BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasa dari bahasa latin yang berarti tumbuh tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik, tetapi juga kematangan sosial dan psikologi (Muss, 1968 dalam Kusmiran, 2012). Remaja adalah fase peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, di mana mulai timbul ciri-ciri seks sekunder, terjadi pacu tumbuh, tercapainya fertilitas dan terjadinya perubahan-perubahan kognitif dan psikologik. Remaja sebenarnya berada di antara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga berada dalam tempat yang tidak jelas, oleh karena itu masa remaja sering disebut masa pencarian jati diri (Rohan dan Siyoto, 2013). WHO (2009) menyebutkan, yang dimaksud dengan usia remaja yaitu antara usia 12 sampai usia 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI (2015), batasan usia remaja adalah antara usia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. 2.1.2 Tahap Perkembangan Remaja Tahap perkembangan remaja menurut Handoyo tahun 2010 di bagi atas : 1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik pada remaja merupakan perubahan yang terjadi pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan keterampilan motorik. Sedangkan perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan otot dan tulang, serta matangnya organ seksual dan fungsi reproduksi. 8
9
Kematangan seksual antara remaja putra dan putri terjadi dalam usia yang agak berbeda. Pada remaja pria kematangan seksualnya terjadi antara usia 10-13,5 tahun. Sedangkan pada remaja putri pada usia 9-15 tahun. Untuk remaja laki-laki perubahan ditandai dengan perkembangan organ seksual, mulai tumbuhnya rambut pada kemaluan, perubahan suara serta ejakulasi pertama melalui mimpi basah. Untuk remaja putri ditandai dengan menarche (haid pertama) dan perubahan pada dada (Notoatmodjo, 2007). 2. Perkembangan kognitif Pada remaja motivasi untuk bisa memahami dunia adalah dengan perilaku adaptasi secara biologis. Sehingga remaja mampu membedakan hal-hal atau ide-ide yang lebih penting daripada ide lainnya. Menurut Notoatmojdo (2007), labilnya emosi yang sering terjadi pada remaja berkaitan erat dengan perubahan hormon di dalam tubuh. Sering terjadinya letusan emosi ini dapat menyebabkan amarah, sensitif bahkan perbuatan nekat. Emosi yang tidak stabil mengakibatkan remaja mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Remaja yang memiliki sikap kritis, tersadar melalui perbuatan-perbuatan yang sifatnya eksperimen dan eksploratif cenderung disebabkan karena pertumbuhan kemampuan intelektual remaja. 3. Perkembangan kepribadian dan sosial Perkembangan kepribadian merupakan perubahan cara yang dilakukan individu untuk bisa berhubungan dengan dunia dan mengungkapkan emosinya dengan cara unik. Sedangkan perkembangan sosial adalah perubahan dalam melakukan hubungan terhadap orang lain. Pada masa remaja, perkembangan kepribadian sangat penting untuk pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri berarti proses menjadi seorang yang unik yang berperan penting dalam hidup.
10
2.1.3 Permasalahan Remaja Berbagai Kesulitan dan problematika yang dihadapi remaja sangatlah kompleks. Kebutuhan remaja di desa dan kota sangat berbeda. Pada remaja perkotaan, kehidupan dan kebutuhan remaja semakin menuntut mengikuti kemajuan teknologi. Gaya hidup di perkotaan dapat menyebabkan berbagai masalah psikososial seperti kesulitan belajar penyalahgunaan NAPZA, seks tidak aman. Masalah remaja berasal dari : 1. Individu remaja sendiri antara lain emosi, perubahan pribadi, kesehatan, kebutuhan keuangan, perilaku seks, persiapan berkeluarga, pemilihan pekerjaan, agama dan akhlak 2. Lingkungan sosial sekitar remaja antara lain emosi, sekolah, teman sebaya. 3. Faktor lain di luar lingkungan dekat remaja, seperti mitos, kehidupan sosial, Kehidupan sosial (Kemenkes RI, 2011)
2.2 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) 2.2.1 Pengertian PKPR PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat di jangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Tujuan dari PKPR antara lain meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas, meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus pada remaja, dan meningkatkan
11
keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan remaja (Kemenkes, 2011). 2.2.2 Jenis Kegiatan dalam PKPR Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi : 1. Pemberian Informasi dan edukasi. a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok. b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) Puskesmas. c. Menggunakan
metode ceramah
tanya
jawab,
FGD
(Focus
Group
Discussion), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS). d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai. 2.
Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas adalah : a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
12
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dan lain-lain dalam menghadapi klien remaja yang datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan. c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja. d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan kasus per kasus. 3.
Konseling Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek dari kehidupannya. Tujuan konseling dalam PKPR adalah: a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut. b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain, mempunyai dorongan
13
untuk mempraktekkan prilaku hidup sehat serta menjadi agen pengubah bagi remaja lainnya 4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education (LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya. Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu: a. Pengambilan keputusan : pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. b. Pemecahan masalah : masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik. c. Berpikir kreatif : berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi dalam keseharian hidup secara fleksibel. d. Berpikir kritis : merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata nilai, tekanan teman sebaya, dan media. e. Komunikasi efektif : membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun non verbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya.
14
f. Hubungan interpersonal : membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat menciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk kesejahteraan mental. g. Kesadaran diri : Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. h. Empati : Empati melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita. i. Mengendalikan emosi : keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi dengan benar. j. Mengatasi stres : pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar
atau
merubah cara hidup (lifestyle). Pelaksanaan PKHS di Puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa bahagia bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada temantemannya. 5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya. Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan
15
diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan sebagai konselor remaja. 6.
Pelayanan rujukan. Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalahgunaan NAPZA, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan.
2.3 Pengetahuan 2.3.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Mubarak (2007) adalah :
16
1. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahaminya. Tidak dapat dipungkiri makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. 2. Pengalaman merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik maupun kurang baik akan berpengaruh terhadap psikologis seseorang dan akhirnya dapat membentuk sikap positif maupun negatif dalam kehidupannya. 3. Umur dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Aspek fisik meliputi perubahan ukuran, proporsi, dan ciri-ciri baru. Aspek psikologis atau mental berhubungan dengan taraf berfikir seseorang yaitu semakin bertambah umur makan akan semakin matang dan dewasa. 4. Sumber Informasi, kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru. Informasi dapat diperoleh dari petugas kesehatan, petugas non kesehatan, dan media massa. Menurut Notoatmodjo (2003) bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas
2.4 Sikap Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek Sikap terbentuk dengan adanya interaksi yang dialami individu. Interaksi ini mengandung arti yang lebih mendalam sehingga terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antar individu, juga dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan psikologis di sekitarnya (Notoatmodjo, 2003). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu sebagai berikut :
17
1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (Responding) merupakan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) merupakan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) merupakan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau penyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo,2012)
2.5 Persepsi 2.5.1 Pengertian Persepsi Menurut Walgito (2004) persepsi adalah satu proses yang di dahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga di sebut proses sensoris. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang di peroleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Dari pendapat beberapa para ahli di atas, presepsi dapat diartikan sebagai kegiatan individu dalam menafsirkan satu subyek, obyek maupun peristiwa karena adanya stimulus yang diterima melalui alat indera, Di mana persepsi dapat bersifat
18
positif maupun negatif yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal individu tersebut. 2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut : 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan satu stimulus. Faktor internal akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpertasikan stimulus yang dilihatnya. Adapun yang termasuk dalam faktor internal adalah : a. Pengalaman/ pengetahuan : pengalaman/pengetahuan merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan perbedaan interpretasi. b. Harapan : harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu stimulus. c. Kebutuhan : perbedaan kebutuhan akan menyebabkan diterimanya satu stimulus secara berbeda. d. Motivasi : motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang, seseorang akan termotivasi melakukan sesuatu apabila menyadari manfaat dari satu stimulus. e. Emosi : emosi akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimulus f. Budaya : budaya akan membentuk stereotip, di mana seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompok yang sama.
19
Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada satu objek. Adapun yang termasuk dalam faktor eksternal adalah : a. Kontras : cara termudah menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk ataupun gerakan. b. Perubahan intensitas : semakin sering satu stimulus diterima oleh otak, maka akan semakin menarik perhatian individu c. Pengulangan/ repetion : dengan adanya pengulangan, stimulus yang mulanya tidak menarik akan mendapatkan perhatian kita. d. Sesuatu yang baru/ novelty : stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian daripada sesuatu yang lebih kita ketahui. e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak : stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita. 2.5.3 Proses Persepsi Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun
persepsi
juga
dipengaruhi
oleh
pengalaman,
proses
belajar
dan
pengetahuannya. Menurut Walgito (2004), proses terjadinya persepsi didasari pada beberapa tahapan yaitu: 1.
Stimulus Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada satu stimulus yang hadir dari lingkungannya.
2.
Registrasi Satu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftarkan semua informasi yang terkirim kepadanya.
20
3.
Interpretasi Interpretasi merupakan satu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang.
2.6 Perilaku 2.6.1 Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang bersangkutan). Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. 2.6.2 Teori Lawrence Green Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni: 1. Faktor Pendorong (predisposing factors) Faktor
predisposisi
yaitu
faktor-faktor
yang
mempermudah
atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. 2. Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin adalah faktor-faktor
yang
memungkinkan atau
memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
21
3. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya prilaku. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Apakah penguat ini positif ataupun negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian di antaranya lebih kuat dari pada yang lain dalam mempengaruhi perilaku.
Faktor Predisposisi
(predisposing faktor) - Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Kepercayaan - Tradisi - Nilai-nilai Faktor Pendukung (enabling factor) -Lingkungan -Sarana dan Prasarana
Faktor Pendorong (reinforcing faktor) Sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan
Gambar 2.2 Skema Teori Lawrence Green (1980)
Perilaku Kesehatan
22
2.7 Penelitian Terkait Pada penelitian yang dilakukan oleh Lola Erwinda (2009), tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap siswa terhadap pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di SMPN 01 Sitiung Wilayah Kerja Puskesmas Sitiung Kabupaten Dharmasraya Tahun 2009. Penelitian ini merupakan penelitain kolerasi dengan desain cross sectional study. Jumlah sampel yaitu 106 remaja dan dianalisa dengan uji ChiSquare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap responden terhadap pemanfaatan PKPR di di SMPN 01 Sitiung Kabupaten Dharmasraya. Untuk itu perlu diberikan pengetahuan tentang PKPR kepada siswa dan peningkatan kegiatan-kegiatan PKPR, agar siswa memanfaatkan PKPR yang ada di sekolah. Penelitian yang dilakukan Yani (2010) tentang Persepsi Remaja Terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Di Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif melalui wawancara mendalam/indept interview. Subjek penelitian siswa umur 14-16 tahun sebanyak 131 orang. Hasil penelitian menunjukkan persepsi remaja terhadap faktor fisik, faktor proses dan faktor ekonomi didapatkan remaja mempunyai persepsi yang baik sehingga tidak merupakan faktor hambatan. Sedangkan faktor psikososial yaitu sebanyak 74% mempunyai persepsi yang buruk sehingga merupakan faktor hambatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Hambatan tersebut karena adanya rasa malu dan keengganan dalam menyampaikan masalah kepada petugas yang dianggap sebagai orang yang baru dikenal, remaja juga meragukan kerahasiaan masalah yang disampaikan pada petugas kesehatan.