BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan diatasnya ke lapisan tanah yang cukup daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban–beban yang bekerja, gaya–gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain–lain.
II.2. Pengertian Pondasi Pondasi ialah bagian dari sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya tersendiri kepada dan ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. Tegangan–tegangan tanah yang dihasilkan kecuali pada permukaan tanah merupakan tambahan kepada beban–beban yang sudah ada dalam massa tanah dari bobot sendiri bahan dan sejarah geografisnya. Berdasarkan buku Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk : 1. Mendistribusikan dan memindahkan beban–beban yang bekerja pada struktur bangunan diatasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut; 2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur;
Universitas Sumatera Utara
3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat angin, gempa dan lain – lain. II.2.1. Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang digunakan untuk suatu banguan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan berat beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban–beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan: 1. Berdasarkan material yang digunakan, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: a. Tiang pancang kayu (wood pile); b. Tiang pancang beton (concrete pile) ; c. Tiang pancang baja (steel pile); d. Tiang pancang komposit (composite pile); 2. Berdasarkan teknik pemasangan, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: a. Tiang pancang beton pracetak b. Tiang pancang yang tiangnya dicor ditempat
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan cara penyaluran beban tiang, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: a. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile) b. Pondasi tiang dengan tahanan gesekan (friction pile) c. Pondasi tiang dengan tahanan lekat (adhesive pile) II.2.2. Pemancangan Tiang Pemancngan Tiang adalah usaha yang dilakukan untuk menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai perencanaannya Pada umumnya pemancangan dapat dibagi menjadi tiga tahap pelaksanaan yaitu : 1. Tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi kegiatan: a. mengangkat tiang; b. mendirikan tiang pemandu rangka pancang; c. membawa tiang pada titik pemancangan; d. Mengatur arah, kemiringan tiang dan percobaan pemancangan 2. Tahap kedua adalah pemancangan tiang hingga mencapai kedalaman yang direncanakan, dimana pada tahap ini dilakukan pencatatan data pemancangan, yaitu jumlah pukulan pada tiap penurunan tiang sebesar 0.25 m atau 0.5 m. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan apakah tiang telah mencapai tanah keras seperti yang telah direncanakan. 3. Tahap ketiga adalah pengaturan tiang, yaitu pengaturan pengukuran penurunan tiang pancang per pukulan pada akhir pemancangan.
Universitas Sumatera Utara
II.2.3. Hydraulic Jacking System Hydraulic Jacking System adalah sistem pemancangan tiang dalam yang cukup unik dengan mempergunakan Indirect Hydraulic Jacking Technology, dimana sistem ini telah mendapatkan hak patent dari Amerika Serikat, Inggris Raya,dan Selandia Baru. Sistem ini terdiri dari suatu Hydraulic Ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut, ditempatkan sebuah mekanisme berupa pelat penekan yang berada pada puncak tiang. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu kedalam tanah tanpa suara, tanpa pukulan, dan tanpa getaran. Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebakan didapatnya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Sebagai pembeban ditempatkan balok–balok beton atau pelat–pelat besi pada dua sisi bantaran alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.
II.2.3.1 Keunggulan Hydraulic Jacking System a Bebas Getaran Dengan sistem Hydraulic Ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan dipancang, tiang akan tertekan secara kontiniu kedalam tanah tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.
Universitas Sumatera Utara
b Bebas Pengotoran Lokasi Kerja dan Udara serta Bebas Kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta terbebaskan dari kebecekan (jika menggunakan bore–piles). Oleh karena itu sistem ini juga tidak bising oleh suara pukulan pancang (seperti drop hammer). Teknologi ini disebut Teknologi berwawasan lingkungan (Environment Friendly). c. Daya Dukung Pertiang Diketahui Sama–sama kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah rencana pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan yang berbeda tebal, jenis tanahnya maupun daya dukungnya, sedangkan jumlah titik soil investigation seperti sondir diadakan dalam jumlah sangat terbatas. Sehingga pada sistem drop hammer untuk mengetahui daya dukung per tiang masih menggunakan dan mempercayakan cara tidak langsung (indirect means). Sedang pada sistem V–pile, daya dukung setiap pancang dapat diketahui dan dimonitori langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan Hydraulic Jacking System sepanjang proses pemancangan berlangsung. d Harga yang Ekonomis Teknologi
Indirect
Hydraulic
Jacking
tidak
memerlukan
pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang konvensional. Disamping itu dengan system pemancangan yang simple dan cepat, menyebakan biaya operasi juga dapat dihemat.
Universitas Sumatera Utara
e Lokasi Kerja yang Terbatas Dengan tinggi alat yang relatf rendah, V–pile sistem ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, dimana sistem lain tidak mungkin. Alat V–pile ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja. f Loading Test Secara Langsung Mengingat beban penekan berupa balok beton / plat besi adalah merupakan terpadu dari alat V–pile tersebut dengan berat sebesar 2 (dua) kali beban maksimum yang dapat dipikul per tiang dan berfungsi juga sebagai beban test, maka prosedur, jadwal dan jumlah titik loading test dapat dengan mudah diputuskan pelaksanaanya sesuai dengan kebutuhan di lapangan. II.2.3.2 Kekurangan Hydraulic Jacking System a. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; b.
Karena Hydraulic Jacking System ini mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat menjai miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan para pekerja.
c. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);
Universitas Sumatera Utara
d. Pergerakan alat Hydraulic Jacking System ini sedikit lambat, proses pemindahan relatif lama untuk pemncangan titik yang berjauhan. II.2.3.3 Spesifikasi dari Prestressed Concrete V – Pile II.2.3.3.a Spesifikasi material : Ready Mix Concrete : JIS 5308, PBI Prestressing Wire
: JIS , PBI
Steel End Plate
: PBI
II 2.3.3.b Karakteristik, Kuat Material : Beton (Concrete)
: 500 kg/cm2 (compressive)
Prestresing Wire
: 16.500 kg/cm2 (tensile)
Steel End Plate
: 2.400 kg/cm2 ( yield strength )
II.2.3.3.c Propertis dari Precast Prestressed V – pile : Cross Section
: Eguilateral Triangle
Panjang sisi nominal
: 225 mm
Panjang standar dari Pile Element
: 4.50 m
Area Crossectional
: 203 cm2
No. Prestressing wire
: 3 Ø 7mm
Berat per pile element
: 210 kg
II.2.3.3.d. Beban Kerja : Formula Following ACI 543 Beban kerja 25 ton per pile
Universitas Sumatera Utara
II.2.3..e Sambungan Ujung pile terdiri dari steel end plate yang dilindungi ke pile searah ujung . Ujung end plates berhubungan ketika plate yang berbeda disambung sepanjang sisi panjang untuk membentuk hubungan yang rigid. II.2.2.f. Kualitas Kontrol Pabrikan Bahan dari segitiga V – pile adalah subjek untuk kelengkapan program kualitas kontrol. Dengan program ini, keseragaman untuk merelevansi standar dari semua material digunakan dalam bahan semen, agregat dan baja yang aman. Selama proses produksi, pelaksanaan kualitas kontrol dikembangkan dari persiapan mould, prestressing concreting, curing (steam curing), demoulding, penyimpanan dan transportasi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.2.3 Metode kerja V – pile
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar : Mesin Pemancang V-Pile
Universitas Sumatera Utara
II.3
Sondir ( Dutch Cone Penetrometer ) Penyondiran adalah pemasukkan batang tusuk kedalam tanah dengan
bantuan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut. Kita dapat membaca atau mengetahui kekuatan tanah pada kedalaman tertentu dan dalamnya berbagai lapisan mempunyai kekuatan yang berbeda. Penyelidikan dengan penyondiran tersebut disebut dengan penetrasi dan alat yang dipakai disebut penetrometer yaitu alat sondir (Dutch Cone Penetrometer). Berdasarkan hasil pengujian penetrasi sondir yaitu dari data perlawanan konus cone resistant (CR), tingkat kepadatan relatif dari lapisan tanah dapat diketahui yaitu CR (kg/cm2)
0 - 16
CR (kg/cm2)
16 - 40
Lepas
CR (kg/cm2)
40 - 120
Sedang
CR (kg/cm2)
120 - 200
CR (kg/cm2)
> 200
Sangat Lepas
Padat Sangat Padat
Adapun dua macam ujung penetrometer yang biasa dipakai, yaitu : a. Standard Type (Mantel Konus) Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan ujung konus, hal ini dilakukan hanya dengan menekan ujung konus tersebut ke bawah sedangkan seluruh casing tersebut luar tetap di dalam. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat ukur yang ditempatkan pada permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Setelah pengukuran dilakukan, konus (stang) dalam dan casing luar dimajukan sampai kedalaman berikutnya, dimana pengukuran selanjutnya dilakukan hanyan dengan menekan stang dalamnya saja. b Friction Sleeve (Adhesion Jacket Type atau Bikonus) Pada penggunaan alat ini, konus dan hambatan lekat keduanya diukur. Ini dilakukan dengan menekan stang dalam seperti biasa. Ujungnya sendiri adalah sebuah kerucut 600 dengan alas penampang 10 cm2. Pada permukaan, hanya konus yang ditekan ke bawah dengan demikian nilai konus yang diukur. Bila konus telah digerakkan sejauh 4 cm, maka dengan sendirinya ia akan mengait selubungnya. Konus serta selubung tersebut kemudian di tekan kebawah, bersama–sama sedalam 4 cm. Jadi nilai konus dan hambatan lekat diukur bersama–sama. Nilai hambatan lekat didapat dengan mengurangkan besarnya nilai konus dari nilai jumlah keseluruhannya. Kemudian dengan menekan casing luarnya saja, selubung dan stang secara keseluruhan akan tertekan kebawah sampai kedalaman dimana akan dilakukan pembacaan berikutnya. Hal ini secara otomatis akan mengembalikkan konus dan selubungnya pada posisi yang siap untuk pengukuran berikutnya.
Perlu diketahui dengan jelas bahwa nilai konus yang diperoleh dengan alat ini tidak boleh disamakan dengan daya dukung tanah yang bersangkutan. Nilai konus adalah suatu angka empiris dengan sifat–sifat lain dari tanah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya nilai sondir pada lapisan pasir dapat dipakai sebagai petunjuk kepadatan relatiif dari pasir tersebut.
II.3.1 Maksud dan Tujuan Sondir Adapun maksud dan tujuan dari uji penetrasi konus sondir (sondering test) adalah untuk mengetahui perlawanan/tahanan penetrasi konus/ujung (end resistance atau cone resistant) dari lapisan tanah pendasar yang dinyatakan dalam kg/cma dan hambatan lekat (skin friction) yaitu gaya perlawanan konus atau bikonus yang dinyatakan dalam kg/cm yang merupakan indikasi dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menetukan dalamnya berbagai lapisan yang berbeda.
II.3.2 Peralatan Sondir a Mesin sondir ringan (2 ton) b. Seperangkat pipa sondir lengkap dengan batang dalam, sesuai dengan kebutuhan panjang masing – masing satu meter. c. Manometer 2 (dua ) buah, dengan kapasitas : •
0 – 50 kg/cma
•
0 – 250 kg/cma
d Konus dan bikonus serta empat buah angker dan perlengkapan dan lainya.
Universitas Sumatera Utara
diputar
manometer
Angker
Gambar : Alat sondir dengan Konus Biasa
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Prosedur Pelaksanaan Sondir a. Memasang anchor sebagai penahan agar sondir dapat berdiri statis b. Mendirikan sondir dalam arah tegak lurus (vertical) dengan bantuan waterpass. c. Mempersiapkan mesin sondir dengan memasang manometer dan pengisian minyak hidrolik (Oli SAE 10). d. Pengambilan data dengan melakukan penetrasi batang stik sondir kedalam tanah. e. Pembacaan PPK dan HL kita lakukan setiap kedalaman penetrasi 20 cm dan dihentikan apabila bacaan PPK minimal 150 kg/cm2 atau lebih. f. Apabila pembacaan kurang dari 150 kg/cm2 dan sudah mencapai kedalam 25 meter atau lebih pengujian dihentikan dan disarankan untuk menggunakan sondir berat yang berkapasitas 500 kg/cm2.
II.3.4 Keuntungan dan Kerugian Sondir a. Keuntungan yang diperoleh pada penggunaan alat ini, adalah : •
Baik untuk lapisan tanah lempung.
•
Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras.
•
Dapat menentukan atau memperkirakan perbedaan lapisan tanah.
•
Dapat digunakan untuk menghitung daya dukung lapisan tanah lempung dengan mempergunakan rumus empiris.
•
Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.
Universitas Sumatera Utara
b. Kerugian yang diperoleh pada penggunaan alat ini, adalah : •
Tidak dapat dipergunakan pada lapisan tanah berbutir kasar, terutama lapisan tanah yang mengandung kerikil dan batu.
•
Hasil penyondiran sangat diragukann apabila letak alat tidak vertical, atau konus bikonus tidak bekerja dengan baik.
II.3.5 Daya dukung dari penetrasi kerucut (CPT) atau Sondir. Perencanaan pondasi dengan sondir dapat diklasifikasikan atas beberapa metode analitis yaitu : •
Metode langsung
•
Metode Meyerhoff
•
Metode Schertmnn
•
Metode Nottingham
•
Metode Tomlinson
•
Metode Lambda Cone Pada penyelesaian tugas akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada
penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data hasil sondir yang tidak memungkin penulis untuk mencoba semua metode yang ada Metode langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya : Meyerhoff, Tomlinson, Begemann.
Universitas Sumatera Utara
- Daya dukung tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Qu = qc * Ac + JHL * K dimana : Qu = Kapasitas Daya Dukung qc
= Perlawanan Penetrasi Konus (Tahanan Ujung Sondir) dapat
digunakan Faktor Koreksi Meyerhoff : qc 1 = Rata-rata PPK (qc) 8D diatas ujung tiang qc 2 = Rata-rata PPK (qc) 4D dibawah ujung tiang JHL = Jumlah Hambatan Lekat K
= Keliling tiang (dalam hal ini V-pile)
A
= Luas Penampang Tiang (dalam hal ini V-pile)
- Daya dukung izin tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Quizin = qc * Ac + JHL * K F1 F2 dimana : Qa
= Daya dukung pondasi dalam
PPK
= Penetrasi Perlawanan Konus (Kg/cm2)
Ac
= Luas Penampang tiang pancang (Kg/cm)
JHL
= Jumlah Hambatan Lekat (Kg/cm)
K
= Keliling tiang pancang (cm)
F1&F2= Faktor Keamanan (3 & 5)
Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir (harga tekan konus) bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qc untuk
Universitas Sumatera Utara
daya dukung diujung tiang perlu dipertimbangksn dalam menentukan daya dukungnya.
Menurut Meyerhoff : qp = qc → untuk keperluan praktis qp = (2/3 – 2/3) qc dimana : qp = Tahanan ujung ultimate qc = Harga rata-rata tahanan ujung konus dalam daerah 2D dibawah ujung tiang
Tabel II.3.1
Faktor Keamanan Berdasarkan Jenis Tanah dan Kondisi Beban
Soil or load condition
SF
Cohesionless Soils
2,0
Cohesive Soils
3,0
For Transient loads such as wind, earthquake,
2,0
live loads
2 or 3, depending on soil
Dead loads or long-time live loads
type
Settlements
1,5 – 3 designer prerogative
Sumber :
Bowles, Joseph E.,”Analytical and
Computer methods in
foundations
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.3.2 Jangkauan Nilai Daya Dukung Aman (q a ) Daya dukung aman Jenis Tanah
(Kg/cm2)
Keterangan
a. Tanah-tanah Granuler
Kelompok (a), Lebar
Kerikil padat/pasir bercampur
pondasi B > 1 m.
Kerikil padat
> 6,0
Kedalaman muka air
Kerikil kepadatan sedang/pasir
tanah > B dari dasar
Berkerikil kepadatan sedang
pondasi
Kerikil tak padat/pasir
2-6
Berkerikil tak padat Pasir padat Pasir kepadatan sedang
<2
Pasir tak padat
Kelompok (b) sangat dipengaruhi oleh
b. Tanah-tanah kohesif
>3
konsolidasi jangka
Lempung keras
1–3
panjang.
Lempung pasir dan Lempung
<1
Kaku Lempung agak kaku Lempung sangat Lunak dan
3–6
Lanau
2–4
0,5 – 1
< 0,75
Sumber : Bowles J.,”Analisis dan Desain Pondasi, Edisi ke-4,199
Universitas Sumatera Utara
II. 4. Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung dilokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lobang bor dengan memasukkan tabung sample yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63.5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sample sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N. Tujuan dari percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga jenis tanah dan ketebalan tiap–tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan tanah dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil samplenya. Percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer dan lain – lain; 2. Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban penumbuk; 3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lobang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lobang bor 4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm.
Universitas Sumatera Utara
5. dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63.5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N Value); Contoh: N1 = 10 pukulan/ 15 cm N2 = 5 pukulan/ 15 cm N3 = 8 pukulan/ 15 cm Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lobang bor sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efiseinsi gangguan; 6. Hasil pengambilan contoh dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis – jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna, dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalam plastik, lalu ke cover box; 7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT: Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai N SPT ≥ 50 untuk 4x interval pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2m Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah dipadatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) an hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada table berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.4.1. Hubungan Dγ, ф dan N dari Pasir Sudut Geser Dalam Nilai N
Kepadatan Relatif
Peck
Meyerhoff
0-4
Sangat lepas
0.0 - 0.2
<28.5
<30
4 - 10
Lepas
0.2 – 0.4
28.5 – 30
30 – 35
10 - 30
Sedang
0.4 – 0.6
30 – 36
35 – 40
30 - 50
Padat
0.6 – 0.8
36 – 41
40 – 45
>50
Sangat Padat
0.8 – 1.0
>41
>45
Sumber : Ir. Suyono Sudarsono, 1983 “Mekanika Tanah & Teknik Pondasi”
II.4.1. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data SPT A. Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang pada tanah non kohesif Qp = 40*N-SPT*Lb/D*Ap Dimana : Qp = Tahanan Ujung Ultimate (kN) Ap = Luas Penampang Tiang (m) N-SPT : (N1+N2)/2 (meyerhoff) N1 = Harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas N2 = Harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah -
Tahanan Geser Selimut Tiang
Qs = 2*N-SPT* p*Li Dimana : Li = Panjang lapisan tanah P = keliling tiang
Universitas Sumatera Utara
B. Daya Dukung Pondasi Tiang pada tanah kohesif Qp = 9*cu*Ap Dimana : Ap = Luas Penampang Tiang Cu = Kohesi Undrained : N-SPT*2.3*10 -
Tahanan Geser Selimut Tiang Pancang pada Tanah Kohesif Cu
Qs = α*cu*p*Li Dimana : α = Koefien adhesi antara tanah dana tiang Cu = Kohesi undrained : N-SPT*2.3*10 Li = Panjang lapisan tanah P = Keliling tiang
-
Skin Friction (Qs) = c*Cu*parimeter*L ------(c-soil) = 2* N*parimeter*L ------(Ф-soil)
-
End Bearing (Qp) = 9*Cu*Apile ---------------(c-soil) = 40*N*L/D*Apile --------(Ф-soil) ≤ 400*N* Apile Qult = Qs + Qp Qizin = Qult / SF SF = Faktor Keamanan (2.5) untuk metode ini
Universitas Sumatera Utara