BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mixer Mixer merupakan elemen mesin yang utama dalam pembahasan Karya Akhir ini. Pada Mixer yang digunakan ini terjadi operasi pencampuran CPO dengan menggunakan pompa. Pengisian dimulai dari garis Level Switch Low (LSL) melalui bagian dasar tangki sehingga mencapai garis Level Switch Medium (LSM) yaitu 80%. setelah kondisi LSM tercapai, aliran CPO berhenti secara otomatis digantikan dengan aliran detergen sampai mencapai batas Level Switch High (LSH) yaitu 20%. Detergen yang digunakan dalam kristalizer terdiri dari 0,8% NaLS 0,2% MgSO4 dan 97,2% air, kegiatan ini dilakukan secara terus menerus.
Gambar 2.1 Mixer Kristalizer
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : 1. Pipa sirkulasi Pendingin 2. Dinding Luar Tangki Mixer Kristalizer 3. Dinding Dalam Tangki Mixer Kristalizer 4. Pembersih Dinding Tangki Kristalizer (Scapper) 5. Tali Belt 6. Puli 7. Gear box 8. Pipa Pemasukan CPO dan Detergen 9. Shaft/Poros 10. Bearing
Detergen ini berfungsi untuk mengikat fraksi stearin sedangkan MgSO4 berfungsi sebagai surfactant agent sehingga kristal stearin yang terbentuk lebih baik. Pengisian campuran CPO dan detergen ini bertujuan agar terbentuknya pengkristalan yang baik. Fluida yang digunakan Pada Mixer Tangki Mixer Kristalizer ini iala CPO dan detergen (0,8% NaLS 0,2% MgSO4 dan 97,2% air). Kapasitas tangki mixer kristalizer sebanyak 35 Liter terdiri dari 80% CPO atau 28 liter dan 20% Detergen atau 7 liter.
2.11. Jenis-jenis Mixer a. Mixer yang menggunakan Baling-baling Proses Pencampuran air dengan cara ini biasanya terjadi karena adanya aliran turbulensi air, dimana gaya inersia lebih mendominasi. pada
Universitas Sumatera Utara
umumnya, makin kencang aliran atau kecepatan alir tinggi maka akan menghasilkan turbulensi yang tinggi pula, dengan demikian akan memudahkan atau mengefisiensikan proses pencampuran tersebut. Pada dasarnya, dari gaya inersia dan hukum kekentalan dikembangkan persamaan matematik yang berhubungan dengan berapa besar daya yang digunakan pada aliran laminar dan turbulen, seperti terlihat dalam gambar 2.2.a
b. Mixer dengan baling-baling kincir Mixer kincir biasanya bergerak secara lambat, karena cakupannya meliputi seluruh permukaan air yang dicampurkan. Biasanya digunakan pada alat flokulasi dan koagulan, seperti Aluminium, Ferite Sulfat dan lain-lain, yang bercampur dengan Lumpur dan membentuk ikatan antara zat-zat semakin banyak karena mengalami pencampuran, tetapi pengaruh tegangan geser dari baling –baling akan dapat juga memecahkan flok-flok ke ukuran yang lebih kecil, tetapi persentasenya kecil, dan untuk menghasilkan flok yang baik dibutuhkan waktu 10 – 30 menit seperti terlihat pada gambar 2.2.b.
c. Mixer Statis Satu Garis Mixer statis memiliki karakteristik yang identik dengan kekurangan dari elemen – lemen yang bergerak, contohnya mixer statis satu garis untuk mencampurkan zat – zat kimia yang biasanya untuk flokulasi seperti terlihat pada gambar 2.2.d
Universitas Sumatera Utara
d.
Mixer Pneumatik/ Turbin Pada mixer pneumatik ini, terletak didasar tangki dan biasanya digunakan
pada tangki flokulasi, dimana pada saat udara yang bercampur zat kimia diinjeksikan dari dasar tangki, daya atau energi akan hilang dengan bersamaan saat gelembung – gelembung udara naik keatas, seperti terlihat pada gambar 2.2.e
Gambar 2.2
Jenis mixer untuk pengolahan air limbah (a,b) Baling-baling mixer, (c) mixer turbin, (d) mixer statis satu garis, (e) mixer turbin satu garis
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Aplikasi Mixer Mixer Kristalizer ini digunakan untuk mengaduk suatu campuran zat atau substansi dengan substansi lainnya dengan menggunakan putaran motor melalui impeller atau propeller, tetapi pada aplikasinya prinsip kerja mixer itu sendiri dapat dibalikkan. Maksudnya mixer tersebut diam tetapi laju aliran yang mengaduk dengan sendirinya.
a. Pencampuran Zat dengan Aliran Deras Pada pencampuran aliran deras ini, prinsip utamanya adalah untuk mencampurkan secara merata satu substansi dengan substansi lainnya. pencampuran ini terjadi pencampuran antara CPO dengan detergen (0,8 % NaLS 0,2% MgSO4 dan 97,2% air) sebelum CPO dimasukkan kedalam mixer Kristalizer, CPO terlebih dahulu di endapkan kedalam tangki intermediet yang bertujuan untuk mengendapkan kotoran – kotoran yang terkandung dalam CPO berupa lumpur tanah. Kemudian CPO dapat dimasukkan kedalam Mixer Kristalizer dengan menggunakan pompa. Pengisian dimulai dari garis Level Switch Low (LSL) melalui bagian dasar tangki sehingga mencapai garis Level Switch Medium (LSM) yaitu 80%. Setelah kondisi LSM tercapai, aliran CPO berhenti secara otomatis digantikan dengan aliran detergen sampai mencapai batas Level Switch High (LSH) yaitu 20 %. NaLS (natrium laury sulfat) berfungsi untuk mengikat fraksi stearin sedangkan MgSO 4 berfungsi sebagai surfactant agent sehingga kristal stearin yang terbentuk lebih baik.
Pengisian detergen ke kristalizer dilakukan dengan menggunakan pipa yang sama dengan pipa yang digunakan untuk mengalirkan CPO guna menghemat
Universitas Sumatera Utara
penggunaan pipa agar sisa-sisa CPO didalam pipa dapat terbilas oleh detergen. NaLS terlebih dahulu dilarutkan dalam tangki penyiapan NaLS sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan karena NaLS akan sukar melarut bila dicampurkan sekaligus bersama–sama dengan MgSO4 dan dapat menimbulkan gumpalan – gumpalan NaLS. NaLS yang telah larut tersebut dialirkan ke tangki detergen dan ditambahkan MgSO 4 sebanyak konsentrasi yang diinginkan. Detergen tersebut kemudian dialirkan ke penukar panas untuk didinginkan sampai mencapai suhu 18
0
C. Kemudian
detergen tersebut dialirkan sebagian ke kristaliser dan sebagian lagi diinjeksikan ke Knife Mixer. Pendinginan di kristalizer menggunakan air pendingin yang telah didinginkan di chiller. Air pendingin tersebut dimulai pada saat pengisian CPO ke tangki kristalizer. Pada saat suhu mencapai 20 0 C pendinginan dihentikan.Air pendingin dialirkan dari bagian atas tangki menuju ke bawah pada jaket (mantel). Air pendingin selanjutnya masuk ke floter tank dan disirkulasikan kembali. Sebagian dari air pendingin diganti dengan air baru, sedangkan sisanya dialirkan ke balance. Suhu air pendingin keluar kristaliser pada range 20-25 0 C. Selama proses pendinginan ini campuran juga di aduk dengan pengaduk yang dilengkapi scrapper pada ujung lengannya.Pengadukan scapper ini bertujuan agar terbentuk: 1. Menghomogenkan campuran CPO-Detergen 2. Mencegah pembekuan CPO 3. Pemerataan suhu di setiap titik 4. Pemerataan penyebaran kristal
Universitas Sumatera Utara
Scapper pada ujung lengan pengaduk berfungsi untuk mencegah akumulasi kristal stearin pada dinding tangki. Untuk mempercepat pencampuran CPO dengan detergen di dalam kristelizer juga dilakukan sirkulasi bahan dari bagian bawah ke atas dengan menggunakan pompa.
Gambar 2.3. Pembersi Dinding (Scapper)
b. Sirkulasi Pada CPO dan Detergen Pensirkulasian Pada Tangki Mixer Kristalizer ini bertujuan agar tidak terjadinya penggumpalan – penggumpan yang terlalu kental pada bawah dasar pada saat terjadinya pengadukan CPO dan Detergen pada tangki kristalizer ini maka dari itu perlu dilakukan pensirkulasian. Sirkulasi CPO dan detergen ini dilakukan pada saat pengisian CPO dan detergen bekerja, Pipa sirkulasi selalu terbuka pada saat pengisian CPO dan Detergen. Pensirkulasian didorong oleh pompa menuju pipa pemasukan. dan pengosongan dilakukan hingga pada garis level Switch low (LSL), dengan adanya sisa-sisa
Universitas Sumatera Utara
pengadukan yang sudah mengkristal akibat pengosongan pada garis level switch Low (LSL) maka disirkulasikan kembali kedalam pipa pemasukan. pemasukan CPO sebanyak 80 % atau pada tangki kristalizer ini 28 Liter dan diteruskan pada detergen sebanyak 20 % atau 7 liter. Pensirkulasian bekerja secara terus menerus hingga terjadinya kembali pengosongan setelah terbentuknya pengkristalan
Gambar 2.4.
Pipa Sirkulasi dan Jalur Pemasukan CPO dan Detergen
2.1.3
Daya Yang Dibutuhkan Untuk Pencampuran Daya yang dibutuhkan untuk pencampuran yang menggunakan mixer
propeller, dan turbin mixer, mixer statis, mixer pneumatik diganbarkan
dalam
pembahasan ini.
Universitas Sumatera Utara
a. Daya Mixer yang Menggunakan Baling-baling Proses pencampuran air dengan cara ini biasanya terjadi kerena adanya aliran turbelensi air, dimana gaya inersia lebih mendominasi. pada umumnya, makin kencang aliran atau kecepatan alir tinggi maka akan menghasilkan turbulensi yang tinggi pula, dengan demikian akan memudahkan atau mengefisienkan proses pencampuran tersebut. Pada dasarnya, dari gaya inersia dan hukum kekentalan dikembangkan persamaan matematik yang berhubungan dengan berapa besar daya yang digunakan pada aliran laminar dan turbulen.
Laminar : p k . .n 2 .D 3
……..(2-1)
Turbulen : p k . .n 3 .D 5
……..(2-2)
Dimana : P
= Daya yang digunakan (watt)
k
= Konstanta laminar/turbulen untuk aliran
= Kekentalan dinamik dari fluida (N. s / m 2 ) = Kerapatan dari fluida ( kg / m 3 ) D = Diameter impeller (m) n
= Putaran per detik (Rpm)
Nilai dari k ditentukan pada table 2-1. Untuk aliran turbulen, jika dikondisakan pusaran air telah dihilangkan oleh baling-baling dari mixer pada
Universitas Sumatera Utara
saat dalam tangki, yang diperkirakan mengalami kehilangan daya sebesar 10% dari diameter tangki pada saat menabrak dinding tangki dan baling-baling.
Tabel 2-1 Nilai k untuk Keperluan Daya Pencampuran Impeler
Laminar
Turbulen
41,0
0,32
43,5
1,00
71,0
6,30
70,0
4,80
70,0
1,65
71,0
4,00
36,5
1,70
97,5
1,08
172,5
1,12
Baling-baling berbentuk persegi, dengan 3 buah mata Baling-baling bertingkat dua, dengan 3buah mata Turbin, dengan 6 buah mata datar Turbin, dengan 6 buah mata melengkung Turbin angina, dengan 6buah mata Turbin, dengan 6 buah mata ujung panah Kincir sejajar. dengan 6 buah mata Turbin, tertutup dengan 2 buah mata lengkung Turbin tertutup dengan stator Sumber Table: Wastewater Engineering,
3 rd
edition Metcalf & Eddy, hal 216
Universitas Sumatera Utara
Persamaan 2-1 diberikan jika angka Reynold lebih kecil dari 10, dan persamaan 2-2 diberikan jika angka Reynold lebih besar dari 10,000. Pemberian angka Reynold ditentukan dengan rumus :
NR
D 2 n
…….(2-3)
Dimana : D = Diameter Impeler (m) n = Rev/s atau Rpm
= Kerapatan dari fluida ( kg / m 3 ) = Kekentalan dinamik dari fluida (N. s / m 2 )
Mixer dengan baling – baling kecil dan kecepatan tinggi baik untuk penyebaran gas-gas dalam air pada pengolahan kimia. sedangkan mixer dengan gerak lambat baik untuk mencampurkan antara dua fluida, sebagai contoh adalah pencampuran CPO dengan detergen yang biasanya untuk flokulasi atau pengikatan zat – zat kimia agar menggumpal dan terbentuknya kristalisasi. Pusaran air atau putaran dari massa cairan, harus dibatasi sesuai dengan jenis baling-baling. karena pusaran air yang bertabrakan dengan kecepatan baling-baling mixer akan mengurangi efektisitas dari mixer. Jadi dapat diatasi dengan merancang impeller atau baling-baling dengan sudut yang tidak terlalu vertikal, begitu juga dengan jarak antara baling-baling dan tangki air olahan.
Universitas Sumatera Utara
b. Daya Mixer dengan Baling-baling Kincir
Mixer kincir biasanya bergerak secara lambat, Karena cakupannya meliputi seluruh permukaan air yang dicampurkan. Biasanya digunakan pada alat flokulasi dan koagulan, seperti Aluminium, ferite sulfat dan lain-lain, yang bercampur dengan Lumpur membentuk ikatan antara zat-zat semakin banyak karena mengalami pencampuran, tetapi pengaruh tegangan gesar dari baling-baling akan dapat juga memecahkan flok-flok ke ukuran yang lebih kecil, tetapi persentasenya kecil, dan untuk menghasilkan flok yang baik dibutuhkan wakti 10-30 menit.
Adapun rumus yang biasa digunakan dalam mixer ini didasarkan dari percobaan dengan mixer yang ukurannya disesuaikan:
C Av Fd D P 2 2
…..(2-4)
C D Av P 2 2
P FD v P
…..(2-5)
Dimana : FD
= Gaya Tarik (N)
CD
= Koefisien dari gaya tarik antara cairan dan baling-baling
A
= Diagonal dari baling –baling (m)
= Rapat Massa fluida ( kg / m 3 )
P
= Daya yang dibutuhkan (Watt)
Vp
= Kecepatan kincir berputar, biasanya 0,6 – 0,75 m/s
Universitas Sumatera Utara
c. Daya Mixer Statis Satu Garis
Mixer statis memiliki karakteristik yang identik dengan kekurangan dari elemen-elemen yang bergerak, contohnya mixer statis satu garis untuk mencampurkan zat-zat kimia yang biasanya untuk flokulasi. Adapun yang dibutuhkan untuk mixer statis iini adalah seperti persamaan berikut ini.
P .Q.h
………..(2-6)
Dimana : P
= Daya yang dibutuhkan (kW)
Q
= Kapasitas Aliran (m 3 /s)
h
= Heat loses sepanjang mixer (m)
= Berat jenis air ( kN/m 3 )
d. Mixer Pneumatik/ Turbin
Pada mixer pneumatik ini, terletak didasarkan tangki dan biasanya digunakan pada tangki flokulasi, dimana pada saat udara yang bercampur zat kimia diinjeksikan dari dasar tangki, daya atau energi akan hilang dengan bersamaan saat gelembung – gelembung udara naik ke atas. adapun daya yang terbuang dirumuskan sebagai berikut : P Pa .Va . ln
Pc pa
………..(2-7)
Dimana : P
= Daya yang dibutuhkan (kW)
Pa
= Tekanan atmosfer (kN/m 2 )
Universitas Sumatera Utara
Va
= Volome udara pada tekanan atmosfer (m 3 )
Pc
= Tekanan udara pada saat akan pecah (kN/m 2 )
2.1.4. Kehilangan Energi Dalam Pencampuran
Tenaga yang masuk atau digunakan per unit volume dari cairan dapat digunakan sebagai ukuran kasa dari efektifitas pencampuran. berdasarkan alasan tersebutlah tenaga masukkan menghasilkan gerakan putaran yang besar, dan gerakan putaran tersebiutlah yang menghasilkan pencampuran yang lebih baik. Dalam mempelajari perkembangan dan efek dari gradient kecepatan (G) dalam tangki penggumpalan dari bermacam-macam tipe dan perkembangan dari persamaan-persamaan dapat digunakan untuk mengoperasikan sistem pencampuran.
…………….(2-8) P G V
Dimana : G = Gradien Kecepatan (1/s) P
= Daya ( W)
= Kerapatan Jenis (N. s / m 2 ) V = Volume ( m 3 )
dalam persamaan 2-8, G merupakan Gradien kecepatan dari cairan, yang mana nilai G tergantung pada daya masukan, kerapatan jenis dari cairan, dan volume. dengan
Universitas Sumatera Utara
mengalikan kedua sisi dari persamaan 2-8 dengan teori waktu sesaat td =
V/Q
(terdapat pada table 2-2).
Gt d
V Q
P 1 V Q
PV
……(2-9)
Dimana : td = Waktu sesaat (s) Q = Kapasitas aliran (m 3 /s)
Tabel 2-2
Jenis Gradien kecepatan dan nilai waktu sesaat untuk proses pengolahan air limbah Jarak dari nilai Proses Waktu Sesaat
Nilai G, s 1
5 – 20 s
250 – 1,500
<1 – 5 s
1,500 – 7,500
10 – 30 Menit
20 – 80
2 – 10 Menit
20 – 100
2 – 5 Menit
30 – 150
Pencampuran Jenis operasi pencampuran dalam pengolahan air limbah Pencampuran cepat yang berhubungan dengan proses filtrasi Flokulasi Jenis operasi yang menggunakan air limbah Flokulasi yang menggunakan proses filtrasi Flokulasi yang berhubungan langsung dengan media filtrasi granula Sumber Table: Wastewater Engineering,
3 rd
edition Metcalf & Eddy, hal 215
Universitas Sumatera Utara
2.2. Motor Induksi
Motor induksi banyak digunakan dalam industri baik skala besar maupun skala kecil karena motor induksi mempunyai konstruksi yang sangat baik, harga yang murah dan mudah dalam pengaturan kecepatannya. stabil ketika berbeban dan mempunyai efisiensi yang tinggi. mesin induksi atau sinkron pada umumnya hanya memiliki satu suplai tenaga yang mengeksitasi belitan stator. Belitan rotornya tidak berhubungan langsung dengan sumber tenaga listrik, melainkan belitannya dieksitasi oleh induksi dari perubahan medan magnetic yang disebabkan oleh arus pada belitan stator.
2.2.1 Konstruksi Motor Induksi
Disebut motor induksi karena dalam hal penerimaan tegangan dan arus pada rotor dilakukan dengan jalan induksi. jadi pada motor induksi, rotor tidak langsung meneriama tegangan atau arus dari luar. Motor Induksi terdiri dari dua bagian penting yaitu stator dan rotor. rotor dan stator merupakan rangkaian magnetik yang berbentuk silinder dan simetris. Diantara rotor dan stator terdapat celah udara yang sempit.
a. Stator
Komponen stator adalah bagian terluar yang diam membawa arus satu phasa. Stator terdiri dari tumpukan laminasi yang menjadi alur kumparan. tiap kumparan tersebar dalam beberapa alur yang disebut belitan phasa dimana untuk tiga motor phasa belitan terpisah secara listrik sebesar 120 0 . Bila stator tersebut dicatu oleh tegangan tiga phasa yang setimbang, maka pada stator tersebut akan muncul suatu medan magnet pada celah yang berputar pada
Universitas Sumatera Utara
kecepatan serempak yang besarnya direntukan oleh jumlah katup (p) dan frekuensi stator (f) yang dirumuskan dalam persamaan (2-10)
ns
120. f p
……………..(2-10)
Dimana : ns =
Putaran sinkron medan putaran stator (rpm)
f
=
Frekuensi (HZ)
p
=
Jumlah Katup
b. Rotor
Jenis rotor yang banyak digunakan pada motor induksi ialah rotor sangkar tupai. Pada prinsipnya rotor sangkar tupai disusun dari batang-batang konduktor yang kedua ujungnya disatukan oleh cincin yang dibuat dari bahan konduktor pula sehingga bentuknya menyerupai sangkar tupai.
2.2.2 Prinsip Kerja Motor Induksi
Motor Induksi adalah peralatan pengubah energi elektromekanis, dimana terjadi perubahan energi dari bentuk enrgi listrik ke bentuk mekanis. pengubahan energi ini bergantung pada keberadaan fenomena alami magnetic dan medan listrik yang saling berkaiatan pada satu sisi dan gaya mekanis dan gerak disisi lainnya. adapun prinsip kerja motor induksi tiga phasa mengikuti langkah langkah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Apabila sumber tegangan 3 phasa dipasang pada kumparan, stator akan timbul medan putaran dengan kecepatan ns yang besarnya ditunjukkan pada persamaan 2-10 yaitu : ns
120. f p
b. Medan putaran stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (GGL) sebesar E2 yang besarnya yaitu : E 2 4,44. f .N 2 . m
………(2-11)
Dimana : E2
= Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam
N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor
m = Fluksi maksimum c. Karena batang konduktor merupakan rangkaian yang tertutup maka GGL akan menghasilkan arus (I). d. Adanya arus (I) didalam medan magnet akan menimbulkan gaya (f) pada rotor. e. Bila kopel mula menghasilkan oleh gaya (f) cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator. f. GGl, induksi timbul karena terpotongnya batang konduktor (rotor) oleh medan putar stator. artinya agar GGl induksi tersebut timbul, diperlukan adanya perbedaan relatip antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan berputar rotor (nr). g. Perbedaan kecepatan antara nr dan ns disebut slip (s), dinyatakan dengan s
n s nr 100% ns
……………(2-12)
Universitas Sumatera Utara
h. Bila nr = ns, tegangan tidak akan terinduksi atau arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, dengan demikian tidak akan dihasilkan kopel. kopel ditimbulkan jika nr < ns
2.3. Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dalam setiap mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran. Peranan utama yang penting dalam sistem transmisi itu dipegang oleh poros. Poros adalah suatu bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti: kopling, roda gigi, pulley, roda gila, engkol sproket, dll.
2.3.1
Macam-Macam Poros
Menurut pembebanannya poros diklasifikasikan menjadi: a)
Poros Transmisi poros jenis ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. daya ditransmisikan kepada poros melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau soket rantai dan lain-lain.
b)
Poros Spindel Poros transmisi yang relatif sangat pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran disebut spindel. syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus relati
Universitas Sumatera Utara
c)
Poros Gandar poros seperti yang terpasang diantara roda – roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang – kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika gerakan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
2.3.2
Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Poros
Hal-hal penting untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhatikan pada : a. Kekuatan Poros Suatu proses transmisi harus dapat menahan beban seperti: puntiran, lenturan, tarikan dan takanan. selain itu poros juga mendapatkan beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin. Oleh karena itu, poros harus dibuat dari bahan pilihan yang kuat dan tahan terhadap beban-beban tersebut. b. Kekakuan Poros Walaupun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar, akan mengakibatkan terjadinya getaran dan suara. Oleh karena itu,disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus dipertimbangkan sesuai dengan jenis mesin yang dilayani. c. Putaran Kritis Suatu mesin bila putarannya dinaikkan,maka pada harga putaran tertentu akan terjadi getaran yang sangat besar dan disebut putaran kritis. hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan lain-lain. Putaran ini harus dihindari dengan membuat putaran kerja lebih rendah dari putaran kritisnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Korosi Bahan – bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeleler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yan g korosif. demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, untuk itulah harus dilakukan perlingan terhadap korosi.
e. Bahan Poros Poros transmisi biasa dibuat dari bahan yang ditarik dingin dan difinishing seperti baja karbon yang dioksidasikan dengan ferra silikon dan di cor. Pengerjaan dingin membuat poros menjadi keras dan kekuatannya menjadi besar.
Poros – poros yang dipakai untuk putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja panduan dengan pengerasan kulit yang tahan terhadap keausan. beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molibden, baja krom, dll. baja diklasifikasikan atas baja lunak, baja liat, baja agak keras, dan baja keras. Baja liat dan baja agak keras banya dipilih untuk poros. kandungan karbonnya adalah seperti tertera dalam tabel 2.3. Baja lunak tidak dinjurkan untuk dipergunakan sebagai poros penting. baja agar keras jika diberi perlakuan panas secara tepat dapat menjadi bahan poros yang sangat baik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Penggolongan baja secara umum
Golongan
Kadar C (%)
Baja Lunak
0 – 0,15
Baja Liat
0,2 – 0,3
Baja agak keras
0,3 – 0,5
Baja keras
0,5 – 0,8
Baja sangat keras
0,8 – 1,2
Sumber : Elemen Mesin 2, Sularso, hal 4
Meskipun demikian, untuk perencanaan yang baik tidak dapat dianjurkan untuk memilih baja atas dasar klasifikasi yang terlalu umum seperti diatas. sebaiknya pemilihan dilakukan atas dasar standart yang ada Nama dan lambang dari bahan-bahan menurut standart beberapa negara serta persamaan dengan JIS (standart Jepang) untuk poros
2.3.3. Poros dengan beban puntir
Jika diketahui bahwa poros yang dirancang/direncanakan tidak mendapatkan beban lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya penambahan beban tersebut perlu di perhitungkan dalam faktor keamanan yang diambil. hal-hal yang perlu diperhatikan akan diuraikan sebagaoi berikut. Pertama ambillah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan putaran poros n1 (rpm) diberikan jika P adalah daya rata-rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan efisiensi mekanis dari sistem transmisi untuk mendapatkan daya penggerak mula yang diperlukan. Daya yang besar diperlukan pada saat start
Universitas Sumatera Utara
atau mungkin beban yang besar terus bekerja setelah start, dengan demikian faktor koreksi diperlukan pada perencanaan, jika P adalah daya nominal output motor penggerak, maka faktor keamanan diperlukan daya perencanaan. jika faktor koreksi adalah fc maka daya rencana Pd (kW) sebagai patokan adalah Pd = fc. N
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 7”.............(2-13)
di mana: Pd = daya rencana (kW) fc = faktor koreksi N = daya nominal keluaran motor penggerak (kW).
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan adalah
Tabel 2.4
Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan Daya yang Akan Ditransmisikan
fc
Daya rata-rata yang diperlukan
1,2 - 2,0
Daya maksimum yang diperlukan
0,8 - 1,2
Daya normal
1,0 - 1,5
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin”
Universitas Sumatera Utara
Jika daya diberikan dalam kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk mendapatkan daya dalam kW.Apabila momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T (Kg.mm) maka :
Pd
T / 1000 102
...........(2-14)
(t / 1000)(2n1 / 60) 102
............(2-15)
maka persamaan
Pd = Sehingga
T = 9,74 10 5
pd n1
............(2-16)
Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm), maka tegangan geser (kg/mm 2 ) yang terjadi adalah
T d / 16 3 s
5,1.T d s3
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 7”
............(2-17)
2.3.4 Pemilihan Bahan
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja karbon yang di-finish dingin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari Ingot yang di-Kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor, kadar karbon terjamin). Jenis-jenis baja S-C beserta sifat-sifatnya dapar dilihat pada Tabel 2.5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS) Lambang
Perlakuan
Diameter
Kekuatan Tarik
Panas
(mm)
(kg/mm2)
HRC (HRB)
HB
Dilunakkan
20 atau kurang
58 – 79
(84) - 23
-
21 – 80
53 – 69
(73) - 17
144 - 216
Tanpa
20 atau kurang
63 – 82
(87) - 25
-
dilunakkan
21 – 80
58 – 72
(84) - 19
160 - 225
Dilunakkan
20 atau kurang
65 – 86
(89) - 27
-
21 – 80
60 – 76
(85) - 22
166 - 238
Tanpa
20 atau kurang
71 – 91
12 - 30
-
dilunakkan
21 – 80
66 – 81
(90) - 24
183 - 253
Dilunakkan
20 atau kurang
72 – 93
14 - 31
-
21 – 80
67 – 83
10 - 26
188 - 260
Tanpa
20 atau kurang
80 - 101
19 - 34
-
dilunakkan
21 – 80
75 – 91
16 - 30
213 - 285
S35C-D
S45C-D
S55C-D
Kekerasan
sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin”
Selain itu faktor keamanan itu faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir Sf1 dengan nilai 5,6 diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dengan baja paduan. Jika poros tersebut dan pengaruh kekasaran permukaan juga diperhatikan yang dinyatakan sengan Sf2 yang mempunyai nilai sebesar 1,3-3,0. (Literlatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 8) maka besarnya a dapat dihitung dengan :
Universitas Sumatera Utara
a
B
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 7”...........(2-18)
Sf1 Sf2
dimana:
a = tegangan geser izin (kg/mm2) b = kekuatan tarik bahan (kg/mm2) Sf1 =
faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan, di mana untuk bahan S-C besarnya adalah 6,0.
Sf2 =
faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, di mana harganya berkisar antara 1,3 – 3,0.
2.3.5 Perencanaan Diameter Poros
Diameter poros dapat diperoleh dari rumus : 1
5,1 3 d Kt Cb T s a
di mana:
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 8” ..........(2-19)
ds = diameter poros (mm)
a = tegangan geser izin (kg/mm2) Kt =
faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar antara 1,0
= Jika beban dikenakan secara halus
1,0 – 1,5
= Jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan
1,5 – 3,0 = Jika beban dikenakan dengan kejutan
Universitas Sumatera Utara
Cb =
faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lenturdengan harga 1,2 sampai 2,3 dalam perencanaan ini diambil 1,0 karena diperkirakan tidak akan terjadi beban lentur
2.3.6 Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur
Gambar 2.5. Distribusi Tegangan Lingkaran Motor
poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser () karena momen puntir T dan tegangan ( ) karena momen lentur. Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum yaitu:
max
2 4 2 2
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 17” .................(2-20)
Universitas Sumatera Utara
Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, = 32 M/ d s3 , sehingga
max (5,1.d s3 ). M 2 T 2
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 7”.........(2-21)
beban yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang jika poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi pada saat mulai atau sedang berputar.
2.3.7 Pemeriksaan Kekuatan Poros
Ukuran poros yang telah direncanakan harus diuji kekuatannya.Pengujian dilakukan dengan memeriksa tegangan geser (akibat momen puntir) yang bekerja pada poros. Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang dapat ditahan oleh bahan maka poros akan mengalami kegagalan. Besar tegangan geser akibat momen puntir yang bekerja pada poros diperoleh dari:
p 16 M3p
“Literatur Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 22”
d
di mana:
p = tegangan geser akibat momen puntir (kg/mm2) Mp = momen puntir yang ditransmisikan (kgmm)
dp = diamater poros (mm).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pasak
Pasak adalah suatu elemen yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, puli, kopling dan lain-lain pada poros. momen diteruskan dari poros kenaaf atau tari naaf ke poros. Fungsi yang sama dengan pasak dapat dilakukan pula oleh spline dan gerigi (Serration) yang mempunyai gigi luar pada poros dan gigi dalam dengan jumlah gigi yang sama pada naaf dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya, (gambar 2.8) gigi pada spline adalah besar-besar, sedangkan pada gerigi adalah kecilkecil dengan jarak yang kecil pula. kedua-duanya dapat digeser secara aksial pada waktu meneruskan
Gambar 2.6 Spline
2.4.1
Macam-macam Pasak
Pasak dapat digolongkan atas beberapa macam sebagai berikut yaitu : menurut letaknya pada poros dapat dibedakan atas a. Pasak Pelana, b. Pasak rata, c. Pasak benam d. Pasak Singgung yang umumnya segi empat
Universitas Sumatera Utara
Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau berbentuk tirus. Pasak benam prismatis ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur. disamping macam pasak diatas ada pula pasak terbereng dan pasak jarum . Pasak luncur memungkinkan pergeseran aksial roda gigi, dan lain-lain pada porosnya, seperti pada spline. yang paling umum dipakai adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen yang besar. Untuk momen dengan tumbukan, dapat dipakai pasak singgung.
2.4.2. Hal-hal Penting dan Tata Cara Perencanaan Pasak
Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya. Pada pasak yang rata sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak tidak guyang dan rusak untuk pasak umumnyadipilih bahan yang memiliki kekuatan tari lebuh dari 60 (Kg/mm 2 ), lebih kuat dari pada porosnya.
Universitas Sumatera Utara
Jika momen rencana dari poros adalah T(Kg.mm) dan diameter poros adalah ds (mm), maka gaya tangensial F (Kg) Pada permukaan poros adalah : F
T (d s / 2)
...................(2-22)
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25-35% dari diameter poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros. Karena lebar dan tinggi pasak sudah disatndartkan, maka beban yang ditimbulkan oleh gaya F yang besar hendaknya datasi dengan penyesuaian panjang pasak. Namun demikian, panjang yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya. jika terdapat pembatasan pada ukuran naaf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standart atau diameter poros perlu dikoreksi.
2.5 Baling-baling/ Fan
Alasan yang mendasar dalam menentukan jenis baling-baling yang digunakan dalam proses pengadukan harus memenuhi faktor-faktor seperti berat jenis fluida, kecepatan jenis fluida, viskositas fluida, dan kecepatan putaran. karena jika berbeda berat jenis ( ) kerapatan jenis fluida ( ), viskositas fluida ( ), dan kecepatan putaran. maka berbeda pula jenis-jenis baling-baling yang kita pergunakan. Dimana baling-baling tersebut harus dapat menghasilkan turbulensi atau putaran air dalam tangki olahan yang baik untuk proses pencampuran dengan bantuan elekro motor daya yang ditransmisikan kebaling-baling adalah hasil pengurangan daya input elektro motor dikurangi dengan faktor kehilangan energi dalam tangki olahan. tegangan yang terjadi dalam baling-baling sama besarnya dengan tegangan
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi pada as/ shatf pada spindel. Tetapi sumber tegangan dari baling-baling sebab baling-baling merupakan elemen beban terhadap elektro motor, spindel, as/shatf.
2.5.1 Jenis/ Tipe Baling-baling
Dalam menentukan jenis baling -baling yang digunakan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti berat jenis ( ) kerapatan jenis fluida ( ), viskositas fluida ( ) dan kecepatan putaran (rpm). beberapa jenis baling-baling yang biasa digunakan dalam proses pencampuran ialah : a. Plat Blade (Baling-baling bilah datar)
Biasanya digunakan dengan kecepatan putaran berkisar antara 600-900 rpm, dan diletakkan tidak terlalu dekat dengan kedasar tangki olahan, yang terdapat pada gambar 2.5.a. b. Disk Flak Blade (Baling – baling cakram dengan bilah datar)
digunakan untuk keperluan laboratorium karena pencampurannya merata dengan menggunakan kecepatan perputaran yang tinggi, begitu juga dengan kebutuhan daya perputarannya, seperti terdapat pada gambar 2.5.b c. Pitchen Vane (Baling – baling Radial)
Merupakan jenis adatasasi dari baling-baling jenis cakram. jenis ini menggunakan jenis bilah yang vertikal. biasanya sangat ekonomis untuk kecepatan tinggi tanpa memerlukan daya yang besar. seperti terdapat pada gambar 2.5.c d. Curved Blade (Baling – baling lengkung)
biasanya disebut dengan back swept, karena jika berputar baling-baling jenis ini akan menekan fluida ke dinding tangki olahan agar proses pencampuran merata.
Universitas Sumatera Utara
jenis biasa digunakan untuk mengurangi tegangan geser dari baling-baling. seperti terdapat pada gambar 2.5.d e. Titled Blade (Baling-baling Bilah Datar Miring)
Baling-baling jenis ini sama dengan baling-baling bilah datar atau plat blade, tetapi jenis ini didesain agar terpasang miring terhadap tangki olahan. seperti terdapat pada gambar 2.5.e f. Shrouded Blade ( Baling – baling Bilah Vertikal Horizontal)
Baling-baling jenis ini merupakan kombinasi antara bilah datar/ vertikal dengan bilah horizontal (seperti terdapat pada baling-baling jenis radial). biasanya diletakkan hampir dekat kepermukaan fluida untuk menghasilkan pusingan air yang berguan untuk pencampuran. seperti terdapat pada gambar 2.5.f g. Pitched Blade ( Baling – baling Pilin)
Memiliki karakteristik radial dan aksial. biasanya diletakkan hampir kedasar tangki olahan dengan sudut standart pilinan 45 0 . Jenis ini juga biasa dikenal dengan tipe fan. seperti terdapat pada gambar 2.5.g h. Pitched Curved Blade (Baling-baling Pilin Lengkung)
Jenis ini merupakan kombinasi antara baling-baling pilin dengan baling-baling lengkung. biasanya digunakan untuk aplikasi khusus, karena memerlukan biaya yang besar dan konstruksinya yang rumit. seperti terdapat pada gambar 2.5. h i.
Arrowhead Blade (Baling –baling Searca)
Pada baling-baling jenis ini arah putaran biasanya disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu pencampuran. karen jenios ini biasanya diletakkan pada fluida yang mempunyai arah dan arus aliran seperti terdapat pada gambar 2.5.i
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Jenis/Type baling-baling
Universitas Sumatera Utara