7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain,
maka
resiko-resiko
kesalahan
dan
penyalahgunaan
tidak
dapat
dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal. Menurut peraturan menteri kesehatan R.I No:329/Menkes/PER/X11/76, Yang di mkasud dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang di tambahkan dan dicampurkan swaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk, kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi., antigumpal, pemucat, dan pengental. Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan biasa terjadi adalah penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan bahan makanna melebihi batas yang ditentukan, penyebab lain, produsen berusaha memenuhi kebutuhan dan keuntungan yang besar dan pada besarnya konsumen ingin mendapatkan bahan makanan dalam jumlah banyak dengan 7 Universitas Sumatera Utara
8
harga murah munculnya bahan makanan digunakan untuk mempertahankan kondisi makanan agar menarik. Dalam proses penanganan pangan perlu mempeerhatikan segi-segi lain seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti bahwa apabila zat pewarna tersebut ternyata akan berdampak buruk pada kesehatan manusia maka penggunaannya harus di pertimbangkan kembali, dihentikan atau diganti dengan bahan pewarna lain yang lebih aman. 2.2 Penggolongan Bahan tambahan Pangan (BTP) BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan didalam pangan. Penggelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut peraturan menteri kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 adalah sebagai berikut : 1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau member warna pada pangan. 2. Pemanis buatan yaitu BTP yaitu yang dapat meyebabkan rasa manis pada pangan yang tidak atau hamper tidak mempunyai nilai gizi. 3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. 4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. 5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
Universitas Sumatera Utara
9
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. 7. Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pedapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan. 8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu (BTP) yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atay pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. 9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan. 2.3 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penggunaan bahan tambahan pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Pengguanan bahan tambahan pangan di benarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Disamping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pegangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batasan penggunaan maksimum seperti diatur dalam peraturan menteri kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/988. Pemakaian bahan tambahan pangan diperkenakan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Memelihara kualitas gizi bahan pangan
Universitas Sumatera Utara
10
b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak megarah pada penipuan. d) Diutamakan untuk proses membantu proses pengolahan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal- hal yang merugikan konsumen oleh karena itu pemakaian bahan tambahan pangan ini diperkenankan bila : a) Menutupi adanya tekhnik pengolahan dan penanganan yang salah. b) Menipu konsumen. c) Menyebabkan penutunan gizi. d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis. 2.4. Jenis Bahan Tambahan Pangan Pada umumunya bahan tambahan pangan dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut : 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa,, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,penwarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
Universitas Sumatera Utara
11
tidak sengaja, baik dalam sejumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan, bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminan dari bahan yang disengaja untuk tambahan produksi bahan mentah atau penangannnya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi contoh bahan tambahanpangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungsida, dan rotensida), antibiotik dan hidrokarbon aromatic polisiklis. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanandengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2001). (Cahyadi, 2006) mengemukakan zat-zat tambahan yang terdapat pada makanan seperti yang diuraikan di bawah ini : 2.4.1. Pewarna Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna yang sembarangan digunakan pada bahan pangan misalnya zat pewarna untuk tekstil untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan. Zat pewarna yang tidak dianjurkan untuk makanan adalah Sunset yellow, azorubine,
Universitas Sumatera Utara
12
amaranth, ponceau 4R, erytrosine, allura red, indigotine, amaranth, tartrazine,brilliant blue, food greens, brilliant black, brown HT, annatto extract dan masih banyak jenis pewarna lainnya (Arisman, 2009). (Cahyadi, 2006) mengemukakan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwana antara lain dengan penambah zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. 1 . Pewarna Alami Banyak warna cemerlang yang di temui pada tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanthon, dan karteinoid (Cahyadi, 2006). 2. Pewarna Sintetis Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
Universitas Sumatera Utara
13
yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal balik tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2006). Tabel 2.1 Pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia: Bahan Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Citrus red
(Food N0 2)
12156
Ponceau 3 R
(Red G)
16155
Ponceau SX
(Food Red N0. 1)
14700
Rhodamine B
(Food Red N0. 5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No. 3)
42085
Magenta
(Basic Violet No.14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No.2)
11270
Butter yellow
(Solveent Yellow No.2)
11020
Sudan I
(Food Yellow No. 2)
12055
Methanil Yellow
(Food Yellow No. 14)
13065
Auramine
(Ext. D & C Yellow No.1
41000
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No.2)
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranes No 7)
12140
Oil Yellow AB
(Solvent Oranes No 5)
11380
Oil Yellow OB
(Solvent Oranes No 6)
11390
Sumber: (Menkes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88)
Universitas Sumatera Utara
14
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Pengetahuan mengenai bahaya pemakaian pewarna sintetis ini sangat
perlu
pemilihan
bahan
pewarna
makanan.
Rendahnya
pengetahuan dan daya pengethuan masyarakat menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih pewarna sintetis mengingat lebih murah, lebih praktis dalam penggunaaan, dan warna lebih kuat. Disatu sisi penggunaan
pewarna
sintetis
yang
tidak
professional
dapat
mengakibatkan masalah kesehatan, seperti keracunanan anokgenik dan penyakit lainnya seperti gangguan pada pencernaan, otak limpa, ginjal, hati, tumor, kanker, lumpuh, keterbelakanagan (retardasi), serta kebutaan. Efek yang ditimbulkan dalam penggunaan zat pewarna dilarang karena termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalam tubuh
adalah
menyebabkan
gangguan
fungsi
hati
atau
bisa
menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah, 2005). Menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis disekitarnya mengalami disintergrasi, kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya sel yang melakukan degenerasi lemak (Anonimus, 2006).
Universitas Sumatera Utara
15
2.4.2 Pengawet Pengawet adalah zat (biasanya zat kimia) yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan, dan tentu saja tidak mahal (Arisman, 2009) A. Jenis Bahan Pengawet 1. Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfi, dan meta bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit. Molekul bisulfit lebih mudah menembus dinding mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi ini akan mengingat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostidum botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun mematikan. Penggunaan Na-nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna
daging
atau
ikan
ternyata
menimbulkan
efek
yang
membahayakan. Nitrat dapat berikatan dengan amino atau amida dan
Universitas Sumatera Utara
16
bentuk turunan nitrosamine yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam. Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan. (Cahyadi, 2006).
2. Zat Pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbet, asam propinot, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2006). B.
Sifat Antimikroba Bahan Pengawet Bahan pegawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas
mikroba. Fakto-faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan kimia dan kosentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu penyimpanan. Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan pangan yang bersifat asam, misalnya asam benzoate dalam minuman sari buah jeruk. Dalam aksinya sebagai antimikroba, bahan pengawet ini mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut : 1. Gangguan sistem genetik
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi dan menyerang ribosom. 2. Menghambat dinding sel atau membrane Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membrane dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalan nutrien masuk kedalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutannya senyawa lipid. 3. Penghambat enzim Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme. 4. Peningkatan nutien esensial Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutien yang berbeda-beda, oleh karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhui organisme yang berbeda pula. Apabila suatu organisme membutuhkan hanya sedikit nutrien dan apabila nutrient itu diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibanding dengan organisme lain yang memerlukan nutrisi tersebut dalam jumlah banyak. 3. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan
Universitas Sumatera Utara
18
garam NaCL dan gula yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam mikro organisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi. Kerja
asam
sebagai
bahan
pengawet
tergantung
pada
pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, dan kapang yang tumbuh
pada bahan pangan. Penambahan asam
berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan organisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan kosentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (Cahyadi, 2006). 4. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradapan manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudiaan dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahaankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.
Universitas Sumatera Utara
19
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi
titik
berbahaya
dan
toksik.
Bahan
pengawet
akan
mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrsi bahan pengawet yang digunakan. Secara
umum penambahan bahan pengawet pada
pangan
bertujuan sebagai berikut : a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen. b. Memperpanjang umur yang tidak patogen. c. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. d.
Tidak untuk membunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
e. Tidak digunakan menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. f.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Dampak atau efek yang ditimbulkan oleh pengawet pada
makanan bisa ditimbulkan oleh bahan pengawet pada makanan bisa
Universitas Sumatera Utara
20
sangat bervariasi tergantung usia serta riwayat kesehatan seseorang. Mengetahui bahaya dari bahan pengawet dapat membantu anda mencegah dampak merugikan tersebut, adalah berikut bahaya bahan pengawet yang dapat menimbilkann jangka pendek dan panjang. : 1. kesulitan bernafas. 2. Iritasi kulit. 3. Infeksi saluran pernafasan. 4. Diare. 5. Rasa terbakar di tenggorokan. 6. Mual dan muntah. 7. Sakit keapala. Gangguan jangka panjang : 1. kerusakan jantung 2. kerusakan ginjal. 3. Penyakit leukemia. 4. Penyakit diabetes. 5. Kanker otak. 6. Tumor pada perut dan liver 2.4.3. Penyedap Rasa Penyedap rasa didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat dalam mulut, termasuk mouth feel. Mouth-feel suatu bahan pangan yaitu perasaan kasar-licin, lunak liat, dan cair kental. Penyedap rasa
Universitas Sumatera Utara
21
bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat khas. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khas khusus suatu pangan seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan sebagainya (cahyadi, 2006).
A. Tujuan Penggunaan Penyedap Rasa Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada penyedap rasa adalah memberi ciri khusus pada suatu pangan seperti aroma jeruk manis, jeruk nipis, lemon, kola, coklat, krim, vanili dan sebagainya. Tujuan penggunan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut: a.
Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan, misalnya keju.
b.
Modifikasi,
pelengkap
atau
penguat
aroma.
Contoh,
penambahan aroma ayam pada pembuatan sup ayam c.
Menutupi atau menyembunyikan aroma
bahan pangan yang
tidak disukai. d.
Membentuk aroma baru atau menetralisir atau bergabung dengan komponen dalam bahan pengawet.
Universitas Sumatera Utara
22
B. Jenis Bahan Penyedap 1. Penyedap Alami a. Bumbu, Herba, dan Daun Bahan penyedap seperti bumbu berfungsi sebagai penyedap, juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging. Sebagai contoh merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkih. Herba (sejenis rumput) dan daun merupakan tanaman yang dapat digunakan selain sebagai sebagai penyedap juga sebagai obat dan pewarna. Contoh sereh dan daun pandan, daun salam. b. Minyak Esensial Minyak esensial dapat didefenisikan sebagai zat aroma yang berbentuk minyak cair, padat, atau setengah padat yang terdapat pada tanaman. Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), bji (merica, ketumbar) dan sebagainya. c. Penyedap Sari Buah Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, dan mineral. d. Ekstrak Tanaman atau Hewan Penyedap dapat juga dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain yang tergolong dalam bumbu atau herba dan hewan tertentu. Contoh, ekstrak kopi, cokelat, vanili, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
23
2 Penyedap Sintetis Penyedap sintesis atau sering disebut sebagai penyedap artifisial adalah komponen atau zat yang dibuat menyupai aroma penyedap alami. Penyedap jenis ini dibuat dari bahan penyedap aroma baik gabungan dengan bahan alami maupun dari bahan itu sendiri.
C. Efek Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan bagi kesehatan, yaitu sebagai berikut : 1. Mono sodium glutamate (MSG) MSG
tidak masuk kedalam plasenta dan tidak dapat
mencapai janin yang sedang tumbuh, namun apabila bayi telah disusui, MSG dapat metabolisir. Chinese Restaurant Syndrome (CRS) mula-mula di ungkapkan pertama kali oleh dr. Ho Man Kwok (1969) suatu gejala yang timbul kira-kira 20-30 menit setelah mengonsumsi pangan yang dihidangkan di restoran cina mengalami kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta leher bagian bawah, kemudian berasa panas, disamping gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan kepala pusing. 2. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamate) Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang perut, walaupun biasanya toksisitas garam posstasium yang
Universitas Sumatera Utara
24
dikonsumsi oleh orang sehat relatif kecil, karena posstasium akan diekresi dengan cepat didalam urine. Posstasium berbahaya pada penderita gagal ginjal. Posstasium tidak boleh diberikan pada bayi yang berumur dibawah 12 minggu. 3. Kalsium dihidrogen di-L- glutamate Pengarunya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak boleh diberikan kepada bayi yang berumur di bawah 12 minngu. Guanosin 5’-di sodium fosfat (sodium glutamate); inosin5’ disodium fosfat (sodium 5’-inosat); sodium 5’ –ribonukleotida.
2.4.4. Pemanis Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta, minuman, dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol. Mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi sakit gigi, dan sebagai bahan subsitusi pemanis utama (Eriawan, 2002). A. Jenis Pemanis Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah
Universitas Sumatera Utara
25
tebu ( Saccharum officanarum L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa (Cahyadi, 2006). Cahyadi, 2006 Mengelompokkan beberapa bahan pemanis alami yang sering digunakan adalah : Sukrosa, Laktosa, Maltosa, Galaktosa, D-Glukosa, D-Fruktosa, Sorbit, Manitol, Gliserol, Glisina. Cahyadi juga mengelompokkan beberapa pemanis sintetis adalah bahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai giji adalah Sakarin, Siklamat, Aspartam, Duslin, Sorbitol, sintetis, Nitro-propoksi-anilin. B. Efek Pemanis Sintetis Terhadap Kesehatan Penggunaan zat pemanis sintetik dapat mengakibatkan defisit intelektual yang berat sehubungan dengan penggunaan zat pemanis sintetik, bermanifestasi susah mengingat, sering lupa waktu, kepala pusing, sakit persendian, mual, mati rasa, kejang otot, kegemukaan, hingga berakhir dengan kematian (Robet, 2008). a.
Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya Pada umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau mempertahankan mutu. Beberapa bahan kimia yang bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan penyakit atau bahkan kematian. Oleh karena itu, dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan. Dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan.
Universitas Sumatera Utara
26
Adapun masalah yang dapat timbul apabila menggunakan bahan kimia berbahaya untuk pangan seperti berikut : 1. Rhodamin B Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun, dan dapat menyebabkan kanker. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lamakelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap
lebih
banyak
pada
saluran
pencernaan
dan
menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi pada makanan yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkkan gangguan fungsi hati, dan kanker hati. (Joomla, 2006). 2. Formalin Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Paparan formaldehida melalui saluran pencernaan dapat mengakibat luka korosif terhadap selaput lender saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik yang berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapat sel darah merah di urine. (Joomla, 2006).
Universitas Sumatera Utara
27
3. Boraks Boraks disalahgunakan pangan dengan tujuan memperbaiki warna tekstur, dan flavor, boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan ketika asam borat masuk kedalam tubuh, dapat menyebabkan mual muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan system sirkulasi akut dan bahkan kematian. (Badan POM RI, 2004).
2.6
Pengetahuan
2.6.1
Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Seseorang (Notoatmodjo, 2003). Notoatmodjo, 2003 membagi tingkat pengetahuan di dalam dominan kognitif yakni: 1. Tahu (know) Tahu artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recal) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
Universitas Sumatera Utara
28
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan,
contoh:
menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek. Komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
29
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya. 5. Sintetis (synthesis) Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun formulasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalanya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebabsebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Universitas Sumatera Utara