BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori 1. Proses Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Suatu gugatan perdata untuk dapat sampai pada putusan hakim harus melalui suatu proses pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Negeri. Tahap-tahap dalam proses pemeriksaan Perkara perdata di Pengadilan Negeri diatur dalam HIR yang mencakup: a. Pengajuan Gugatan. Penggugat dalam mengajukan
gugatan
harus
memperhatikan kepada Pengadilan mana gugatan tersebut diajukan,
penggugat harus mengajukan gugatan kepada
pengadilan yang benar-benar berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah: 1) Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam (domisili) Tergugat. 2) Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu. 3) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke
11
12
dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak. 4) Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang telah disepakati oleh pihak Penggugat Surat gugat yang telah ditandatangani oleh penggugat dan kuasanya
harus
diberi
tanggal
dan dengan jelas
menyebutkan identitas dari penggugat dan tergugat. Di samping itu surat gugat juga harus memuat gambaran yang jelas mengenai posita dan petitumnya yaitu hal-hal apa yang diinginkan atau diminta oleh penggugat untuk diputuskan. Setelah
gugatan
diajukan
dan
didaftarkan
oleh
panitera, maka Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau Ketua Majelis Hakim yang telah ditunjuk, menetapkan hari sidang dan memerintahkan memanggil kedua belah pihak untuk hadir di hari persidangan disertai dengan membawa segala surat keterangan yang dipergunakan (Pasal 121 ayat 1 HIR).Tenggang waktu antara memanggil para pihak dengan hari persidangan paling lama tiga hari kerja (pasal 122 HIR). b. Jawaban Gugatan Menurut ketentuan pasal 130 ayat 2 HIR, hakim diwajibkan
untuk
mengusahakan perdamaian antara para
pihak yang bersengketa, apabila upaya perdamaian dari hakim ditolak maka tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban gugatan. Jawaban tergugat ada dua macam yaitu jawaban yang tidak mengenai pokok perkara/eksepsi dan jawaban yang mengenai pokok perkara yang dapat berupa pengakuan, bantahan baik sebagian atau seluruhnya dan referte (terserah pada hakim) dan jawaban berupa gugatan balik dari Tergugat kepada Penggugat (rekonvensi).
13
c. Replik Penggugat dan Duplik Tergugat Replik yaitu jawaban balasan penggugat terhadap jawaban tergugat dalam suatu perkara di sidang pengadilan. Replik umumnya berisi tentang hal-hal tambahan untuk menguatkan dalil-dalil surat gugatan yang telah diajukan oleh penggugat. Dalam replik ini penggugat tinggal menyangkal atau membenarkan jawaban tergugat yang disertai dengan alat bukti yang ada (Sarwono,2014:165). Duplik penggugat.
yaitu jawaban kedua tergugat atas replik
Duplik ini
berisi
tentang dalil-dalil
untuk
menguatkan jawaban tergugat dalam persidangan. Praktiknya setelah terjadi jawaban replik dan duplik, yang disertai dengan pembuktian, maka masing-masing pihak membuat kesimpulankesimpulan atau konklusi tentang kebenaran replik dan duplik. Tujuan dari pada kesimpulan ini adalah untuk menyampaikan pendapat para pihak, baik tergugat maupun penggugat kepada hakim tentang terbukti tidaknya suatu gugata. Dengan adanya konklusi, duduk permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak yang bersengketa menjadi jelas, sehingga dalam praktiknya dapat mempermudah hakim dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang sedang diperiksa di persidangan (Sarwono,2014:166). d. Pembuktian Pasal 163 HIR ditentukan bahwa “Barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”. Dari bunyi pasal tentang pembuktian sebagaimana disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembuktian adalah suatu pernyataan tentang hak atau
14
peristiwa di dalam persidangan apabila disangkal oleh pihak lawan dalam suatu perkara, harus dibuktikan tentang kebenaran dan keabsahannya (Sarwono,2014:236). Pembuktian menurut Subekti adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalildalil
yang
dikemukakan
dalam
suatu
persengketaan.
(Subekti,2000:63). Pembuktian diperkuat
dengan berbagai alat bukti,
macam-macam alat bukti diatur dalam pasal 164 HIR, pasal 284 RBg, dan pasal 1866 BW yang mana pada intinya adalah sebagai berikut : 1) Alat bukti dengan surat atau tertulis; 2) Alat bukti dengan saksi; 3) Alat bukti persangkaan; 4) Alat bukti pengakuan; 5) Alat bukti sumpah. e. Kesimpulan Pada tahap kesimpulan, maka masing-masing pihak penggugat dan tegugat mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan perkara yang disengketakan. Setelah tahap pembuktian dan kesimpulan, langkah selanjutnya adalah rapat musyawarah hakim, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk
merumuskan
putusan.
Hakim
tidak
diizinkan
menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR). f. Putusan Akhir Pada tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Dalam hukum acara perdata, putusan akhir dalam suatu perkara dan atau sengketa umumnya dapat berupa (Sarwono,2014 : 223) :
15
1) Gugatan Dikabulkan Setelah melalui prosespemeriksaan dan ternyata buktibukti yang diajukan oleh penggugat terbukti kebenarannya (autentik) dan tidak disangkal oleh pihak tergugat, maka gugatan yang terbukti seluruhnya akan dikabulkan seluruhnya. Namun bilamana gugatan hanya terbukti sebagian, maka gugatan yang dikabulkan oleh hakim juga hanya sebagian. Jadi dalam surat permohonan gugatan dalam praktiknya hakim dalam mengambil keputusan pada asasnya tetap mempertimbangkan kebenaran bukti-bukti yang telah diajukan oleh para pihak yang sedang bersengketa. 2) Gugatan Ditolak Maksud dari pada gugatan ditolak disebabkan oleh karena bukti-bukti yang diajukan ke pengadilan oleh penggugat tidak dapat dibuktikan kebenarannya (keautentikannya) di dalam persidangan dan gugatannya melawan hak atau tidak beralasan, maka gugatan akan ditolak dan atau akan dinyatakan tidak dikabulkan. 3) Gugatan Tidak Dapat Diterima Suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat ke pengadilan dapat dinyatakan “tidak dapat diterima” (niet onvan kelijk verklaart) oleh pengadilan dengan alasan bahwa : a) Gugatan tidak beralasan; b) Gugatan melawan hak; c) Gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak. 4) Tidak Berwenang Mengadili Maksud dari pada tidak berwenang mengadili adalah bahwa dalam suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat, pengadilan tidak berwenang mengadili suatu perkara baik berdasarkan kompetensi relatif maupun kompetensi absolut. Dalam hal pengadilan menyatakan tidak berwenang mengadili suatu perkara yang diajukan oleh penggugat, umumnya dilihat baik dari kompetensi absolut maupun kompetensi relatif. Apabila dalam praktik permohonan pengajuan gugatan yang diajukan oleh penggugat ke pengadilan tingkat pertama yang dituju menyatakan tidak berwenang mengadili suatu perkara, maka gugatannya akan dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak berwenang untuk mengadili suatu perkara baik berdasarkan kompetensi absolut atau kompetensi relatif.
16
2. Perjanjian a.
Pengertian perjanjian Perjanjian dalam artian luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin dan lain-lain (J. Satrio, 1992 : 23). Dilihat dari pengertian diatas bahwa perjanjian itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian tersebut, dimana pihak yang satu berkewajiban menyanggupi untuk melakukan sesuatu dan pihak yang lain mempunyai hak untuk menuntut pelaksanaan dari perjanjian tersebut. Hukum perjanjian juga diatur dalam pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan Undang-undang”. Artinya
perjanjian
tidak
hanya
ditentukan
oleh
kesepakatan oleh ke dua belah pihak yang bersepakat, akan tetapi
juga harus memperhatikan
kepatutan apa
yang
diperjanjikan, kebiasaan atau tingkah laku dalam masyarakat dan juga Undang-undang. b. Syarat sahnya perjanjian Merujuk pada Keabsahan perjanjian dalam dunia perbankan pastinya akan berdampak terhadap pemenuhan hak dan kewajiban pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Bilamana karena salah satu hal perjanjian tidak sah, maka akan berujung pada tidak terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak dan akan mengakibatkan kerugian pada
17
pihak tersebut. Untuk menghindari resiko di atas menjadi sangat perlu bagi para pihak untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 113) : 1) Kata sepakat Perjanjian sah bilamana kedua belah pihak yang mengikatkan diri, baik bank maupun nasabah, kreditor maupun counterpart telah menyepakati substansi perjanjian. Bentuk konkret dari kata sepakat adalah dengan menandatangani perjanjian. Ada perjanjian yang ditandatangani bersama oleh para pihak, ada yang ditandatangani terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan disetujui pihak lain, ada pula yang ditawarkan satu pihak untuk disetujui pihak lainnya. Untuk transaksi kredit yang memiliki potensi resiko finansial yang besar, pihak bank wajib memperhatikan proses penandatanganan untuk menghindari timbulnya resiko, bagi pihak bank maupun nasabah (debitor). Tidak ada peluang bagi para pihak untuk mengajukan permohonan pembatalan atau menyatakan perjanjian batal demi hukum dengan mempergunakan alasan ketidak jelasan tanggal “kata sepakat” diambil para pihak, oleh karena itu tindakan yang terbaik untuk transaksi kredit adalah penandatanganan perjanjian dilakukan bersamaan di kantor bank atau di hadapan notaris, jika harus dilakukan secara bergantian atau sirkuler, pihak bank menandatanganinya terlebih dahulu serta memastikan bahwa pihak yang menandatangani perjanjian adalah pihak yang berhak dan berwenang mewakili pihak nasabah debitor. Selain kejelasan tanggal kesepakatan atau tanggal penandatanganan perjanjian dan bukti tanda tangan kedua belah pihak, kata sepakat sah adalah apabila kedua belah pihak, atau salah satu pihak yang menandatangani perjanjian tidak dalam keadaan terpaksa, khilaf, atau adanya unsur penipuan dan tipu muslihat. Apabila salah satu unsur ini dipenuhi maka bila timbul masalah maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 114).
18
2) Kecakapan para pihak yang menandatangani perjanjian Syarat ke-2 sahnya perjanjian adalah kecakapan para pihak yang menandatangani perjanjian. Para pihak dianggap sah dan berwenang menandatangani suatu perjanjian jika (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 117) : Perorangan Sudah dianggap dewasa sesuai ketentuan hukum yang berlaku atau jika belum dewasa mendapatkan persetujuan tertulis atau perjanjian ikut ditandatangani orang tuanya. Izin tertulis dari pasangannya atau pasangannya ikut menandatangani perjanjian.
Badan Hukum Berwenang sesuai ketentuan akta pendirian, anggaran dasar badan hukum dan dokumen perusahaan seperti kuasa khusus, kuasa umum, dan lain-lain.
CV/Firma Berwenang sesuai ketentuan akta pendirian atau perjanjian sekutu.
Mendapatkan persetujuan dewan komisaris untuk mendapatkan pinjaman dan persetujuan pemegang saham bilamana mengagunkan lebih dari separuh harta kekayaan badan hukum atau yang sesuai dengan anggaran dasarnya.
Merujuk kepada akta pendirian atau perjanjian sekutu.
3) Adanya substansi atau isi perjanjian Substansi perjanjian adalah inti dari perjanjian karena berisi kesepakatan para pihak, jika tidak ada substansinya tentu menjadi tidak jelas apa yang menjadi hak atau kewajiban dari para pihak. Masalah yang timbul pada substansi perjanjian maka masalah tidak hanya akan bermuara kepada isu wanprestasi atau kelalaian, tetapi bisa
19
kepada
masalah
penyerahan
hak
atau
pelaksanaan
kewajiban, hal tersebut dimuat dalam perjanjian bisnis bank. Ketidak benaran dalam penyusunan substansi perjanjian bisa menyebabkan hak dan kewajiban kedua belah pihak berubah sesuai dengan keputusan pengadilan. Perjanjian dianggap sah apabila perjanjian tersebut memuat suatu substansi yang jelas atau adanya suatu hak dan kewajiban yang disepakati para pihak (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 120). 4) Latar belakang yang sah Perjanjian memenuhi syarat sahnya perjanjian bilamana substansi yang disepakati tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, atau ketertiban umum. Perjanjian yang tidak didasari latar belakang yang sah, dan dengan niat untuk mengambil keuntungan dari pihak lain atau memanfaatkan pihak lain, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 122-123). 3. Kredit a.
Pengertian kredit Menurut Pasal 1 ayat 11 UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Artinya kredit muncul atas dasar percaya bahwa pihak yang satu sebagai pihak pemberi hutang percaya pihak yang meminjam akan melunasi hutangnya di masa yang akan datang dan pihak yang satu sebagai pihak berhutang sadar akan
20
kewajibannya dan percaya akan dapat mengembalikan uang pinjaman tersebut beserta bunga. Berdasarkan pasal tersebut terdapat bebarapa unsur perjanjian kredit, yaitu: 1) Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. 2) Berdasarkan
persetujuan
atau
kesepakatan
pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain. 3) Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu. 4) Pelunasan utang yang disertai dengan bunga. b.
Jenis kredit dilihat dari mekanisme pengikatannya Sebagai bisnis utama bank dan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat
yang
sangat
beragam,
bank
menyediakan berbagai macam jenis kredit yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, dari berbagai macam perspektif ini dapat dilihat karakteristik dan pemanfaatan bisnis kredit bagi masyarakat. Karakter dan pemanfaatan kredit ini nantinya juga akan mempengaruhi drafting perjanjian kredit. Jenis kredit dilihat dari mekanisme pengikatannya, antara lain (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 208) : 1) Akta notaril Kredit yang disalurkan kepada nasabah debitor yang didasari kesepakatan utang piutang yang dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris. Oleh karena dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris, kesepakatan ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dimana pihak yang memiliki kewajiban melakukan opembuktian adalah pihak yang mengajukan klaim terhadap isi perjanjian. 2) Perjanjian di bawah tangan yang dilegalisasi Kredit yang disalurkan kepada nasabah debitor yang didasari kesepakatan utang piutang yang dibuat oleh bank dan ditandatangani di hadapan notaris. Berbeda dengan akta notaril, perjanjian ini memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebatas para pihak yang
21
menandatangani perjanjian, bukan terhadap isi perjanjian. 3) Perjanjian di bawah tangan yang di-waarmerking Kredit yang disalurkan kepada nasabah debitor yang didasari kesepakatan utang piutang yang dibuat dan ditandatangani di hadapan para pihak untuk selanjutnya dicatatkan di kantor notaris. Berbeda dengan perjanjian-perjanjian diatas, perjanjian ini tidak memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna. Bilamana ada klaim dari suatu pihak, maka pihak yang lainlah yang mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa klaim yang dimaksud tidak benar. 4) Side letter Kredit yang disalurkan kepada nasabah debitor yang didasari surat penawaran yang dibuat bank untuk kemudian disetujui oleh pihak nasabah debitor. Kekuatan pembuktiannya sama dengan perjanjian yang di buat di bawah tangan. Proses penyaluran kredit dari kreditor bank kepada nasabah atau debitor, tidak pernah lepas dari jaminan yang dijaminkan pihak debitur kepada bank, guna sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh bank apabila di masa depan kreditor lalai dalam menjalankan prestasi. 4. Hukum Jaminan a. Pengertian hukum Jaminan Tidak banyak literatur yang mendefinisikan tentang hukum jaminan. Menurut J. Satrio memberikan definisinya tentang hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitor. Pada definisi yang diungkapkan oleh J Satrio (2007 : 3), memfokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur semata, tetapi tidak memperhatikan hak-hak debitor. Pengertian jaminan dapat kita temui dalam pasal 8 UU Nomor 10 tahun 1998, jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Definisi menurut undang-undang tersebut
22
masih terlalu luas dan belum menggambarkan kejelasan tentang hukum jaminan. Terkait dengan hukum jaminan Christopher Davis (2013: 3) berpendapat bahwa“Indemnity has been defined as an undertaking whereby one agrees to indemnify another upon the occurrence of an anticipated loss. It is further defined as the compensation given to make a person whole from a loss already sustained. Indemnity has far-reaching effects and is a potential issue in many tort disputes”. Menurutnya jaminan bisa diartikan sebagai antisipasi salah satu pihak dalam hal ganti rugi kerugian. b. kategori jaminan Berbicara mengenai hukum jaminan atau perikatan atas suatu jaminan, pada dasarnya jaminan tersebut terbagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1) Jaminan perseorangan atau dalam istilah hukum disebut persoonlijke zekerheid. Jaminan perseorangan menurut Prof. R. Subekti, SH (1986:25) adalah selalu suatu perjanjian antara seorang berpiutang
(kreditur)
dengan
seorang
ketiga,
yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut. Jaminan
perseorangan
menimbulkan
hak-hak
perseorangan, sehingga terdapat hubungan hukum secara khusus antara kreditor dan orang yang menjamin pelunasan utang debitor (penjamin), dari sinilah timbul istilah (Irma Devita Purnamasari, 2014 : 3-4) : a) Jaminan perseorangan/borgtocht/personal guarantee (dalam hal penjaminnya adalah perseorangan);
23
b) Jaminan perusahaan/company guarantee (dalam hal penjaminnya adalah perusahaan); c) Bank garansi (dalam hal penjaminnya adalah bank). 2) Jaminan kebendaan atau dalam istilah hukum disebut zakelijke zekerheid Jaminan ini merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu, berupa bagian dari harta kekayaan debitor atau penjamin, sehingga memberikan kedudukan preference (diutamakan) kepada kreditor daripada kreditor lainnya atas benda tersebut. Kesimpulannya, jika debitor wanprestasi (kredit macet), ada benda yang secara khusus untuk dijual oleh kreditor agar dapat melunasi hutang debitor tersebut. Demikian juga ketika terjadi kepailitan, benda tersebut yang akan dijual untuk memenuhi utang debitor. Jaminan kebendaan
dapat
diadakan
antara
kreditor
dengan
debitornya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang ke tiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur) (Irma Devita Purnamasari, 2014 : 4). Pemberian
jaminan
kebendaan
selalu
berupa
menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran kewajiban utang seorang debitor.Kekayaan tersebut dapat kekayaan si debitor sendiri atau kekayaan pihak ke tiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditor tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitor dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang si debitor (R. Subekti, 1986 : 27).
24
Suatu bentuk penetapan atas jaminan tertentu, pengikatannya bergantung pada jenis bendanya, jaminan benda terdiri dari (Irma Devita Purnamasari, 2014 :4- 5) : a) Benda tetap (tidak bergerak). Contohnya : tanah dan benda-benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, seperti bangunan, mesin-mesin, atau tanaman yang ditanam di atas tanah dan tidak mudah dipindahpindahkan. Jenis benda tersebut akan dibebani dengan Hak Tanggungan sesuai dengan UU no. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan beserta benda-benda lain di atasnya. b) Benda bergerak. Contohnya : mobil, motor, mesin-mesin, piutang dagang (tagihan atas hasil usaha atau pekerjaan), saham-saham, seperti hak sewa, tagihan (piutang) terhadap proyek-proyek yang sedang dikerjakan, dan sebagainya. c) Benda bergerak tetapi ukuran bersihnya melebihi 20 meter kubik, seperti kapal laut, kapal motor, tongkang, dan kapal sejenis. Benda tersebut akan dibebani hipotik sesuai dengan Undang-undang Hukum Perdata Barat. d) Benda yang didirikan di atas alas hak milik pihak lain, seperti bangunan yang didirikan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, yang pemilik tanah dan pemilik bangunan merupakan subjek yang berbeda. Sebenarnya, jika tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan tersebut merupakan tanah berstatus dapat dibebani Hak Tanggungan, keduanya dapat dibebani sekaligus dengan Hak Tanggungan. Namun, jika tanah tersebut berstatus Tanah Hak Pakai yang tidak dapat dipindah tangankan, atau Hak Sewa yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau bisa pemilik tanah menolak untuk memberikan jaminan berupa Hak Tanggungan atas tanahnya, banggunan tersebut dapat dibebani jaminan fidusia (atas Bangunan). e) Hak jaminan dengan resi gudang Jaminan resi gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor lain. Resi gudang yang dapat dibebani
25
dengan hak jaminan tersebut merupakan dokumen bukti kepemilikan atas suatu barang yang disimpan di dalam gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Dasar hukum jaminan resi gudang adalah Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang sistem resi gudang dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang (UURG) (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 243). Semua jaminan pada dasarnya diperuntukkan kepada kreditor bilamana seorang debitor lalai akan kewajiban dan tanggung jawabnya (wanprestasi) untuk melunasi hutangnya. 5. Wanprestasi a. Pengertian wanprestasi Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah
disepakati
dalam
perjanjian.
Tidak
dipenuhinya
kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan, yaitu : (Abdulkadir muhammad, 2014 : 241) 1) Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan 2) Karena keadaan memaksa (force majeure), di luar kemampuan debitor. Jadi debitor tidak bersalah. Apakah
seseorang
debitor
bersalah
melakukan
wanprestasi atau tidak, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Keadaan dikatakan wanprestasi bilamana (Sunu Widi Purwoko, 2015 : 129) : 1) Tidak melakukan suatu prestasi yang disanggupi akan dilakukan 2) Melaksanakan prestasi yang diperjanjikan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan. 3) Melakukan prestasi yang diperjanjikan tetapi terlambat atau tidak tepat waktu. 4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
26
Kriteria untuk mengetahui sejak kapan debitor dalam keadaan wanprestasi,
perlu diperhatikan
apakah dalam
perjanjian itu ditentukan jangka waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak? dan dalam tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitor supaya dia memenuhi prestasi. Apabila
telah
ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238 KUHPdt debitor dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian (Abdulkadir muhammad, 2014 : 242). 6. Hak tanggungan a. Pengertian hak tanggungan Menurut sistem hukum agraria Indonesia, hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Jaminan utang tersebut adalah dalam bentuk hak tanggungan. Hak tanggungan sendiri sudah diatur di dalam undang-undang tersendiri, yaitu undangundang hak tanggungan. Setelah diikat dengan dengan hak tanggungan, maka pemilik tanah akan menyandang status sebagai debitor atau pemberi hak tanggungan, sedangkan pihak kepada siapa hak tanggungan diberikan berstatus kreditor atau pemegang hak tanggungan. Kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hakhak khusus berkenaan dengan tanah tersebut, seperti hak untuk menjual tanah jika utang tidak dibayar dan mendapatkan pembayaran terlebih dahulu (preferens) dari hasil penjualan tanah tersebut dibandingkan dengan kreditor lainnya (Munir Fuady, 2015 : 51). Di dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah :
27
Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Setiap debitor yang menjaminkan tanah dan atau banggunanya kepada kreditor (baik bank maupun bukan bank) sebagai jaminan pelunasan fasilitas kredit yang diterimanya diwajibkan
untuk
Membebankan
Hak
menandatangani
Akta
Surat
Tanggungan
(SKMHT)
Kuasa
atau
Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT), yang akan dilanjutkan dengan pendaftaran hak tanggungan tersebut pada kantor pertanahan
tempat
tanah
tersebut
didaftarkan
(Ahmad
Fauzi,jurnal,2010:89). b. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan Sebagai jaminan pemenuhan kewajiban debitur kepada bank, hak Tanggungan mempunyai ciri dan sifat khusus antara lain(Irma Devita Purnamasari, 2014 : 41-45) : 1) Hak Tanggungan bersifat memberikan Hak Preference (droit de preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu daripada kreditor lainnya. 2) Hak tanggungan mengikuti tempat benda berada (droit de suite). Ini merupakan salah satu dari kekuatan lain hak tanggungan. Jadi walaupun tanah yang dibebani dengan hak tanggungan tersebut dialihkan kepada pihak lain atau orang lain (dalam hal ini dijual), hak tanggungan tersebut tetap melekat pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan (dalam praktiknya dikenal dengan istilah “dilakukan roya”) oleh pemegang hak tanggungan dimaksud. Peralihan hak tanggungan bisa terjadi melalui proses hukum : merger (penggabungan perusahaan), akuisisi (pengambilalihan perusahaan), cessie, hibah, maupun pewarisan.
28
3) Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya. Hak tanggungan yang melekat pada suatu jaminan berupa tanah dan banggunan, tidak dapat ditetapkan hanya melekat di sebagian bidang tanah sebagian bidang rumah. Namun, dapat pula diperjanjikan bahwa hak tanggungan yang membebeni beberapa bidang tanah, dapat dihapuskan secara sebagiansebagian, sesuai dengan proporsi pelunasan fasilitas kredit yang dilakukan oleh debitor. 4) Hak tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada. Apabila utang yang sudah ada tentunya sudah jelas. Tetapi untuk utang yang akan ada maksudnya adalah utang yang pada saat dibuat dan ditandatangani Akta pemberian hak tanggungan tersebut belum ditetapkan jumlah ataupun bentuknya. Misalkan saja pada saat akta tersebut dibuat, jumlah hutang masih sebesar 1 miliar. Kemudian karena nilai hak tanggungan yang dipasang masih cukup untuk menambah nilai kredit, pada saat debitor memperoleh tambahan kredit sebesar 1 miliar, dia tidak dibebani hak tanggungan baru. Hanya cukup menunjuk kepada jaminan yang sudah pernah diberikan oleh debitor, dengan nilai utang yang dijaminkan bertambah menjadi 2 miliar. 5) Hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial. Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan di muka umum. Namun demikian, dalam praktiknya pada saat pemilik jaminan melakukan perlawanan atas upaya kreditor untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan, kreditor masih tetap membutuhkan bantuan pengadilan untuk mengeksekusi jaminan yang sudah dibebani hak tanggungan dimaksud. 6) Hak tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas Sifat spesialitas dan publisitaslah yang menyebabkan timbulnya hak preference kreditor. Dalam hal terjadi peristiwa kepailitan debitor, hak preference kreditor tersebut tidak hilang dan dia menjadi separatis. Artinya, kreditor punya hak terpisah atas objek yang dibebani hak tanggungan tersebut. Oleh karena itu, kreditor berhak mendapatkan pelunasan utang terlebih dahulu dari hasil penjualan tanah atau
29
bangunan sebagai jaminan. Dengan adanya publisitas tersebut, pihak ke tiga (siapa pun) bisa mengecek status tanah melalui kantor pertanahan setempat. Tujuannya menghindari terjadinya suatu transaksi peralihan hak atas tanah dimaksud tanpa persetujuan dari kreditor selaku pemegang hak tanggungan. c. Subjek hak tanggungan Subjek hak tanggungan diatur dalam pasal 8 sampai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam kedua pasal tersebut ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak tanggungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktik pemberi hak tanggungan disebut dengan debitor, sedangkan penerima hak tanggungan disebut dengan istilah kreditor (Salim HS, 2014 : 103). d. Objek hak tanggungan Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Salim HS, 2014 : 104) : 1) Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang. 2) Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas. 3) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminanutang akan dijual di muka umum. 4) Memerlukan penunjukan dengan undang-undang. Pasal 4 sampai dengan pasal 7 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang
30
dapat dijadikan jaminan hutang. Ada lima jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan yaitu (Salim HS, 2014 : 105-135) : 1) Hak milik Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan tidak menggangu hak orang lain. (pasal 570 KUH Perdata) 2) Hak guna usaha Hak guna usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan. (pasal 720 KUH Perdata) 3) Hak guna bangunan Hak guna bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. (pasal 19 UUPA) 4) Hak pakai, baik hak milik maupun hak atas negara Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini (Pasal 41 UUPA) 5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. 6)
31
e. Tata cara pemberian hak tanggungan Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 UndangUndang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan prosedur pembebanan hak tanggungan adalah sebagai berikut (Salim HS, 2014 : 146) : 1) Wajib dibuatkan dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan b) Tidak memuat kuasa substitusi c) Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan. 2) Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apa pun kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya. 3) Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambatlambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. 4) Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. Prosedur pada angka 3dan 4 tidak berlaku dalam hal surat kuasa membebenkan hak tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Cara mendaftarkan hak tanggungan Pendaftaran hak tanggungan dilakukan pada kantor pertanahan setempat, tempat letak tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah dimaksud. Adapun pendaftaran dilakukan dengan cara melampirkan (Irma Devita Purnamasari,2014 61) : 1) Sertifikat asli yang akan dibebani hak tanggungan 2) Salinan berkas (fotokopi) identitas pemberi hak tanggungan dan penerima kuasa. Jika pemberi dan penerima hak tanggungan adalah badan hukum,
32
harus dilampirkan seluruh anggaran dasar hingga akta perubahan yang terahir, berikut surat persetujuan dan/ atau surat penerimaan pemberitahuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 3) Salinan berkas (fotokopi) perjanjian kredit atau perjanjian lainnya yang dijadikan dasar untuk pemberian hak tanggungan. 4) Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaftaran hak tanggungan, besarnya ditetapkan berdasarkan rentang nilai pertanggungannya, sebagaimana dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010. g. Eksekusi hak tanggungan Eksekusi hak tanggungan diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT). Latar belakang lahirnya eksekusi ini adalah debitor tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya, walaupun yang bersangkutan telah diberikan somasi 3 kali berturut-turut oleh kreditor. Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu (Salim HS, 2014 : 190191): 1) Penjualan jaminan melalui proses lelang Hak pemegang hak tanggungan untuk menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 UUHT. Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari dari pemegang hak tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan, bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hak
tanggungan
berhak
untuk
menjual
objek
hak
tanggungan melalui pelelangan umumtanpa memerlukan
33
persetujuan lagi pemberi hak hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi hak tanggungan (penjelasan Pasal 6 UUHT). Berikut adalah uraian singkat proses penjualan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL)
(http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/prosedur-lelang.html diakses pada tanggal 30 April 2016 pukul 20.00) : a) Permohonan lelang dari Pemilik Barang/Penjual. Pihak penjual mengajukan permohonan lelang secara tertulis ditujukan kepada KPKNL. Penjual harus segera melengkapi surat permohonan lelangnya dengan dokumen-dokumen/bukti-bukti hak dan kewenangannya menjual barang secara lelang. Selain itu Penjual dapat menetapkan syarat-syarat penjualan lelang asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan lelang yang berlaku. b) KPKNL menetapkan tanggal/hari dan jam lelang Setelah kantor lelang meneliti permohonan lelang beserta dokumen kelengkapannya tersebut dan memperoleh atas legalitas subyek dan objek lelang, maka kantor lelang (KPKNL) akan menetapkan waktu dan tempat lelang. c) Pengumuman lelang di surat kabar harian Maksud dan tujuan dari Pengumuman Lelang adalah agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sebagai upaya mengumpulkan peminat. Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual. Pengumuman Lelang berdasarkan Pasal 42 PMK Nomor 93/PMK.06/2010 paling sedikit memuat: (1) identitas Penjual; (2) hari, tanggal,waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan; (3) jenis dan jumlah barang; (4) lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;
34
(5) spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak; (6) waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang (7) Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang; (8) Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang bergerak; (9) Cara penawaran lelang; dan (10) Jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli. Pengumuman Lelang terbit pada hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran uang jaminan penawaran lelang.Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya. d) Peserta lelang menyetorkan uang jaminan ke rekening KPKNL Uang jaminan lelang harus sudah efektif diterima paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. Uang jaminan penawaran lelang dibebankan kepada pihak Peserta Lelang dengan besaran yang ditentukan oleh Penjual paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling banyak sama dengan Nilai Limit. Ketentuan mengenai besaran uang jaminan penawaran lelang disebutkan dalam Pasal 32 PMK Nomor 93/PMK.06/2010. Uang jaminan penawaran merupakan prasyarat sebelum melakukan lelang dan hal ini dimaksudkan agar peserta lelang merasa terikat karena uang jaminan akan hilang apabila peserta yang ditunjuk sebagai Pembeli melakukan wanprestasi, sehingga dapat dihindarkan dari adanya peserta yang tidak sungguh-sungguh berminat mengikuti lelang atau yang hanya main-main. e) Pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang dari KPKNL Pejabat lelang adalah orang yang berdasarkan undang-undang berwenang melaksanakan lelang. Setiap pelaksanaan lelang (berdasarkan Pasal 1a
35
Vendu Reglement dan Pasal 2 PMK Nomor 93/PMK.06/2010) harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. Penawaran lelang dilakukan secara tertulis dalam amplop tertutup dan diserahkan pada saat pelaksanaan lelang. Dalam hal terdapat nilai penawaran yang sama diantara peserta lelang, maka penawaran lelang akan dilanjutkan secara lisan naik-naik terhadap penawar tertinggi yang sama tersebut.Peserta lelang/kuasanya harus hadir pada saat pelaksanaan lelang dengan terlebih dahulu melakukan registrasi. Bagi peserta yang memberikan kuasa kepada pihak lain, harus disertai dengan Akta Kuasa Notariil. Peserta Lelang yang teregistrasi wajib menyampaikan penawaran paling sedikit sama dengan harga limit, bila penawaran kurang dari harga limit, maka bersedia dimasukkan dalam daftar hitam peserta lelang. Dalam hal penawaran tertinggi dalam lelang telah sesuai dengan kehendak Penjual, maka barang akan dilepas dan Pejabat Lelang akan menetapkan penawar tertinggi sebagai Pemenang Lelang/Pembeli. Namun, dalam hal penawaran tertinggi ternyata belum mencapai harga jual yang dikehendaki (Harga Limit), maka Pejabat Lelang akan menetapkan bahwa obyek lelang akan ditahan atau tidak ditunjuk pemenangnya, kecuali Penjual setuju untuk melepaskan barang tersebut. f) Pemenang lelang membayar harga lelang kepada KPKNL. Pemenang lelang harus menyelesaikan pelunasan pembayaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang, dan apabila pembayaran tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka jaminan lelang seluruhnya menjadi Hak Negara dengan disetorkan ke Kas Umum Negara. Pada dasarnya Pembeli membayar uang pembelian lelang secara kontan, namun apabila menggunakan cheque, maka sebelum
36
cheque tersebut dikliring dan hasil kliringnya dinyatakan baik oleh pihak Bank. Pejabat Lelang diwajibkan menyetorkan uang hasil lelang ke rekening Penjual dalam waktu 1 x 24 jam setelah diterimanya pelunasan uang hasil lelang dari Pembeli. g) Bea Lelang disetorkan ke Kas Negara oleh KPKNL Bea lelang Pembeli yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang, Staatsblad 1949-390, yaitu 9% untuk barang bergerak dan 4,5% untuk barang tidak bergerak, dan uang miskin dipungut berdasarkan Pasal 18 Vendu Reglement sebesar 0,7% untuk barang bergerak dan 0,4% untuk barang tidak bergerak. Dilain pihak kepada Penjual juga dipungut Bea Lelang, yaitu 3% untuk barang bergerak dan 1,5% untuk barang tidak bergerak dihitung dari Pokok Lelang. Kepada Penjual tidak dikenakan Uang Miskin. h) Hasil bersih lelang disetor ke pemohon lelang Dalam hal pemohon lelang/pemilik barang adalah instansi pemerintah maka hasil lelang disetorkan ke Kas Negara. Kemudian KPKNL menyerahkan dokumen dan Petikan Risalah Lelang sebagai bukti untuk balik nama dan sebagainya. 2) Eksekusi atas titel eksekutorial Pada
sertifikat
hak
tanggungan,
sebagaimana
yang
dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 Irah-irah (kepala putusan) yang
dicantumkan
dimaksudkan
untuk
pada
sertifikat
menegaskan
hak adanya
tanggungan kekuatan
eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan Hukum Acara Perdata.
37
3) Eksekusi di bawah tangan Eksekusi di bawah tangan adalah penjualan objek hak tanggungan yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan
kesepakatan
dengan
pemegang
hak
tanggungan, jika dengan cara ini akan memperoleh harga yang tertinggi.
38
B. Kerangka pemikiran
Perjanjian kredit
Jaminan hak tanggungan
Debitur Wanprestasi
Gugatan perlawanan penjualan lelang objek hak tanggungan oleh debitur
Proses peradilan
putusan
Lelang eksekusi hak tanggungan atas titel eksekutorial
ditolak
Dikabulkan/ diterima
Pertimbangan hakim menolak gugatan perlawanan debitur
Akibat hukum ditolaknya gugatan perlawanan pembatalan lelang
Akibat hukum diterimanya gugatan perlawanan pembatalan lelang
39
Keterangan : Kerangka pemikiran diatas menjelaskan alur pemikiran penulis
dalam
menggambar,
menelaah,
menjabarkan
dan
memudahkan untuk menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang diteliti yaitu proses eksekusi hak tanggungan yang tertunda atau mengalami penundaan dengan adanya gugatan perlawanan dari pihak debitor yang secara hukum diduga telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kredit berupa tidak membayar utang pada waktu yang telah diperjanjikan (kredit macet). Akhirnya gugatan tersebut tetap tidak dikabulkan oleh majelis hakim, dan majelis hakim memutus gugatan perlawanan ditolak. Berdasarkan pemaparan tersebut penulis tertarik untuk meneliti alasan majelis atau pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut serta segala akibat hukum yang timbul atas putusan tersebut.