BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustakan, peneliti akan menguraikan tentang kesehatan reproduksi yang ada, sebelum menjelaskan remaja serta periode perkembangan, perubahan fisik, perubahan kejiwaan dan perilaku kesehatan remaja. Selain itu juga diuraikan beberapa landasan teori yang digunakan pada peneliti yang berhubungan dengan faktor-faktor kebutuhan pelayanan kesehatan.
2.1 Kesehatan Reproduksi Menurut WHO, Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagaisuatu kondisi sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang menyeluruh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Sedangkan menurut Depkes RI, 2000 kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara utuh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang masih berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang bukan hanya pemikiran kondisi yang bebas dari penyakit reproduksi melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan baik sebelum atau pun sesudah menikah. Kesehtan reproduksi remaja merupakan suatu keadaan sehat dari sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pada masa remaja diharapkan agar remaja mampu memahai terkait kesehatan reproduksi remaja, sebab keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja
9
10
mempunyai jangka panjang atau konsekuensi dalam perkembangan serta kehidupan sosial remaja (BKKBN, 2008).
2.2
Karakteristik Remaja
2.2.1 Remaja Menurut WHO remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anakanak menjadi ke masa dewasa dengan batasan usiaremaja yaitu 12 sampai 24 tahun. Akan tetapi jika padausia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja.Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi belum mandiri atau masih tergantung pada orang tua maka dikategorikan ke dalam kelompok remaja. 2.2.2 Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja Menurut Widyastuti, Rahmawati dan Purnamaningrum (2009) proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibanding perubahan fisik, yang meliputi: 1.
Perubahan Emosi Perubahan tersebut berupa kondisi : a. Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa) b. Aresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, misalnya mudah berkelahi. c. Ada kecenderungan tidak patuh dan lebih senang pergi berasama dengan temannnya dari pada tinggal tinggal dirumah.
2.
Perkembangan Intelegensia Pada perkembangna ini menyebabkan remaja :
11
a. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik. b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.
2.3
Persepsi Menurut Walgito (2010) persepsi merupakan suatu proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulasi oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Sedangkan menurut Wenburg dan Wilmot persepsi merupakan sebagai cara organisme memberi makna sedangkan menurut Rudolph persepsi yaitu sebuah proses dalam menafsirkan informasi inderawi. Cohen pun mengemukakan bahwa persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi merupakan pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan inti komunikasi, sedangkan penafsiran atau interpretasi yang merupakan inti persepsi, dimana identik dengan penyandingan balik atau decoding (Riswandi, 2009). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Cohen, terlihat bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan sensasi. Namun, terdapat perbedaan antara persepsi dengan sensasi. Sensaididefinisikan sebagai pengalaman elementer yang segera dan tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual terutama berkaitan dengan kegiatan alat indera, dimana sensasi terjadi setelah seseorang mengalami stimulus melalui alat indera sesuai dengan objeknya (Notoatmodjo,2010). Sedangkan, persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
12
informasi dan menafsirkannya. Maka dengan demikian, persepsi diartikan bagaimana seseorang memberikan arti terhadap stimulus yang diterima. Beberapa pendapat dari para ahli mengenai persepsi diatas, persepsi dapat diartikan sebagai kegiatan individu dalam menafsirkan suatu subyek, obyek, maupun peristiwa karena adanya stimulus yang diterima melalui alat indera, dimana persepsi dapat bersifat positif maupun negatif yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal dari individu tersebut.
2.3.1 Jenis Persepsi Menurut Riswandi (2009), terdapat dua jenis persepsi, yaitu persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia. Persepsi lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial. Perbedaan kedua jenis persepsi tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Persepsi lingkungan fisik yaitu suatu kegiatan dalam menafsirkan stimulus berupa lambang-lambang yang bersifat fisik baik terhadap suatu objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat-sifat luar objek. Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek, objek tersebut tidak memberikan tanggapan. 2. Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambanglambang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menanggapi sifat-sifat luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan lain sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika seseorang mempersepsikan orang lain terdapat kemungkinan timbul reaksi dari orang yang yang dipersepsikan.
13
Berdasarkan jenis persepsi, maka persepsi seseorang terhadap penyelenggaraan program pelayanan kespro remaja PKBI Daerah Bali tergolong dalam persepsi terhadap lingkungan fisik. Hal tersebut karena program pelayanan kespro remaja PKBI Daerah Bali merupakan suatu obyek. Sedangkan, persepsi seseorang terhadap penyelenggara program pelayanan kespro remaja PKBI Daerah Bali tergolong dalam persepsi sosial. Oleh karena persepsi ini ditujukan kepada orang atau individu lainnya. 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu objek maupun manusia. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Riswandi (2009), faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek, terdiri dari: 1. Latar belakang pengalaman Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang. Selain mempengaruhi pengetahuan, pengalaman juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek atau stimulus yang diterimanya. 2. Latar belakang budaya Budaya yang melekat pada diri seseorang seringkali mempengaruhi pola pikir serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Umumnya, seseorang menganggap budaya yang selama ini diketahui dan dijalani sebagai pedoman dalam memandang hal baru yang ditemui. 3. Latar belakang psikologis
14
Kondisi psikologis merupakan faktor internal dari diri individu yang mempengaruhi persepsi. Persepsi dari individu yang sama dapat berbeda dalam kondisi psikologis yang berbeda. 4. Latar belakang nilai, keyakinan, dan harapan Nilai, keyakinan, dan harapan merupakan 3 (tiga) hal yang mendasari seseorang dalam menafsirkan atau memandang sesuatu. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memiliki persepsi yang positif dan dapat juga negatif. 5. Kondisi faktual alat-alat panca indera Kondisi faktual yang diterima melalui panca indera menjadi dasar kuat bagi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Selain beberapa faktor diatas, pengetahuan yang dimiliki juga mempengaruhi persepsi seseorang. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang tidak hanya berasal dari dalam diri orang tersebut, melainkan dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Baik faktor internal maupun eksternal memiliki pengaruh yang sama kuat terhadap persepsi seseorang. 2.3.3 Prinsip-prinsip Persepsi Sosial Menurut Riswandi (2009), individu memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas yang terjadi di sekelilingnya. Terdapat 5 (lima) prinsip persepsi sosial, yang terdiri dari: 1. Persepsi berdasarkan pengalaman Knoers
dan
Haditono
(1999)
dalam
(Singgih&
Bawono,
2010)
mengemukakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari
15
pendidikan formal maupun non formal atau dapat diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman yang telah dialami oleh individu dapat menjadi dasar individu tersebut dalam menanggapi individu lain, objek, maupun kejadian yang serupa dengan yang pernah ia alami sebelumnya. Individu yang memiliki pengalaman terhadap suatu kejadian akan menanggapi kejadian tersebut berbeda dengan individu yang tidak memiliki pengalaman mengenai kejadian tersebut. Misalnya: Di Barat orang sudah biasa makan dengan sendok dan garpu, maka persepsi orang Barat terhadap orang Timur (Indonesia) yang makan menggunakan tangan adalah jorok atau tidak sehat. 2. Persepsi bersifat selektif Selektivitas individu terhadap stimulus ditentukan oleh atensi. Terdapat duafaktor yang mempengaruhi atensi, yang terdiri dari: a. Faktor internal Faktor internal yang mempengaruhi atensi, meliputi: 1) Faktor biologis: rasa lapar dan haus. 2) Faktor fisiologis: tinggi, pendek, gemuk, kurus, cacat fisik, dan lain sebagainya. 3) Faktor sosial budaya: agama, etnis, pekerjaan, penghasilan, pengalaman masa lalu, dan lain sebagainya. 4) Faktor psikologis: keinginan, harapan, motivasi, dan lain sebagainya. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, meliputi:
16
1) Gerakan: umumnya orang lebih tertarik pada obyek yang bergerak daripada yang diam. Sehingga gerakan dapat mempengaruhi persepsi seseorang. 2) Intensitas: stimulus dengan intensitas yang menonjol akan lebih menarik perhatian seseorang. 3) Kontras: obyek dengan penampilan yang berbeda atau kontras daripada yang lainnya akan menarik perhatian seseorang. 4) Kebaruan: unsur dari obyek yang dapat menarik perhatian, seperti: tetangga baru, rumah baru, baju baru, dan lain sebagainya. 5) Perulangan obyek yang dipersepsi: kejadian yang terjadi secara berulang biasanya memiliki potensi yang lebih tinggi dalam menarik perhatian seseorang. 3. Persepsi bersifat dugaan Dalam keadaan data yang diperoleh mengenai obyek melalui panca indera yang bersifat tidak lengkap, maka persepsi sebagai proses pemikiran yang langsung melompat pada kesimpulan. Misalnya: pada fenomena gunung es, seseorang hanya dapat melihat bagian permukaan gunung saja, namun terdapat dugaan bahwa ada bagian gunung es di bawah permukaan air. Berdasarkan ilustrasi tersebut, menggambarkan bahwa ada kemungkinan ketidaklengkapan informasi yang tersedia. Proses persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan seseorang untuk menafsirkan suatu obyek dengan makna yang lebih lengkap dari berbagai sudut pandang. 4. Persepsi bersifat evaluatif
17
Orang seringkali merasa bahwa apa yang dipersepsikan adalah nyata serta berpikiran bahwa proses penerimaan dan penafsiran pesan sebagai sesuatu yang bersifat alamiah. Namun, persepsi tidak selalu sesuai dengan realitas yang ada. Hal tersebut karena persepsi bersifat pribadi dan subyektif. 5. Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan prinsip yang berpengaruh paling kuat terhadap persepsi. Konteks mengelilingi seseorang dalam melihat obyek atau peristiwa serta mempengaruhi struktur kognitif dan ekspektasi orang tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi persepsinya. Kelima prinsip persepsi diatas dapat mendasari seseorang dalam mempersepsikan suatu subyek, obyek, maupun peristiwa. Dalam hal ini, termasuk persepsi seseorang terhadap penyelenggaraan program pelayanan kespro remaja yaitu PKBI Daerah Bali.
2.4 Perilaku 2.4.1 Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini
18
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : 1.
Perilaku tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2.
Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.4.2 Domain Perilaku Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu di dalam tiga domain (ranah atau kawasan), yang terdiri dari ranah pengetahuan (knowlegde), ranah sikap (attitude), dan ranah tindakan (practice).
1. Pengetahuan (Knowlegde) Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
19
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepada seseorang (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang : a.
Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
b.
Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
c.
Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan (Notoatmodjo, 2003). 2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007). Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok: a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
20
Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut : a. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus. b. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu. c. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut. d. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007). 3. Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (Notoatmodjo, 2007). 4.3.3 Perilaku Kesehatan Menurut sebagian psikolog perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan ini merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia dan dengan adanya dorongan tersebut menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku kesehatan yaitu suatu
21
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Dari definisi tersebut kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan terkait dengan : 1. Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit. 2. Perilaku peningkatan kesehatan. 3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Menurut Karl dan Cobb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) membuat perbedaan di antara tiga tipe yang berkaitan dengan perilaku kesehatan, yaitu : 1. Perilaku kesehatan yaitu suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendektesinya dalam tahap asimptomatik. 2. Perilaku sakit yaitu aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk mendefinisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan pengobatan mandiri yang tepat. 3. Perilaku peran-sakit yaitu aktivitas
yang dilakukan untuk tujuan
mendapatkan kesejahteraan oleh individu yang mempertimbangkan diri mereka sendiri sakit, hal ini mencakup mendapatkan pengobatan dari ahli terapi
yang
tepat.
22
4.3.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehtan Remaja Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah perihal atau cara melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa (KBBI, 2008). Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat mata atau tidak dapat diraba, yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan konsumen (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005). Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat tentunya terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999). Menurut Notoatmodjo (2003), pelayanan kesehatan memiliki peranan utamanya untuk pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat dimana pelayanan kesehatan juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitative (pemulihan kesehatan).
23
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri sehingga pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan pengaruh terhadap kesehatn penduduk, kelompok, keluarga dan individu, pencegahan penyakit sangat di perlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 1999). Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan masyarakat untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan serta promosi kesehatan bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, dan untuk instansi pelayanan kesehatan swasta seperti PKBI Bali, 2) pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang memerlukan rawat inap dan memerlukan tersedianya tenaga dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis, 3) pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health care) pelayanan kesehatan masyarakat kelompok yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder dan membutuhkan tenaga superspesialis (Azwar, 1999). Pelayanan kesehatan di PKBI Bali merupakan salah satu jenis pelayanan tingkat pertama (Primary health care) yaitu pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan atau promosi kesehatan, sehingga pemanfaatan klinik-klinik yang ada di PKBI Bali dapat
24
diartikan sebagai perilaku, proses, cara atau perbuatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh masyarakat khususnya remaja. 4.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Remaja Dalam pemanfaatan pelayanan kesehtan tingkat pertama terdapat beberapa teori yang mengungkap faktor yang berhubungan erat kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior) seseorang atau remaja. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model). Menurut teori Health Belief Model (HBM) didasarkan atas beberapa faktor esensial, yaitu: kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan dan adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku itu sendiri. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan, seperti kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan memberikan keuntungan sedangkan faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
25
yang merekomendasikan perubahan perilaku dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa. Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2006). Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa, bila ancaman yang dirasakan tersebut, maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada, yaitu: 1.
Ketidak
kekebalan
yang
dirasakan
(perceived
vulnerability)
yang
merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. 2.
Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) merupakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyair tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman perilaku, seperti check-up untuk mencegah atau pemeriksaan awal dan imunisasi (Machfoedz, 2006).
26
Menurut Kosa dan Robertson yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa perilaku kesehatan individu cendrung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, setiap individu mempunyai cara yang berbeda didalam mengmbil tindakan penyembuhan atau pencegahan, meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan oleh individu menstimulasi dimulainya suatu proses sosial psikologis. Apabila individu bertindak untuk mengobati penyakitnya, ada empat variabel yang terlihat dalamtindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan (perceivet susceptibility) agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan(susceptible) terhadap penyakit tersebut dan keseriusan yang dirasakan( perceived seriousness), tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat, manfaat dan rintangan yang dirasakan, apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu, tergantuk pada manfaat yang dirasakan dari rintangan yangditemukan, isyarat atau tanda-tanda(cues) untuk mendapatkan tingkat penerimaanyang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal, misalnya
27
pesan-pesan pada media masa, nasehat atau anjuran teman atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya(Notoatmodjo, 2003).