BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas mengenai pendingin termoelektrik, energi surya , beban pendingin, dan perpindahan kalor yang mendukung penulisan skripsi ini. 2.1
Pendingin Termoelektrik
2.1.1
Sejarah Perkembangan Termoelektrik Termoelektrik merupakan alat yang dapat mengubah energi elektrik
menjadi energi termal. Konsep termoelektrik pertama sekali diperkenalkan oleh Thomas .J. Seebeck pada tahun 1821. Seebeck menunjukkan bahwa medan magnet dapat diproduksi dengan membuat perbedaan panas di antara dua konduktor elektrik yang berbeda[6][17]. Tiga belas tahun setelah penemuan Seeback, J. Peltier menemukan efek termoelektrik yang kedua. Dia menemukan bahwa bagian dari arus listrik yang dilalui oleh dua konduktor elektrik dapat menghasilkan panas dan dingin bergantung pada arah pegerakan elektronnya[6][17]. Pada awalnya, tidak terlihat adanya hubungan antara penemuan Seeback dan Peltier. Namun, pada 1855, W. Thomson (yang kemudian menjadi Lord Kelvin) menemukan keterkaitan antara dua penemuan tersebut. Dengan menerapkan teori termodinamika, dia mendapatkan hubungan antara koefisien yang ditetapkan Seebeck dan efek Peltier. Thomson menemukan bahwa perlu adanya teori ketiga dari termoelektrik untuk menunjukkan keterkaitan yang terdapat dalam sebuah konduktor yang homogen. Efek ini dikenal sebagai efek Thomson, yaitu: terdiri dari pemanasan dan pendinginan yang memiliki kemampuan keterbalikan ketika sedang berlangsung pemanasan dan pendinginan dengan aliran arus elektron[6][11][17][19]. 2.1.2
Prinsip Kerja Termoelektrik
Prinsip kerja dari termoelektrik adalah dengan berdasarkan efek Seebeck. Jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu ujunganya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain. Pendingin termoelektrik mempunyai kemampuan mendinginkan dan memanaskan sekaligus dimana perubahan polaritas tegangan akan membalikkan fungsi dari panas ke dingin dan sebaliknya. Jika sebuah elemen termoelektrik dialiri arus listrik DC maka kedua sisi elemen ini akan menjadi panas dan dingin. Sisi dingin inilah yang dimanfaatkan sebagai pendingin udara ruangan dengan bantuan heatsink dan fan atau blower[11][19][21]. Ketika peltier di alirkan arus listrik, elektron – elektron pada mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dalam rangkaian. Elektron dari material yang kekurangan elektron (P – Type Semiconductor) berpindah ke material yang kelebihan elektron (N – Type Semiconductor). Dalam keadaan ini, konektor akan menyerap energi sehingga sisi ini akan bersuhu dingin. Di sisi lain, ketika elektron berpindah dari tipe - n ke tipe - p , konektor akan melepaskan energi sehingga pada sisi ini akan bersuhu panas. Cara kerja dari peltier dapat dilihat pada gambar 2.1. Panas yang diserap ( sisi dingin)
Insulator elektrik
konduktor elektrik Semikonduktor tipe - p Semikonduktor tipe - n
Negatif (-)
Positif (+) Panas yang dibuang (sisi panas)
Gambar 2.1 Modul pendingin termoelektrik[36]
Hasilnya, nilai kalor yang dilepaskan pada sisi panas sama dengan nilai kalor yang diserap di sisi dingin ditambah dengan daya yang diberikan ke modul termoelektrik[4][6][9][11][14][15][17][19][21]. qh = qc + Pin…………………………………… (2.1) Dimana, qh = kalor yang dilepaskan pada bagian sisi panas elemen Peltier (Watt) qc = kalor yang diserap pada bagian sisi dingin elemen Peltier (Watt) Pin = daya input (Watt) Pada kondisi ideal, jumlah kalor yang diserap pada sisi dingin dan dilepas pada sisi panas bergantung pada koefisien Peltier dan arus listrik yang digunakan. Pada saat dioperasikan jumlah kalor yang diserap pada sisi dingin akan berkurang dikarenakan dua faktor, yaitu kalor yang terbentuk pada material semikonduktor dikarenakan perbedaan temperatur antara sisi dingin dan sisi panas modul dan Joule Heat yang nilainya akan sama dengan kuadrat dari arus listrik yang digunakan]. Arah dari aliran listrik yang terjadi di termoelektrik seperti pada gambar 2.2. q panas masuk Insulator keramik
Sisi dingin
Kaki – kaki semikonduktor Arah arus listrik
Konduktor
Insulator keramik
Sisi panas q panas keluar
Gambar 2.2 Arah arus listrik yang menimbulkan panas dan dingin[35] 2.1.3
Peredam panas ( Heat Sink )
Sistem pendingin termoelektrik yang baik tidak terlepas dari alat pendamping yang bagus yaitu peredam panas. Desain dan pemilihan peredam panas sangat krusial dan mempengaruhi secara keseluruhan pada sistem kerja termoelektrik dalam mempercepat laju pendinginan [37]. Peredam panas yang optimal akan meningkatkan
coefficient of
performance dari sistem pendingin termoelektrik. Hal ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan luas permukaan atau menggunakan peredam panas yang mempunyai kapasitas penyimpanan kalor yang besar sehingga dapat menjaga peredam panas pada temperatur rendah. Jenis-jenis peredam panas yang ada antara lain[37] : a. Extruded Heat Sink Extruded heat sink merupakan contoh yang paling murah dan popular di pasaran. Peredam panas ini terbuat dari alumunium dan mempunyai sifat-sifat perpindahan kalor yang baik dikarenakan memiliki bidang permukaan yang luas.
Gambar 2.3 Extruded Heat Sink[37] b. Folded Fin Heat Sink Lembaran logam yang terlipat dipasang (disolder atau dilem dengan menggunakan minyak konduksi kalor adhesive khusus) di dasar peredam panas. Lipatan-lipatan yang terbentuk tampak seperti permukaan sirip. Material dasarnya adalah alumunium dan tembaga. Jika dibandingkan dengan extruded heat sink,
maka teknologi ini dapat digunakan untuk alat-alat yang lebih kecil dengan tingkat keefektifan sama atau bahkan lebih tinggi.
Gambar 2.4 Folded Fin Heat Sink[37] c. Cold-Forged Heatsink Teknologi cold pressing memungkinkan tidak hanya pada pembuatan sirip bentuk rectangular tetapi juga pin. Peredam panas seperti ini sebagian besar terbuat dari material alumunium. Tetapi sering juga digunakan tembaga sebagai alasnya untuk mempertinggi sifat-sifat perpindahan kalornya. Peredam panas ini lebih mahal dibandingkan dengan jenis extruded atau folded, tetapi efisiensi termal mereka tidak selalu lebih baik.
Gambar 2.5 Cold Forged Heat Sink[37]
d. Bonded/Fabricated Fin Heatsink Peredam panas ini sangat mirip dengan folded fin heat sink, tetapi ada beberapa perbedaan, yaitu permukaan sirip tidak terbuat dari satu lembar logam melainkan plat-plat tipis terpisah yang disolder atau dilas terhadap peredam panas. Material utamanya adalah tembaga. Pelepas panas ini mempunyai keefektifan termal yang lebih tinggi daripada jenis extruded atau folded. Akan tetapi, hal ini hanya akan terwujud bila kualitas proses produksi diawasi dengan ketat.
Gambar 2.6 Bonded/Fabricated Heat Sink[37] e. Skived Fin Heatsink Saat ini, peredam panas jenis ini merupakan peredam panas yang paling banyak berkembang dan mahal. Hal ini disebabkan karena produksinya melibatkan proses permesinan presisi tinggi dari solid blanks (diproses pada mesin presisi tinggi dengan berbasis CPU khusus). Keefektifan termal peredam panas ini adalah yang paling baik. Alumunium dan tembaga adalah material utama. Peredam panas ini dapat menggantikan peredam panas jenis lainnya jika biaya pembuatannya dapat dikurangi sampai ke tingkat yang dapat diterima.
Gambar 2.7 Skived Fin Heat Sink[37] 2.1.4
Karakteristik Bahan - Bahan Termoelektrik Kesesuaian bahan-bahan yang dipakai pada sistem termoelektrik
ditentukan oleh angka bajik (figure of merit), yaitu angka yang paling efisien atau yang baik. Persamaan yang digunakan untuk menentukan harga figure of merit suatu bahan adalah sebagai berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ………………………………………….. (2.2) Keterangan: Z = Figure of merit
[K-1]
α = Koefisien seebeck atau kekuatan termoelektrik
[Volt/K]
R = Tahanan dari kopel
[Ohm]
k = Konduktifitas termal
[Watt/K]
Bahan semikonduktor
yang baik digunakan untuk termoelektrik
berdasarkan tabel H.J. Goldsmid, yaitu Bismuth Tellurida (Bi2 Te3) [6], karena: a. Mempunyai nilai Z yang optimal, karena semakin tinggi nilai Z maka semakin baik bahan tersebut digunakan sebagai bahan termoelektrik.
b. dapat mencapai temperatur drop maksimum. Temperatur drop maksimum merupakan fungsi dari figure of merit (Z) yang terjadi pada temperatur sisi panas.
2.1.5
Efek – Efek Pendinginan Termoelektrik Efek pendinginan termoelektrik adalah gejala termal yang timbul pada
suatu termokopel. Terdapat lima efek yang mempengaruhi atau terjadi pada sistem pendinginan termoelektrik, yaitu efek Seebeck, efek Joule, efek Konduksi, efek Peltier, dan efek Thomson[4][6][9][11][14][15][17][19][21]. 1.
Efek Seebeck Thomas J. Seebeck adalah orang pertama yang menemukan fenomena
termoelektrik. Apabila dua buah material yang berbeda jenis digabung dan pada salah satu ujungnya diberi sumber panas maka akan mengalir arus. Koefisien seebeck (S) disebut juga daya termoelektrik, seperti pada persamaan berikut [4][6][9][11][14][15][17][19][21]
: …………………………………………………. (2.3)
Keterangan: S
= Koefisien seebeck
[Volt/K]
= Potential termoelektri terinduksi
[Volt]
T
= Temperatur
[K]
2.
Efek Joule Akibat timbulnya arus listrik dalam rangkaian tersebut karena adanya efek
seebeck, maka akan timbul panas. Hal ini sesuai dengan hukum ohm pada persamaan berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: qj = I2 . R
……………..……………………………. (2.4)
Keterangan: qj
= Efek joule (panas joule)
[Watt]
I
= Arus
[Ampere]
R
= Tahanan
[Ohm]
3.
Efek Konduksi Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke
permukaan yang dingin. Perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduktivitas. Besarnya perambatan tersebut dinyatakan dalam persamaan [4][6][9][11][14][15][17][19][21]
: ………………..…………………………. (2.5)
qc = U.(Th-Tc) Keterangan:
qc = Laju aliran kalor sisi dingin
[Watt]
U = Konduktivitas termal
[Watt/K]
Th = Temperatur sisi panas
[K]
Tc = Temperatur sisi dingin
[K]
4.
Efek Peltier Pada saat arus mengalir melalui termokopel, temperatur sisi panas dan
dingin akan berubah dan panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang lainnya akan membuang panas. Jika sumber arus dibalik, maka permukaan yang panas menjadi dingin dan sebaliknya. Gejala ini disebut efek peltier yang merupakan dasar pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa perpindahan panas sebanding terhadap arus yang mengalir. Persamaan dari efek adalah sebagai berikut [4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ……………………………………………….…. (2.6)
Keterangan: = Koefisien peltier
[Volt]
q
= Laju perpindahan panas
[Watt]
I
= Arus
[Ampere]
5.
Efek Thomson Pada tahun 1854 seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William
Thomson mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat penyerapan atau pengeluaran panas bolak-balik dalam konduktor homogen yang terkena perbedaan panas dan perbedaan listrik secara simultan. Koefisien Thomson dapat dinyatakan dalam persamaan berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ……………………………..................…..………. (2.7) Keterangan: = Koefisien Thomson
[Volt/K)
qh = Laju aliran kalor sisi panas
[Watt]
I = Arus
[Ampere]
= Perbedaan temperature 2.1.6
[K]
Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik Bahan termoelektrik adalah semikonduktor yang merupakan benda padat
atau logam yang mempunyai nilai-nilai diantaranya nilai resistansi konduktor dan isolator. Sisi dingin menyerap panas dari produk yang dikondisikan, bagian ini sama fungsinya dengan evaporator pada sistem pendinginan kompresi uap. Sisi panas mengeluarkan atau membuang panas ke luar, bagian ini sama fungsinya dengan kondensor[4][6][9][11][14][15][17][19][21].
Sama halnya dengan kondensor yang menggunakan sirip-sirip untuk mempercepat pembuangan panasnya, termoelektrik pada sisi panas juga ditambahkan dengan peredam panas untuk mempercepat proses pembuangan panas. Sumber arus searah pada termoelektrik sama fungsinya dengan kompresor pada sistem kompresi uap. Pengeluaran dan penyerapan panas hanya terjadi pada kedua sisi batas, besarnya kalor yang diserap dan dikeluarkan adalah sebagai berikut [4][6][9][11][14][15][17][19][21]: qh=2.α.Tc.I–I2(R/2)–k(Th-Tc) ………………………………………. (2.8) qc=2α.Th.I–K.ΔT + ½ . I2.R ..………………….…………..………. (2.9) Keterangan: qh
= laju aliran kalor sisi panas
[Watt]
qc
= laju aliran kalor sisi dingin
[Watt]
ΔT
= Perbedaan temperatur
[K]
2α
= Kekuatan termoelektrik dari 2 material
[Volt/K]
R
= Tahanan total
[Ohm]
K
= Konduktifitas termal dari 2 material
[Watt/K]
I
= Arus yang mengalir
[Ampere]
Th
= Temperatur sisi panas
[K]
Tc
= Temperatur sisi dingin
[K]
a. Luas permukaan elemen Luas permukaan elemen dapat dihitung dengan persamaan berikut [4][6][9][11][14][15][17][19][21]
:
……………….…………………… ………………..……. (10)
Keterangan: A = luas permukaan elemen dari kopel
[cm2]
π = 3,14 d = diameter dari elemen
[cm]
b. Tahanan material Tahanan total dari 2 material dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ……….…………………………………………………. (11) Keterangan: R = Tahanan total dari 2 material
[ohm]
L = Panjang kopel
[cm]
A = Luas penampang elemen kopel
[cm2]
ρ = Tahanan listrik
[Ohm cm]
r = Hubungan tahanan listrik
[Ohm cm2]
c. Konduktifitas termal Besarnya konduktifitas termal dari 2 material dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ……..………..……………………………………........………. (2.12) Keterangan: K = Konduktivitas termal dari kopel
[Watt/K]
k = Koefisien termal dari elemen
[Watt/cm.K]
A = Ukuran elemen
[cm2]
L = Panjang elemen
[cm]
d. Arus optimum Arus maksimum yang mengalir pada termoelektrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: ……..………………………………………...……. (2.13) Keterangan: Iopt = Arus maksimum
[Ampere]
α = Kekuatan termoelektrik
[V/K]
R = Tahanan jenis
[Ohm]
Th = Temperatur sisi panas
[K]
Tc = Temperatur sisi dingin
[K]
Z = Figure of merit
[K-1]
Tm = Temperatur rata-rata
[K]
Temperatur rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ……………………………………………….………………. (2.14) e. Daya Daya yang dihitung pada pendingin Termoelektrik ini adalah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: W=I2.R+2α(Th-Tc).I...............................................................................(2.15)
Keterangan: W = Daya
[W]
I = Arus
[A]
R = Hambatan
[ohm]
α = Koefisien Seebeck
[V/K]
Th = Temperatur sisi panas
[K]
Tc = Temperatur sisi dingin
[K]
f. Coefisien of Performance (COP) Coefisien of performance (COP) dari sistem pendingin termoelektrik merupakan perbandingan antara panas yang diserap oleh batas daerah dingin dengan power input. COP termoelektrik dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[4][6][9][11][14][15][17][19][21]: …………………………………………………………………. (2.16) 2.2
Energi Surya
2.2.1. Pengertian Energi Surya Energi surya adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan[9][25]. Total energi surya yang diserap oleh atmosfer, lautan, dan daratan Bumi sekitar 3.850.000 eksajoule (EJ) per tahun. Pada tahun 2002, jumlah energi ini dalam waktu satu jam lebih besar dibandingkan jumlah energi yang digunakan dunia selama satu tahun. Fotosintesis menyerap sekitar 3.000 EJ per tahun dalam bentuk biomassa.Potensi teknis yang tersedia dari biomassa adalah 100-300 EJ per tahun[9][25].
Jumlah energi surya yang mencapai permukaan planet Bumi dalam waktu satu tahun sangatlah besar. Jumlah ini diperkirakan dua kali lebih banyak dibandingkan dengan semua sumber daya alam Bumi yang tidak terbarukan yang bisa diperoleh digabungkan, seperti batubara, minyak bumi, gas alam, dan uranium. Energi Surya dapat dimanfaatkan pada berbagai tingkatan di seluruh dunia, yang utamanya bergantung pada jarak dari khatulistiwa [9][25]. 2.2.2
Fotovoltaik (PV) Sel surya, atau sel fotovoltaik, adalah peralatan yang mengubah cahaya
menjadi aliran listrik dengan menggunakan efek fotovoltaik. Sel fotovoltaik pertama dibuat oleh Charles Fritts pada tahun 1880-an. Pada tahun 1931, seorang insinyur Jerman, Dr. Bruno Lange, membuat sel fotovoltaik menggunakan perak selenida ketimbang tembaga oksida. Walaupun sel selenium purwa rupa ini mengubah kurang dari 1% cahaya yang masuk menjadi listrik, Ernst Werner von Siemens dan James Clerk Maxwell melihat pentingnya penemuan ini[25]. Dengan mengikuti kerja Russel Ohl pada tahun 1940-an, peneliti Gerald Pearson, Calvin Fuller, dan Daryl Chapin membuat sel surya silikon pada tahun 1954. Biaya sel surya ini 286 dollar AS per watt dan mencapai efisiensi 4,5 - 6 %. Menjelang tahun 2012, efisiensi yang tersedia melebihi 20% dan efisiensi maksimum fotovoltaik penelitian melebihi 40% [25]. Produksi fotovoltaik telah berlipat setiap dua tahun, meningkat rata-rata 48 persen tiap tahun sejak 2002, menjadikannya teknologi energi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pada akhir 2007, menurut data awal, produksi global mencapai 12.400 megawatt. Secara kasar, 90% dari kapasitas generator ini meliputi sistem listrik terikat. Pemasangan seperti ini dilakukan di atas tanah (dan kadang-kadang digabungkan dengan pertanian dan penggarapan) atau dibangun di atap atau dinding bangunan, dikenal sebagai Building Integrated Photovoltaic atau BIPV[25]. Fotovoltaik
(PV)
adalah
sektor
teknologi
dan
penelitian
yang
berhubungan dengan aplikasi panel surya untuk energi dengan mengubah sinar Matahari menjadi listrik. Karena permintaan yang terus meningkat terhadap
sumber energi bersih, pembuatan panel surya dan kumpulan fotovoltaik telah meluas secara dramatis dalam beberapa tahun belakangan ini. Pemakaian fotovoltaik cocok digunakan pada daerah iklim tropis dan subtropis dikarenakan penyinaran matahari yang ada sepanjang tahun. Negara Indonesia sebagai daerah tropis dan dekat berada di batas khatulistiwa memiliki potensi energi matahari yang banyak sehingga pemakaian fotovoltaik sangat cocok diterapkan pada negara Indonesia. Panel fotovoltaik disebut juga panel surya terdiri dari beberapa sel fotovoltaik yang terbuat dari suatu jenis silikon. Setiap sel mampu menghasilkan muatan listrik kecil jika terkena sinar matahari.Untuk itu dalam penggunaannya, panel – panel disusun saling berhubungan untuk menghasilkan energi yang lebih banyak dan daya listrik yang besar[25]. Ada 3 jenis sel fotovoltaik, yaitu [25]: 1. Sel Monocystalline Monocrystalline adalah sel – sel fotovoltaik yang paling efisien tetapi juga yang paling mahal. Sel –sel ini terdiri dari satuan kristal hasil potongan dari silicon ingot. 2. Sel Polycrystalline Polycrystalline adalah sel - sel fotovoltaik yang terdiri dari sejumlah kristal kecil sehingga memiliki efisiensi yang sedikit lebih rendah dari sel Monocrystalline. 3. Sel Amorphous Sel Amorphous adalah sel yang memiliki efisien yang paling rendah dan murah.Sel ini dibuat dengan menyebarkan silicon di atas material alternative seperti stainless steel.
Arus yang dihasilkan dari sel surya pada umumnya adalah Direct Current (DC), tetapi dengan menggunakan inverter, arus ini dapat dibuat menjadi Alternating Current (AC). Sel fotovoltaik ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Fotovoltaik (PV)[33] 2.2.3
Cara Kerja Fotovoltaik Sel surya bekerja menggunakan prinsip kerja hubungan p – n yaitu sisi
antara semikonduktor tipe – p dan tipe – n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan – ikatan
atom
yang dimana
terdapat elektron sebagai
penyusun dasar.
Semikonduktor tipe - n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe - p mempunyai kelebihan proton (muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan proton tersebut bisa terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe - p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe - n, silikon didoping oleh atom fosfor. Peran dari sisig p - n ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan proton) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe - p dan tipe - n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe - n ke tipe - p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe - n, dan sebaliknya kutub
negatif pada semikonduktor tipe - p. Akibat dari aliran elektron dan proton ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika cahaya matahari mengenai susunan sis p - n ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya proton bergerak menuju kontak positif menunggu elektron datang.
Gambar 2.9 Cara Kerja Fotovoltaic 2.4
Beban Pendinginan Beban pendinginan yang dimaksud dalam analisis ini adalah beban panas
yang berasal dari produk yang didinginkan dan beban panas dari luar yang harus diatasi oleh sistem untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban pendinginan dari suatu ruangan akan menentukan kapasitas dari mesin pendingin yang digunakan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung beban pendinginan dari suatu ruangan pendingin yaitu, perbedaan temperatur ruangan yang akan dikondisikan dengan tempertur luar, struktur bahan yang dipakai dalam perancangan, produk yang akan didinginkan,serta hal-hal lainnya yang mempengaruhi beban pendinginan[2][5][7][12][13][16][18]. 2.4.1
Beban Panas dari Luar Beban panas dari luar berasal dari konduksi udara luar dengan dinding.
Besarnya beban panas dari luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[2][5][7][12][13][16][18]:
q = A . U . ∆T
…………………………………………………. (2.17)
Keterangan : q
= Jumlah panas yang dipindahkan
(Watt)
A
= Luas Permukaan
(m2)
U
= Konduktivitas termal
(Watt/ m2.oC)
∆T
= Perbedaan temperatur
(oC)
Harga koefisien perpindahan panas total (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[2][5][7][12][13][16][18]: ……………………………………………. (2.18)
Keterangan: U
= Konduktivitas termal
[Watt/m2.oC]
k1,k2,..kn
= Konduktivitas thermal material
[Watt/m.oC]
x
= Tebal material
[m]
= Koefisien lapisan udara bagian dalam
[Watt/m2.oC]
Nilai
adalah 1,65 BTU/h = 9,27 Watt/m2.oC
= Koefisien lapisan udara bagian luar Nilai 2.4.2
[Watt/cm2.oC]
adalah 4 BTU/h = 22,7 Watt/m2.oC
Beban Panas dari Dalam Beban panas dari dalam ruangan merupakan beban panas yang harus dibuang dari ruangan tersebut untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban panas dari dalam ruangan berasal dari panas produk yang didinginkan. Panas produk adalah beban panas yang harus dibuang untuk mencapai temperatur produk sesuai dengan yang telah ditentukan. Beban panas dari produk dapat dibagi menjadi 2, yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Perancangan
ini beban panas produk hanya berasal dari beban panas sensible yaitu panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur tanpa terjadinya perubahan wujud. Udara didalam ruangan dianggap 27 oC dan air dikondisikan untuk mencapai temperatur 5oC[1]. Beban panas sensibel produk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut[2][5][7][12][13][16][18]: Q = m x c x ∆T
………………………….………………………. (2.19)
Keterangan: Q
= Jumlah panas yang dipindahkan
[kJ]
m
= Berat produk
[kg]
c
= Panas spesifik
[kJ/kg.oC]
∆T
= Perbedaan temperatur
[oC]
2.5
Perpindahan Kalor Perpindahan kalor atau heat transfer merupakan ilmu untuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur diantara benda atau material. Energi yang berpindah ini dinamakan kalor atau panas (heat). Perpindahan kalor ini tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Adapun modus perpindahan kalornya dapat terjadi dengan tiga cara yaitu sebagai berikut ini[1][3][8][10][20]: a. Perpindahan kalor secara konduksi Perpindahan kalor secara konduksi atau hantaran ini terjadi dikarenakan perpindahan energi dari partikel yang memiliki energi lebih tinggi ke partikel yang energinya lebih rendah dikarenakan adanya interaksi antara kedua partikel. Jadi, jika pada suatu benda terdapat gradien suhu atau temperature gradient, maka
akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah sehingga laju perpindahan kalor berbanding dengan gradien suhunya. Berdasarkan hukum Fourier Perpindahan kalor secara konduksi dapat di rumuskan sebagai berikut[1][3][8][10][20]: ……………………………………………………………. (2.20) Dimana : q
= laju perpindahan panas
(Watt)
= gradient suhu ke arah perpindahan kalor
(oC/m)
k
= konduktivitas termal bahan
(W/m.oC)
Ac
= luas benda
(m2)
Gambar 2.10 Proses Perpindahan Kalor Secara Konduksi[3] b. Perpindahan Kalor secara Konveksi Perpindahan kalor secara konveksi terdiri dari 2 mekanisme, yang pertama terjadinya perpindahan energi dikarenakan gerak acak fluida dan yang kedua dikarenakan pergerakan fluida secara makro. Pergerakan fluida yang memiliki perbedaan temperatur akan meningkatkan perpindahan kalor. Perpindahan kalor secara konveksi dibedakan menjadi 2, yaitu[1][3][8][10][20]: 1.
Konveksi paksa
Konveksi paksa terjadi dimana fluida dialirkan oleh media lain seperti kipas, pompa atau kompresor. 2.
Konveksi alamiah
Konveksi alamiah terjadi dimana pergerakan fluida disebabkan oleh adanya gaya apung (buoyancy force) yang meningkat karena perbedaan densitas. Persamaan dasar untuk perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagai berikut[1][3][8][10][20]: q = hA(Tw- T∞) .………………………………………………………....... (2.22) Dimana : q
= laju perpindahan panas
(W)
Tw = suhu permukaan
(oC)
T∞ = suhu fluida
(oC)
A
= luas permukaan
(m2)
h
=koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.oC)
Gambar 2.11 Proses Perpindahan Kalor Secara Konveksi Pada Suatu Plat [3] c. Perpindahan kalor secara radiasi Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energinya terjadi melalui bahan perantara, pada perpindahan kalor secara radiasi
terjadi karena radiasi elektro magnetik atau daerah-daerah hampa. Mekanismenya berupa sinaran atau radiasi elektromagnetik. Pembahasan secara termodinamika menunjukan bahwa penyinar ideal atau benda hitam, memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan. Persamaan dasar untuk perpindahan kalor radiasi adalah[1][3][8][10][20]: q = ε.σ.A.T4...................................................................................................... (23) Dimana : q = laju perpindahan kalor
(Watt)
ε = emisivitas σ = konstanta Stefan-Boltzman (5,669 x 10-8 W/m2.K4) A = luas permukaan
(m2)
T = suhu
(K)