29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Publik Kebijakan mempunyai definisi yang bermacam-macam. Anderson (1984: 23) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Kebijakan negara adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini berimplikasi sebagai berikut : 1. Kebijakan negara merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2. Kebijakan negara berisi tindakan-tindakan pejabat pemerintah; 3. Kebijakan negara merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, bukan apa yang akan dilakukan pemerintah; 4. Kebijakan bisa bersifat positif dalam arti pemerintah melakukan suatu tindakan tertentu, maupun bersifat negatif dalam arti keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5. Kebijakan pemerintah (dalam arti positif) selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa. Sementara itu Easton mendefinisikan kebijakan publik sebagaimana dikutip Anderson (1984: 13-15) sebagai “the authoritative allocation of values for the whole society”. Berdasarkan definisi tersebut Easton menegaskan bahwa hanya pemerintah yang secara sah dapat membuat pilihan melakukan suatu tindakan atau tidak pada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena pemerintah termasuk para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari di masyarakat yang telah menjadi tanggung jawabnya. Dalam suatu glosari di bidang administrasi negara, kebijakan publik diberikan arti sebagai berikut:
30
1. Susunan rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan program-program pemerintah yang berhubungan dengan masalah-masalah tertentu yang dihadapi masyarakat. 2. Apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. 3. Masalah-masalah yang kompleks yang dinyatakan dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dari berbagai pengertian tersebut maka kebijakan publik (public policy) merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan publik pada hakekatnya berada dalam suatu sistem. Menurut Dunn (1994:70-71) sistem kebijakan adalah seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbal balik diantara ketiga unsur yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan.
31
Pelaku Kebijakan
Analisis Kebijakan Kelompok warga Serikat pekerja Pengusaha Partai Instansi
Lingkungan Kebijakan
Kriminalitas Inflasi Pengangguran Diskriminasi Pertumbuhan Ekonomi
Kebijakan Publik
Ekonomi Kesejahteraan Perkotaan Penegakan Hukum Personil
Sumber: Dunn (1994: 71) Gambar 2. Sistem Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh pejabat pemerintah dan diformulasikan ke dalam bidang-bidang isu (masalah). Sementara pelaku kebijakan (policy stakeholders) adalah para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan kebijakan (policy environtment) adalah konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling masalah kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Oleh karena itu sistem
32
kebijakan berisi proses yang bersifat dialektis, artinya bahwa di dalam praktek pembuatan kebijakan dimensi obyektif dan subyektif tidak dapat dipisahkan. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan secara sadar oleh para pelaku kebijakan melalui pilihan-pilihan. Sistem kebijakan adalah realitas obyektif yang dimanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya. Pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan, demikian pula analis kebijakan merupakan pencipta sekaligus hasil ciptaan sistem kebijakan. 2.2
Implementasi Kebijakan Van Master dan Van Horn (dalam Wahab,1990 :51), merumuskan proses
implementsi atau pelaksanaan sebagai berikut: “Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu
atau
pejabat-pejabat
atau
kelompok-kelompok
pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tunuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sedangkan dalam Cheema dan Rondinelli (Wibawa, 1994: 19), implementasi adalah sebagai berikut : “Dalam pengertian luas, Implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tesebut telah dimuat berbagai aspek antara lain: 1. Adanya tujuan yang inigin dicapai. 2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan itu. 3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
33
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Manila, 1996: 43). Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu, adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Dan unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksana baik itu organisasi maupun perorangan, bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. Guna mencapai tujuan implementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi kebijakan (Wibawa,1994:4). Menurut Edward III (1980:17), menyebutkan kebutuhan utama bagi keefektifan pelaksanaan kebijakan adalah bahwa mereka yang menerapkan keputusan haruslah tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, arahan serta petunjuk pelaksanaan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas, dan jika hal ini tidak jelas para pelaksana akan kebingungan tentang apa yang seharusnya
mereka lakukan, dan akhirnya
akan mempunyai
34
kebijakan tersendiri dalam memandang penerapan kebijakan tersebut. Yang mana pandangan ini seringkali berbeda dengan pandangan atasan mereka. Lebih lanjut dikatakan kegandaan/ambiguitas ini akan mengantarkan para pelaksana pada kebijkan mereka sendiri, meskipun mereka tidak perlu menggunakan ambiguitas itu untuk memperluas otoritas yang dimiliki. Tetapi sebaliknya, mereka menggunakannya untuk menghindari permasalahan yang sulit (Edward III, 1980:17). 2.3. Model Komunikasi Program Model efektifitas implementasi program yang ditawarkan oleh Edward III (1980:17), menyebutkan empat faktor krusial dalam melaksanakan suatu kebijakan, yakni: komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku dan struktur birokrasi. Secara rinci Edward III menjelaskan sebagai berikut : 1. Komunikasi (Communication) Persyaratan pertama dalam pelaksanaan yang efektif adalah bahwa yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan, jadi ada suatu kejelasan tentang apa yang harus dilakukan. Selanjutnya dalam komunikasi ini perlu adanya konsistensi dari aspek komunikasi adalah bagaimana penetralisiran tugas atau fungsi tertentu yang akan dilakukan. 2. Sumber-sumber (Resources) Sumber-sumber yang penting dalam suatu pelaksanaan meliputi staf-staf dengan keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas dan informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya.
35
Staf tersebut haruslah memadai jumlahnya dalam melaksanakan sesuatu program, namun tidak hanya jumlah tetapi juga harus didukung oleh keahlian yang baik dalam tugas tersebut. Informasi menyangkut bagaimana melaksanakan sesuatu hal dan ketaatan dari personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. 3. Wewenang adalah otoritas yang dimiliki oleh pelaksana dalam melakukan tugasnya termasuk dalam penerapan sanksi jika ada pelanggaran, apakah sudah cukup memadai. Fasilitas-fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya mutlak diperlukan dalam melakukan tugas tertentu, seperti bangunan
fisik.
Kecenderungan-kecenderungan
para
pelaksana
sangat
menentukan dalam pelaksanaan, tingkah laku mereka terhadap kebijakan dan peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini juga menyangkut cara pandang terhadap sesuatu hal atau kebijaksanaan. 4. Struktur birokrasi (bureaucratic structure) Struktur birokrasi menyangkut prosedur-prosedur kerja dan pragmentasi. Prosedur-prosedur berkembang secara internal dari respon terhadap tugas untuk keseragaman demi pencapaian tugas dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Jones (1991:35), menyebutkan apakah program efektif atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi, interpretasi, penerapan. Ketiga standar penilaian tersebut dalap dijelaskan sebagai berikut :
36
(1) Organisasi Maksudnya disini bahwa organisasi Pelaksanaan Program. Dan selanjutnya organisasai tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Struktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut. Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program. Tugas aparat pelaksana program yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang dipercayakan kepadanya untuk
mencapai tujuan Negara. Agar tugas-tugas pelaksana Program dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap aparatur dituntut memiliki kemampuan yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya. (2) Interpretasi Maksudnya disini agar program dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
37
(a)
Sesuai Dengan Peraturan Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berelaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten
(b)
Sesuai Dengan Petunjuk Pelaksana Sesuai dengan petunjuk pelaksana berarti pelaksanaan
kebijaksanaan dari
peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktivitas pelaksanaan program. (c)
Sesuai Petunjuk Teknis Sesuai dengan petunjuk teknis berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan dalam bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan efektif, rasional dan realistis.
(3)
Penerapan Maksudnya disini peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan petunjuk
teknis telah berjalan sesuai dengan ketetentuan, untuk dapat melihat ini harus pula dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan disiplin. (a)
Prosedur Kerja yang Jelas
38
Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya. (b)
Program kerja
Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif. (c)
Jadwal Kegiatan Disiplin
Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhiri suatu program agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap sesuatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui adanya organisasi, interpretasi dan penerapan. 2.4. Pembangunan Daerah Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik dan sosial dalam suatu keinginan masyarakat yang diupayakan oleh masyarakat dan pemerintah, melalui kolaborasi berbagai proses sosial, ekonomi, kelembagaan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Adapun komponen pembangunan di masyarakat mempunyai 3 (tiga) sasaran, terdiri dari :
39
1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan dan perlindungan. 2. Meningkatkan taraf hidup yaitu, meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa. 3. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan kesengsaraan manusia (Todaro, 1995:92). Sejalan dengan hal tersebut menurut Steers (1985; 41-43) pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, pekerjaan, perumahan, pendidikan dan kesehatan, dapat diasumsikan bahwa pembangunan sebagai usaha yang sistematis untuk meningkatkan standar hidup kaum miskin
secara
berlanjutan dan untuk menyediakan kebutuhan hidup
manusia sehingga mereka mampu berkembang secara optimal. 2.4.1. Penyusunan Arah Kebijakan Umum Penyusunan arah kebijakan umum sangat berhubungan dengan perencanaan dan penganggaran, Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 29 Tahun 2002 Tanggal 10 Juni 2002 Perencanaan dapat
40
diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) perencanaan jangka panjang (lima tahun), (2) perencanaan jangka menengah (tiga tahunan), dan (3) perencanaan jangka pendek (satu tahun). Penganggaran Daerah termasuk kategori perencanaan jangka pendek yang merupakan bagian dari perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Sedangkan penganggaran daerah terdiri atas: Formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation), dan Perencanaan operasional anggaran (budget operational plainning). Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD termasuk kategori formulasi kebijakan anggaran yang menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal, sedang perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya. 2.4.2. Pengertian dan Ruang Lingkup APBD disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran, oleh karena itu dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam Penyusunan APBD. Kebijakan anggaran yang dimuat dalam arah dan kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja Keuangan Daerah selama satu tahun anggaran.
41
Komponen dan kinerja pelayanan yang diharapkan tersebut disusun berdasarkan aspirasi masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah, termasuk kinerja pelayanan dicapai dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya. Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam strategi daerah. Tingkat pencapaian atau kinerja pelayanan yang direncanakan dalam tahun anggaran pada dasarnya merupakan tahapan dan perkembangan dari kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang. 2.4.3. Kriteria Penyusunan Arah dan kebijakan umum APBD dapat disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut : a) Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ditetapkan dalam rencana Strategis Daerah dan dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan oleh Daerah. b) Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang dan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah. c) Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan strategi dan prioritas APBD serta penyusunan rancangan APBD dalam satu tahun anggaran. d) Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah.
42
e) Memberikan fleksibilitas untuk dijabarkan lebih lanjut dan memberi peluang untuk pengembangan kreativitas pelakunya. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersamasama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. Dasar penyusunan arah dan kebijakan umum APBD adalah sebagai berikut : a. Arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya adalah rencana tahunan yang merupakan bagian dari rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang yang dimuat dalam Rencana Strategis Daerah atau dokumen perencanaan lainnya. Pemerintah Daerah dan DPRD menggunakan Rencana Strategis atau dokumen perencanaan lainnya sebagai dasar arah dan Kebijakan UMUM APBD. b. Untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan, Pemerintah Daerah dan DPRD perlu melakukan penjaringan aspirasi masyarakat untuk mengidentifikasi perkembangan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Penjaringan aspirasi masyarakat
dapat
dilakukan
dengan
berbagai pendekatan, antara lain:
dengar pendapat, turun lapangan, kuisioner, dialog interaktif, kotak saran, kotak pos,
telepon bebas pulsa, website, inspeksi mendadak, dan media massa.
Penjaringan aspirasi masyarakat dimaksud untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam proses penganggaran daerah.Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dapat berupa ide, pendapat dan saran sebagai masukan yang bermanfaat dalam penyusunan konsep arah dan kebijakan umum APBD.
43
Tahap penyusunan Arah dan kebijakan APBD harus berisikan : a. Penyusunan. Penyusunan arah dan kebijakan APBD juga mempertimbangkan data historis mengenai pencapaian kinerja pelayanan pada tahun-tahun anggaran sebelumnya dan evaluasi terhadap kinerja APBD dan permasalahan yang dihadapi pada tahuntahun anggaran sebelumnya. b. Konsep. Konsep awal arah dan Kebijakan umum APBD dapat juga disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran DPRD. c. Disamping itu, penyusunan arah dan kebijakan umum APBD di setiap Daerah dari Pemerintah atasan. d. Pemerintah Daerah dan DPRD dapat melibatkan masyarakat pemerhati atau tenaga ahli untuk penyusunan konsep arah dan kebijakan umum APBD. e. Pemerintah Daerah dan DPRD membahas konsep arah edan kebijakan umum APBD sehingga diperoleh kesepakatan antara kedua pihak. f. Hasil kesepakatan mengenai arah dan kebijakan umum APBD selanjutnya dituangkan dalam suatu Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD.
44
2.5. Penyusunan Strategi dan Prioritas Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD umumnya menggunakan sejumlah asumsi dan untuk mencapainya sering djumpai berbagai permasalahn, kendala dan tantangan karena keterbatasan sumber daya. Dalam hal ini, diperlukan strategi atau cara tertentu yang diharapkan dapat memperlancar atau mempercepat pencapaian arah dan kebijakan umum APBD. Strategi dan prioritas APBD dalam penganggaran Daerah termasuk kategori perumusan kebijakan anggaran yang disusun berdasarkan arah kebijakan umum APBD. Perumusan strategi dan prioritas APBD umumnya dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh Daerah dalam pencapaian arah dan kebijakn umum APBD. 1. Karakteristik dan Ruang Lingkup Strategi dapat dipandang sebagai suatu pendekatan, metode dan tekink pemanfaatan sumberdaya manusia, dana dan atau teknologi untuk mencapai suatu target kinerja melalui hubungan yang efektif antara sumber daya manusia, teknologi dan lingkungannya. Strategi berkaitan dengan suatu tujuan, kebijakan, program, kegiatan dan alokasi sumber daya yang menyatakan sesuatu yang akan dikerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan. Stragtegi memiliki karekteristik sebagai berikut (1) pendekatan atau metode untuk mencapai arah dan Kebijakan umum yang ditetapkan, (2) dimaksudkan untuk menghadapi perubahan lingkungan, dan (3) diarahkan menuju pada kondisi yang lebih menguntungkan.
45
Perumusan strategi diarahkan pada upaya pencapaian target kinerja berdasarkan kemampuan sumber daya (manusia, dana dan atau teknologi) yang tersedia serta kondisi lingkungan. Strategi mengintegrasikan sumber daya yang tersedia untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan tantangan yang dihadapi. Tujuan penyusunan strategi antara lain, untuk : 1. Percepatan tingkat pencapaian dalam arah dan kebijakan umum. 2. Pencapaian program dan kegiatan yang efektif dan efisien. 3. Mengembangkan kesesuaian anatara arah dan kebijakan umum dengan program dan kegiatan yang direncanakan. 4. Mengembangkan kekuatan dan peluang daerah. 5. Mengatasi kelemahan dan tantangan daerah. 6. Mencari dukungan untuk mencapai keberhasilan. Prioritas merupakan suatu upaya mendahulukan atau mengutamakan sesuatau daripada yang lain. Prioritas adalah suatu proses dinamis dalam pembuatan keputusan atau tindakan yang pada saat tertentu dinilai paling penting dengan dukungan dan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut. Ruang lingkup prioritas mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Pemahaman terhadap situasi yang mendasari perlunya ditetapkan prioritas tersebut. b. Perancangan berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan. c. Identifikasi berbagai konsekuensi dari setiap alternatif yang akan dipilih.
46
d. Pembuatan keputusan tindakan terbaik yang akan dilakukan. 2. Kriteria Perumusan Arah dan kebijakan umum APBD kemungkinan dapat dicapai melalui satu atau lebih strategi Perumusan strategi secara umum perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Keterkaitannya dengan pencapaian tingkat pelayanan yang diharapkan dalam arah dan kebijakan umum APBD. b. Kelebihan dan kelemahan Daerah saat ini. c. Peluang dan tantangan Daerah pada masa yang akan datang. d. Aspek resiko dan manfaat dalam implementasinya. Sedang penentuan prioritas dapat didasarkan pada pertimbangan terhadap aspek-aspek berikut ini : a. Skala dan bobot pelayanan berdasarkan urgensi dan jangkaunya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. b. Kemampuannya untuk memperlancar atau mempercepat pencapaian tingkat pelayanan yang diharapkan dalam arah dan kebijakan umum APBD. c. Ketersediaan sumber daya dan waktu untuk melaksanakan program atau kegiatan.’
47
3. Mekanisme Perumusan Berdasarkan arah dan Kebijakan umum APBD, Pemerintah Daerah menyusun strategi dan Prioritas APBD, dalam Penyusunan strategi dan prioritas APBD, Daerah dapat melaksanakannya melalui Mekanisme sebagai berikut : a. Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD, Pemerintah Daerah melalui Tim Penyusunan Anggaran Eksekutif menyusun Strategi dan Prioritas APBD. b. Tim Penyusunan Anggran Eksekutif
dalam menyusun strategi dan Prioritas
APBD sedapat mungkin menggunakan berbagai sumber Data dan Metode penyusunan yang memfokuskan pada identifikasi kondisi yang ada, isu strategis, trend ke depan dan analisis SWOT (Strenght = Kekuatan, Weaknes = Kelemahan, Opportunity = Peluang, Threat = Tantangan) untuk mencapai target yang diharapkan dalam arah dan kebijakan umum APBD). c. Tim Penyusunan Anggaran Eksekutif dalam mengembangkan strategi dan prioritas APBD dapat melibatkan tim ahli. Untuk mempertimbangkan kepraktisan, keterlibatan tim ahli pada saat penyusunan konsep
arah dan
kebijakan umum APBD dapat juga sekaligus terlibat dalam penyusunan strategi dan prioritas APBD. d. Strategi dan Prioritas APBD yang telah disusun Tim Anggaran Eksekutif, selanjutnya disampaikan kepada Panitia Anggran Legigislatif untuk konfirmasi kesesuaiannya dengan arah dan kebijakan umum APBD yang telah disepakati sebelumnya.
48
e. Arah dan kebijakan umum serta strategi dan prioritas APBD selanjutnya menjadi dasar bagi Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah untuk menyiapkan Rancangan APBD.
Kebijakan
Renstrada/Dokumen
Pemerintah Atasan
Data Historis
Jaring Asmara
MASYARAKAT
Tokoh Masyarakat, LSM Asosiasi Profesi, Perguruan Tinggi dan lain-lain
Pokok-Pokok Pikiran DPRD
PEMDA
Arah Dan Kebijakan Umum APBD
49
Gambar 3. Mekanisme Penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD
2.6. Partisipasi Masyarakat dan Kriteria 2.6.1. Partisipasi Aktivitas
pembangunan
senantiasa
berkelanjutan
(sustainable)
yang
membutuhkan biaya yang cukup besar dan tidak terbatas. Pemerintah sebagai fasilitator pembangunan mempunyai sumber daya dan dana yang terbatas untuk membiayai proses pembangunan berkelanjutnya yang merupakan merupakan impian masyarakat. Dalam kondisi krisis nasional ini, seharusnya pemerintah tidak terjerumus dalam lingkaran setan pada bantuan luar negeri untuk membaiayai pembangunan
50
nasional, untuk dapat memperkecil permasalahan pemerintah
untuk membiaya
Pembangunan Nasional dirasakan perlunya partisipasi masyarakat dan perancanaan strategis dan menentukan skala prioritas agar kegiatan yang dilaksanakan tepat pada sasaran dan keinginan masyarakat. Dengan beban pembangunan yang semakin berat yang ditanggung pemerintah maka diharapkan masyarakat berpartisipasi aktif dan dapat lebih memahami permasalahan pembangunan yang sedang kita hadapi. Pembangunan desa/kelurahan yang identik dengan pembangunan masyarakat merupakan suatu proses kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa/kelurahan yang merupakan bagian tak terpisahkan serta totalitas dari pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Keberhasilan pembangunan desa/kelurahan sangat tergantung dari partisipasi masyarakat dan perencanaan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya masyarakat. Mubyarto (1984:35) mendefenisikan : partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuiai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Nelson (Bryant dan White, 1982:206) menyebutkan partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan dengan partisipasi horizontal, dan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai keseluruhan pemerintah, dengan partisipasi vertikal.
51
Menurut Bryant dan White (983:206): Keterlibatan dalam berbagai kegiatan politik seperti pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan lain sebagainya, disebut partisipasi dalam proses politik, sedangkan keterlibatan dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses administratif. Sementara itu keterlibatan masyarakat sebagai suatu kesatuan disebut dengan partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan kelompok disebut partisipasi individual. Partisipasi vertikal terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat yang terlibat atau yang mengambil bagian dalam suatu program dengan pihak lain. Dalam hubungan dimana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Partisipasi horizontal antara satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, proyek tersebut pada hakikatnya bukanlah proyek pembangunan desa. 2.6.2. Kriteria Partisipasi Beberapa kriteria partisipasi yang tersirat dari penggunaan istilah peran serta (partisipasi) meliputi : a) Partisipasi mengacu kepada subjek yang berinteraksi, yaitu individu yang berada dalam suatu unit masyarakat (kelompok), organisasi, perekonomian, pemerintah
52
dan
bangsa,
dimana
masing-masing
mereka
mempunyai keleluasaan
untuk mengambil keputusannya sendiri-sendiri, tetapi terikat dalam ikatan solidiritas tertentu untuk mewujudkan kepentingan atau rencana bersama. b) Dalam partisipasi terdapat kesadaran dan kesukarelaan individu untuk mewujudkan peranan yang diberikan oleh organisasi secara ikhlas. Anggota masyarakat terlibat dalam proses pembangunan secara sukarela dan atas kemauan sendiri. Gerakan anggota masyarakat yang terjadi
tidak
ditimbulkan oleh
penggunaan kekuasaan yang dipunyai oleh pimpinan (formal). c) Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam proses pengelolaan
suatu
kegiatan
(pengambilan
keputusan,
pengorganisasian,
pengerahan sumber daya, pengawasan dan penyesuaian). d) Kelompok sasaran (target group) dari partisipasi adalah rakyat banyak yang merupakan lapisan yang selama ini diabaikan oleh kaum elite. Mubyarto (1884) menegaskan bahwa dimensi keberhasilan suatu pembangunan partisipasi berarti membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang dengan tidak berarti mengorbankan kepentingan sesuai dengan kemampuan setiap orang dengan tidak berarti mengorbankan kepentingan pribadi. Memahami beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
partisipasi itu
timbul, tumbuh dan berkembang sebagai akibat adanya perubahan pembangunan dasar manusia yang menjadikan partisipasi sebagai sentral pembangunan (Sukanto, 1991).
53
Partisipasi masyarakat bukan hanya ideologi demokrasi tetapi juga mengikutsertakan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan, yang menyangkut dirinya sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses keterlibatan warga dalam semua aspek kegiatan pembangunan (fisik maupun non fisik) lingkungan. Pelaksanaan partisipasi masyarakat dipusatkan pada usaha mendorong dan memotivasi setiap orang atau kelompok agar berpartisipasi dapat dinilai sebagai salah satu upaya pengembangan kehidupan bersama dalam masyarakat. Selain sebagai suatu ideologi demokratis partisipasi juga mengikut sertakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. agar : a) Program
akan
lebih
terjamin
kesuksesannya
karena
masyarakat
yang
berkepentingan ikut ambil bagian dalam perencanaan dan pelaksanaannya. b) Proses dan aplikasi partisipasi dapat mengembangkan ketrampilan masyarakat dan memupuk rasa kekeluargaan. c) Partisipasi mencerminkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan. d) Partisipasi menumbuhkan saling pengertian, kebersamaan (keterpaduan) antara golongan dalam masyarakat. e) Partisipasi mengindikasikan seseorang tidak lagi sebagai objek di dalam masyarakat, melainkan sebagai subyek yang bertanggung jawab dalam pembangunan.
54
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa partisipasi dapat dilihat dalam perubahan sosial sampai dengan memberi tanggapan terhadap informasi baik, dalam arti menerima, mengiakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya. Dalam perencanaan pembangunan tahapan partisipasi berupa pengambilan keputusan,
termasuk keputusan
politik yang
menyangkut nasib mereka dan partisipasi dalam hal yang bersifat teknis. Tahapan partisipasi lainnya dapat dilihat dari pelaksanaan operasional pembangunan, menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan serta dalam menilai pembangunan serta dalam menilai pembangunan sesuai dengan rencana dan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengelolaan pembangunan pada dasarnya dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian atau pembinaan, sampai dengan pemeliharaan dan tindak lanjut hasil-hasil pembangunan. Inilah yang disebut sebagai fungsi pengelolaan pembangunan secara utuh. Mengingat sifat pengelolaan pembangunan desa/kelurahan itu meliputi banyak aspek dan memiliki keterkaitan dengan banyak pihak, maka tidak dapat dihindari bilamana metode perencanaan partisipatif yang diperkenalkan di tingkat desa/kelurahan juga banyak jenisnya. a) Dengan penggunaan berbagai alternatif partisipasi masyarakat itu sendiri, maka manfaat yang dapat diperoleh antara lain: Terjadi dialog dua arah antara pemerintah dan masyarakat.
55
b) Lingkungan dan budaya lokal dinilai sebagai sumber daya pembangunan. c) Dapat mengurangi konflik kepentingan dan konflik sosial. d) Percaya diri dan semangat membangun para aparat pemerintah dan masyarakat semakin meningkat. e) Masyarakat menjadi lebih aktif dan dinamis. f) Inisiatif masyarakat terus tumbuh tanpa dipaksakan. g) Pemerintah maupun maupun masyarakat merasakan bahwa keputusan terbaik adalah bila melibatkan masyarakat. 2.7. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengembangkan masyarakat dari keadaan kurang atau tidak berdaya menjadi punya daya dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat mencapai/memperoleh kehidupan yang lebih baik. Payne (1997;266) mengemukakan lebih jauh inti dan tujuan pemberdayaan dilakukan : “ To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to execising cacily and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients”. Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai perngertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun
56
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan Shadlow ini, tidak jauh dengan gagasan yang mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya. Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan, kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasotas dirinya untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran. Konsep pemberdayaan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan
keberdayaan,
yaitu
kemampuan
dan
kemandirian.
Menurut
Kartasasmita (1996:2) keberdayaan merupakan unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (suvive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Unsur-unsur yang menjadi sumber keberdayaan dimaksud
adalah
nilai
kesehatan,
pendidikan,
prakarsa,
kekeluargaan,
kegotongroyongan, kejuangan dan sebagainya. Secara etimologi pemberdayaan berasal dari kata berdaya dan kata berdaya yang berarti kekuatan, berkemampuan, bertenaga (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998:189). Menurut Sumodiningrat (1999), pengertian pemberdayaan adalah
57
meningkatkan kemampuan dan kemandirian. Perserikatan Bangsa Bangsa untuk program pembangunan (United Nations Development Programme) mendefenisikan pemberdayaan masyarakat sebagai proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, social dan budaya. Atau pengertain tersebut dapat disederhanakan menjadi suatu metode atau pendekatan yang menekankan adanya partisipasi umum dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan. Pemberdayaan
(empowerement)
dalam
studi
kepustakaan
memiliki
kecenderungan dalam dua proses, pertama, prose pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebaian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya dan kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Menurut Prijono (1996:208-209), pemberdayaan terdiri dari pemberdayaan pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, psikologi dan poltik. Pemberdayaan pendidikan merupak faktor kunci yang ditunjang dan dilengkapi oleh pemberdayaan yang lain, yaitu : 1. Pemberdayaan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan dapat meningkatkan pendapatan, kesehatan, produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karena dalam pendidikan itu pendidikan itu sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak. 2. pemberdayaan ekonomi. Akses dan penghasilan atas pendapatan bagi setiap orang merupakan hal yang penting karena menyangkut otonominya (kemandirian). Sehingga dengan faktor ekonomi tersebut memungkinkan manusia