BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa tambahan membentuk massa padat (SK – SNI – T – 1991 – 03). Beton normal memiliki berat jenis 2300 – 2400 kg/m3, nilai kekuatan, dan daya tahan (durability) beton terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya. Beberapa hal itu dapat menghasilkan beton yang memberikan kelecakan (workability) dan konsistensi dalam pengerjaan beton, ketahanan terhadap korosi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dll) dan dapat memenuhi uji kuat tekan yang direncanakan (Dipohusodo, 1994). Beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari masing – masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. Kekuatan beton akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Berdasarkan standar, karakteristik kuat tekan beton ditentukan ketika beton telah berumur 28 hari, karena kekuatan beton akan naik secara cepat atau linier sampai umur 28 hari. Sifat beton yang meliputi : mudah diaduk, disalurkan, dicor, dipadatkan dan diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan adukan dan mutu beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton yaitu (Mulyono, 2005) : 1.
Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
2.
Mampu memikul beban yang berat.
3.
Tahan terhadap temperatur tinggi.
4.
Biaya pemeliharaan yang murah.
5.
Bentuk yang dibuat sulit untuk diubah.
4
6.
Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
7.
Berat.
8.
Daya pantul suara yang besar.
2.2
Beton Ringan Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan
daripada beton pada umumnya. Beton ringan dapat dibuat dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan agregat ringan (fly ash, batu apung, kulit kerang, dll), campuran antara semen, silika, pozolan, atau semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara. Agregat yang digunakan untuk memproduksi beton ringan merupakan agregat ringan juga. Terminolog ASTM C.125 mendefinisikan bahwa agregat ringan adalah agregat yang digunakan untuk menghasilkan beton ringan, meliputi batu apung, scoria, vulkanik cinder, tuff, expanded, atau hasil pembakaran lempung, shale, slte, shele, perlit, atau slag atau hasil batubara dan hasil residu pembakarannya (Mulyono, 2005). Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m³. Karena itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi. Teknologi bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete) atau sering disebut juga (Auto Aerated Concrete). Keuntungan dari beton ringan antara lain memiliki nilai tahanan panas (thermal insulator) yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api (fire resistant). Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya (compressive strength) lebih kecil dibanding dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaannya untuk struktural (Sumarno, 2010). Beton Ringan (Lightweight Concrete), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan antara lain sebagai berikut (Tjokrodimuljono, 1996) : 1.
Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori – pori udara di dalam betonnya. Salah satu
5
cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium kedalam campuran adukan beton. 2.
Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.
3.
Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir.
Menurut Tjokrodimuljo secara umum pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu: 1.
Untuk non struktur dengan nilai massa jenis antara 240 – 800 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau dinding isolasi.
2.
Untuk struktur ringan dengan nilai massa jenis antara 800 – 1400 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan untuk dinding memikul beban.
3.
Untuk struktur dengan nilai massa jenis antara 1400 – 1800 kg/m3 dan kuat tekan > 17 MPa digunakan sebagai beton normal.
Menurut Dobrowolski dikutip dari (Wahyuni, 2010) pembagian beton menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas: 1.
Beton dengan massa jenis rendah (Low-Density Concretes) dengan nilai massa jenis 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
2.
Beton dengan kekuatan menengah (Moderate – Trength Lighweight Concretes) dengan nilai massa jenis 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa.
3.
Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai massa jenis 1440 - 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
6
Menurut Neville and Brooks dikutip dari (Wahyuni, 2010) pembagian beton menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas: 1.
Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concretes) dengan nilai massa jenis 1400 - 1800 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17 MPa.
2.
Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concretes) dengan nilai massa jenis 500 - 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 7 – 14 MPa.
3.
Beton ringan untuk penahan panas (Insulating Concretes) dengan nilai massa jenis < 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,7 – 7 MPa. Menurut SNI 03 – 2847 – 2013, beton yang mengandung agregat beton
ringan dan berat volume setimbang (equilibrium density), sebagaimana ditetapkan oleh ASTM C567, antara 1140 – 1840 kg/m3.
2.3
Beton Kertas Beton kertas (papercrete) adalah beton yang terbuat dari campuran antara
semen, pasir dan kertas daur ulang. Beton kertas (papercrete) merupakan suatu material yang terbuat dari campuran kertas dengan semen Portland (Rahmadhon, 2009). Kertas yang digunakan adalah kertas bekas yang diolah menjadi bubur kertas dengan tujuan mempermudah proses pengadukan campuran. Bubur kertas memiliki beberapa senyawa oksida seperti Silikon Dioksida (SiO2) sebesar 2,35%, Alumunium Oksida (Al2O3) 7,70%, Magnesium oksida (MgO) 3,62%, Kalsium Oksida (CaO) 56,38%, Ferri Oksida (Fe2O3) 1,68%, dimana oksida – oksida tersebut merupakan bahan dasar untuk membuat produk klinker semen seperti Tricalsium Silicate (C3S = CaO.SiO2), Dicalsium Silicate (C2S = 2CaO.SiO2), Tricalsium Aluminate (C3A = 3CaO.Al2O3) dan Tetracalsium Aluminate Ferrit (C4AF = 4CaO.Al2O3. Fe2O3). Senyawa yang paling dominan adalah Kalsium Oksida (CaO) sebesar 56,38%, air (H2O) 16,11%, Sulfur Trioksida (SO3) 11,26% (Norman, dan Juis, 2009). Semakin banyak bubur kertas yang dicampurkan pada beton maka semakin kecil nilai berat/volume, jadi beton semakin ringan. Penambahan bubur kertas yang disertai pengurangan pasir dalam beton menunjukkan nilai berat beton yang semakin kecil. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor penyusun, salah
7
satunya adalah berat jenis. Berat jenis pasir dan kerikil sekitar 2,1 - 2,2 gr/cm3 lebih besar daripada berat jenis bubur kertas 1,24 gr/cm3 (Hardiani dan Sugesty, 2009). Penambahan limbah padat (sludge) pada beton cenderung akan menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di dalam sludge akan terlepas pada saat proses pengeringan dan waktu pengeringan yang optimal adalah selama 28 hari, apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh terhadap nilai densitas beton tidak terlalu signifikan (Maidayani, 2009).
2.4
Fiberglass Fiberglass adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis
tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun menjadi kain, yang kemudian diresapi dengan resin sehingga menjadi bahan yang kuat dan tahan korosi untuk digunakan sebagai badan mobil dan badan kapal (http://id.wikipedia.org/wiki/Kaca_serat). Setiap helai serat kaca yang terstruktur memiliki sifat kaku dan kuat dalam proses peregangan dan saat melalui proses kompresi atau pemberian tekanan di sepanjang
sumbunya.
Berikut
adalah
spesifikasi
dari
fiberglass
(http://fcfibreglass.com/fiberglass-serat-kaca/). Menurut ACI 544.2R – 82, panjang fiberglass panjang penggunaan serat pada beton adalah L/d < 100, tetapi juga dilihat dari efektivitas fiberglass tersebut. Apabila panjang fiberglass terlalu pendek maka efektivitas dari penggunaan fiberglass akan berkurang, dan apabila panjang fiberglass terlalu panjang maka fiberglass tersebut tidak menyebar rata dan akan menggumpal pada suatu tempat. Oleh karena itu digunakan panjang fiberglass yang efektif adalah 5 – 6 cm.
Tabel 2.1 Spesifikasi fiberglass Bahan Polyester resin ( tidak diperkuat)
Gravity
Kekuatan
Kekuatan
Spesifik
Regangan (MPa)
Tekanan (MPa)
1,28
55
140
8
Tabel 2.1 (lanjutan) Gravity
Kekuatan
Kekuatan
Spesifik
Regangan (MPa)
Tekanan (MPa)
1,4
100
150
1,6
250
150
1,7
300
250
1,9
800
350
E – Glass Epoxy Composite
1,99
1770 (257 ksi)
N/A
S – Glass Epoxy Composite
1,95
2358 (342 ksi)
N/A
Bahan Polyester dengan laminasi Chopped Strand Mat 30 % E – Glass Polyester dengan laminasi Woven Rovings 45 % E – Glass Polyester dengan laminasi Satin Weave Cloth 55 % E – Glass Polyester dengan laminasi Continous Rovings 70 % E – Glass
2.5
Agregat Halus Agregat halus adalah berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami
dari batu – batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat – alat pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 5,0 mm (SK SNI T–15–1990–03). Menurut SNI 03–2847–2013 untuk kehalusan, kebersihan, kandungan organic, bentuk agregat dan lain – lain harus memenuhi ketentuan ASTM C – 31.
2.6
Semen Portland Semen adalah bahan jadi yang mengeras dengan adanya air (semen
hidrolis) yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen – fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Nurlina, 2011). Pada semen portland (PC) yang sering digunakan pada suatu konstruksi, memiliki kandungan didalamnya, antara lain : 1.
Kapur (CaO) memiliki kandungan sebesar 60 – 65%.
2.
Silika (SiO2) memiliki kandungan sebesar 20 – 25%.
3.
Oksida besi dan aluminium (Fe2O3 dan Al2O5) meiliki kandungan sebesar 7 – 12%.
9
2.7
Air Air sangat diperlukan dalam pembuatan beton agar terjadi proses reaksi
antara semen dan air untuk membasahi agregat dan memudahkan proses pengerjaan beton. Air yang digunakan umumnya adalah air minum, karena tidak mengandung senyawa – senyawa yang berbahaya seperti garam, minyak, gula, dan bahan kimia lainnya yang dapat merusak beton. Proporsi air dalam campuran beton harus diperhatikan. Apabila proporsi air yang digunakan sedikit maka proses hidrasi antara semen dan air tidak seluruhnya selesai, sehingga menyebabkan kelemasan beton kurang dan akan menyulitkan dalam proses pengerjaan. Sedangkan apabila proporsi air terlalu banyak akan menyebabkan gelembung – gelembung air setelah proses hidrasi selesai dan menyebabkan kekuatan beton menjadi kurang. Proporsi air tersebut dinyatakan dengan istilah faktor air semen, yang dapat dihitung dengan membagi berat air dengan berat semen.
2.8
Faktor Air Semen Faktor air semen adalah perbandingan banyaknya air kecuali yang terserap
agregat, terhadap banyaknya semen dalam adukan beton (Subakti,1994). Semakin tinggi f.a.s yang digunakan semakin rendah mutu kekuatan beton, tetapi semakin rendah f.a.s yang digunakan tidak dapat dipastikan akan meningkatkan mutu kekuatan beton tersebut. Hal ini dikarenakan semakin rendah f.a.s yang digunakan akn menyulitkan dalam pelaksanaan pemadatan sehingga menyebabkan mutu kekuatan beton menurun. Oleh karena itu, nilai f.a.s minimum yang digunakan adalah sekitar 0.4 – 0.65 (Mulyono, 2003).
2.9
Kuat Tekan Beton Ringan Karakteristik beton yang diperhitungkan dalam memenuhi kekuatan suatu
struktur adalah kuat tekan beton. Apabila dalam pengujian kuat tekan beton tersebut mencapai hasil yang telah ditargetkan maka beton tersebut memenuhi dan mampu memberikan informasi yang cukup. Kuat tekan beton dapat diketahui dengan pengujian yang ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
10
P
Benda Uji Silinder 150 x 300 mm
Gambar 2.1 Pengujian kuat tekan Kuat tekan beton dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝑃
𝑓′ 𝑐 = 𝐴
(2.1)
dimana : f’c
= kuat tekan beton ringan (N/mm2)
P
= beban maksimum yang diberikan (N)
A
= luas bidang benda uji (mm2)
Kuat tekan beton rata – rata dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝑓 ′ 𝑐𝑟 =
𝑓′𝑐 𝑁
(2.2)
dimana : f’cr = kuat tekan beton ringan rata – rata (N/mm2) N
2.10
= jumlah benda uji
Hubungan Faktor Air Semen dan Kuat Tekan Beton Kebutuhan f.a.s ditentukan tidak hanya oleh kuat tekan yang diinginkan
tapi juga oleh faktor – faktor seperti keawetan. Bila data keawetan tidak ada maka penentuan f.a.s ditentukan oleh berdasarkan Tabel 2.2.
11
Tabel 2.2 Perkiraan air pencampur dan kandungan udara yang dibutuhkan untuk slump dan ukuran maksimum nominal agregat yang berbeda Air (kg/m3 beton) untuk Ukuran Maksimum Agregat (mm) Slump (mm)
9,5
12,5
19
25
37,5
50
70
150
Beton Tanpa Bahan Pemasuk Udara 25 sampai 50
207
199
190 179
166
154 130
113
75 sampai 100
228
216
205 193
181
169 145
124
150 sampai 175
243
228
216 202
190
178 160
-
3
2,5
Perkiraan Jumlah Udara yang Terperangkap di
2
1,5
1
0,5
0,3
0,2
dalam beton (%)
Beton dengan Bahan Pemasuk Udara 25 sampai 50
181
175
168 160
150
142 122
107
75 sampai 100
202
193
184 175
165
157 133
119
150 sampai 175
216
205
197 184
174
166 154
-
diekspose sedikit
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
diekspose sedang
6
5,5
5
4,5
4,5
4
3,5
3
sangat diekspose
7,5
7
6
6
5,5
5
4,5
4
Kandungan udara total rata-rata yang disarankan, (%) kondisi
Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)
12
Tabel 2.3 Hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan beton Kuat Tekan Beton pada Umur 28 hari (Mpa)
Faktor Air Semen
Beton tanpa Bahan Pemasuk Udara Beton dengan Bahan Pemasuk Udara
40
35
30
25
20
15
0,42
0,47
0,54
0,61
0,69
0,79
-
0,39
0,45
0,52
0,6
0,7
Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)
Adapun kuat tekan yang digunakan adalah kuat tekan rencana yang telah diperbesar dengan suatu nilai margin tertentu, sehingga: ’cr = ’c+ z . S
(2.3)
dimana : ’cr = kuat tekan rata-rata beton sehingga kuat tekan hasil pengujian sampel nantinya tidak akan lebih kecil dari kuat tekan rencana. ’c
= kuat tekan rencana.
z
= konstanta yang tergantung dari jumlah benda uji dan tingkat kegagalan, contoh bila dari 20 benda uji diperbolehkan gagal 1 benda uji(5% tingkat kegagalan) maka z = 1,65
S
= simpangan baku (deviasi standar).
Nilai simpangan baku dapat ditentukan dari mutu pelaksanaan yang diinginkan seperti yang disajikan pada Tabel 2.4.
13
Tabel 2.4 Standar untuk kontrol beton (f”c ≤ 34,5 Mpa) Variasi secara keseluruhan Simpangan baku dari standar kontrol yang berbeda Mutu Pekerjaan
Pengujian Konstruksi Umum Percobaan di Laboratorium
Luar
Sangat
Biasa
Baik
< 2,8
<1,4
Kurang
Baik
Sedang
2,8 - 3,4
3,4 - 4,1
4,1- 4,8
> 4,8
1,4 -1,7
1,7 - 2,1
2,1- 2,4
> 2,4
Baik
Sumber: ACI 214R-02
2.11
Kuat Tarik Belah Beton Untuk pengujian kuat tarik belah silinder (tensile splitting cylinder test).
Benda uji silinder diletakkan pada alat uji dalam posisi rebah. Beban vertikal diberikan
sepanjang
selimut
selinder
berangsur
–
angsur
dinaikan
pembebanannya hingga dicapai nilai maksimum dan terbelah oleh karena beban tarik horizontal. Saat pasta semen mengeras akan terjadi penyusutan pada beton. Kekuatan tarik adalah suatu sifat yang lebih bervariasi dibanding kekuatan tekan dan besarnya 0,57 dari kuat tekan (Wang,1994). Kuat tarik belah dapat diketahui dengan pengujian seperti Gambar 2.2.
P
Benda Uji Silinder 150 x 300 mm
Gambar 2.2 Pengujian kuat tarik belah
14
Tegangan tarik belah pada benda uji silinder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2𝑃
𝑓′𝑐𝑡 = 𝜋𝐷𝐿
(2.4)
dimana : f’ct = kuat tarik belah beton (MPa)
2.12
P
= beban yang ditunjukkan mesin uji (N)
D
= dimeter benda uji (mm)
L
= panjang sisi benda uji (mm)
Π
= 3,14
Modulus Elastisitas Modulus Elastisitas (E) merupakan diagram tegangan regangan yang
dimiliki oleh suatu material dimana material berkelakuan elastis dan linier. Modulus Elatisitas sangat penting karena untuk mengetahui kemampuan bahan menahan beban yang didukungnya dan perubahan bentuk yang terjadi pada bahan yang sangat tergantung dari diagram tegangan regangan tersebut. Perubahan bentuk dari beton sebagian mengikuti regangan elastis dan sebagian mengalami regangan plastis. Modulus elastisitas berdasarkan kombinasi
antara modulus
secant dan modulus tangent. Sudut tangent ditarik antara dua titik (titik bawah untuk meniadakan pengaruh retak awal pada regangan 0,00005 dan titik atas pada saat tegangan mencapai 40 % dari regangan batas). Diagram tegangan regangan untuk menentukan modulus elastisitas dapat dilihat pada Gambar 2.3.
15
0,4 f’c
Gambar 2.3 Diagram hubungan tegangan regangan
Pengujian ini menggunakan alat “Concrete Compression Testing Machine” yang dilengkapi dengan dial pengukur regangan vertikal. Metode pengujian sesuai standar ASTM C469-87. Nilai modulus elastisitas beton bervariasi tergantung dari mutu atau kekuatan beton, umur pengujian beton, sifatsifat (kekuatan) agregat halus, kasar dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan dimensi benda uji yang dipakai. Modulus elastisitas sangat penting untuk menetukan kekuatan dan lendutan beton. Besarnya modulus elastisitas dihitung berdasarkan persamaan: 𝐸 =
𝑆2 −𝑆1 𝜀 2 −0,00005
(2.5)
dimana : E = Modulus Elastisitas S1 = tegangan untuk regangan 0,00005 S2 = tegangan 40% dari tegangan hancur ultimate. ε2 = regangan yang menghasilkan S2 Menurut ACI, untuk beton berbobot normal rumus pendekatan Modulus Elastisitas (Ec) adalah sebagai berikut : 𝐸𝑐 = 4700 𝑓′𝑐
(2.6)
16
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas yaitu : 1.
Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2.
Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.
3.
Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial. Set up pengujian modulus elastisitas ditunjukkan pada Gambar 2.4
dibawah ini :
Gambar 2. 4 Set up pengujian modulus elastisitas
17
2.13
Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian terhadap limbah kertas sudah banyak dilakukan diantaranya
adalah sebagai berikut : 1.
Ray, dkk (2009) melakukan penelitian tentang pembuatan beton dengan menggantikan sebagian dari semen dengan limbah kertas. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah : a.
Waktu pengikatan dan pengerasan pasta semen dengan variasi 0%, 5%, 10%, dan 15%.
b.
Kuat Tekan Beton Limbah.
c.
Modulus Elastisitas Beton Limbah.
d.
Kuat Lekat Tulangan dalam Beton Limbah.
e.
Modulus Rupture Beton Limbah
Mutu beton yang digunakan adalah f’c = 25 MPa dan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan jumlah kadar limbah yang ditambahkan pada campuran pasta semen maupun beton sebesar 0%, 5%, dan 10% dari kebutuhan semen. Pengujian meliputi vicat (ASTM C150, 1994), untuk mencari waktu pengikatan dan waktu pengerasan dari pasta semen, uji kuat tekan beton, uji modulus elastisitas, pengujian komposisi senyawa kimia, uji lekat tulangan dalam beton, serta uji modulus terhadap rupture. Dari penelitian ini disimpulkan : a.
Nilai kuat tekan beton (26,752 MPa).
b.
Nilai modulus elastisitas cenderung meningkat (19703,40 kg/cm2) dibanding beton tanpa limbah (17264 kg/cm2).
c.
Nilai slip yang dicapai sesaat sebelum tulangan tercabut dari dalam beton (4 mm) lebih besar dibanding beton tanpa limbah (3,3 mm) atau beton memiliki memiliki kecenderungan menahan beban tarik lebih lama.
d.
Penurunan angka modulus ruptures relatif lebih rendah dibanding beton dengan limbah 10% dan beton tanpa limbah.
18
2.
Gunarto, dkk (2008) melakukan penelitian menggunakan limbah kertas dalam pembuatan panel papercrete. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah : a.
Kuat lentur panel papercrete.
b.
Kuat tekan papercrete.
c.
Modulus elastisitas papercrete.
d.
Pengaruh gula pasir sebagai admixture pada campuran papercrete dibandingkan dengan campuran papercrete tanpa gula pasir meliputi kuat lentur, kuat tekan, berat papercrete, serapan air, waktu ikat.
e.
Harga panel papercrete.
Dalam peneiitian ini digunakan benda uji untuk uji kuat lentur dengan benda uji panel 305 mm x 356 mm x 7 mm, untuk uji kuat tekan dengan benda uji kubus 50 x 50 x 50 mm dan untuk uji serapan air dengan benda uji 100 x 100 x 7 mm. Jumlah dari masing masing benda uji adalah 3 buah benda uji. Perbandingan dari campuran papercrete untuk penggunaan semen dan kertas divariasikan menjadi 1 pc : 2 kertas, 1 pc : 3 kertas, dan 1 pc : 4 kertas, juga menambahkan gula pasir sebesar 0,2 % dari berat semen pada masing – masing variasinya. Dari penelitian disimpulkan : a.
Panel papercrete dengan variasi campuran 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, dengan bahan tambahan 0,2% gula pasir pada masing – masing variasinya, menghasilkan berat papercrete pada kategori beton ringan dengan berat antara 840 – 933 kg/m3. Setelah mengalami proses pengempaan terjadi kehilangan berat air dan semen rata – rata sebesar 16,86%.
b.
Kuat lentur panel papercrete terendah sebesar 6,59 MPa pada campuran 1 semen : 4 kertas non gula pasir dan tertinggi pada campuran 1 semen : 2 kertas dengan bahan tambah gula pasir mempunyai kuat lentur sebesar 8,36 MPa.
c.
Kuat tekan papercrete terendah pada campuran 1 semen : 4 kertas non gula pasir sebesar 1,23 MPa dan tertinggi sebesar 2,48 MPa pada campuran 1 semen : 2 kertas dengan gula pasir.
19
d.
Modulus elastisitas beton terendah pada campuran 1 semen : 4 kertas, non gula pasir yaitu sebesar 2,53 MPa, dan tertinggi adalah pada campuran 1 semen : 3 kertas dengan bahan tambah gula pasir yaitu sebesar 6,48 MPa.
e.
Pengaruh gula pasir sebagai admixture pada campuran papercrete dibandingkan dengan campuran papercrete tanpa gula pasir adalah :
f.
Kuat lentur campuran dengan gula pasir mempunyai rata-rata kuat lentur lebih tinggi, yaitu naik sebesar 7,66%, dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan bahan tambah gula pasir.
g.
Kuat tekan campuran dengan gula pasir mempunyai rata-rata kuat tekan lebih tinggi, yaitu naik sebesar 50,24%, dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan bahan tambah gula pasir.
h.
Berat papercrete per meter kubik pada campuran dengan gula pasir mempunyai rata – rata berat beton yang lebh berat, yaitu naik sebesar 4,71% berat papercrete.
i.
Serapan air pada campuran yang menggunakan bahan tambah gula pasir mempunyai rata – rata serapan air yang lebih rendah, yaitu turun sebesar 10,7%, dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan bahan tambah gula pasir.
j.
Pengaruh penambahan gula pasir sebanyak 0,2% dari berat semen, dapat menunda waktu ikat semen, sehingga semen bereaksi setelah proses pencampuran dan pengempaan selesai, yang berlangsung sekitar 2 jam.
k.
Harga
panel
papercrete
masih
tergolong
rendah
apabila
dibandingkan dengan bahan lain seperti Kalsiboard produksi PT Eternit Gresik, berkisar Rp. 22.500,00 / m2 sampai dengan 23.300,00 / m2 dengan ketebalan panel 9 mm, tetapi masih lebih mahal dibandingkan dengan panel gypsum.
3.
Cahyono (2011) melakukan penelitian uji lentur beton kertas dengan bahan tambahan serat nylon. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah besar kuat lentur beton kertas (papercrete) berserat
20
nylon dengan kadar penambahan 0%, 0,3%, 0,75%, dan 1% terhadap volume beton kertas berserat nylon. Dalam peneiitian ini digunakan bubur kertas yang berasal dari kertas koran sebagai agregat kasar. Nilai faktor air semen yang digunakan adalah 1 karena
kertas
merupakan
material
yang
banyak
menyerap
air.
Perbandingan penggunaan bubur kertas pada campuran beton yaitu 1 pc : 2 ps : 2 kertas. Dari penelitian ini disimpulkan : a.
Nilai kuat lentur benda uji dengan penambahan nylon 0% = 0,25194 N/mm2, penambahan nylon 0,3% = 0,2775 N/mm2, penambahan nylon 0,75% = 0,26194 N/mm2, penambahan nylon 1% = 0,26861 N/mm2, sehingga nilai kuat lentur maksimal didapat pada benda ui dengan penambahan nylon 0,3% terhadap volume benda uji sebesar 0,2775 N/mm2.
b.
Penambahan nylon memberikan dampak yang signifikan pada nilai kuat lentur yaitu 8 – 10% dibandingkan dengan benda uji tanpa bahan tambah nylon 0%.
4.
Bermansyah, dkk (2011) melakukan penelitian kuat tekan beton kertas dengan memvariasikan proporsi pasir dan bubur kertas. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi campuran yang optimum untuk bubur kertas dan pasir pada campuran beton kertas agar menghasilkan kuat tekan yang optimal. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah semen, air, pasir, bubur kertas, dan superplasticizer. Campuran komposisi volume awal semen dan agregat adalah 1 pc : 2 ag yang dibagi menjadi 2 bagian agregat yaitu 50% pasir dan 50% bubur kertas. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,25 dan variasi bubur kertas terhadap pasir adalah 30%, 40%, 50%, dan 70%. Benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm sebanyak 15 buah dan silinder berdiameter 10 cm dengan tinggi 20 cm sebanyak 25 buah. Agregat halus yang digunakan lolos saringan 4,76 mm dan bubur kertas lolos saringan 4,76 mm. Bubur kertas yang digunakan berasal dari limbah kertas HVS. Pada saat pencampuran beton kertas, dilakukan penambahan
21
air untuk kebutuhan penyerapan kertas sebesar 78%. Dari penelitian ini disimpulkan : a.
Semakin besar penambahan proporsi bubur kertas semakin menurunkan kekuatan beton kertas. Penurunan minimal sebesar 50% dari kuat tekan beton pembanding pada proporsi bubur kertas 30%.
b.
Proporsi bubur kertas yang optimal terhadap kuat tekan beton kertas adalah 30% yaitu sebesar 175 kg/cm2.
c.
Penggunaan bubur kertas pada proporsi 30% juga menghasilkan angka modulus elastisitas dan poisson’s ratio yang maksimum yaitu sebesar 8852,678 kg/cm2 untuk modulus elastisitas dan 0,357 untuk poisson’s ratio.
d.
Berdasarkan kekuatannya beton kertas dengan proporsi bubur kertas sebesar 40% - 50% dapat dikategorikan sebagai beton ringan dengan kekuatan menengah (moderate strength concretes) dan dapat diaplikasikan pada bangunan sederhana (non engineering building).
5.
Sanijah (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan limbah padat pabrik kertas dalam campuran beton dan perawatannya terhadap permeabilitas dan kuat tarik belah beton. Adapun variabel dalam penelitian ini
adalah membandingkan pengaruh dan hubungan
penambahan limbah padat pabrik kertas dalam campuran beton dan perawatannya terhadap permeabilitas dan kuat tarik belah beton. Variasi limbah padat pabrik kertas yang ditambahkan pada beton konvensional adalah 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat semen. Peneliti menggunakan limbah padat berupa serbuk halus lolos saringan no. 200. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,55. Benda uji dibuat dengan menggunakan perbandingan volume campuran beton 1 pc : 2 ps : 3 kr. Dari penelitian ini disimpulkan : a.
Pengaruh penambahan limbah padat pabrik kertas dalam campuran beton, perawatan dan interaksi keduanya sangat nyata terhadap perubahan
permeabilitas
beton
yang sebesar
89,90%,
juga
berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan nilai tarik belah namun interaksinya tidak nyata yaitu sebesar 89,70%.
22
b.
Prosentase penambahan limbah padat kertas dalam campuran beton yang optimum untuk menurunkan permeabilitas dan meningkatkan kuat tarik belah beton secara maksimal yaitu sebesar 6,60% dari berat semen untuk beton yang dirawat, sedangkan untuk beton yang tidak dirawat sekitar 5,40% dari berat semen, serta menghasilkan penurunan permeabilitas sekitar 97,20% dan peningkatan kuat tarik belah sekitar 30,20% dibandingkan beton tanpa limbah 0% tidak dirawat.
23