkan konsep psikolgi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen – elemen suatu isu tertentu memperoleh alokasi sumber kognitif individu yang lebih besar. Konsekuensinya, elemen – elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan. Asumsi dasar dari framing adalah individu wartawan selalu menyertakan 30
Alex Sobur, Op Cit hlm 163
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
pengalaman hidup, pengalaman social, dan kecenderungan psikologisnya ketika menafsirkan pesan yang dating kepadanya. Kognisi sosial didasarkan pada anggapan umum yang tertanam yang akan digunakan untuk memandang peristiwa khusus sehari – hari.
Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa ini dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realias yang dijadikan berita. Cara melihat ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. 2.7
Robert N. Entman Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar seleksi isu
dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.31 Dalam praktiknya framing dijalankan oleh media massa dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan atau bagian belakang), pengulangan grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan , pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi dan lain-lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perpektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa kemana berita tersebut. 32 Seleksi isu
31 32
Aspek ini berkaitan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung didalamnya ada bagian berita yang dimasukan tetapi ada juga berita yang dikeluarkan. Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan wartawan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.
Eriyanto, Analisis framing:Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, LkiS 2002. Hal 221. Ibid. hal 223
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Penonjolan aspek
Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari isu tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut
telah
dipilih,
bagaimana
aspek tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis?
Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan cerita tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Dalam konsepsi Robert N. Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan
kerangka berfikir tertentu terhadap
peristiwa
yang
diwacanakan. Wartawan memutuskan apa yang akan ia beritakan apa yang diliput dan apa yang harus dibuang, apa yang ditonjolkan dan apa yang harus disembunyikan kepada khalayak. Define Problems (pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? Diangnose Causes (memperkirakan Peristiwa itu disebabkan oleh apa? Apa masalah yang dianggap sebagai penyebab dari atau sumber masalah) suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make Moral judgement (membuat Nilai moral apa yang disajikan untuk keputusan moral) menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau Treatment Recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan (menekankan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa penyelesaian) yang harus Ditempuh untuk mengatasi masalah? Konsepsi Robert N. Entman mengenai framing menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.33 Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bias berarti apa (what), tetapi bias juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sumber masalah. Karena itu masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula. Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen yang dipakai untuk membenarkan/ memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan suatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. Elemen framing lain adalah Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian), elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang
33
Robert N. Entman and Andrew Rojecky, "Freezing Out the Public : Elite and Media Framing of the U.S.
Anti Nuclear Movement", op.cit., hlm. 155.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
dipandang sebagai penyebab. 2.8
Polri Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April
1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam.34
34
http://www.bali.polri.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=27&Itemid=30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
2.8.1
Visi dan Misi Polri Visi Terwujudnya pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima, tegaknya hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif. Misi 1. Melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan; 2. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, responsif dan tidak diskriminatif; 3. Menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang; 4. Menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri; 5. Mengembangkan perpolisian masyarakat yang berbasis pada masyarakat patuh hukum; 6. Menegakkan hukum secara profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan; 7. Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
8. Membangun sistem sinergi polisional interdepartemen dan lembaga internasional maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan da n jejaring kerja (partnership building/networking).35
35
https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php
http://digilib.mercubuana.ac.id/