BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a. Pengertian Persalinan Menurut Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan bantuan, persalinan anjuran bila persalinan tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui pacuan. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat.A., Sujiyatini, 2010). Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Helen Varney, jan. Kreibs, Cariolyn L. Gegor, 2007). b. Etiologi persalinan Menurut Hidayat.A., Sujiyatini (2010) sebab terjadinya persalinan dimulai dari penurunan kadar progesterone, teori oxytosin, peregangan
9
10
otot–otot uterus yang berlebihan (destended uterus), pengaruh janin, teori
prostaglandin.
Seperti
diketahui
progesteron
merupakan
penenang bagi otot – otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira–kira 1–2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga aterm meningkat. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang servikale. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan sehingga his dapat dibangkitkan dan hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. c. Tahapan Persalinan Tahapan persalinan menurut Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010) terdiri dari 4 tahapan, yaitu : 1) Kala I Kala I atau kala pembukaan adalah Periode persalinan yang dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan serviks menjadi lengkap. Berdasarkan kemajuan pembukaan maka kala I dibagi menjadi sebagai berikut : a) Fase laten, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0 sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.
11
b) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat, yang terbagi menjadi : (1) Fase akselerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang dicapai dalam 2 jam. (2) Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam. (3) Fase Fase deselerasi (fase kurangnya percepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2 jam. 2) Kala II Kala II atau kala pengeluaran adalah periode persalinan yang dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. 3) Kala III Kala III atau kala uri adalah periode persalinan yang dimulai dari lahinya bayi sampai dengan lahirnya plasenta. 4) Kala IV Kala IV merupakan masa 1-2 jam setelah plasenta lahir. d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan Menurut Yanti (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan ada 5, yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Faktor Power Power adalah Kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar ialah
12
a) His His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. b) Tenaga Mengejan Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil bila pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu ada his. 2) Faktor Passanger (faktor janin) Faktor janin dalam persalinan meliputi : a) Sikap (Habitus), janin umumnya dalam sikap fleksi dimana kepala, tulang punggung dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang di dada. b) Letak (Situs), letak adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu. c) Presentasi, dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada dibagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. d) Posisi Janin, digunakan untuk indikator atau menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang.
13
3) Faktor Passage (Jalan Lahir) Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas bagian atas dan bagian lunak. a) Bagian Keras panggul 1. Tulang Panggul a. Os coxae : os illium, os ischium, os pubis b. Os sacrum: promontorium c. Os coccygis 2. Artikulasio (persendian) a. Simfisis pubis, di depan pertemuan os pubis b. Artikuasi sakro-illiaka yang menghubungkan os sacrum dan os ilium c. Artikulasi sakro koksigium yang menghubungkan os sacrum dan koksigitu 3. Ruang panggul a. Pelvis mayor (false pelvis), terletak diatas linea terminalis. b. Pelvis minor (true pelvis), terletak dibawah false pelvis. 4. Pintu panggul a. Pintu atas panggul (PAP), inlet, dibatasi oleh linea terminalis (linea inominata) b. Pintu tengah panggul (PTP), pada spina ischiadika disebet midlet
14
c. Pintu bawah panggul (PBP), dibatasi simfisis dan arkus pubis disebut outlet d. Ruang panggul yang sebenarnya berada antara inlet dan outlet 5. Sumbu panggul Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titiktitik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan. 6. Bidang-bidang panggul a. Bidang hodge, jarak antara promontorium dan pinggir atas simfisis, sejajar dengan PAP b. Bidang hodge II, sejajar dengan PAP melewati pinggir bawah simfisis c. Bidang hodge III, sejajar dengan PAP melawati spina ischiadika d. Bidang hodge IV, sejajar dengan PAP melewati ujung coccygeus 7. Ukuran panggul a. Panggul Luar 1) Distansia spinarum, yaitu jarak antara kedua spina iliaka anterior superior (24-26 cm) 2) Distansia spinarum, yaitu jarang antara kedua krista iliaka kanan dan kiri (28-30cm) 3) Conjugata eksterna (18-20 cm)
15
4) Conjugata diagonalis (12,5 cm) 5) Distansia tubernum dengan menggunakan jangka oseander (10,5 cm) b. Panggul dalam 1) Pintu atas panggul, merupakan suatu bidang ynag dibentuk oleh promontorium, linea inominata dan pinggir atas simfisis pubis. 2) Conjugata vera, jarak conjugata diagonalis 11-11,5 cm 3) Conjugata transversa 12-13 cm 4) Conjugata oblique 13 cm 5) Conjugata obstetrica, yaitu jarak bagian tengah simfisis ke promontorium b) Bagian lunak panggul Jalan lahir lunak yang berperan dalam persalinan adalah segmen bawah rahim, serviks uteri dan vagina. Disamping itu otao-otot, jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat-alat urogenital juga sangat perperan dalam persalinan. 4) Psikis Ibu Dalam fase persalinan terjadi peningkatan kecemasan, dengan
makin
meningkatnya
kecemasan
akan
semakin
meningkatkan intensitas nyeri. Dengan semakin majunya proses persalinan, menyebabkan perasaan ibu hamil semakin cemas dan
16
rasa cemas tersebut menyebabkan rasa nyeri semakin inten, demikian pula sebaliknya. Perubahan fungsi berbagai organ selama kehamilan, dan perubahan status vital selama persalinan, dapat menggoncangkan homeostasis tubuh secara keseluruhan. Nyeri persalinan sendiri sebenarnya adalah nyeri akibat kontraksi meometrium disertai mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Disamping itu faktor fisik, faktor psikologis, emosi dan motivasi juga mempengaruhi timbulnya rasa nyeri persalinan. Kecemasan, kelelahan, kehabisan tenaga dan kekhawaturan ibu, seluruhnya menyatu sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Dengan memahami mekanisme timbulnya nyeri persalinan dan
kelahiran,
dapat
diusahakan
mengurangi
sampai
menghilangkan kecemasan dan nyeri persalinan dan kelahiran. Apabila usaha tersebut berhasil menurunkan kecemasan dan nyeri persalinan walau hanya sebagian, bisa berakibat stres yang dialami ibu bersalin akan menurun, dan respon stres yang dialami juga akan berkurang. Dan pada akhirnya, ibu akan melewati proses persalinan dengan tenang dan poercaya diri, dapat mentoleransi ketegangan dan nyeri yang masih ada. 5) Penolong Persalinan Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu adalah kemampuan dan keterampilan penolong
17
persalinan. Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin disetiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi dirumah, puskesmas atau rumah sakit. Penolong dalam hal ini adalah bidan. Jenis asuhan yang diberikan, dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir. Bidan harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir, baik disetiap tahapan persalinan, kelahiran bayi, maupun pada awal nifas. Dengan demikian akan menjadi pelaksana pertolongan persalinan, yang harus mampu mengenali (sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga upaya perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok rentan resiko ini dapat diwujudkan.
18
e. Tanda dan Gejala Persalinan Tanda
dan
gejala
persalinan
menurut
Hidayat.
A.,
Sujiyatini(2010) dijelaskan sebagai berikut : 1) Lightening (penurunan kepala janin) Lightning adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor, yang dirasakan kira-kira dua minggu sebelum persalinan. 2) Perubahan serviks Mendekati persalinan serviks berubah menjadi semakin lunak dan mengalami sedikit penipisan dan kemungkinan sedikit dilatasi. Perubahan ini diduga terjadi akibat peningkatan intensitas braxton hicks. 3) Persalinan palsu Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi ini timbul akibat adanya peningkatan kontraksi braxton hicks yang timbul 3 atau 4 minggu sebelum persalinan. 4) Ketuban pecah Ketuban pecah adalah keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin robek, yang biasanya pecah apabila pembukaan lengkap atau hampir lengkap. 5) Blood show (lendir di sertai darah dari jalan lahir) Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari kanalis servikalis keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini
19
disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga beberapa kapiler darah terputus (Yanti, 2009). 6) Lonjakan energi Banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang lebih 24 jam sampai 48 jam sebelum persalinan. Wanita merasa energik pada saat sebelum kedatangana bayi, selama beberapa jam hingga mereka semangat melakukan berbagai aktifitas yang sebelumnya tidak mampu mereka lakukan, akibatnya mereka memasuki masa persalinan dalam keadaan letih. 7) Gangguan pada pencernaan Beberapa wanita akan mengalami beberapa gejala menjelang persalinan, seperti : diare, kesulitan mencerna, mual, dan muntah. f. Mekanisme Persalinan Menurut Dewi. A.h., Cristine. C.P (2010) mekanisme persalinan dijelaskan sebagai berikut : 1) Engagement (kapala terfiksir pada pintu ats panggul) Kepala masuk pintu atas panggul dengan sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul atau miring/membentuk sudut dengan pintu atas panggul. 2) Desent (turun) Kepala turun ke dalam rongga panggul. Penurunan terjadi secara lengkap.
20
3) Flexi Kepala janin fleksi, dagu menempel ke dada, posisi kepala berubah dari puncak kepala menjadi belakang kepala. Sehingga sumbu panjang kepala sejajar sumbu panggul. 4) Rotasi internal (putaran paksi dalam) Turunya kepala, putaran ubun-ubun kecil kearah depan (ke depan simfisis pubis), melewati distansia interspinarum dengan diameter biparientalis. 5) Ekstensi Puncak kepala berada di simfisis, dengan dorongan ibu yang kuat kepala menjadi ekspulsi dan melewati introitus vagina. 6) Rotasi eksterna Setelah seluruh kepala lahir terjadi putaran kepala keposisi pada saat engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang lahir, dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh tubuh. 2. Gawat Janin dalam Persalinan a. Pengertian Gawat Janin Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut.
Disebut gawat janin bila ditemukan
denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut
21
jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (Dewi.A.h., Cristine.C.P., 2010). b. Penyebab Gawat Janin Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut : 1) Persalinan berlangsung lama Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida (Nugrahaeni, 2010).
Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu
menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium. 2) Induksi persalinan dengan oksitosin Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
22
3) Ada perdarahan Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio
plasenta.
Terjadinya
solusio
plasenta
dipicu
oleh
perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. 4) Infeksi Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya (Prawirohadjo, 2009). 5) Insufisiensi plasenta a) Insufisiensi uteroplasenter akut Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterusplasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi
23
terlentang, perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta. b) Insufisiensi uteroplasenter kronis Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterusplasenta dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi. 6) Kehamilan Postterm Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium. 7) Preeklamsia Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran
24
darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin. c. Penilaian Klinik Gawat Janin Menurut Prawirohardjo (2007) tanda gejala gawat janin dapat diketahui dengan : 1) DJJ Abnormal Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai berikut : a) Denyut jantung janinirreguller dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa watu. Bila DJJ tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini menunjukan adanya hipoksia. b) Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang setelah kontraksi menunjukan adanya gawat janin. c) Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya : (1) Demam pada ibu (2) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat tokolitik) Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per menit menunjukan adanya anval hipoksia. Denyut jantung janin abnormaldapat disebut juga dengan fetal distress. Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal distress kronis. Menurut Marmi, Retno A.M.S.,
25
Fatmawaty.E (2010) dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhinya. a) Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut (1) Kontraksi uterus Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia uterus. (2) Kompresi tali pusat Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus, lilitan talu pusat. (3) Kondisi tali pusat Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan dengan kelainan fetus. (4) Depresi pusat pada sistem pernafasan Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia. b) Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks.
26
(1) Status sosial ekonomi rendah Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan fisik dan psikis. (2) Umur maternal Umur ibu yangg sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan umur resiko tinggi. (3) Merokok Nikotin
dapat
menyebabkan
vasokontriksi,
dan
menyebabkan penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi transport oksigen. Angka mortalitas perinatal maningkat. (4) Penyalah gunaan obat terlarang Penyalah
gunaan
obat
terlarang
dalam
kehamilan
berhubungan dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia
dan
persalinan
preterm
yang
semuanya
meningkatkan resiko kematian perinatal. (5) Riwayat obstetrik yang buruk Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini.
27
(6) Penyakit maternal Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat
mempengaruhi
sistem sirkulasi
maternal
dan
menyebabkan insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti: Hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi
penurunan
oksigenasi
arteri
maternal
seperti: penyakit skle sel, anemia berat (Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik),
infeksi
maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur, perdarahan
antepartum
yang
dapat
mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus. (7) Kondisi plasenta Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia
intra
uterin.
Resiko
ini
mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus. (8) Kondisi fetal Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.
28
(9) Faktor resiko inta partum Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi bokong, kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik yang berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus atau partus lama. c) Deteksi fetus melalui pemeriksaan antenatal Pemeriksaan yang digukankan untuk mendeteksi fetus meliputi: (1) USG untuk menilai pertumbuhan fetus (2) Profil biofisikal Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter yang digunakan untuk menilai meliputi: gerakan pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetusindeks cairan amnion dan NST. (3) Non Stress Tes (NST) Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
29
(4) Doppler Menurut Marmi, Retno A.M.S., Fatmawaty.E (2010) tanda fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut : (a) Denyut jantung a.1. Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah 120 kali perdetik. a.2. Deselerasi dini Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali permenit pada saat kontraksi, kontraksi deselarasi menggambarkan kontraksi dan biasanya dianggap masalah serius. a.3. Deselerasi yang berubah-ubah Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya abnormalitas denyut jantung janin. a.4. Deselerasi lambat Penurunan denyut jantung janin menunjukan tingkat deselerasi paling rendah tetapi menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan
30
aliran darah fetus dan pengurangan transfer oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas denyut jantung janin harus dipikirkan untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus. a.5. Tidak adanya denyut jantung Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress. a.6. Mekonium bercampur air ketuban. (b) Mekonium Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air
ketuban
jumlahnya
sedikit.
Kondisi
ini
mengharuskan adanya intervensi. Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu persalinan letak bokong. d. Penanganan Gawat Janin pada Persalinan Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat janin saat persalinan adalah sebagai berikut : 1) Cara pemantauan
31
a) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan : (1) Setiap 15 menit kala I (2) Setiap setelah his kala II (3) Hitung selama satu menit setelah his selesai b) Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan c) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan 2) Interpretasi data dan pengelolaan a) Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta b) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan) c) Berikan oksigen 6-8 L/menit d) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural) segera berikan infus 1 L infus RL e) Kecepatan
infus
cairan-cairan
intravaskular
hendaknya
dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina. 3) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus a) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta. b) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
32
c) Perlu kehadirkan dokter spesialis anak Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20 menit. 4) Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam atau perabdominal.
33
e. Pathway Gawat Janin dalam Persalinan Persalinan lama
Induksi dgn oksitosin
Ibu gelisah, letih, lesu, suhu badan yg meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Adanya bandle ring, oedema serviks & air ketuban bercampur mekonium
Relaksasi uterus tdk cukup memberikan pengisian plasenta
Perdarahan/ infeksi
Insufisiensi plasenta Berkurangnya aliran darah uterusplasenta dlm waktu singkat/ lama
Bakteri di dlm amnion menembus amnion
Preeklamsi
Kegagalan invasi trofoblas ke dlm lapisan otot pembuluh darah
Pelepasan, kompresi &penghancu ran plasenta
Pasokan oksigen berkurang
DJJ abnormal
Garakan janin kurang
Ketuban bercampur mekonium
Gawat janin
Kompensasi
Dekompensasi Ensefalopati/ Mati
Bagan 2.1 Pathway Gawat janin dalam persalinan Sumber : Sarwono Prawirohardjo, 2007
Aliran darah ke otak berkurang
Postterm
Diameter tali pusat yg mengecil
34
f. Penatalaksanaan Gawat Janin dalam Persalinan Gawat Janin Pemantauan DJJ
Apabila resiko rendah denga pemantauan auskultasi DJJ : 1. Kala I = 15 menit sekali 2. Kala II = setelah his, hitung 1 menit setelah his selesai Apabila resiko tinggi, gunakan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan Sediakan pemeriksaan pH darah janin
Memperbaiki aliran darah uterus
Memperbaiki aliran darah umbilikus
Posisikan ibu miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
Hentikaninfus oksitosin (jika sedang diberikan)
Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
Berikan oksigen 6-8 L/menit
Perlu kehadirkan dokter spesialis anak
Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural) segera berikan infus 1 L infus RL Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
1. KU ibu baik 2. Adanya pembukaan 3. Panggul normal
Ya
Pervaginam
Tidak
Perabdominal
Bagan 2.2 Penatalaksanaan gawat janin dalam persalinan Sumber : Sarwono Prawirihardjo: 2007
35
B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Mufdlilah, Asri H & Ima K, 2010: 110). 2. Langkah-Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010: 111-119) proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah, yaitu : a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar Langkah pertama merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya.
Mengumpulkan
data
adalah
menghimbau
informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek. Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus mnerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer. Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga.
36
Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu : 1) Observasi, adalah pengumpulan data melalui indera : penglihatan (perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran (bunyi batuk, bunyi nafas), penciuman (bau nafas, bau luka), perabaan (suhu badan, nadi) 2) Wawancara, adalah pembicaraan yang terarah yang umumnya dilakukan paada pertemuan tatap mukan. Dalam wawancara yang penting diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang relefan. 3) Pemeriksaan, dilakukan dengan memakai instrumen/alat pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, kuantitas. Misalnya: tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan timbangan, tekanan darah dengan tensi meter. Secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subjektif dan data objektif. Pada waktu pengumpulan data subjektif bidan harus : mengembangkan hubungan antar personal yang efektif dengan pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang dicemaskan, berupaya mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan masalah pasien. Pada waktu pengumpulan data objektif bidan harus : mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan tehnik
37
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien. b. Langkah II (kedua) : Interprestasi data dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta. Masalah
adalah
kesenjangan
yang
diharapkan
dengan
fakta/kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ukuran yang telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar perbandingan dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi tinggi menimbulkan masalah kesehatan (faktor resiko). Dalam bidang kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam hubungannya dengan status sehat-sakit dan kondisi fisiologis yang akhirnya menjadi faktor resiko agent yang akan mempengaruhi status kesehatan orang bersangkutan.
38
Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyataan dari masalah pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan”. Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah “pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan dengan keadaan kesehatan seseorang dan didasarkan pada penilaian asuhan kebidanan yang bercorak negatif”. Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosa tetapi perlu tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat rencana asuhan yang menyeluruh. Masalah sering dihubungkan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosa. Diagnosa adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Standar nomenlaktur diagnosa kebidanan : 1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi 2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan 3) Memiliki ciri khas kebidanan 4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kabidanan 5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
39
c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila klien memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. d. Langkah IV (keempat) : mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk
menentukan
asuhan
yang
paling
tepat.
Langkah
ini
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi
40
atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksanakan rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah initermasuk membuat dan pendiskusian rencana dengan wanita itu begitu juga termasuk penegasan akan persetujuannya. Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang
komprehensif
harus
merefleksikan
alasan
yang
benar,
berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to dateserta divalidasikan dengan suami mengenai apa yang diinginkan wanita tesebut dan apa yang dia tidak inginkan. Rational yang berdasarkan asumsi dari perilaku pasien yang tidak divalidasikan, pengetahuan teoritis yang salah atau tidak memadai, atau data dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak lengkap dan mungkin juga tidak aman. Perencaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah/diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.
41
f. Langkah VI(keenam) : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan. g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi Pada langkah ke 7 ini dilakukan eveluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.
42
3. Model Dokumentasi Asuhan Kebidanan SOAP Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah dalam bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan berkesinambungan dan menggunakan proses yang terus menerus (Mufdlilah, Asri H, Ima K, 2010: 120-121). S
: Data informasi yang subjektif (mencatat hasil anamnesa)
O
: Data informasi objektif (hasil pemeriksaan, observasi)
A
: Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan) a. Diagnosa atau masalah b. Diagnosa/masalah potensial dan antisipasinya c. Perlu tindakan segera
P
: Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan, antisipasi, tindakan segera, tindakan rutin, penyuluhan, support,kolaborasi, rujuk dan evaluasi.
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan Dalam melaksanakan asuhan pada pasien persalianan dengan gawat janin, bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien bersalin dengan gawat janin, meliputi : 1. Bidan dalam menjalankan praktiknya berlandaskan pada Menteri
Kesehatan
Republik
PER/X/2010 pasal 10, yaitu :
Indonesia
Nomor
Peraturan
1464/MENKES/
43
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan. b. Pelayanan kesehatan ibu sebagai mana yang dimaksud ayat (1) meliputi : 1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil 2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal 3) Pelayanan persalinan normal 4) Pelayanan ibu nifas normal 5) Pelayanan ibu menyusui, dan 6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : 1) Episiotomi 2) Penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II 3) Penanganan kegawat-daruratan dilanjutkan dengan perujukan 4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil 5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas 6) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif 7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan postpartum 8) Penyuluhan dan konseling
44
9) Bimbingan pada kelompok hamil 10) Pemberian surat keteranangan kematian 11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin