12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Belanja
Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah dengan pendapatan perkapita sebagai variabel memoderasi. Penjabaran teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan tambahan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1
Belanja Modal Pemerintah Daerah Belanja
adalah
semua
pengeluaran
dari
rekening
kas
umum
Negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah (PSAP No.2, Paragraf 7). Menurut Erlina dan Rasdianto (2012) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi
manfaat
lebih
dari
satu
periode
akuntansi.Besaran
nilai
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006).Dalam Lampiran III PMK No. 101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan bangunan, Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya dan Belanja Modal Badan Layanan Umum (BLU). Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Belanja
12 Universitas Sumatera Utara
13
modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005). Sedangkan menurut Peraturan Menteri dalam negeri nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana telah diubah dengan permendagri No.59 tahun 2007 dan perubahaan kedua dengan peraturan menteri dalam negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua.Belanja daerah didefenisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Istilah belanja terdapat dalam laporan realisasi anggaran, Karena dalam penyusunan laporan realisasi anggaran masih menggunakan basis kas. Menurut IASC Framework (Halim, 2002 : 73), “biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi aset, atau terjadinya hutang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selan yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefenisikan belanja modal sebagai pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang member manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal yang merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Dalam menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
14
anggaran belanja modal dalam APBD.Alokasi belanja modal ini didasari pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas public. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan public yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan.Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Secara teori ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap yaitu dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli.Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup sulit. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau
Universitas Sumatera Utara
15
bidang tertentu yang dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan perundang – undangan. Dengan demikian Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran. Anggaran Belanja Daerah terdiri dari dua komponen utama yaitu terdiri dari : 1.
Belanja langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Jenis belanja langsung dapat diukur dengan hasil daru suatu program dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil
tersebut
yaitu
belanja
pegawai
untuk
membayar
honorarium/upah kerja, belanja barang dan jasa dan belanja modal. 2.
Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
tidak
langsung
dengan
pelaksanaan
program
dan
kegiatan.Jenis belanja tidak langsung ini dapat diukur dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari suatu program dan kegiatan seperti belanja pegawai untuk membayar gaji dan tunjangan PNS, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Straub (2008) menjelaskan bahwa teori pertumbuhan modern menekankan kemungkinan peran belanja modal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dengan adanya otonomi daerah maka setiap daerah mempunyai kewenangan sendiri dalam mengurus atau mengatur pemerintahan di luar pemerintah pusat sebagaimana yang telah dimuat atau ditetapkan dalam undangundang. Dengan adanya kewenangan tersebut maka daerah juga berwenang dalam membuat kebijakan daerah guna menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka pendapatan asli daerah juga harus dapat menopang kebutuhan-kebutuhan daerah (belanja daerah) bahkan diharapkan setiap tahunnya akan selalu meningkat. Dan setiap daerah diberi keleluasaan dalam menggali potensi pendapatan asli daerahnya. Menurut Yuwono dkk (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.Menurut Halim (2001), PAD adalah penerimaaan daerah yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan 8 perundang-undangan yang berlaku. Menurut bastian (2001:49), menyatakan bahwa pendapatan asli daerah merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam. Menurut Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pasal 157 UU No.32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber PAD terdiri dari pajak daerah,retribusi daerah, hasil
Universitas Sumatera Utara
17
pengelolaan kekayaan daerah dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Menurut UU No.33 Tahun 2004, Pasal 1, “PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku”PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.Bratakusumah(2003),PAD sebagai pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan untuk guna membiayai kegiatankegiatan daerah tersebut. Menurut Halim (2007: 107) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Dengan demikian, pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari : 1) Pajak daerah. 2) Retribusi daerah. 3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan. 4) Lain – lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Widjaja (2005;74), PAD terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
18
kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.Menurut Mardiasmo (2002:132), PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah. Dalam rangka meningkatkan PAD pemerintah daerah dilarang : a. Menetapkan
peraturan
daerah
tentang pendapatan
yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan, b. Menetapkan
peraturan
daerah
tentang pendapatan
yang
menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor/ekspor. Dengan demikian, peranan sangat diharapkan pendapatan asli daerah dapat memberikan pengaruh positif terhadap belanja modal, dan sekaligus dapat menjadi alternatif pendanaan untuk penyediaan prasarana dan sarana pelayanan di masing- masing daerah.Hal ini berbanding lurus dengan prinsip penggunaan hasil pungutan retribusi menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa pemanfaatan dari penerimaan setiap jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dalam penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. Pemerintah perlu memerhatikan sarana dan prasarana yang perlu dibuat dan dikembangkan sesuai ketentuan yang berlaku.Dengan adanya sarana dan prasarana yang mencukupi sehingga memberikan peluang investasi yang baik untuk daerah tersebut sekaligus menjadi wadah lapangan pekerjaan sehingga dapat menurunkan angka/persentase masyarakat-masyarakat pengangguran di
Universitas Sumatera Utara
19
daerah tersebut yang dapat menyebabkan meningkatnya pendapatan masyarakat di daerah tersebut.
2.1.2.1 Pajak Daerah Menurut Yani (2002: 45) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daearah dan pembangunan daerah. Menurut Kesit (2003: 2) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan – undangan yang berlaku, yang dipaksakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dengan demikian, pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah. Wewenang pungutan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah.Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak yang dikelola daerah ada dua jenis : 1.
Pajak provinsi, terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
20
1). Pajak kendaraan bermotor. 2). Pajak bea balik nama kendaraan bermotor. 3). Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 4). Pajak air permukaan. 5). Pajak rokok. 2. Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari : 1). Pajak hotel. 2). Pajak restoran. 3). Pajak hiburan. 4). Pajak reklame. 5). Pajak penerangan jalan. 6). Pajak mineral bukan logam dan batuan. 7). Pajak parkir. 8). Pajak air tanah. 9). Pajak sarang burung walet. 10). Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. 11). Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. 2.1.2.2 Retribusi Daerah Menurut
Siahaan
(2005: 5)menyatakan
bahwa
retribusi
adalah
pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan”. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undangan – Undangan Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai
Universitas Sumatera Utara
21
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dengan demikian
Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang
dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyaraakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak padayang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Ciri – ciri retribusi ada empatyaitu : 1.
Retribusi dipungut oleh negara.
2.
Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis.
3.
Adanya kontra prestasi secara langsung dapat ditunjuk.
4.
Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengeyam jasa – jasa yang disediakan oleh negara.
Berdasarkan uraian diatas kita dapat mengelompokkan retribusi menjadi tiga kelompok yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan dan diuraikan sebagai berikut: 1.
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan.
Universitas Sumatera Utara
22
2.
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat diesediakan oleh swasta, meliputi pelayanan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
3.
Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
2.1.2.3 Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah mengurangi
campur tangan pemerintah pusat
dalam
adalah untuk
pengelolaan roda
pemerintahan daerah seperti pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sektor industri. Dengan
adanya
otonomi
daerah
diharapkan
meningkatkan pendapatan asli daerahnya
pemerintah
daerah
dapat
Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
23
1.
Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah / BUMD.
2.
Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah / BUMN.
3.
Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
24
2.1.2.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber – sumber pendapatan lainnya yaitu lain – lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis – jenis lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri dari: 1.
Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan.
2.
Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
3.
Jasa giro.
4.
Bunga deposito.
5.
Penerimaan atas tuntutan ganti rugi.
6.
Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asli.
7.
Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8.
Pendapatan denda pajak dan denda retribusi.
9.
Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
10. Pendapatan dari pengembalian. 11. Fasilitas sosial dan fasilitas umum. 12. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 13. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Universitas Sumatera Utara
25
2.1.3
Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 20). Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengandung pengertian bahwa pengalokasian Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. Menurut Bird dan Vaillancourt (2000:42), banyak Negara menggunakan system bagi hasil pajak dengan mendistribusikan suatu persentase tetap pajak-pajak nasional tertentu, misalnya pajak pendapatan atau pajak pertambahan nilai ke pemerintah daerah.Sidik et.al (2004:95) mengatakan, untuk menambah pendapatan daerah dalam rangka pembiayaan pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya dilakukan dengan pola bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak (SDA) antara pusat dan daerah. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008: 44) menjelaskan, Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya, meliputi penerimaan pajak pusat dan penerimaan dari sumber daya alam. Bagian daerah dari pajak maupun sumber daya alam tersebut telah ditetapkan besarnya berdasarkan suatu persentase tertentu. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak, terdiri dari: 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
26
sumber daya alam, berasal dari: 1) kehutanan; 2) pertambangan umum; 3) perikanan; 4) pertambangan gas bumi; dan 5) pertambangan panas bumi. Dana Bagi Hasil (revenue sharing) belum menyentuh seluruh sumbersumber daya potensial yang diperoleh dari daerah kabupaten/kota baik berupa pajak, antara lain; PPN, PPh Pasal 25/29 Badan, dan jenis pajak lainnya, maupun dari sumber daya alam, yang secara umum masih tetap dikuasai oleh pemerintah pusat sebagai penerimaan dalam negeri pada APBN. Dalam hal yang sama, Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008:44) menegaskan, salah satu jenis pajak yang penting adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang sampai saat ini secara formal dimiliki sepenuhnya oleh pusat. Dalam jangka panjang, diharapkan ada pembagian jenis PPN yang dimiliki pusat dan yang dimiliki daderah. Pembagian wewenang ini tentumnya mempertimbangkan jenis komoditi/jasa yang dipungut PPN-nya, pada tingkat pemerintahan mana pengelolaan ini akan optimal dan bagaimana mekanisme bagi hasilnya jika ada.
2.1.4
Dana Alokasi Umum Menurut Brojonegoro dan C Risyana dalam Sidik, et, al (2002: 155)
menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya sangat signifikan dimana penggunaanya menjadi kewenagan daerah . Menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Umumuntuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaran umum pemerintahan yang formula dan perhitungan DAUnya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.
Universitas Sumatera Utara
27
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan daerah “menyebutkan bahwa DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam proses rencana pelaksanaan desentralisasi.Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk DAU, DAK, dan DBH, sedangkan porsi PAD masih relative kecil (Mardiasmo,2002). Menurut Kurniawan (2010) mengatakan bahwa DAU bersifat block grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan)seperti halnya hibah kategori. Mengacu PP No.104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan bahwa tujuan DAU terutama adalah untuk : (a) horizontal equity dan (b) sufficiency. Tujuan horizontal equity merupakan suatu kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah.Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kewenangan, beban, dan standar pelayanan minimum (Mardiasmo,2002). Henley et al (2007) dalam Mardiasmo (2004:157),mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat dalam memberikan dana bantuan berbentuk grant kepada pemerintah daerah, yaitu: a. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah (geographical equit) b. Untuk meningkatkan akuntanbilitas (promote accountability)
Universitas Sumatera Utara
28
c. Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif.Pajak daerah cenderung kurang progresif, membenani tariff pajak yang tinggi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah; d. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah.Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah. Dengan demikian Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum merupakan jenis transfer dana antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang tidak terkait dengan program pengeluaran tertentu. Tujuan Dana alokasi umum adalah untuk mengatasi kesenjangan fiskal keuangan antara pemerintah pusat dan ketimpangan horizontal antar pemerintah daerah karena ketidakmerataan sumber daya yang ada pada masing – masing daerah. Pada umumnya ada dua jenis grant yang diperoleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat yaitu: (1) block grant (DAU) dan (2) specific grant (DAK). Dalam rangka meningkatkan local discretion, grant yang diberikan oleh pemerintah pusat lebih banyak bersifat block grant, bukan specific grant.Dana alokasi umum bersifat “block Grant” yang berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam
Universitas Sumatera Utara
29
menghitung dana alokasi umum suatu daerah ada beberapa ketentuan yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang – kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing – masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. 3. Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh kota. Dalam penyusunannya, rumus dana alokasi umum mengacu pada beberapa prinsip dasar agar rumus yang dipakai memenuhi beberapa aspek, seperti aspek legalitas hukum, aspek akademis
dan aspek implementasi di
lapangan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Norma hukum dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR menjadi dasar implementasi dana perimbangan. Dalam pembuatan rumus dana alokasi umum harus memenuhi kaidah-kaidah dasar yang telah dicantumkan dalam undang-undang nomor 33 Tahun 2004. Salah saru kaidah yang terpenting adalah bahwa dana alokasi umum dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan bobot daerah.
Universitas Sumatera Utara
30
Sementara
itu
bobot
daerah
itu
harus
dirumuskan
dengan
menggunakan suatu formula yang didasarkan atas pertimbangan kebutuhan dan potensi daerah. 2. Hubungan antara kebutuhan dan potensi daerah harus jelas. Daerah yang relatif lebih maju dan mampu berdiri sendiri bila dibandingkan dengan daerah lain, maka daerah tersebut akan memerlukan bantuan dari pusat relatif lebih kecil. Daerah yang lebih maju pada umumnya mempunyai pendapatan asli daerah dan bagi hasil pajak dan bukan pajak (sumber daya alam) yang relatif lebih besar. Oleh karena itu, dalam perumusannya formula dana alokasi umum disepakati bahwa daerah yang akan memperoleh dana alokasi umum adalah daerah yang memerlukan pembiayaan kebutuhan daerah, tetapi tidak mampu membiayai selesih antara kebutuhan daerah dengan potensinya. 3. Rumus untuk menentukan alokasi dana alokasi umum harus mudah dipahami dan logis. Rumus dana alokasi umum didasarkan atas formula yang sederhana, mudah dipahami dan juga mudah dihitung oleh daerah bila data tersedia. Selain itu rumus tersebut harus logis. Artinya memenuhi kaidah-kaidah prinsip teori maupun UU No. 33 Tahun 2004, serta tidak mempertentangkan prinsip yang satu dengan yang lain (konsisten). 4. Rumus didasarkan atas variabel-variabel yang datanya tersedia akurat. Formula alokasi dana alokasi umum harus memiliki variabel-variabel yang datanya terdapat di setiap daerah dan selain itu data tersebut berasal dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
31
Berdasarkan uraian diatas maka alir pemikiran dalam penyususnan formula dana alokasi umum dapat digambarkan dalam suatu bagan sebagai berikut:
Potensi Penerimaan – Potensi Industri – Potensi SDA – Potensi SDM – PDRB
Variabel Potensi – PDRB Industri dan jasa– Bagi hasil DSA PBB dan BPHTB Formula DAU
Amanat UU 25/1999 Perimbangan keuangan pusat dan daerah
Kebutuhan Fiskal – Jumlah Penduduk – Luas Wilayah – Keadaan geografi – Penduduk Miskin
Variabel Kebutuhan– Jumlah penduduk – Luas wilayah – Kepadatan Penduduk – Property gap atau jarak
Gambar 2.1 Proses Penerapan Variabel dan Rumus DAU Sumber: Sidik, et al. Dana Alokasi Umum, 2002
2.1.5
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada daerah dengan tujuan membantu membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaksudkan sebagai daerah tertentu adalah
Universitas Sumatera Utara
32
daerah – daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.Menurut Widjaja (2005:75), DAK adalah dana bantuan yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada
daerah
untuk
membantu
membiayai
kebutuhan
tertentu/khusus yaitu : a. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum dan atau b. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional dialokasikan berdasarkan usulan daerah. Sektor kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh DAK meliputi biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis. Menurut website www.depkeu.djpk.go.id kebijakan DAK secara spesifik bertujuan: 1.
Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.
2.
Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan Negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah parawisata.
3.
Mendorong peningkatan produktifitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanana, serta infrastruktur.
Universitas Sumatera Utara
33
4.
Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
5.
Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam suatu satu kesatuan system yang terpadu melalui kegiatan khusus dibidang infrastruktur.
6.
Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.
7.
Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintah.
8.
Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen
Pendidikan
Nasional
dan
Departemen
Kesehatan. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan-kegiatan investasi dalam pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang lebih panjang, termasuk pengadaan sarana fisik pendukung. Dengan adanya pengalokasian anggaran belanja modal, karena
Universitas Sumatera Utara
34
DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. Pengalokasian danaalokasi khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran dana alokasi khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun. Dana alokasi khusus digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau peningkatan prasarana dan fisik dengan unsur ekonomis yang panjang.Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasiaan dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas yang tidak melebihi3 tahun. Persyaratan untuk memperoleh dana alokasi khusus yaitu sebagai berikut: 1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Penerimaan yang Sah 2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan (dikecualikan untuk DAK Reboisasi) 3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/Instansi terkait
2.1.6
Luas Wilayah Luas wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan
kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana daerah sesuai dengan penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.Maksudnya semakin besar luas
Universitas Sumatera Utara
35
wilayah suatu daerah pemerintahan maka semakin banyak juga sarana dan prasarana yangf harus disediakan Pemerintah Daerah agar tersedia pelayanan public yang baik.Dikaitkan dengan pemekaran daerah maka luas wilayah kemungkinan erat kaitannya dengan penganggaran belanja modal. Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran tentunya berupaya membangun daerahnya dengan berbagai fasilitas layanan public yang lebih layak terutama di wilayahwilayah yang belum menikmati pembangunan layanan public seperti Rumah Sakit/
Puskesmas,
Gedung
sekolah,
pembuatan
tower
telekomunikasi,
pembangunan pasar-pasar tempat berdagang, pembukaan jalur perhubungan berupa dermaga atau jalan-jalan kota yang memudahkan mobilitas masyarakat terutama dari wilayah-wilayah yang belum terjangkau permerintah sebelumnya. Jadi semakin luas daerah yang perlu dibangun maka semakin besar belanja modal/ pengalokasian danayang harus dianggarkan. Penyediaan prasarana berdasarkan wilayah ini tidak lepas juga kaitannya dengan penyebaran penduduk di wilayah tersebut.Semakin banyak jumlah penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang disediakan Pemerintah Daerah. Sebaliknya semakin baik prasarana dan sarana yang disediakan disuatu wilayah akan menarik penduduk untuk berdomisili di wilayah tersebut. Dimana ada penduduk maka disana terjadi kegiatan ekonomi.Jika kegiatan ekonomi masyarakat berkembang dengan baik maka kesejahteraan masyarakat di daerah setempat juga meningkat.Hal ini terkait dengan teori dasardasar ekonomi wilayah yaitu efesiensi dan keadilan.Efesiensi pembangunan wilayah untuk menunjang alokasi sumber daya secara efektif di berbagai wilayah, hal ini berkaitan dengan persoalan bagaimana memanfaatkan sumber daya secara
Universitas Sumatera Utara
36
lebih baik.Keadilan artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk membantu wilayah-wilayah yang kurang maju. Karena penduduk mempunyai mobilitas, maka upaya terbaik adalah membantu penduduk yang kurang makmur yang tinggal di suatu wilayah tertentu agar berani pindah ke wilayah lain( Adisasmita, 2005)
2.2
Review Peneliti Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, antara
lain sebagai berikut: 1. Penelitian Sudarwadi (2015) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2014), menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah(PAD) dan Dana Alokasi Umum(DAU) berpengaruh terhadap Belanja Modal, sementara Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. 2. Penelitian Dwirandra(2014) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Pemoderasi, menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan pada Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan pada Belanja Modal, serta Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan dan mampu memoderasi pengaruh Pendapatan Asli Daerah pada Belanja Modal. 3. Penelitian Maryadi(2014) tentang Pengaruh PAD, DAU, DBH, SILPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
37
mempunyai hasil penelitian bahwa DAU memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan Alokasi Belanja Modal. PAD, DBH DAN SILPA memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal, Luas Wilayah memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal. 4. Penelitian Dewi dan suyanto(2013) tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK terhadap Belanja Modal pada provinsi Jawa Tengah menyimpulkan Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. PAD dan DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan DAK secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. 5. Penelitian Meianto et al (2013) tentang Pengaruh DAU, DAK, PAD dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Luas Wilayah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan DAU dan DAK tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. 6. Penelitian Pradita (2013) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur, menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh tidak signifikan terhadap Belanja Modal, sementara Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. 7. Penelitian Arwati dan Hadiati (2013) tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap
Universitas Sumatera Utara
38
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa secara simultan, Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal, sedngkan Pertumbuhan Ekonomi dan DAU tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. 8. Penelitian Mawarni, et.al (2013) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal serta Dampaknya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi, DAU berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal dan berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sementara Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. 9. Penelitian Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012) tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendpatan Asli Daerah(PAD), SILPA, dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal menyimpulkan bahwa secara simultan DAU, PAD, SILPA, dan Luas Wilayah Mempengaruhi Alokasi Belanja Modal. Secara Parsial.DAU tidak berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal; smentara PAD, SILPA dan Luas Wilayah memiliki pengaruh terhadap alokasi Belanja Modal. 10. Penelitian Oktriniatmaja (2011) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa,
Universitas Sumatera Utara
39
Bali dan Nusa Tenggara, menyimpulkan bahwa PAD, DAU, dan DAK berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja Modal baik secara parsial maupun secara simultan. 11. Penelitian Putro (2011) tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Provinsi Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal sedangkan DAU berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal. 12. Penelitian Anggiat Situngkir (2008) tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal serta Pertumbuhan Ekonomi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. 13. Penelitian Tuasikal (2008) tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, menyimpulkan bahwa secara simultan DAU, DAK, PAD, dan PDRB berpengaruh terhadap Belanja Modal; dan secara parsial, DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap Belanja Modal. 14. Penelitian
Darwanto
dan
Yustikasari
(2007)
tentang
Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal,
Universitas Sumatera Utara
40
menyimpulkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh Positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Yang Digunakan
Hasil Penelitian
Hustianto Sudarwadi (2015)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di provinsi Papua Barat
Dependen: Belanja Modal Independen: -PAD -DAU -DAK
PAD dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal DAK tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal
Dwiranda (2014)
Pengaruh PAD pada Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Moderating di Kabupaten/Kota Di provinsi Bali
Dependen : Belanja Modal Independen: PAD Moderating: Pertumbuhan Ekonomi
1.PAD berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifkan pada Belanja Modal. 2. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan dan mampu memoderasi PAD pada Belanja Modal tetapi dengan intensitas dan arah berlawanan.
Maryadi (2014)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), SILPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten./ Kota di Indonesia
Dependen: Belanja Modal Independen: -PAD -DAU -DBH -SILPA -Luas Wilayah
DAU memiliki hubungan negarif dan tidak signifikan dengan variabel alokasi Belanja Modal. - PAD, DBH, dan SILPA memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap alokasi Belanja Modal. - Luas Wilayah memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap alokasi Belanja Modal.
Universitas Sumatera Utara
41
Dewi dan suyanto (2013)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD,DAU, DAK Terhadap Belanja Modal Pada provinsi Jawa Tengah
Dependen: Belanja Modal Independen: -Pertumbuhan Ekonomi -PAD -DAU -DAK
Meianto et.al (2013)
Pengaruh DAU,DAK,PAD dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di sumatera Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah ,Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Dependen: Belanja Modal Independen: -PAD -DAU -DAK -Luas Wilayah
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum serta dampaknya terhadap pertumbuhan Ekonomi Daerah (studi pada kabupaten dan kota di Aceh
Rizanda Ratna Pradita (2013)
Dini Arwati dan Novita Hadiati (2013)
Mawarni, Darwanis, dan Abdullah Syukriy (2013)
Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. -PAD dan DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan DAK secara tidak berpengaruh terhadap signifikan terhadap Belanja Modal. -Pendapatan Asli Daerah dan Luas Wilayah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal sedangkan DAU dan DAK tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Dependen: Belanja Modal Independen: -PAD -DAU
-PAD berpengaruh tidak signifikan terhadap Belanja Modal. -DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Dependen: Belanja Modal Independen: -Pertumbuhan Ekonomi -PAD -DAU
-secara simultan Pertumbuhan Ekonomi PAD dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal -secara parsial, PAD berpengaruh signifkan terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan DAU tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Dependen: -Belanja Modal -Pertumbuhan Ekonomi Independen: -PAD -DAU
-PAD berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi. -DAU berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal dan berpengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi -Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
42
Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012)
Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), SILPA dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten./ Kota di Indonesia Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,dan Dana Alokasi Khusus terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa,Bali dan Nusa Tenggara
Dependen: Belanja Modal Independen: -DAU -PAD -SILPA -Luas Wilayah
-Secara simultan, DAU,PAD,SILPA dan Luas Wilayah mempengaruhi alokasi Belanja Modal. -secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal; sementara PAD, SILPA dan Luas Wilayah memiliki pengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
Dependen: Belanja Modal Independen: -PAD -DAU -DAK
PAD, DAU, DAK berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal baik secara parsial maupun secara simultan
Putro (2011)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD,DAU, DAK Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada provinsi Jawa Tengah
Dependen: Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Independen: -Pertumbuhan Ekonomi -PAD -DAU
Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal sedangkan DAU berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanj Modal
Anggiat Situngkir (2008)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD,DAU, DAK Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara
Dependen: Anggaran Belanja Modal Independen: -Pertumbuhan Ekonomi -PAD -DAU -DAK
-Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.. -Pertumbuhan Ekonomi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
Rini Oktriniatmaja (2011)
Universitas Sumatera Utara
43
Askam Tuasikal (2008)
Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007)
Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah(PAD), Dana Alokasi Umum(DAU), Dana Alokasi Khusus(DAK) Terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi JawaBali
Dependen: Belanja Modal Independen: -DAU -DAK - PDRB
Dependen: Anggaran Belanja Modal Independen: -Pertumbuhan Ekonomi -PAD -DAU -DAK
-Secara simultan, DAU, DAK, PAD,PDRB berpengaruh terhadap Belanja Modal. -secara parsial DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal; sedangkan PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap Belanja Modal. - PAD, dan DAU,berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. -Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Universitas Sumatera Utara