BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
HIV-AIDS-ODHA
2.1.1
Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).Virus ini menyerang manusia dan menyerang sel-sel darah putih atau sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga orang yang terserang penyakit ini tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuhnya. Tanpa pengobatan, seorang dengan HIV bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun setelah terinfeksi, tergantung tipenya. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Sejarah HIV-AIDS diawali dari identifikasi sejenis simpanse sebagai sumber infeksi HIV ke manusia di Afrika Selatan. Simian Immunodefiency Virus (SIV) bermutasi menjadi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang diduga terjadi akibat kontak darah dengan simpanse yang telah terinfeksi SIV. Perlahan namun pasti, virus ini menyebar ke seluruh daratan Afrika dan bagian lain diseluruh dunia. Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987, terjadi pada orang berkebangsaan Belanda. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan tahun 2011, kasus HIV-AIDS tersebar di 368 (73,9%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Secara signifikan kasus HIV-AIDS terus meningkat (Katiandagho, 2015).
10 Universitas Sumatera Utara
11
Menurut Kristina yang dikutip Syaiful (2000) mengatakan bahwa dalam bahasa inggris orang yang terinfeksi HIV/AIDS itu disebut PLWHA (People Living with HIV/AIDS), sedangkan di Indonesia kategori ini diberi nama ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) dan OHIDA (Orang yang hidupdengan HIV/AIDS) baik keluarga serta lingkungannya. 2.1.2
Cara penularan Menurut Muma, dkk (1997), cara penularan atau transmisi HIV sangat
terbatas. Antara lain melalui Kontak seksual, terinfeksi oleh komponen darah dan konsetrat faktor pembekuan darah yang terinfeksi, dan secara perinatal. HIV telah diisolasi dari sejumlah cairan tubuh, termasuk darah saliva, semen, urin, cairan serebrospinalis, dan keringat. Virus HIV seringkali menginfeksi sel limfosit T helper (juga dikenal dengan nama T4+, CD4+, OKT 4+). Walaupun begitu, temuan-temuan itu tidak begitu berarti bagi kesehatan masyarakat. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa kontak dengan saliva atau air mata penderita dapat menyebabkan seseorang terinfeksi HIV. Selain itu menurut Katiandagho (2015), ada tiga cara penularan HIV/AIDS adalah sebagai berikut: 1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, ral maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan apabila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih
Universitas Sumatera Utara
12
besar dibanding seks vaginal dan risiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insetive. 2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik: a) Transfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, risikonya sangat tinggi sampai lebih dari 90%. b) Pemakainan jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan semritnya pada para pecandu narkotika suntik. Risikonya sekitar 0,5-1%. c) Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan risikonya sekitar kurang dari 0,5%. 3. Secara vertikal, dari ibu hamil mengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40%. 2.1.3
Gejala klinis Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan,
ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai dengan supresi yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksi oportunistik berat yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum (terutama sarcoma Kaposi). Gejala yang lebih serius pada orang dewasa seringkali didahului oleh gejala prodormal (diare dan penurunan berat badan) meliputi kelelahan, malaise, demam, napas pendek, diare kronis, bercak putih pada lidah (kandidiasis oral) dan limfadenopati. Gejala-gejala penyakit pada saluran pencernaan, dari esophagus sampai kolon merupakan penyebab utama kelemahan. Tanpa pengobatan interval antara infeksi primer oleh HIV dan timbulnya penyakit
Universitas Sumatera Utara
13
klinis pertama kali pada orang dewasa biasanya panjang, rata-rata sekitar 10 tahun (Jawetz, dkk, 2005). Dalam Pedoman Nasional Terapi Antiretoviral (DEPKES RI, 2007), klasifikasi gejala klinis penyakit terkait HIV disusun untuk digunakan pada pasien yang sudah didiagnosa secara pasti bahwa terinfeksi HIV dalam empat stadium Klinik, sebagai berikut : Tabel 2.1 Stadium Klinik HIV Stadium 1 Asimtomatik Tidak ada penurunan berat badan Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten Stadium 2 Sakit ringan Penurunan berat badan 5-10% ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir Luka disekitar bibir (keilitis angularis) Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic papulareruption)) Dermatitis seboroik Infeksi jamur kuku Stadium 3 Sakit sedang Penurunan berat badan > 10% Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginal Oral hairy leukoplakia TB Paru dalam 1 tahun terakhir Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll) TB limfadenopati Gingivitis/ Periodontitis ulseratif nekrotikan akut Anemia (HB < 8 g%), netropenia (< 5000/ml), trombositopeni kronis(<50.000/ml) Stadium 4 Sakit berat (AIDS) Sindroma wasting HIV Pneumonia pnemosistis, pnemoni bacterial yang berat berulang Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan Kandidosis esophageal TB Extraparu Sarcoma Kaposi Retinitis CMV (Cytomegalovirus) Abses otak Toksoplasmosis Encefalopati HIV Meningitis Kriptokokus
Universitas Sumatera Utara
14
Infeksi mikobakteria non-TB meluas Lekoensefalopati multifocal progresif (PML) Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosismeluas, histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis) Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsineurologis dan tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapiARV) Kanker serviks invasive Leismaniasis atipik meluas Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV
2.2
Kebijakan Mengenai HIV dan AIDS di Indonesia Kebijakan mengenai HIV dan AIDS di Indonesia diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS yang memuat : 2.2.1
Strategi penanggulangan HIV dan AIDS
Ketentuan
strategi
yang
dipergunakan
dalam
melakukan
kegiatan
Penanggulangan HIV dan AIDS yaitu dengan cara : a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia. b. memprioritaskan komitmen nasional dan internasional. c. meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas. d. meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif.
Universitas Sumatera Utara
15
e. meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan. f. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS. g. meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS. h. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. i. meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna. 2.2.2
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah
1. Pemerintah pusat memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a) membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi. b) bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan; menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional. c) mengembangkan sistem informasi.
Universitas Sumatera Utara
16
d) melakukan kerjasama regional dan global dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. 2. Pemerintah daerah provinsi memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a) melakukan koordinasi penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS. b) menetapkan situasi epidemik HIV tingkat provinsi. c) menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi. d) menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan Penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan. 3. Pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a) melakukan
penyelenggaraaan
berbagai
upaya
pengendalian
dan
penanggulangan HIV dan AIDS. b) menyelenggarakan penetapan situasi epidemik HIV tingkat kabupaten/kota. c) menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan. d) menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.3
Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS Kegiatan
penanggulangan
HIV
dan
AIDS
diselenggarakan
oleh
Pemerintah dan masyarakat, dan penyelenggaraannya dilakukan dalam bentuk layanan komprehensif dan berkesinambungan. Layanan komprehensif dan berkesinambungan merupakan upaya yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang dilakukan secara paripurna mulai dari rumah, masyarakat sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas : 1. Promosi kesehatan, Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi yang diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana, pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya serta didukung kebijakan publik.Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan terlatih.Sasaran promosi kesehatan meliputi pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan maupun program promosi kesehatan lainnya, meliputi: iklan layanan masyarakat; kampanye penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko penularan penyakit; promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda; peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaannapza dan penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan yang terlatih; dan program promosi kesehatan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Pencegahan penularan HIV, Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola hidup aman dan tidak berisiko, meliputi upaya : 1) pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual, merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan seksual. Pelaksanaanya dilakukan terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual berisiko. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui beberapa upaya yang sering disebut ABCDE, yaitu untuk: a. Abstinensia, tidak melakukan hubungan seksual, ditujukan bagi orang yang belum menikah. b. Be Faithful, setia dengan pasangan, hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV. c. Condom use, menggunakan kondom secara konsisten, berarti selalu menggunakan
kondom
bila
terpaksa
berhubungan
seksual
pada
penyimpangan terhadap ketentuan huruf a dan huruf b serta hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV dan/atau IMS. d. no Drug artinya menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (Narkoba). e. Education,
meningkatkan kemampuan pencegahan melalui
edukasi
termasuk mengobati IMS sedini mungkin. f. melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi. 2) pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual, ditujukan untuk mencegah penularan HIV melalui darah, meliputi:
Universitas Sumatera Utara
19
a. uji saring darah pendonor, dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. b. pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh, dilakukan dengan penggunaan peralatan steril dan mematuhi standar prosedur operasional serta memperhatikan kewaspadaan umum (universal precaution). c. pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik, meliputi: (a) program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial; (b) mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiate menjalani program terapi rumatan; (c) mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan penularan seksual; dan (d) layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/imunisasi hepatitis. 3) pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya, terhadap ibu hamil yang memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi kesehatan dan pencegahan penularan HIV yang dilakukan melalui pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling. Tes dan Konseling dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin saat pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan pada semua ibu hamil yang tinggal di daerah dengan epidemi meluas dan terkonsentrasi, atau ibu hamil dengan keluhan keluhan IMS dan tuberkulosis di daerah epidemi rendah. 3. Pemeriksaan diagnosis HIV, Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian
Universitas Sumatera Utara
20
infeksi HIV dan dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan dan rujukan. Prinsip konfidensial adalah hasil pemeriksaan yang harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada yang bersangkutan, tenaga kesehatan yang menangani, keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap, pasangan seksual dan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela) atau TIPK (Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling) dan harus dilakukan dengan persetujuan pasien. Dikecualikan dari ketentuan dalam beberapa hal diantaranya: (a) penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi; (b) keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang secara klinis telah menunjukan gejala yang mengarah kepada AIDS; dan (c) permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan jika pasien menolak secara tertulis. Dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS, TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan khusus pada wilayah epidemi meluas, TIPK harus dianjurkan pada semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan TIPK harus memiliki kemampuan untuk memberikan paket pelayanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV dan AIDS. Pada wilayah epidemi terkonsentrasi dan epidemi rendah, TIPK dilakukan pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang memperlihatkan tanda dan
Universitas Sumatera Utara
21
gejala yang mengindikasikan infeksi HIV, termasuk tuberkulosis, serta anak dengan riwayat terpapar HIV pada masa perinatal, pada pemerkosaan dan kekerasan seksual lain. Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga medis (bidan atau perawat) dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih. Tes HIV dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT) atau EIA (Enzyme Immuno Assay). Konseling wajib diberikan pada setiap orang yang telah melakukan tes HIV. Konseling terdiri atas konseling pribadi, konseling berpasangan, konseling kepatuhan, konseling perubahan perilaku, pencegahan penularan termasuk infeksi HIV berulang atau infeksi silang, atau konseling perbaikan kondisi kesehatan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana yang dilakukan oleh konselor terlatih. Konselor terlatih dapat merupakan tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan. Tes HIV pada darah pendonor, produk darah dan organ tubuh dilakukan untuk mencegah penularan HIV melalui transfusi darah dan produk darah serta transplantasi organ tubuh.Tindakan pengamanan darah pendonor, produk darah dan organ tubuh terhadap penularan HIV dilakukan dengan uji saring darah/organ tubuh pendonor.Tindakan pengamanan darah terhadap penularan HIV melalui transfusi darah meliputi : a) uji saring darah pendonor, dilakukan sesuai dengan standard yang ditetapkan oleh Menteri. Bila hasil uji saring darah reaktif, maka Unit Transfusi Darah harus melakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya tetap reaktif, Unit
Universitas Sumatera Utara
22
Transfusi Darah harus memberikan surat pemberitahuan disertai dengan anjuran untuk melakukan konseling pasca uji saring darah. b) konseling pasca uji saring darah, berisi anjuran kepada pendonor yang bersangkutan untuk tidak mendonorkan darahnya kembali dan merujuk pendonor ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan Tes dan Konseling HIV. Sebelum dilakukan pengambilan darah pendonor, diberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan uji saring darah dan permintaan persetujuan uji saring (informed consent).Persetujuan uji saring (informed consent) berisi pernyataan persetujuan pemusnahan darah dan persetujuan untuk dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila hasil uji saring darah reaktif. 4. Pengobatan, Perawatan dan Dukungan (PPD), Setiap orang terinfeksi HIV wajib mendapatkan konseling pasca pemeriksaan diagnosis HIV, diregistrasi secara nasional dan mendapatkan pengobatan. Registrasi meliputi pencatatan yang memuat nomor kode fasilitas pelayanan kesehatan, nomor urut ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan stadium klinis saat pertama kali ditegakkan diagnosisnya. Registrasi harus dijaga kerahasiannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling. Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah virus (viral
Universitas Sumatera Utara
23
load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV. Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit dan dapat dilanjutkan di puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit yang dimaksud adalah rumah sakit dengan klasifikasi sekurang-kurangnya merupakan rumah sakit kelas C. Pengobatan Bayi dan Ibu Hamil, setiap ibu hamil dengan HIV berhak mendapatkan pelayanan persalinan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan persalinan harus memperhatikan prosedur kewaspadaan standar dan tidak memerlukan alat pelindung diri khusus bagi tenaga kesehatan penolong persalinan.Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS harus segera mendapatkan profilaksis ARV dan kotrimoksazol. Bila status HIV belum diketahui, maka dilakukan pemberian nutrisi sebagai pengobatan penunjang bagi bayi baru lahir yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan pendekatan sesuai dengan kebutuhanperawatan yang berbasis fasilitas pelayanan kesehatan danperawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care). Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilakukan secara holistik dan komprehensif dengan pendekatan biopsikososiospiritual yang meliputi: tatalaksana gejala; tata laksana perawatan akut; tatalaksana penyakit kronis; pendidikan kesehatan; pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik; dan perawatan paliatif. 5. Rehabilitasi, Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan terhadap setiap pola transmisi penularan HIV pada populasi kunci
Universitas Sumatera Utara
24
terutama pekerja seks dan Pengguna Napza Suntik. Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan melalui rehabilitasi medis dan sosial yang ditujukan untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi produktif secara ekonomis dan sosial. Rehabilitasi pada populasi kunci pekerja seks dilakukan dengan cara pemberdayaan ketrampilan kerja dan efikasi diri yang dapat dilakukan oleh sektor sosial, baik Pemerintah maupun masyarakat, dan untuk populasi kunci pengguna napza suntik dilakukan dengan cara rawat jalan, rawat
inap
dan
program
pasca
rawat
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
2.3
Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization) (2012), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, yang dimaksudkan dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, dan Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
Universitas Sumatera Utara
25
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. 2.3.1
Tugas dan fungsi rumah sakit Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara
berdaya
guna
dan berhasil
guna
dengan
mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum menyelenggarakan kegiatan : a. Pelayanan medis b. Pelayanan dan asuhan keperawatan c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan f. Administrasi umum dan keuangan Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
Universitas Sumatera Utara
26
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
2.3.2
Fasilitas untuk ODHA di rumah sakit Pada dasarnya setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak
pengobatan dan perawatan ODHA. Dalam hal ini fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mampu memberikan pengobatan dan perawatan, wajib merujuk ODHA ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan ARV (Permenkes RI No. 21 tahun 2013). Rumah Sakit Adam Malik memiliki fasilitas penunjang berupa pelayanan khusus untuk ODHA yang dinamakan Pusyansus. Pusyansus adalah Pusat Pelayanan Khusus di RSUP H. Adam Malik untuk orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Pusyansus berdiri sejak tahun 2003 dan memulai pendataan pada tahun 2004 sampai sekarang. Tugas dan fungsi Pusyansus adalah untuk melakukan konseling dan tes HIV (KTS). Ada tiga komponen inti dalam program Pusyansus yaitu Pencegahan, Perawatan, dan Pengobatan. Pelayanan dalam Pusyansus diantaranya adalah KTS/VCT (Konseling dan tes HIV/AIDS / Voluntary Counselling and Testing), PDP/CST (Perawatan, Dukungan & Pengobatan / Care, Support & Treatment), Laboratorium,
Universitas Sumatera Utara
27
PPIA/PMTCT (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya / Prevention of Mother To Child Transmission), dan Pelayanan Gizi. Dalam pelayanannya Pusyansus didukun oleh beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pendamping. Khusus pelayanan perawatan dan pengobatan yang memerlukan tindak lanjut maka akan dirujuk ke bagian poli sesuai penyakit (infeksi oportunistik) ODHA tersebut.
2.4
Kualitas Pelayanan Menurut American Society for Quality Control, Kualitas adalah
keseluruhan ciri-ciri dan karakteristi-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001). Kualitas atau mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan ( Goetsch dan Davis dalam Yamit, 2013). 2.4.1
Dimensi kualitas pelayanan Parasuraman, dkk (2001), menyimpulkan terdapat lima dimensi kualitas
pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bukti
fisik
(Tangibles)
menunjukkan eksistensinya
yaitu
kemampuan
kepada
suatu
perusahaan
dalam
pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
Universitas Sumatera Utara
28
Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan dan Kepastian (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). 5. Perhatian (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
29
2.4.2 Aspek kualitas pelayanan rumah sakit Menurut Yacobalis dalam Sabarguna (2008), kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari segi aspek yang berpengaruh. Aspek berarti termasuk hal-hal yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap penilaiaan. Keempat aspek itu adalah seperti berikut: Aspek klinis, yaitu menyangkut pelayanan Dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. Efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada diagnosa dan terapi berlebih. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya perlindungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran. Kepuasan pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan kecepatan pelayanan.
2.5
Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat
dari
kinerja
layanan
kesehatan
yang diperoleh
setelah
pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006). Menurut Junadi yang dikutip oleh Sabarguna (2008) kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh: pengalaman pribadi, pendidikan, situasi psikhis waktu itu dan pengaruh
Universitas Sumatera Utara
30
lingkungan waktu itu. Tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan objektif yang ada, tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tak ada suasana yang menyenangkan yang dialami.
2.5.1 Aspek dalam kepuasan pasien Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, aspek yang yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menurut Moison Walter dan White (1987, dalam Haryanti, 2000) terdiri dari : 1. Karakteristik Produk. Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. 2. Harga. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. 3. Pelayanan. Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih, dan memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit, kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. 4. Lokasi. Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan
Universitas Sumatera Utara
31
atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. 5. Fasilitas. Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien. 6. Image. Citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. 7. Desain visual. Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. 8. Suasana. Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. 9. Komunikasi. Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhankeluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. 2.5.2 Pengukuran kepuasan Mutu pelayanan dan produk dapat dibuat indeks dengan kekuatan jawaban menuju ke setiap butir kepuasan. Salah satu format pengukurannya dengan skala Likert yang dirancang untuk memungkinkan pelanggan menjawab dalam berbagai tindakan pada setiap butir yang menguraikan pelayanan/produk. Kategori yang dipergunakan oleh skala Likert berupa analisis tingkat kepentingan dan kinerja (performance and importance analysis) dengan lima
Universitas Sumatera Utara
32
kategori sebagaimana diberikan pada Tabel 2.2 (Supranto (1997) dalam Lupiyoadi, 2001) Tabel 2.2 Skala Likert pada Pengukuran Sangat penting/sangat puas Penting/puas Netral/netral Tidak penting/tidak puas Sangat tidak penting/sangat tidak puas
5 4 3 2 1
Variabel-variabel jawaban tersebut dapat mewakili butir-butir kepuasan yang benar-benar menguraikan pelayanan perusahaan. Pelanggan menjawab setiap butir berdasarkan seberapa baik suatu butir tertentu menggambarkan pelayanan yang diterimanya. Ringkasan nilai tersebut dapat memberikan ukuran mutu pelayanan yang lebih umum dan sangat berguna untuk disajikan kepada manajer/pimpinan.
Universitas Sumatera Utara
33
2.6
Kerangka Konsep Berdasarkan dari uraian diatas maka kerangka konsep penelitian ini
adalah: Independen
Dependen
Kualitas Pelayanan
Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Klinik Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
34
2.7
Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep penelitian yang telah diuraikan diatas, maka
hipotesis penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh antara bukti fisik (tangibles) dalam kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. 2. Ada pengaruh antara kehandalan (reliability) dalam kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. 3. Ada pengaruh antara ketanggapan (responsiveness) dalam kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. 4. Ada pengaruh antara jaminan (assurance) dalam kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. 5. Ada pengaruh antara perhatian (emphaty) dalam kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien.
Universitas Sumatera Utara