BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah benda bersentuhan.Benda-benda yang dimaksud disini tidak harus berbentuk padat, melainkan dapat pula berbentuk cair ataupun gas. Gaya gesek antara dua buah benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan gaya antara benda padat dan cairan serta gas adalah gaya stokes. Gaya gesek dapat merugikan atau bermanfaat. Panas pada poros yang berputar, engsel pintu yang berderit dan sepatu yang aus adalah contoh kerugian yang disebabkan oleh gaya gesek. Akan tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat berpindah tempat karena gerakan kakinya hanya akan menggelincir di lantai. Tanpa adanya gaya gesek kita tidak akan pernah bisa berjalan. Gaya gesek merupakan akumulasi interaksi mikro antar kedua permukaan yang saling bersentuhan. Permukaan yang sangat halus akan menyebabkan gesek menjadi lebih kecil nilainya dibandingkan dengan permukaan yang kasar, akan tetapi tidak lagi demikian. Kontruksi mikro ataupun nano pada permukaan benda dapat menyebabkan gesekan menjadi minimum, bahkan cairan tidak lagi dapat membasahi (Khusnul, 2009).
2.1.1
Gaya Gesekan dan Gerak Benda
Apabila ada dua benda yang berinteraksi melalui kontak atau sentuhan langsung pada permukaan, maka akan selalu timbul suatu gaya yang disebut gaya kontak. Gaya kontak ini memiliki komponen yang sejajar dengan permukaan sentuh yang secara khusus disebut gaya gesekan, sedangkan komponen lain yang tegak lurus dengan permukan sentuh disebut gaya normal. Karena arah gesekan sejajar dengan permukaan sentuh, maka akan mempengaruhi gerak suatu benda. Arah gaya gesekan ini selalu berlawanan dengan arah gerak benda sehingga bersifat menghambat gerak benda. Walaupun gaya normal arahnya tegak lurus dengan arah gerak benda, nangaruh namun gaya normal memberikan pengaruh pada
5 Universitas Sumatera Utara
besarnya gaya gesekan. Semakin besar gaya normal, maka semakin besar pula gaya gesekan yang terjadi. Besar gaya gesekan disamping bergantung pada gaya normal, juga sangat bergantung pada kekasaran permukaan sentuh. Semakin kasar permukaan sentuh, umumnya semakin besar gaya gesekan yang timbul. Hal ini menjelaskan mengapa terjadi perbedaan jarak yang ditempuh oleh kelereng pada saat menggelinding dikarpet dan dilantai berkeramik. Secara sepintas kita memperoleh pesan bahwa setiap gaya gesekan akan bersifat merugikan, akan tetapi bila kita perhatikan tidak sedikit keuntungan yang akan kita peroleh dengan adanya gaya gesekan ini, misalnya gesekan antara roda dan porosnya akan mengurangi laju mobil, namun tidak mungkin mobil bisa bergerak tanpa adanya gaya gesekan antara ban mobil dengan permukaan jalan (Khusnul, 2009).
2.1.2 Asal Gaya Gesek Jika permukaan suatu benda bergesekan dengan permukaan benda lain, masing-masing benda tersebut mengerjakan gaya gesek antara satu dengan yang lain. Gaya gesek pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gerakan benda tersebut.Selain menghambat gerak benda, gesekan dapat menimbulkan aus dan kerusakan. Hal ini dapat kita amati pada mesin kendaraan, misalnya ketika kita memberi minyak pelumas pada mesin mobil agar gesekan pada komponen-komponen mesin dapat diperkecil. Jika tidak diberi minyak pelumas maka komponen mesin akan mengalami gesekan yang sangat besar sehingga komponen akan aus dan rusak (Hasriani, dkk, 2014).
2.2
Jenis β Jenis Gaya Gesek
Terdapat dua jenis gaya gesek antara dua buah benda yang padat saling bergerak lurus, yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis, yang dibedakan antara titiktitik sentuh antara kedua permukaan yang tetap atau saling berganti. Untuk benda yang dapat menggelinding, terdapat pula jenis gaya gesek lain yang disebut gaya gesek menggelinding (rolling friction). Untuk benda yang berputar tegak lurus
6 Universitas Sumatera Utara
pada permukaan atau berspin, terdapat pula gaya gesek spin (spin friction) (Khusnul, 2009).
2.2.1 Gaya Gesek Statis Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak bergerak relatif atau sama lainnya. Seperti contoh, gesekan statis dapat mencegah benda meluncur kebawah pada bidang miring. Koefesien gesek statis umumnya dinotasikan dengan ππππ, dan pada umumnya lebih besar dari koefisien gesek kinetis.
Gaya gesek statis dihasilkan dari sebuah gaya yang diaplikasikan tepat sebelum benda tersebut bergerak. Gaya gesekan maksimum antara dua permukaan sebelum gerakan terjadi adalah hasil dari koefisien gesek statis dikalikan dengan gaya normal f = ππππ Fn. Ketika tidak ada gerakan yang terjadi gaya gesek dapat
memiliki nilai dari nol hingga gaya gesek maksimum. Setiap gaya yang lebih kecil dari gaya gesek maksimum yang berusaha untuk menggerakkan salah satu benda akan dilawan oleh gaya gesekan yang setara dengan besar gaya tersebut namun berlawanan arah. Setiap gaya gesek yang lebih besar dari gaya gesek maksimum akan menyebabkan gerakan terjadi. Setelah gerakan terjadi, gaya gesekan statis tidak lagi dapat digunakan untuk menggambarkan kinetika benda, sehingga digunakan gaya gesek kinetis.
2.2.2 Gaya Gesek Kinetis Gaya gesek kinetis (dinamis) terjadi ketika dua benda bergerak relatif satu sama lainnya dan saling bergesekan. Koefisien gesek kinetis umumnya dinotasikan dengan ππππ dan pada umumnya selalu lebih kecil dari gaya gesek statis untuk material yang sama. Lantai yang licin membuat kita sulit berjalan di atasnya
karena gaya gesekan yang terjadi antara kaki kita dengan lantai sangat kecil. Permasalahan ini berhubungan dengan gaya gesekan. Gaya gesek atau gaya gesekan merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua permukaan yang saling bersentuhan. Untuk menggerakkan balok kayu diatas lantai dibutuhkan gaya yang dapat mengatasi gaya gesekan statis. Setelah bergerak, gaya itu mempertahankan gerak benda dan digunakan untuk mengatasi gaya gesekan kinetis. Sehingga
7 Universitas Sumatera Utara
hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan untuk mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis, sehingga gaya gesekan kinetis selalu lebih besar dari pada gaya gesekan statis maksimum (Khusnul, 2009).
2.3
Mekanika Kontak
Secara sederhana mekanika kontak (contact mechanics) mempelajari tentang kontak yang terjadi antar benda, yang merupakan bagian dari ilmu tribologi. Mekanika kontak mempelajari tentang tegangan dan deformasi yang ditimbulkan saat dua permukaan solid saling bersentuhan satu sama lain pada satu titik atau lebih,
dimana
gerakan
kedua
benda
atau
lebih
dibatasi
oleh
suatu
constraint.Kontak yang terjadi antara dua benda dapat berupa titik, garis ataupun permukaan. Jika kontak yang terjadi diteruskan dan dikenai suatu beban kontak, maka kontak yang awalnya berupa titik dapat berubah menjadi bentuk ataupun permukaan yang lain tergantung besar tegangan yang terjadi saat terjadinya kontak (Yanto, 2010). Hampir setiap permukaan dapat dipastikan menerima beban kontak, dimana tegangan paling besar terdapat pada area titik atau permukaan tertentu.Jenis konfigurasi pembebanan pada batas elastis dinamakan Hertzian Contact.Kita mengetahui bahwa ketika dua permukaan yang terkena kontak terdapat tekanan yang terbentuk pada suatu titik maupu garis. Kita dapat melihat titik atau garis kontak pada permukaan lengkung saat kontak keduanya mempunyai gerakan memuta. Kondisi ini akan muncul seperti halnya roda bertemu dengan suatu permukaan dan bagian yang saling kontak paa roda gigi transmisi dan kontak yang terjadi pada screw conveyor dengan bahan yang di angkut. Saat dua permukaan benda, diletakkan dan diberi beban bersama-sama dan diamati dengan skala mikron maka akan terbentuk deformasi pada kedua permukaan tersebut. Dengan pengamatan skala mikron setiap benda memiliki kekasaran permukaan, sehingga kontak aktual terjadi pada asperitiess dari kedua dan sifat materialnya, asperities akan mengalami deformasi elastis, elastis plastis, atau fully plastis.
8 Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Kontak Statis Kontak statis bermula ketika beban dikenakan pada benda. Dalam skala mikro, surface yang merupakan sekumpulan dari asperiti-asperiti akan mengalami deformasi. Daerah kontak akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah asperiti yang saling kontak karena peningkatan beban. Akibat selanjutnya adalah muncul fenomena deformasi. Deformasi yang terjadi karena beban vertikal yang didefinisikan jackson et al (2005) dapat berupa elastis, elastis plastis atau plastis (Yayankhancoet, 2013).
Gambar 2.1 Kontak dua permukaan (Yayankhancoet, 2013)
Rejin elastis mengacu pada ketiadaan defomasi plastis, yaitu ketika beban yang dikenakan pada benda dihilangkan, maka benda tersebut dapat kembali ke bentuk asal. Rejim elastis plastis ialah keadaan transisi dari elastis ke plastis. Dalam rejim ini benda terdeformasi plastis, tetapi daerah kontak masih berada pada daerah elastis serta kondisi ketiga adalah kondisi plastis (fully plastic). Kondisi ini terjadi apabila daerah kontak telah terjadi luluh sepenuhnya, yaitu nilai modulus elastisitas
suatu
material
sudah
terlewati.Untuk
mempermudah
dalam
menganalisa kontak, para peneliti membangun sebuah model.Model dapat berupa formula matematis ataupun bentuk asperiti.Bentuk Asperitidapat disederhanakan dengan memodelkannya dalam bentuk bola (sphere), setangah bola (hemisphere), elips (ellips) ataupun bentuk datar (flat). Pendekatan model ini dapat diperoleh
9 Universitas Sumatera Utara
dengan finite element dan juga data hasil percobaan.Fenomena beralihnya keadaan dari elastis menuju plastis pada tingkat asperiti sangat menarik untuk dikaji.Zhao et al (2000) menggunakan parameter ππ sebagai kedalaman penetrasi untuk kedalaman menganalisanya.
2.3.2 Kontak Dinamis Kontak dinamis terbagi menjadi dua bagian.Bagian pertama tentang kontak luncur (sliding contact) dan yang kedua tentang kontak bergulir (rolling contact).
1.
Kontak luncur (Sliding Contacts) Kontak ini terjadi karena adanya beban tangensial sehingga gerakan luncur
bisa terjadi. Sedangkan pada kontak statis hanya ada gaya normal saja. Beberapa peneliti mengkombinasikan antara kedua beban tersebut. Kerena pada kenyataannya gerakan sliding yang merupakan awal terjadinya gesekan, bermula dari kontak statis.
2.
Kontak Bergulir (Rolling Contacts) Gerakan dalam rolling contact diklasifikasikan menjadi (Halling, 1976): 1.
Bergulir bebas.
2.
Bergulir dengan tujuan untuk traction.
3.
Bergulir dalam alur.
4.
Bergulir disekitar kurva.
Setiap gerakan yang bergulir, jenis free rolling pasti terjadi, sedangkan jenis 2, 3 dan 4 terjadi secara terpisah atau dapat juga kombinasi, tergantung pada situasinya. Kasus berputarnya roda mobil adalah melibatkan gerakan 1 dan 2. Gesekan karena rolling adalah resistansi terhadap gerakan yang berlangsung ketika sebuahpermukaan bergulir terhadap permukaan yang lain. Terminologi gesekanrolling umumnya terbatas pada benda dengan bentuk yang mendekati sempurna dengan tingkat kekasaran permukaan yang relatif kecil. Pada material yang keras, koefisien gerak rolling antara sebuah silinder dan benda bulat atau dengan benda datar adalah bekisar antara 10-5 sampai 5x10-3.
10 Universitas Sumatera Utara
Koefisien dari sliding friction pada kondisi benda tanpa pelumas dari 0,1 sampai lebih besar dari 1 (Bushan, 1999). Jika kontak dari dua buah benda nonconformal adalah jenis titik, keadaan rolling
murni berlaku disini. Gesekan
karena gerakan gulir dapat disebabkan oleh berbagai kasus, tetapi walau bagaimanapun, slipping/sliding lebih dominan sebagai penyebabnya (Robinowicz, 1995).Kekasaran adalah sebuah parameter penting dalam kontak bergulir dalam hubungannya dengan gesekan dan aus. Kesempurnaan geometri rolling dapat dikurangi dengan kekasaran sehingga microslip yang terjadi pada tingkat kekasaran saja.Deformasi plastis
pada asperiti juga dapat menyebabkan
hilangnya energi selama gerakan bergulir. Ditinjau dari sisi gaya gesek, permukaan yang halus mempunyai gaya gesek yang lebih kecil jika dibandingkan permukaan yang kasar. Hampir setiap kasus gesekan pada rolling contact, gaya gesek akan mengalami penurunan saat running-in.
2.4
Friction
Friction adalah gaya gesek yang timbul karena adanya kontak antara dua permukaan yang saling bersinggungan. Hal ini akan selalu timbul meskipun pada permukaan yang stationary (diam) tapi akan sangat kelihatan ketika salah satu permukaan saling bergesekan satu sama lain. Jenis dari permukaan sangat menentukan gaya gesek yang terjadi pada permukaan yang kasar akan mengalami friction yang lebih besar dari pada permukaan yang halus. Ketika sebuah permukaan dikatakan sebagai permukaan yang halus, maka permukaan yang tidak teratur hanya sedikit. Jika sebuah usaha membuat dua permukaan saling bergeser maka bukit-bukit pada kedua permukaan akan cenderung saling mengunci dan mengalami pergerakan yang berkawanan arah. Permukaan yang kasar akan kelihatan sangat jelas mengalami tahanan dan akan mengalami tahanan geser lebih besar dibandingkan dengan permukaan yang halus. Permukaan benda kerja yang dikerjakan dengan mesin akan mempunyai hasil permukaan yang halus. Ada bermacam-macam ukuran kehalusan tergantung dari kegunaan benda kerja yang dihaluskan. Journal pada crank shaft yang bertumpu pada bearing harus mempunyai kehalusan permukaan yang baik untuk mengurangi gesekan seminimal mungkin, sedangkan pada benda kerja dikerjakan
11 Universitas Sumatera Utara
dengan mesin sebagaian besar mempunyai bentuk permukaan yang termasuk permukaan yang kasar.
2.5
Jenis β Jenis Friction
Ketika friction dalam bentuk gaya yang saling berlawanan, maka friction dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu static, limiting, rollong dan fluid. Dari lima jenis diatas yang sering terjadi pada part kendaraan bermotor adalah sliding, rolling dan fluid friction.
2.5.1 Static Friction Static friction merupakan friction yang mempertahankan sesuatu untuk tetap dalam keadaan stationary (diam).Ketika sebuah partikel berada dilevel permukaan, maka ini terjadi karena adanya static friction.Dengan begitu tidak ada sesuatu yang dapat selalu tetap pada posisinya.
2.5.2 Limiting Friction Jika sebuah gaya secara bertahap bertambah ketika terjadi gesekan antara dua permukaan yang saling bergesekan maka friction juga bertambah dan membatasi pergerakan. Pada titik tertentu akan tercapai titik dimana frictiontidak dapat lagi menjaga permukaan dari sliding. Friction pada titik ini disebut sebagai limiting friction.
2.5.3 Sliding Friction Sliding friction adalah tahanan yang timbul pada pergerakan/perputaran ketika pada dua permukaan meluncur satu sama lain. Sliding friction lebih kecil dari limiting friction karena hanya memerlukan force yang kecil untuk mencegah sliding dari pada waktu pertama memulai mendorong atau menggerakkan sesuatu, cobalah dengan cara mendorong sesuatu yang berat sepanjang lantai atau melewati atas dari sebuah meja. Sliding friction timbul ketika sebuah shaftberputar pada plain bearing atau ketika sebuah bidang meluncur satu sama lain.
12 Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Rolling Friction Ketika sebuah permukaan dibatasi dengan roller atau ball maka tidak terjadi slide tetapi yang terjadi adalah saling bergerak. Friction yang terjadi antara permukaan dan ball disebut sebagai rolling friction dan ini lebih kecil dari sliding friction.Ball dan roller bearing digunakan untuk mengurangi friction, maka untuk alasan inilah ball dan roller bearing termasuk antifriction bearings.
2.5.5 Fluid Friction Fluid juga mempunyai friction tetapi berbeda dengan jenis-jenis friction yang telah dibahas diatas. Jika dua permukaan yang saling bergesekan dibatasi dengan lapisan oli, maka friction akan sangat berkurang walaupun masih tetap ada frictionyang terjadi. Friction tidak lagi terjadi antara permukaan yang saling bergesekan tetapi terjadi pada oli pelapis diantara dua permukaan tersebut.Fluida dapat berupa cairan atau gas, cairan mempunya friction yang lebih besar dari pada gas. Friction yang terjadi pada fluida disebabkan oleh molekul oli pada setiap lapisan oli saling tarik menarik satu sama lain. Oli cenderung selalu menempel pada permukaan, maka lapisan oli mempunyai kecepatan yang berbeda-beda pada setiap lapisan oli tetap yang tertutup pada permukaan yang tidak bergerak.
2.6
Keausan
Definisi paling umum dari keausan yang telah dikenal sekitar 50 tahun lebih yaitu hilangnya bahan dari suatu permukaan kebagian lain atau bergeraknya bahan pada suatu permukaan. Definisi lain tentang keausan yaitu sebagai hilangnya bagian dari permukaan yang saling berinteraksi yang terjadi sebagai hasil gerak relatif pada permukaan. Keausan yang terjadi pada suatu material disebabkan oleh adanya beberapa mekanisme yang berbeda dan terbentuk oleh beberapa parameter yang bervariasi meliputi bahan, lingkungan, kondisi operasi dan geometri permukaan benda yang terjadi keausan.
13 Universitas Sumatera Utara
Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya sangat bergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material.Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas dan komposit. Sifat yang dimilikioleh material terkadang membatasi kinerjanya, namun jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta pelumasan.Material
apapun
dapat
mengalami
keausan
disebabkan
oleh
mekanisme yang beragam.Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang satunya adalah metode ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disk).Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Keausan sendiri mempunyai dua sifat yaitu keausan normal dan keausan tidak normal. Hal-hal yang mempengaruhi keausan yaitu:
2.7
1.
Pembebanan
2.
Kecepatan
3.
Jumlah minyak pelumas
4.
Jenis minyak pelumas
5.
Temperatur
6.
Kekerasan permukaan
7.
Kehalusan permukaan
8.
Adanya benda-benda asing
9.
Adanya benda kimia
Jenis β Jenis Keausan Sebagaimana telah dijelaskan , material jenis apapun akan mengalami
keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan adhesive, keausan abrasive, keausan lelah, keausan oksidasi dan keausan erosi.
14 Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Keausan Ashesive (Adhesive Wear) Keausan adhesive adalah salah satu jenis keausan yang disebabkan oleh terikat atau melekat atau berpindah partikel dari suatu permukaan material yang lemah kematerial yang lebih keras serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material. Proses bermula ketika benda dengan kekerasan yang lebih tinggi menyentuh permukaan yang lemah kemudian terjadi pengikatan. Pengikatan ini terjadi secara spontan dan dapat terjadi dalam suhu yang rendah atau moderat.Adhesuve wear sering juga disebut galling, scoring, scuffing, seizure atau seiring.
2.7.2 Keausan Abrasif (Abrasive Wear) Keausan jenis ini terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak.Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Keausan abrasif inilah yang terjadi pada screw conveyor. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi.
2.7.3 Keausan Lelah (Surface Fatigue Wear) Keausan lelah/fatik pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara abrasif atau adhesif.Tetapi keausan jenis ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya tegangan gesek.
15 Universitas Sumatera Utara
2.7.4 Keausan Oksidasi / Korosif (Tribo Chemical wear) Keausan kimiawi merupakan kombinasi antara proses mekanis dan proses termal yang terjadi pada permukaan benda serta lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak luncur (sliding contact) antar logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan sifat mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis ini akan menyebabkan korosi pada logam.
2.7.5 Keausan Erosi (Erosion Wear) Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturan kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasif.Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukan.
2.8
Definsi Screw Conveyor Screw conveyor merupakan salah satu perlengkapan produksi pada suatu
pabrik kelapa sawit. Alat ini memiliki ulir dan arah putaran searah jarum jam, dimana masing-masing ulir antara satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang sama dan fungsinya adalah untuk memindahkan atau mentransfer buah maupun ampas kelapa sawit. Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya mirip skrup. Pisau berpilin ini disebut flight. Macammacam flightadalah sectional flight, helicoid flight, dan special flight. Ketiga itu terbagi atas cast iron flight, ribbon flight, dan cut flight. Konveyor berflightsectiondibuat dari pisau-pisau pendek yang disatukan tiap pisau berpilin satu putaran penuh dengan cara disambung tepat pada tiap ujung sebuah pisau dengan di las sehingga akhirnya akan membentuk sebuah pilinan yang panjang. Sebuah helicoid flight, bentuknya seperti pita panjang yang berpilin mengelilingi suatu poros. Untuk membentuk suatu conveyor, flight-flight itu
16 Universitas Sumatera Utara
disatukan dengan cara di las tepat pada poros yang bersesuaian dengan pilinan berikutnya. Flight khususnya digunakan dimana suhu dan tingkat kerusakan tinggi adalah flight cast iron. Flight-flight ini disusun sehingga membentuk sebuah conveyor.Untuk bahan yang lengket, digunakan ribbon flight, untuk mengaduk digunakan cut flight. Flight pengaduk ini dibuat dari flight biasa, yaitu dengan cara memotong-motong flight biasa lalu membelokkan potongannya ke berbagai arah. Contoh dari screw conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2Jenis-jenis Screw conveyor :a. Sectional; b. Helicoid; c. Cast Iron; d. Riboon; e. Cut Flight
17 Universitas Sumatera Utara
2.9
Jenis β Jenis Flight Conveyor
2.9.1 Standart Sectional flight Screw
Gambar 2.3Standard Sectional Flight Screw(Rapids, 2012)
Paling banyak digunakan didunia industri, biasanya untuk mengangkut atau menyalurkan bermacam-macam produk, misalnya kernel sawit, cangkang, kacang, tepung, semen, jagung dan lain-lain.
2.9.2 Ribbon Flight Screw
Gambar 2.4Ribbon Flight Screw (Rapids, 2012)
18 Universitas Sumatera Utara
Digunakan untuk mengangkut atau membawa produk yang sifatnya lengket, permen atau zat yang kental, atau dimana material cenderung melekat pada pipa pembawa conveyor. 2.9.3 Cut Flight Screw
Gambar 2.5Cut Flight Screw(Rapids, 2012)
Jenis conveyor ini digunakan untuk mengangkut produk atau material yang ringan, halus, butiran ataupun material serpihan. Juga digunakan untuk mencampurkan material yang berbeda saat dibawa atau untuk menghilangkan pasir atau kotoran dari biji yang terikut terbawa saat proses pengangkutan.
2.9.4 Cut And Folded Flight Screw
19 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6Cut And Folded Flight Screw(Rapids, 2012) Conveyor ini digunakan untuk menghasilkan sebuah gaya angkat dengan menaikkan nilai agitasi dan aerasi material ketika pencampuran. 2.9.5 Sectional Flight Screw With Paddles
Gambar 2.7Sectional Flight Screw With Paddles(Rapids, 2012)
Digunakan untuk
mencampurkan material (sebagai pengaduk) selama
proses pengangkutan. Adukan (screw yang terpotong) boleh saja dicocokkan atau disesuaikann (dilas tempat) atau penyesuaian jarak (baut yang dipasangkan, untuk memberikan derajat pengadukan).
2.9.6 Paddle Screw
Gambar 2.8Paddle Screw(Rapids, 2012)
20 Universitas Sumatera Utara
Digunakan untuk menyempurnakan pencampuran atau pengadukan material yang berbeda.Dayungan (screw yang terpotong-potong pada gambar diatas) biasa dipasangkan (dilas di tempat) atau menyesuaikan jarak (baut yang dipasangkan), untuk membantu variasi derajat pencampuran material.
2.9.7 Short Pitch Screw
Gambar 2.9Short Pitch Screw(Rapids, 2012)
Jenis screw conveyor ini mirip dengan jenis standard sectional flight screw, hanya saja jarak antar flight/screw berdekatan. Jenis ini umumnya digunakan untuk mengangkut material ke atas yang miring (Inclined) dan pengangkutan material dengan tampungan/corong dimana jarak antar flight lebih berdekatan dari diameter screw itu sendiri.
2.9.8 Interrupted Flight Screw
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10Interrupted Flight Screw(Rapids, 2012) Hampir sama dengann Ribbon Screw, digunakan untuk mengangkut material atau zat yang bersifat kental dan lengket, tetapi lebih baik dianjurkan yang mempunyai konsistensi laju alir dari jenis ribbon screw.
2.9.9
Cone Screw
Gambar 2.11Cone Screw(Rapids, 2012)
Digunakan untuk memberikan laju alir massa yang baik (laju alir output sama) dari sebuah hopper yang lebih tinggi dari screw-screw dengan jarak yang berubah-ubah pada screw itu sendiri.
2.9.10 Shaftless Screw
22 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12Shaftless Screw(Rapids, 2012) Sama dengan jenis Ribbon Screw, tipe ini digunakan untuk mengangkut material atau zat yang bersifat lengket dan kental, dimana material cenderung lengket pada pipa. Tetapi juga digunakan untuk mengangkut material yang berserabut yang biasanya dapat menggulung disekitar screw pipa.
2.9.11 Press Screw
Gambar 2.13Press Screw(Rapids, 2012)
Press Screw umumnya dikelilingi oleh saringan diluarnya dan digunakan untuk menekan permukaan untuk menghasilkan cairan dari berbagai produk. Contoh penggunannya pada worm screw press pada mesin kempa Pabrik Kelapa Sawit.
2.10
Komponen β Komponen Screw Conveyor
23 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14Detain komponen screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013) Keterangan : 1. Screw conveyor drive, motor mount, V β belt drive dan guard. 2. End plate untuk screw conveyor drive. 3. Palung dengan fitted discharge spout. 4. Trough / Palung 5. End plate untuk ball bearing. 6. Seal plate, flanged ball bearing unit dan tail shaft. 7. Screw. 8. Screw dengan bare pipe at discharge end. 9. Hanger dengan bearing dan coupling shaft. 10. Flanged cover with inlet. 11. Flanged covers with buttstrap.
1.
Trough Troughs (U) atau palung berfungsi sepenuhnya sebagai wadah/rumah yang
menyertakan bahan dan disampaikan dengan bagian-bagian yang berputar (screw conveyor).
24 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15Trought(U) (Yayangkhancoet, 2013)
2.
Hanger Hanger berfungsi memberikan dukungan, mempertahankan allignment
dan bertindak sebagai permukaan bantalan.
Gambar 2.16Hanger screw (Yayangkhancoet, 2013)
3.
Screw Conveyor
Screw Conveyor ini berputar dengan halus memutar materi kesamping didalam palung atau troughs( U ).
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17Screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013) 4.
Kopling Kopling dan poros menghubungkan dan mengirimkan motion untuk screw
conveyor berikutnya.
Gambar 2.18 Kopling screw (Yayankhancoet, 2013)
2.10 Cara Kerja Screw Conveyor
Screw conveyor ini terdiri dari baja yang memiliki bentuk spiral (pilinan seperti ulir) yang tertancap pada shaft/poros dan berputar dalam suatu saluran berbentuk U (through) tanpa menyentuhnya sehingga flight (daun screw) mendorong material ke dalam trough. Shaft/poros digerakkan oleh motor gear. Saluran (through) berbentuk setengah lingkaran dan disangga oleh kayu atau baja. Pada akhir ulir biasanya dibuat lubang untuk penempatan as dan drive endyang kemudian dihubungkan dengan alat penggerak.Elemen screw conveyor
26 Universitas Sumatera Utara
disebut flight (daun screw). Bentuknya spiral (lilitan seperti ulir) atau dengan modifikasi tertentu yang menempel pada poros.
Gambar 2.19 Proses kerja screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013)
Screw conveyor memerlukan sedikit ruangan dan tidak membutuhkan mekanik serta membutuhkan biaya yang sedikit. Material bercampur saat melewati conveyor. Pada umumnya screw conveyor dipakai untuk mengangkut bahan secara horizontal. Namun bila diinginkan dengan elevasi tertentu bisa juga dipakai dengan mengalami penurunan kapasitas 15-45% dari kapasitas horisontalnya.
2.12
Fungsi Screw Conveyor Screw conveyor yang berfungsi untuk mentransfer material yang didalam
alat terdapat continous spiral flight yang terikat dalam suatu shaft dan dimasukkan dalam pipa. Screw conveyor digunakan untuk memindahkan material kecil seperti butiran aspal, batu bara, abu, krikil dan pasir. Tipe khusus yaitu ribbon conveyor dimana tidak ada pusat helical fin, cocok digunakan untuk lem, cairan kental seperti molasses, tas panas dan gula. Penerapan dalam industri: 1. Industri kimia seperti titanium dioxide, carbon black, calcium carbonate, powdered lem, rubber, detergent powder and sulphur dan lain-lain.
27 Universitas Sumatera Utara
2. Makanan seperti cake mixes, soup mixes, gravy mixes, cocoa powder, keju, permen, susu bubuk, frozen or rowvegetables, fruits and nuts. 3. Kosmetik dan obat-obatan seperti bedak, titanium dioxide, zinc oxide, clay calcium carbonate.
2.13
Kelebihan Screw Conveyor Adapun kelebihan dari screw conveyor adalah sebagai berikut: a. Dapat digunakan sebagai pencampur bahan disamping fungsi utamanya sebagai pemindah bahan. b. Dapat mengeluarkan material pada beberapa titik yang dikehendaki. Hal ini penting bagi material yang berdebu (dusty), material panas, dan material yang berbau.
2.14
Kekurangan Screw Conveyor Adapun kekurangan screw conveyor adalah sebagai berikut: a. Tidak dapat digunakan untuk pemindahan bahan bongkah besar (largelumped), mudah hancur (easily-crushed), abrasive, dan material mudah menempel
(sticking
materials).
Beban
yang
berlebihan
akan
mengakibatkan kemacetan, merusak poros, dan screw berhenti. b. Screw pada conveyor ini mengakibatkan adanya gesekan material terhadap screw dan through yang berakibat pada konsumsi daya yang tinggi. Oleh karena itu screw conveyor digunakan untuk kapasitas rendah sampai sedang (sampai 100 m3/jam) dan panjang biasanya 30 sampai 40 m.
2.15
Perhitungan Pada Screw Conveyor Untuk jenis screw standard, kecepatan penuh flight konveyor dapat
dihitung dengan persamaan 2.1
ππ =
ππππ 3 ) ππππππ
πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦π¦ ππππππππππππππππππππ (
πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆ (
ππππ 3 ) ππππππ ππππππ
π
π
π
π
π
π
(2.1)
28 Universitas Sumatera Utara
Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam rpm (CEMA-screw conveyor, 1971:25) πΆπΆ 0.7854(π·π·π·π· 2 β π·π·π·π·2 )ππππ 60 = ππππππ 1728
(2.2)
Dimana: C
= Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam
Ds
= diameter screw conveyor (inchi)
Dp
= diameter pipa (inchi)
P
= pitch dariscrew conveyor (inchi)
K
= prosentase dari pembebanan conveyor (%)
Jadi untuk menghitung daya yang dibutuhkan adalah daya total dari gesekan conveyor (HPf) dan daya untuk memindahkan material pada ukuran terrtentu (HPm) dikalikan dengan factor beban overload (Fo) dan dibagi efisiensi penggerak total (e) (CEMA-screw conveyor 1971:36):
π»π»π»π»π»π» =
πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ
(2.3)
100000
Dimana: L
= Panjang dari conveyor dalam ft
N
= Kecepatanscrew conveyor(saat beroperasi) dalam rpm
Fd = Faktor diameter conveyor Fb = Faktorhanger bearing
π»π»π»π»π»π» =
πΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆ 100000
(2.4)
Dimana: C
= Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam
W = Berat jenis material dalam lbs/ft3 Ff
=Faktorflight
29 Universitas Sumatera Utara
Fm = Faktor material yang diangkut/dibawa Fp = Faktorpaddle
π»π»π»π» =
(π»π»π»π»π»π» +π»π»π»π»π»π» )πΉπΉπΉπΉ
(2.5)
ππ
Dimana: Fo
= Over load factor
e
= Efisiensi penggerak (%)
HPm = Daya untuk memindahkan material (HP) HPf
= Daya total karena gesekan conveyor (HP)
Untuk menghitung besarnya torsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ππππππππππ, (ππππ):
63,025 π₯π₯ π»π»π»π» ππππππ
(ππππππβ. ππππππ)
(2.6)
Jumlahdefleksiscrewpipakarena beratscrewberbanding lurus denganumur pemakaian.
Defleksidaripanjangsekrupstandarjarangbermasalah.
jikapanjang
standardScrewlebih
panjang
dari
ukuran
Namun,
standar
bisa
digunakantanpabantalangantungan ditengah (hanger bearing), perawatan harus dilakukanuntuk mencegahdaun screw (flight screw) kontak langsung dari palung. Defleksi harus diminimumkanuntuk meningkatkanumur pemakaian (CEMAscrew conveyor, 1971:25).
π·π· =
ππππ πΏπΏ π₯π₯ πΏπΏ π₯π₯ πΏπΏ
(2.7)
76,8 πΈπΈ πΌπΌ
Dimana : D
: Defleksi pada bentangan tengah screw (inchi)
W
: Total Berat (pound)
L
: Panjang Screw (inchi)
E
: Modulus elastisitas (2,9 x 107 psi untuk carbon dan stainless)
I
: Momen Inersia 30 Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung Laju kecepatan screw (ft/mnt) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ =
π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·
(2.8)
12
Sedangkan untuk menghitung laju keausan abrasi screw (ft/mnt) yaitu :
πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ = 2.16
π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π·π· (ππππππππππππππππππππππππππππππππππ β4) ππππππππππππππππππππππππππ βπ‘π‘
(.9)
Pengujian Keausan (Wear Test) Secara definisi, keausan adalah hilangnya sejumlah lapisan permukaan
material karena adanya gesekan antara permukaan padatane dengan benda lain. Definisi gesekan itu sendiri adalah gaya tahan yang menahan gerakan antara permukaan solid yang bersentuhan maupun solid dengan liquid. Keausan pada dasarnya memiliki beberapa mekanisme, yaitu abrasi, erosi, adhesi, fatik dan korosi. Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang membatasi kinerjanya.Namun demikian jarang sekali keninerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu tribologi. Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan friksi antar permukaan padatan.Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan 31 Universitas Sumatera Utara
dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan).Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam.Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang satunya adalah metode ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disk).Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah metode pin on disk dimana benda uji yang berputar sementara pin diam menekan benda uji pada disk. Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Alat uji keausan tipe pin on disk dapat dilihat pada Gambar 2.20.
32 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Alat uji keausan tipe pin on disk Ada beberapa parameter uji dalam pengujian keausan metode pin on disk sesuai dengan standart ASTM G 99-04, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembebanan (Load) 2. Kecepatan lintasan (Sliding Speed) 3. Jarak lintasan (Sliding Distance) 4. Suhu (Temperature) 5. Atmosfer (Atmosphere) Keausan
sendiri
terbagi
dalam
beberapa jenis
keausan,
seperti
keausan abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang terjadi pada pengujian tipe pin on disk adalah Keausan Abrasif (Abrasive wear). Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji diberikan oleh Gambar 2.21.
Gambar a
Gambar b
Keterangan:
33 Universitas Sumatera Utara
F = gaya yang diberikan pada pin (N) R = jarak antara disk dengan pin (mm) d = diameter bola/pin (mm) D = diameter disk (mm) W = putaran (rpm) Volumekeausan berdasarkan ASTM G99-04 dapat ditentukan sebagai perbandingan rumus: volume loss, mm3 =
mass loss (g) x 1000
(2.10)
density(g/cm3)
Memprediksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard (Archard wearlaw).Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan
(wearlaw)bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dari
(Stachowiak):
VT= ππ
ππππππ π»π»
x 109
(2.11)
VT
(2.12)
α΄ͺT = Dimana:
π‘π‘
VT
= Volume keausan teori (mm3)
K
= Koefisien keausan (6,0 x 10-4) W= Beban (N)
H
= Kekerasan material (Pa, N/m2) L= Panjang lintasan (m)
α΄ͺT
= Laju keausan teori (mm3/s)
t
= Waktu keausan (s)
Dan untuk menghitung panjang lintasan digunakan rumus sebagai berikut,
34 Universitas Sumatera Utara
L=
2Ο.r.n.t 60
r = d + (Δ x 10-3)
(2.13) (2.14)
2 Dimana: r = Jari-jari lintasan (mm) n = Putaran (rpm) Δ = Lebar jejak rata-rata (Β΅m) t = Waktu keausan (s) d = Diameter pengujian (mm)
Ilustrasi skematis spesimen hasil uji keausan dapat dilihat pada Gambar 2.22.
Gambar 2.22 Ilustrasi spesimen hasil uji keausan (Rahman Abdul, 2015)
Keterangan : d1 = Diamter dalam lintasan (mm) d2 = Diameter luar lintasan (mm)
Dari gambar diatas, untuk menghitung laju keausan secara eksperimen dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
VP = (A2 β A1).αΈ
(2.15)
α΄ͺP =
(2.16)
Vp
35 Universitas Sumatera Utara
t A1 = Ο.r12
(2.17)
A2 = Ο.r2
2
(2.18)
r2 = r1 + (Δ x 10-3)
(2.19)
Dimana:
α΄ͺP
= Laju keausan eksperimen (mm3/s)
VP
= Volume keausan eksperimen (mm3) A1 = Luas dalam lintasan (mm2)
A2
= Luas luar lintasan (mm2)
r1
= Jari-jari dalam lintasan (mm)
r2
= Jari-jari luar lintasan (mm)
b
= Kedalaman rata-rata (Β΅m)
Laju keausan Wear rate digunakan untuk menghitung laju keausan per satuan waktu. Unit yang digunakan tergantung pada jenis keausanan dan sifat tribosystem yang terjadi. Laju keausan dapat dinyatakan sebagai: 1. Volume material yang dibuang per satuan waktu, per unit jarak luncur, per putaran dari komponen atau per osilasi dari tubuh (yaitu, di keausan sliding). 2. Volume rugi per unit normal gaya per satuan jarak luncur (mm3/N.m, yang kadang-kadang disebut faktor keausan). 3. Massa rugi per satuan waktu. 4. Perubahan dalam dimensi tertentu per satuan waktu. 5. Perubahan relatif dalam dimensi atau volume sehubungan dengan perubahan yang sama di lain substansi (referensi).
Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan abrasi, adhesi, oksidasi, erosi dan friting. Di bawah ini diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.
2.16.1Keausan Abrasif Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau
36 Universitas Sumatera Utara
pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Sebagain contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi. Faktor yang berperan dalam kaitannyadengan ketahan material terhadap abrasive wear antara lain: 1. Material hardness 2. Kondisi struktur mikro 3. Ukuran abrasif 4. Bentuk
Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antara lain: 1. Scratching 2. Scoring 3. Gouging
Gambar 2.23 Ilustrasi skematis keausan abrasif (Rahmawan, 2009)
37 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Keausan metode abrasif (Rahmawan, 2009)
2.16.2 Keausan Adhesive Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan perlekatan satu sama lainnya (adhesive) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material seperti diperlihatkan pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25 Ilustrasi skematis keausan adhesive (Rahmawan, 2009)
38 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.26 Keausan metode Adhesive (Rahmawan, 2009) 2.16.3 Keausan Oksidasi/Korosif Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2.27 Mekanisme keausan oksidasi (Rahmawan, 2009)
2.16.4 Keausan Erosi Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive.Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittlr failure pada permukaannya.
39 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.28 Skematis keausan erosi (Rahmawan, 2009) 2.16.5 Keausan Friting Keausan yang terjadi akibat kombinasi dari gesekan dan getaran, seperti pada poros dan bearing. Kerusakan akan dipercepat dengan adanya partikel yang lepas
dari
permukaan
yang
terperangkap
diantara
kedua
permukaaan
tersebut, sehingga keausan yang terjadi juga disebabkan oleh keausan abrasi.
2.17
Pengujian Kekerasan (Hardness Test) Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri,
tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya.
Didalamaplikasi
manufaktur,
material
diuji
untuk
dua
pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force),dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah IlmuBahanTeknik (MetallurgyEngineering).
Kekerasan
didefinisikansebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yaitu: 1. Brinell (HB/BHN) 2. Rockwell (HR/RHN) 3. Vickers (HV/VHN) 4. Mikro Hardness
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada:
40 Universitas Sumatera Utara
1. Permukaan material 2. Jenis dan dimensi material 3. Jenis data yang diinginkan 4. Ketersedian alat uji
2.17.1 Metode Brinell Pengujian kekerasan dengan metode brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Metoda uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan
lekukan
yang
pertamakali
banyak
digunakan
dan
disusun
pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter bola standar internasional).
Gambar 2.29 Alat uji kekerasan Brinell Test
Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya.Ada yang terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat
41 Universitas Sumatera Utara
dari tungsten carbide.Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungstencarbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan metodarockwell dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika di indentasikan ke material yang kerasUntuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda).Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak (Fauzan, 2013). Standar yang digunakan pengujian Brinell Test : 1. ASTM E10 2.
ISO 6506 Pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
brinell sampai400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian ataupun vickers. Angka Kekerasan brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Rumus perhitungan pengujian brinnell testyaitu :
π΅π΅π΅π΅π΅π΅ = ππππ 2
ππ
(π·π· β β(π·π·ππ 2 β ππππ 2 )
Dimana :
P = Beban penekan (Kg) D = Diameter bola penekan (mm) d = Diameter lekukan (mm)
42 Universitas Sumatera Utara
2.17.2 Metode Vickers Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.Ilustrasi pengujian Vickers dapat dilihat pada Gambar 2.30.
Gambar 2.30 Ilustrasi pengujianvickers(Aditya Wendi, 2014)
Uji vickers dikembangkan di inggris tahun 1925 yang dikenal juga sebagai Diamond Pyramid Hardness test (DPH). Uji kekerasanvickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro ( 10 g β1000 g) dan macro ( 1kg β 100kg). Standar yang dipakai pada pengujian vickers : 1.
ASTM E 384 β Rentang micro (10 g β 1000g)
2.
ASTM E 92 β Rentang macro (1 kg β 100kg)
3.
ISO 6507 β Rentang micro dan macro
43 Universitas Sumatera Utara
2.17.3 Metode Rockwell. Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10 mm, diameter 5 mm, diameter 2.5 mm, dan diameter 1 mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian vrinell dan vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu. Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60 kgf sampai dengan 150 kgf tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban 150 kgf, ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan material yang di uji, seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.
Gambar 2.31 Jenis kedalaman identor terhadap spesimen (Gordonengland, 2015)
Beban minor sebesar 10 kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan semua permukaan benda uji.dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi
44 Universitas Sumatera Utara
berdampak pada tingkat kekerasan material. semakin dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji. Skala yang umum dipakai dalam pengujianrockwell adalah: 1. HRa (Untuk material yang sangat keras) 2. HRb (Untuk material yang lunak) 3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang)
45 Universitas Sumatera Utara