BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni penglihatan : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) (Notoadmodjo, 2010).
2. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni antara lain : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termaksud dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comperhention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan yang menyimpulkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
yang sebenarnya aplikasi ini dapat
diartikan sebagai aplikasi, rumus, metode, prinsip dalam situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dalam pemecahan masalah ketiga dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (Analysis) Analisi adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian tersebut didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kurang gizi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2010) pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktorfaktor antara lain : a. Faktor Internal 1) IQ (Intelegency Quotient) Intelegensi adalah kemampuan untuk berfikir abstrak. Untuk mengukur Intelegensi seseorang dapat diketahui melalui IQ (Intelegency Quotient) yaitu skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Individu yang memiliki intelegensi rendah maka akan diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
2) Keyakinan (Agama) Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk kedalam konstruksi kepribadian seseorang yang sangat berpengaruh dalam cara berfikir, bersikap, berkreasi, dan berperilaku individu.
b. Faktor Eksternal 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan
pribadi,
bahwa
pada
umumnya
pendidikan
itu
mempertinggi taraf intelegensi individu. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2) Motivasi Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengeyampingkan hal yang dianggap kurang bermanfaat. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan dirasakan suatu kebutuhan.
3) Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain : meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat untuk memiliki hubungan antar tingkat penghasilan dengan pemanfaatan.
Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan
oleh seseorang. Namun, jika pengalaman terhadap objek
tersebut menyenangkan, maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
4) Usia Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikategorikan menjadi 4, yaitu : perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya bentuk lama, dan timbulnya bentuk baru. Hal ini
terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada asfek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
5) Minat Minat adalah suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
B. Pemilihan makanan 1. Pengertian pemilihan makanan Pemilihan makanan yang baik merupakan makanan yang mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang (Baliwati, dkk., 2009). Bahan makanan yang diolah menjadi makanan dapat dimanfaatkan secara optimal maka yang harus diperhatikan adalah pemilihan makanan.
Membeli makanan untuk bayi sebaiknya yang mengandung gizi lebih banyak. Pilihlah makanan yang rasa dan baunya segar. Bila mungkin pilih lah buah dan sayuran organik yang diproduksi tanpa menggunakan bahan kimia atau pestisida dan tidak diberi bahan pengawet. Periksa tanggal berlakunya makanan dan gunakan sesuai masa yang dianjurkan. Buah dan sayuran harus bersih, kenyal, tidak rusak tercabik dan layu. Daging harus bebas lemak dan warnanya bagus. Ikan harus segar, tidak kusam dan kering. Belilah ikan segar saat anda akan memasaknya dan makan lah dalam waktu 12 jam. Simpan ikan beku saat sampai dirumah. Bila anda membeli ikan yang dibekukan jangan lupa bekukan kembali (Margaret Lawson, 2008).
Ikan berlemak seperti ikan tuna yang dikeringkan dan dipotong kecil-kecil adalah pilihan yang baik. Bila ingin ikan kalengan, pilihlah yang berkemas dalam air. Tetapi ikan kaleng dalam air asin atau saus tomat terlalu asin harus dihindari sampai bayi berusia satu tahun lebih. Hindari ikan asap atau makanan hasil olahan lainnya yang mengandung banyak garam dan zat tambahan, sampai bayi berusia satu tahun dan batasi jumlahnya. Jangan berikan kerang, udang atau kepiting pada bayi anda sampai ia berusia minimal 18 bulan. Menyiapkan ikan untuk bayi sebaiknya direbus atau ditim dengan sedikit susu. Jangan digoreng atau dimasak terlalu lama karena ikannya akan keras dan hambar. Ikan sudah matang bila ditusuk dengan garpu kulitnya akan mengelupas, dan tidak hancur. Buang kulit, tulang, dan durinya lalu lumatkan atau iris kecil-kecil (Margaret Lawson, 2008).
Daging pertama yang dicoba untuk bayi anda sebaiknya daging ayam karena rasanya gurih, rendah lemak, mudah disiapkan dan dimasak. Selanjutnya, anda dapat memberi jenis daging lainnya seperti sapi dan kambing. Hindari daging yang diasinkan, sosis atau daging yang diasin lainnya, serta daging asap untuk bayi dibawah usia satu tahun. Pilihlah daging tanpa lemak dan buang kulit, lemak, dan tulangnya. Sebaiknya anda menggiling daging sendiri, sehingga anda yakin kualitasnya dan menvariasikan teksturnya sesuai kemampuan mengunyah bayi. Untuk mencoba rasa daging, sebaiknya berikan makanan yang sudah dikenal dan disukai bayi lalu campurkan kaldu daging rebus tanpa garam dengan kentang, wortel dan sayuran yang telah dihaluskan. Bila bayi telah terbiasa dengan rasanya, beri sedikit daging. Caranya, sepotong daging boleh dipanggang, bakar, rebus atau ditim, lalu lembutkan atau giling. Campur dengan sayuran yang direbus atau dilumatkan. Antara delapan sampai Sembilan bulan usia bayi, anda boleh menggiling daging lebih kasar. Sekitar sepuluh bulan dan setahun usia bayi anda, ia akan mampu mengunyah potongan daging kecil (Margaret Lawson, 2008).
Saat ini banyak keluarga yang lebih menyukai fast food atau makanan cepat saji dengan alasan keterbatasan waktu dan tenaga. Makanan cepat saji dinilai lebih praktis. Padahal makanan sejenis itu umumnya memiliki kandungan garam yang tinggi dan minim serat, serta sarat akan lemak. Itu yang menjadi salah satu penyebab banyaknya anak-anak pada masa kini yang mengalami obesitas. Kondisi itu pula yang menjadi pencetus munculnya gangguan jantung, diabetes tipe 2, stroke. Ada banyak warna sayuran dan buah yang dapat dikonsumsi. Berikan dan perkenalkan anak-anak dengan beraneka warna buah dan sayur. Semakin beraneka sayuran dan buah yang dikonsumsi maka kebutuhan tubuh akan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Margaret Lawson, 2008).
2. Pemilihan makanan berdasarkan usia a. Pemilihan makanan anak usia 1-2 tahun Pemilihan makanan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, 2009).
Setelah usia setahun, anak harus diperkenalkan dengan makanan keluarga. Selain karena pemberian MP-ASI saja sudah tidak mencukupi kebutuhan gizi anak usia ini, anak pun mulai mengembangkan kebiasaan makan. Oleh karena itu, untuk mengenalkan makanan keluarga, bukan hanya membiasakan mengkonsumsi makanan berprinsip gizi seimbang, melainkan juga dengan membiasakan pola makan keluarga sehari – hari, yaitu serapan, makan siang dan malam, yang diselingi cemilan diantara dua waktu makanan utama. Porsi makanan anak usia ini kira – kira separuh dari porsi orang dewasa.
Tabel 2.1 pemilihan makanan pada usia 1-2 tahun No.
Bahan makanan
1. Nasi 2. Daging 3. Tempe 4. Sayur 5. Buah 6. Susu 7. Minyak 8. ASI 9. Taburia Total Sehari ( kkal )
Usia 13 bulan ( 1.300 kkal ) Jumlah Pagi Selingan Siang porsi ( p ) pagi 2¼ 7/10 ¼ 7/10 1¼ ¼ ¼ ½ 1½ ½ ½ 1½ ¼ ¼ ½ 2 ½ 1 ½ ¼ Sekehendak 1 Saset/hari 1.300 221 149 261
(Menurut Nakita (2010) pemilihan makanan pada balita)
Selingan siang 1 -
Sore
87
235
6/10 ¼ ½ ½ ½ ¼
Keterangan : 1. Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 gram = 175 kkal 2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram = 25 kkal 3. Buah 1 porsi = 1 - 2 bh = 50 – 190 gram = 50 kkal 4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram = 75 kkal 5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram 75 kkal 6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram 50 kkal 7. Gula 1 porsi = 1 sdm = 13 gram = 50 kkal 8. Susu bubuk ( tanpa lemak ) 1 porsi = 4 sdm = 20 gram = 75 kkal
b. Pemilihan makanan anak usia 3 sampai 5 tahun Usia balita adalah usia yang cukup rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan di usia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan dewasa. Asupan makanan yang beragam dan bergizi seimbang sangat penting, bukan hanya untuk pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan
kecerdasannya.
Pada
prinsipnya
setiap
makanan
yg
dihidangkan dari makanan pagi, siang, dan malam serta makanan selingan harus terdiri dari makanan pokok sehingga seluruh makanan akan memenuhi prinsip gizi seimbang (Nakita, 2010).
Tabel 2.2 pemilihan makanan pada usia 3 – 5 tahun No.
Bahan makanan
Usia 3 – 4 tahun ( 1.200 kkal ) Jumlah Pagi Selingan porsi ( p ) pagi 1. Nasi 3 ¾ 2. Sayur 1 ¼ 3. Buah 3 1 ½ 4. Tempe 1½ ½ 5. Daging 2 ½ 6. Minyak 2 ¼ ¼ 7. Gula 1½ ¾ ¾ 8. Susu ½ Total Sehari ( 1.200 275 112,5 kkal )
Siang 1¼ ¼ ½ 1 1 ¾ 437,5
Selingan sore ½ ½ 87,5
Malam 1 ½ ½ ½ ¾ 287,5
1. Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 gram = 175 kkal 2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram = 25 kkal 3. Buah 1 porsi = 1 - 2 bh = 50 – 190 gram = 50 kkal 4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram = 75 kkal 5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram 75 kkal 6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram 50 kkal 7. Gula 1 porsi = 1 sdm = 13 gram = 50 kkal 8. Susu bubuk ( tanpa lemak ) 1 porsi = 4 sdm = 20 gram = 75 kkal
C. Penyajian makanan 1. Pengertian penyajiaan makanan Penyajian makanan merupakan hal yang perlu diperhatikan sebelum makanan di konsumsi.
Menurut
Permenkes
No304/Menkes/Per/IX/1989,
persyaratan
penyajian makanan adalah sebagai berikut : a. Harus terhindar dari pencemaran, b. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya, c. Harus dijamah dan diwadahi dengan peralatan bersih, d. Penyajian dilakukan dengan prilaku yang sehat dan pakaian yang bersih, e. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan berikut : (ditempat yang bersih, meja ditutup dengan kain putih atau plastik, asbak tempat abu rokok setiap saat dibersikan, Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci).
2. Frekuensi makan pada balita a. Frekuensi makan pada balita usia 1-2 tahun Sesuai dengan karakteristik balita, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering, yaitu 7 – 8 kali sehari. Pola tersebut terdiri atas tiga kali makan utama seperti orang dewasa (makan pagi, siang, dan sore) serta 2-3 kali makan selingan ditambah 2-3 kali susu. Pada awal batita, susu diberikan tiga kali sehari. Secara perlahan, turunkan hingga dua kali sehari. Sedapat mungkin, saat makan utama, anak duduk dalam satu meja bersama keluarga (Satyawati, 2012).
b. Frekuensi makan pada balita usia 3-5 tahun Pada masa prasekolah, kebutuhan zat gizi relatif menurun jika dibandingkan dengan batita. Kapasitas saluran pencernaannya untuk menerima jumlah makanan dalam sekali makan sudah lebih besar daripada batita. Oleh karena itu, porsi makanan yang diberikan pada setiap kali makan dapat lebih besar. Namun, frekuensi makan diturunkan menjadi 5-6 kali sehari. Pola makan tersebut terdiri atas tiga kali makan utama (makan pagi, siang, dan sore) serta dua kali makan selingan. Berikan susu dalam bentuk minuman sekali sehari, yaitu pada malam hari sebelum tidur. Pilih cara pengolahan yang menghasilkan tekstur lunak dengan kandungan air tinggi seperti pada batita, yaitu dengan direbus, diungkep, atau dikukus. Namun, cara pengolahan dengan digoreng yang menghasilkan tekstur keras dan kandungan lemak tinggi sudah dapat digunakan walaupun masih terbatas (Satyawati, 2012).
3. Pentingnya tekstur makanan Memberikan tekstur makanan yang tepat sama pentingnya dengan memberikan makanan pada saat yang tepat. Jika makanan terlalu kental atau kasar di saat yang tidak tepat, balita akan kesulitan menelan dan mungkin tidak mau lagi menggunakan sendok. Semakin sering balita dibolehkan mencoba makanannya
sendiri, semakin bersemangatlah ia mencoba cita rasa dan tekstur baru (Arif, 2009)
Untuk balita sudah dapat diperkenalkan dengan makanan keluarga. Tekstur tidak halus, makanan yang disajikan sehari- hari untuk semua anggota keluarga. Dengan memasuki tahapan makanan keluarga, anak sudah dapat diajak makan bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya (Satyawati, 2012).
4. Variasi Makanan Keragaman makanan anak setiap hari harus memenuhi kebutuhan akan makanan pokok, lauk-pauk, sayur,dan buah agar tidak terjadi masalah – masalah yang telah dikemukakan dia atas. Pada prinsipnya, setiap makanan yang dihidangkan, dari makanan pagi, siang dan malam, serta makanan selingan, harus terdiri atas makanan pokok, lauk-pauk, sayur dan buah, sehingga seluruh makanan akan memenuhi prinsip Gizi Seimbang (Nakita, 2010).
Setelah usia setahun, anak harus diperkenalkan dengan makanan keluarga. Selain karena pemberian MP-ASI saja sudah tidak mencukupi kebutuhan gizi anak usia ini, anak pun mulai mengembangkan kebiasaan makan. Oleh karena itu, untuk mengenalkan makanan keluarga, bukan hanya dengan membiasakan mengosumsi makanan berprinsip gizi seimbang, melainkan juga dengan membiasan pola makan keluarga sehari – hari, yaitu serapan, makan siang dan malam, yang diselingi cemilan diantara dua waktu makanan utama. Porsi makanan anak usia ini kira – kira separuh dari porsi orang dewasa (Nakita, 2010).
5. Pola Hidup Bersih Menurut Nakita (2010) menyatakan bahwa sejak bayi, pola hidup bersih dan sehat harus sudah ditanamkan, Kebersihan dalam pengolahan dan penyajian makanan. Hal ini mutlak diperhatikan agar balita dapat terhindar dari penyakit – penyakit akibat pengolahan dan penyajian makanan yang tidak bersih. Di antaranya yang harus diperhatikan adalah : 1. Gunakan peralatan masak yang bersih. Begitupun dengan peralatan makan bayi, bila perlu disterlisasi lebih dulu. 2. Tidak mengguanakan sendok yang sama untuk mencicipi makanan dan menyuapi balita. 3. Cuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan sebelum memberi makanan balita.
D. Konsep Balita 1. Pengertian Balita Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentang usia tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun), dan golongan prasekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan. Sumber lain mengatakan bahwa usia balita adalah 1-5 tahun ( Adriani & Wirjatmadi, 2012 ).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita a. Pertumbuhan Balita Menurut Adriani & Wirjatmadi (2012), Penilaian tumbuh kembang meliputi evaluasi pertumbuhan fisis (kurva atau grafik berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar perut), evaluasi pertumbuhan gigi geligi, evaluasi neurologis, dan perkembangan sosial serta evaluasi keremajaan. 1) Pertumbuhan tinggi dan berat badan. Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan adalah 0,25 kg/bulan. Lalu, menjadi sekitar 2 kg/bulan sampai berusia 10 tahun. Panjang rata-
rata pada akhir tahun pertama bertambah 50% (75cm) dan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun keempat (100cm). Nilai baku yang sering dipakai adalah grafik (peta pertumbuhan atau growth chart) yang disusun oleh NCHS untuk berat badan dan tinggi badan.
2) Perkembangan indra. Pada usia ini, kelima indra anak yaitu indra penglihatan, pendengaran, pengecap, penciuman, peraba diharapkan sudah berfungsi optimal. Sejalan dengan perkembangan kecerdasan dan banyaknya kata-kata yang ia dengar, anak usia prasekolah sudah dapat berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang sederhana.
3) Ukuran kepala (lingkar kepala). Terdapat perbedaan pertumbuhan pada balita yang mengalami gangguan pertumbuhan dengan balita yang pertumbuhannya normal. Balita normal dan balita dengan pertumbuhan terganggu pada awalnya mengalami tingkatan pertumbuhan yang sama, biasanya hal ini terjadi pada bayi. Namun pada usia balita perbedaan pertumbuhan akan terlihat. Pada balita yang mendapatkan asupan gizi secara baik saat usia bayi dan janin akan tumbuh secara normal sesuai dengan usianya (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
b. Perkembangan Balita Menurut Arif (2009), Setelah lahir, bayi mengalami proses perkembangan dengan laju yang cukup tinggi melalui pertambahan berat badannya. Peningkatan berat badan bayi pada umur 4-6 bulan mencapai dua kali lipatnya dan mendekati tiga kali pada umur 1 tahun. Bayi saat lahir memiliki berta rata-rata 3,5 kg. usia 4-6 bulan menjadi 7 kg dan pada usia 1 tahun menjadi 10,5 kg. peningkatan panjang atau tinggi badan sebesar 50% terjadi pada tahun awal kehidupannya menjadi 2 kali lipat tingginya pada usia 4
tahun dan menjadi 3 kali lipat pada usia 13 tahun. Sementara itu perkembangan kepala terjadi sangat cepat, khususnya pada tahun pertama awal kehidupannya karena otak berkembang dengan cepat. Perkembangan kepandaian bayi terutama tergantung pada berfungsinya otak dan sistem saraf serta rangsangan dari luar yang diterima. Pertumbuhannya sedemikian cepat sehingga butuh nutrisi yang cukup.
3. Dampak jika pertumbuhan dan perkembangan tidak terpenuhi Menurut Satyawati (2012) mengatakan bahwa Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi. Utamanya, keseimbangan ini berasal dari zat gizi penghasil energi, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein karena umumnya zat gizi lain akan terikutkan dengan tidak langsung. Ketidakseimbangan, baik kekurangan atau kelebihan energi dapat mengakibatkan status kesehatan yang tidak sehat. a. Kekurangan energi dan protein (KEP) Kekurangan energi dan protein merupakan salah satu gangguan gizi akibat kurangnya asupan energi dan protein. Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein : 1. Makanan yang tersedia kurang mengandung energy, 2. Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan, 3. Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam usus terganggu, 4. Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang tidak diimbangi dengan asupan yang memadai.
Tabel 2.3 Klasifikasi KEP menurut Waterlow (1973) Derajat gangguan Normal I II III
Wasting (%) >90 80-90 70-79 <70
Stunting (%) >95 90-95 85-89 <85
Keterangan: % wasting : persentase berat badan berdasarkan tinggi badan terhadap berat normal. % stunting : persentase tinggi badan menurut usia terhadap tinggi normal Derajat berat-ringannya KEP tergantung dari akut atau menahunnya gangguan (lihat tabel 1) . gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan anak kurus kering yng disebut dengan wasting. Wasting, yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama maka terjadi keadaan stunting. Stunting, yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus. Baik wasting maupun stunting dibagi dalam tiga derajat. Seorang anak dapat mengalami kedua hal tersebut.
Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat diberikan menjadi tiga bentuk. 1) Marasmus Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang tua. Bentuk ini dikarenakan kurangnya energi yang lebih dominan. 2) Kwashiorkor Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di selasela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk tetapi otot-otot tubuhnya mengalami pengurusan (wasting), edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut (mendadak), misalnya karena penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis. 3) Marasmik-kwashiorkor Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashioror. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
Ketiga bentu diatas mengakibatkan anak menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, dan perkembangannya terhambat. Selain itu, cairan dan enzim pencernaan menurun sehingga anak sering menderita diare. Untuk mengatasinya, diperlukan kesabaran dan tidak dapat langsung memberi makanan yang berenergi dan berprotein tinggi. Pemberian diet harus bertahap agar tubuh anak dapat melakukan penyesuaian.
E. Kecukupan Gizi Balita 1. Pengertian Kecukupan gizi Balita Agar tumbuh kembang balita optimal, kebutuhan gizinya harus terpenuhi. Dimana berat badan, tinggi badan, linglkar lengan, lingkar kepala harus sesuai dengan usianya. Pola makanannya juga harus mengandung gizi seimbang. Ragam makanannya pun harus disesuaikan dengan kebutuhan balita. Jangan sampai ketidakcukupan gizi balita menghalangi tumbuh kembangnya (Arif, 2009).
Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan memengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya memengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga memengaruhi kualitas kecerdasan dan perkembangan dimasa mendatang. Oleh karena itu, peran makanan yang bernilai gizi tinggi sangat penting seperti pada makanan yang mengandung energi, protein (terutama protein hewani), vitamin B komplek, vitamin C, vitamin A ), dan mineral (Ca, Fe, Yodium, Fosfor, Zn). Perhatian orangtua terhadap
makanan yang diberikan kepada anak harus bisa
meningkatkan selera makan anak. Pada umumnya anak-anak lebih menyukai makanan yang bervariasi, bentuk-bentuk makanan yang lucu dan berwarnawarni, lebih menyukai makan bersama teman sebayanya Adriani & Wirjatmadi (2012).Menurut Adriani & Wirjatmadi (2012) menyatakan bahwa kebutuhan
gizi pada balita di antaranya energi, protein, lemak, air, hidrat arang, dan vitamin mineral. a. Energi Kebutuhan energi sehari pada tahun pertama 100-200 kkal/kg BB. Untuk tiap tiga tahun pertambahan umur, kebutuhan energi turun 10 kkal/kg BB. Penggunaan energi dalam tubuh adalah 50% atau 55 kkal/kg BB/hari untuk metabolisme basal, 5-10% untuk Spesifik Dynamik Aktion, 12% untuk pertumbuhan, 25% atau 15-25 kkal/kg BB/hari untuk aktivitas fisik dan 10% terbuang melalui feses.
Zat-zat gizi yang mengandung energi terdiri dari protein, lemak, dan karbohidrat. Dianjurkan agar jumlah energi yang diperlukan didapat dari 5060% karbohidrat, 25-35% lemak, sedangkan selebihnya ( 10-15% ) berasal dari protein. Tabel 2.4 Kecukupan energi pada anak per kg berat badan
Golongan umur (tahun) Berat badan (kg) 1-2 11,5 3-5 16,5 Sumber : karyadi dan muhilal. 1985. Kecukupan gizi yang dianjurkan. Hlm. 10. Jakarta.
Energi (kkal) 1.210 1.600
b. Protein Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormon serta antibodi; mengganti sel-sel tubuh yang rusak; memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan sumber energi.
Disarankan untuk memberikan 2,5-3 g/kg BB bagi bayi dan 1,5-2 g/kg BB bagi anak sekolah sampai adolesensia. Jumlah protein yang diberikan dianggap adekuat jika mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh, maka protein yang
diberikan harus sebagian berupa protein
yang berkualitas tinggi seperti
protein hewani. Tabel 2.5 Perkiraan kecukupan asam amino (mg/kg BB/hari)
Asam amino Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin & sistin Penilalanin & tirosin Threonin Triptopan Valin Sumber: FAO/WHO/UNU.1983 dalam Jakarta.
Bayi Anak umur 2 tahun 28 ? 70 31 161 73 103 64 58 27 125 69 87 37 17 12,5 93 38 kecukupan gizi yang dianjurkan. 1985. Hlm.12.
c. Hidrat arang Dianjurkan 60-70-% energi total basal berasal dari hidrat arang. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan kalori berasal dari hidrat arang terutama laktosa.
Karbohidrat diperlukan anak-anak yang sedang tumbuh sebagai sumber energi, dan tidak ada ketentuan tentang kebutuhan minimal karbohidrat, karena glukosa dalam sirkulasi dapat dibentuk dari protein dan gliserol. Masukan yang dianggap optimal berkisar antara 40-60% dari jumlah energi. Sebaiknya karbohidrat yang dimakan terdiri dari polisakarida seperti yang terdapat dalam beras, gandum, kentang, dan sayuran. Gula yang terdapat dalam minuman manis, selai, kue, gula-gula dan cokelat harus dibatasi dan tidak melebihi 10% dari jumlah energi. Monosakarida dan disakarida lainnya terdapat dalam buah-buahan dan susu serta produk susu. Buah, susu dan produk susu merupakan sumber vitamin dan trace element untuk anak yang sedang tumbuh. Makanan yang terlalu manis dapat mengakibatkan kerusakan gigi anak-anak.
d. Vitamin dan mineral Vitamin dan mineral esensial merupakan zat gizi yang penting bagi pertumbuhan dan kesehatan. Beberapa jenis vitamin B yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang otak adalah, vitamin B1, vitamin B6, dan asam folat (vitamin B9). Bila kebutuhannya tidak terpenuhi, maka akan timbul gangguan terhadap pertumbuhan dan fungsi otak dan system saraf.
Kebutuhan vitamin untuk balita digunakan untuk: 1. Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata, 2. Vitamin B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan air dalam tubuh dan membantu penyerapan zat lemak dalam usus, 3. Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata dan enzim, dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel, 4. Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatan sel-sel darah merah dan dalam proses pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf, 5. Vitamin C berfungsi sebagai aktifator macam-macam fermen perombak protein dan lemak, dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel, penting dalam pembentukan trombosit, 6. Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor, dan bersama-sama kelenjar anak gondok memperbesar penyerapan kapur dan fosfor dari usus dan memengaruhi kerja kelenjar endokrin, 7. Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protombin yang berarti penting dalam proses pembekuan darah, 8. Vitamin digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak ( ADEK ) dan vitamin larut dalam air yaitu vitamin Bkompleks (B1, B2, Niacin, B6, asam pantotenik, biotin, asam folat, dan B12) dan vitamin C.
Pada usia anak balita 1-5 tahun sering mengalami kekurangan vitamin A, B, dan C. untuk itu anak perlu mendapat 1-1/2 mangkuk atau 100-150g sayur sehari. Pilihlah buah-buahan berwarna kekuning-kuningan atau jingga dan buah-buahan yang asam seperti papaya, pisang, mangga, nanas,
dan jeruk. Berikan 1-2 potong papaya sehari (100-200g) atau 1-2 buah jeruk atau buah lain. Kecukupan vitamin yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.6 Kebutuhan vitamin anak balita BB (kg)
Vit. A re
Vit. D µg
Vit. E µg
Vit. K µg
Vit. B1 µg
Vit. B2 µg
Nia cin µg
Vit. B12 µg
As. Fola t µg
Pirid oksi n µg
Vit. C µg
1-3
12
350
10
6
15
0,5
0,6
5,4
0,5
40
1,0
40
4-6
18
460
10
7
20
0,8
1,0
8
0,7
60
1,1
45
Usia (th)
(Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI, Jakarta, 1998)
2. Antropometri Menurut jellifle ( 1966 ) dan fomon ( 1974 ) dalam Adriani & Wirjatmadi (2012), ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering dipakai antara lain, a. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada tiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain – lain nya, merupakan indikator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang.
Berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk : Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan, Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit, Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi atau tumbuh kembang atau kesehatan.
Perlu diperhatikan, bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam sehari sebagai akibat masukan (intake) makanan dan minuman dan keluaran (output) urine, feses, dan insensible loss. Besarnya fluktuasi bergantung pada kelompok usia dan bersifat sangat invidual, mungkin kecil sekali 100-200 g, sampai 5001.000 g bahkan lebih, sehingga dapat memengaruhi hasil penilaian.
Menurut sipriasa (2001), menimbang anak dapat dilakukan dengan menggunakan kantong celana timbang, kain sarung, atau keranjang. Harus selalu diingant bahwa sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 setelah ditambahkan kain sarung, atau keranjang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak, antara lain : 1) Panjang badan Panjang badan / atau tinggi badan merupakan ukuran antropometri terpenting kedua, keistimewaannya adalah nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi kemudian melambat dan pesat lagi pada mas remaja. Adapun menurut supriasa (2001) tinggi badan merupakan parameter penting dalam keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Sependapat dengan samsudin (1985), supriasa (2001) juga mengatakan disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadapa tinggi badan.
2) Lingkaran kepala Lingkaran kepala mencerminkan volume intracranial. Digunakan untuk menaksir pertumbuhan otak, laju tumbuh pesat pada enam bulan pertama bayi, dari 35 cm saat lahir menjadi 43 cm pada enam bulan. Laju tumbuh kemudian berkurang, hanya menjadi 46,5 cm pada usia dan 49 cm pada usia dua tahun. Selanjutnya, akan berkurang secara drastis hanya bertambah 1 cm sampai usia 3 tahun dan bertambah lagi kira – kira 5 cm samapi usia remaja atau dewasa. Oleh karena itu, manfaat pengukuran lingkaran kepala terbatas sampai usia tiga tahun, kecuali jika diperlukan seperti pada kasus hidrosepalus.
3) Lingkaran lengan atas Lingkaran lengan atas mencerminkan tumbuh-kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. Dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi atau keadaan tumbuh kembang pada usia prasekolah. Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada usia satu tahun. Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3 tahun.
F. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan dan Penyajian Makanan Dengan Kecukupan Gizi Balita Balita atau anak bawah lima tahun merupakan anak kurang dari lima tahun sehingga bayi usia anak dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal ( kerja alat tubuh semestinya ) bayi usia dibawah satu tahun berbeda
dengan
anak
usia
diatas
satu
tahun,
banyak
ilmuwan
yang
membedakannya. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberian makanan pun harus disesuaikan dengan keadaannya ( Proverawati, 2010 ).
Pengetahuan ibu tentang pemilihan dan penyajian makanan adalah hasil “tahu” ibu bagaimana
memilih
makanan
yang
sehat
bagi
balita
(mengandung
karbohidrat,protein,vitamin) dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap makanan. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) (Notoadmodjo, 2012).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2000) yang dikutip oleh Dewanti (2010) juga disebutkan bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986) yang dikutip oleh Dewanti (2010), bahwa sekalipun daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebagian kekurangan gizi akan biasa diatasi kalau orang tua tau bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.
Makanan yang dihidangkan harus memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kwalitas maupun kwantitasnya. Ukuran kwalitas adalah meliputi nilai sosial, ragam jenis bahan makanan dan nilai cita rasa. Sedangkan nilai kwalitasnya yang umum dipergunakan yaitu kandungan zat gizi. Penentuan kebutuhan bahan makanan berbeda-beda pada setiap orang tergantung dari : umur, jenis kelamin, aktifitas, tinggi dan berat badan, iklim, keadaan fisiologis, status kesehatan (Proverawati, 2010).
Lestari Ningsih (dalam Nainggolan & Zuraida), 2000 mengatakan bahwa penyajian bahan makanan dan menu yang tepat untuk anak balita dalam meningkatkan status gizi balita akan terwujud bila ibu mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Seseorang yang hanya tamat SD belum tentu tidak mampu dalam menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi untuk balitanya di banding orang yang memilki pendidikan yang lebih tinggi, karena bila ibu rajin mendengarkan informasi dan selalu turut serta dalam penyuluhan gizi tidak mustahil pengetahuan gizi si ibu akan bertambah dan menjadi lebih baik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2000) yang dikutip oleh Dewanti (2010), menyebutkan bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan
ibu tentang gizi dan kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986) yang dikutip oleh Dewanti (2010), bahwa sekalipun daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebagian kekurangan gizi akan bisa di atasi kalau orang tua tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.
Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator merupakan kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak, fase perkembangan otak pesat pada usia 30 minggu-18 bulan. Status gizi balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak dengan berat badan standar dengan menggunakan pedoman WHO-NCHS. Sedangkan parameter yang cocok digunakan untuk balita adalah berat badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Kurang gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak ( Proverawati, 2010 ).
G. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Pengetahuan Ibu tentang pemilihan dan penyajian makanan
Variabel Dependen
Kecukupan gizi Balita
H. Hipotesis Penelitian Ha :
Ada hubungan yang signifikan antara hubungan pengetahuan Ibu tentang pemilihan dan penyajian makanan dengan Kecukupan Gizi Balita di Kelurahan Dwikora Helvetia Medan 2014.