BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persediaan
Semua jenis perusahaan baik itu perusahaan manufaktur, perusahaan jasa
dan perusahaan dagang memiliki persediaan sebagai aktiva lancar. Persediaan
bagi perusahaan dagang merupakan suatu barang jadi yang disimpan di gudang
sebagai aset utama perusahaan dalam kelancaran proses penjualan. Oleh karena itu, pengelolaan persediaan sangat penting dalam perusahaan dagang agar terciptanya kelancaran dalam kinerja perusahaan. 2.1.1
Pengertian Persediaan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan, pada
bagian ini dijelaskan mengenai pengertian dari persediaan menurut PSAK (IAI 2007:14.1) mendefinisikan persediaan sebagai berikut : Persediaan adalah aset: a. Tersedia untuk dijual dalam keadaan normal. b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan dan c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplier) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Menurut PSAK (IAI 2007:14.02) dinyatakan : Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang telah diproduksi perusahaan dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
13
14
Pengertian
persediaan
menurut
Warren
(2005:440)
yang
telah
diterjemahkan oleh Farahmita adalah :
“Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi
bisnis perusahaan dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang
disimpan untuk tujuan itu”. Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan persediaan merupakan suatu
aset yang tersedia untuk dijual kepada pengecer atau konsumen dalam perusahaan
dagang dan distribusi, atau merupakan suatu aset yang tersedia untuk diproses lebih lanjut lagi menjadi sebuah barang jadi untuk kemudian dijual dalam perusahaan manufaktur. 2.1.2 Alasan Diadakannya Persediaan Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persediaan merupakan harta perusahaan yang sangat materil, maka perusahaan tentunya harus memiliki persediaan dan mengelola persediaan tersebut. Zulian (2003:6) dalam bukunya Manajemen Persediaan mengemukakan bahwa : “Terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu :
a. b. c. d.
Keempat
Faktor waktu, Faktor ketidakpastian waktu datang dari pemasok, dan Faktor ketidakpastian penggunaan, dan Faktor ekonomis.” faktor
yang
mempengaruhi
perusahaan
untuk
selalu
menyediakan persediaan tersebut, lebih lanjut diuraikan sebagai berikut : a. Faktor waktu, menyangkut lamanya proses pemesanan dan distribusi sebelum barang tersebut didistribusikan ke konsumen. Oleh karena itu,
15
perusahaan memerlukan persediaan untuk memenuhi kebutuhan selama
waktu tunggu (lead time) .
b. Faktor
ketidakpastian waktu datang dari pemasok
perusahaan
menghambat kinerja perusahaan sehingga menyebabkan keterlambatan
memerlukan
persediaan.
Ketidakpastian
menyebabkan ini
biasanya
pengiriman ke pihak konsumen. Hal ini biasanya terjadi karena persediaan
barang terikat pada pemasok dan terikat pada konsumen.
c. Faktor ketidakpastian penggunaan dari pihak perusahaan yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahan peramalan permintaan, terjadi kerusakan terhadap persediaan, seperti usang, cacat dan berbagai kondisi lainnya,
sehingga
persediaan
dilakukan
untuk
mengantisipasi
ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya tersebut. d. Faktor ekonomis, kejadian ini terjadi karena adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya yang rendah dalam membeli item dengan menentukan jumlah yang besar dengan tujuan untuk memperoleh potongan harga, sehingga biaya pembelian dan biaya transportasi per unit akan menjadi lebih rendah. Persediaan merupakan salah satu investasi modal yang dimiliki perusahaan. Pada umumnya setiap perusahaan menggunakan sebagian besar uangnya untuk membeli persediaan, oleh karena itu persediaan memegang peranan penting dalam kelangsungan proses distribusi. Mengingat hal tersebut, maka sudah seharusnya jika suatu perusahaan melakukan perencanaan dan
16
pengendalian terhadap persediaan, sehingga persediaan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan secara efisien.
terhadap persediaan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Pengecer, bentuk persediaannya mudah dijual dan digunakan tanpa
Berdasarkan pada jenis organisasi yang terdapat di negara kita, perlakuan
melakukan proses transformasi atau konversi terlebih dahulu. Sistem
penyediaannya maupun pemenuhan kebutuhan secara fisik langsung diperoleh dari pedagang besar atau pabrik. b. Pedagang besar (distributor/agen), biasanya persediaan yang dimiliki oleh organisasi jenis ini dalam bentuk alat-alat kantor maupun barang jadi. c. Pabrik, dimana persediaan dibeli untuk kemudian memprosesnya menjadi barang jadi siap jual. Persediaan pada pabrik/perusahaan manufaktur terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.
2.1.3 Jenis-jenis Persediaan Dalam pengelompokan jenis-jenis persediaan, pendapat para ahli mengenai jenis-jenis persediaan berbeda. Jenis persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan lain tergantung pada bidang kegiatan bisnisnya. Menurut Dykman (2009:377) persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Persediaan barang dagang Barang yang ada di gudang (goods on hand) dibeli oleh pengecer atau perusahaan dagang seperti importir atau eksportir untuk dijual kembali. Biasanya barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak
17
diubah oleh perusahaan pembeli, barang-barang tersebut tetap dalam
bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam beberapa hal dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian
dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka,
roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah
satu contoh.
b. Persediaan manufaktur
Persediaan gabungan dari entitas manufaktur, yang terdiri dari : 1) Persediaan bahan baku Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain dan disimpan penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. 2) Persediaan barang dalam proses Barang-barang yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang dalam proses meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik. 3) Barang jadi Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan manufaktur.
18
4) Persediaan perlengkapan manufaktur
dan barang lainnya yang merupakan bagian yang menunjang dari produk jadi.
Barang-barang seperti minyak pelumas untuk mesin, bahan pembersih
c. Persediaan rupa-rupa
Barang-barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan, dan pengiriman.
Persediaan jenis ini biasanya digunakan segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum ketika dibeli. Menurut Freddy (2007:7) dalam bukunya Manajemen Persediaan Aplikasi
di Bidang Bisnis, persediaan terbagi dalam 2 jenis, yaitu: a. Persediaan menurut fungsinya 1) Batch Stock / Lot Size Inventory Persediaan diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu dengan tujuan perusahaan ingin mendapat potongan harga, penghematan biaya angkut dan efisiensi produksi. 2) Fluctuation Stock Persediaan
yang
diadakan
untuk
menghadapi
ketidakpastian
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 3) Anticipation Stock Persediaan
yang
diadakan
untuk
menghadapi
ketidakpastian
permintaan konsumen yang dapat diramalkan misalnya pada musim lebaran permintaan barang diramalkan akan meningkat.
19
b. Persediaan menurut jenis dan posisi barang
Persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.
2) Persediaan
1) Persediaan bahan baku (raw materials)
bagian
produk/komponen
yang
dibeli
(purchased
parts/component)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain dan secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3) Persediaan bahan-bahan pembantu/penolong (supplies) Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4) Persediaan barang-barang setengah jadi/barang dalam proses (work in process) Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5) Persediaan barang jadi (finished goods) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau didistribusikan. Pada perusahaan dagang, persediaan yang ada di gudang berupa persediaan barang jadi.
20
2.2
Biaya Persediaan
Pengertian Biaya 2.2.1
Dalam aktivitas perusahaan, baik itu aktivitas operasi, distribusi dan
produksi membutuhkan suatu pengorbanan agar pencapaian aktivitas tersebut dapat berjalan dengan baik. Suatu pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk menjalankan aktivitasnya disebut dengan biaya. Dalam mengadakan
persediaan sebagai salah satu aktiva lancar, perusahaan membutuhkan biaya untuk menilai persediaanya. Menurut Darsono (2006:19) biaya adalah “kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat dan keuntungan di masa mendatang”. Pengertian lain mengenai biaya yang disampaikan Mursyidi (2008:13) biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dapat diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Mulyadi (2005:8) mengemukakan definisi biaya adalah “pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi baik yang dinyatakan dengan kas atau setara kas yang diharapkan akan memberikan manfaat di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu.
21
2.2.2 Biaya Persediaan
Perusahaan mengadakan persediaan agar kinerja perusahaan dapat berjalan
dengan lancar, namun kenyataan persediaan dapat menambah pengeluaran
perusahaan yang disebut dengan biaya-biaya persediaan. Dalam PSAK No.14
(IAI,2007:142 paragraf 06) dijelaskan bahwa: “Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat biaya
ini.” Macam-macam biaya persediaan menurut Freddy (2007:10) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Persediaan, terdiri dari : a. Biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost) Biaya penyimpanan ini adalah biaya yang timbul karena perusahaan menyimpan persediaan. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Yang termasuk biaya penyimpanan adalah biaya keusangan, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya penanganan persediaan, dll. b. Ordering cost atau set-up cost Biaya yang berhubungan dengan pemesanan dan pengadaan bahan. Pada umumnya, biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan
22
per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti,
biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan
setiap kali pesan. Biaya ini meliputi :
1) Biaya persiapan, meliputi persiapan pemesanan dan penentuan besar
kuantitas yang dipesan. 2) Biaya angkut barang. 3) Biaya penerimaan barang, seperti penempatan di gudang, pemeriksaan barang dan pencatatan barang. c. Stock-out cost Biaya yang timbul akibat perusahaan kehabisan persediaan atau biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Yang termasuk biaya ini adalah biaya kehilangan pelanggan, kehilangan penjualan, biaya pemesanan khusus, dll. Menurut Mursyidi (2008:171) dalam bukunya Akuntansi Biaya disebutkan
ada lima kategori biaya yang menjadi alasan pentingnya mengelola persediaan barang yaitu : a. Biaya pembelian (purchasing costs) Biaya yang berasal dari harga barang ditambah dengan biaya angkut pembelian.
23
b. Biaya order pembelian (ordering cost)
penerimaan dan inspeksi spesifikasi barang yang diterima apakah sesuai dengan order pembeliannya.
c. Biaya Penyimpanan (Carrying costs)
Biaya yang terkait dengan proses pembelian ditambah biaya proses
Biaya yang berhubungan dengan persediaan yang diterima dan biaya yang
berhubungan dengan penyimpanan misalnya sewa gedung, biaya pemeliharaan, biaya asuransi dan lain-lain. d. Biaya pengeluaran barang (stockout costs) Biaya yang berhubungan dengan pengiriman barang kepada konsumen dan kerugian-kerugian akibat kerusakan barang dalam perjalanan dan akibat tidak tercapainya margin yang diharapkan. e. Biaya kualitas (quality cost) Biaya yang dikeluarkan akibat untuk memenuhi standar konsumen yang terdiri dari prevention cost, appraisal cost, internal failure cost dan external failure cost. Biaya-biaya persediaan tidak akan sama setiap persediaan tergantung pada
jenis persediaan, besarnya perusahaan dan arus biaya pada perusahaan. Pada perusahaan dagang, biaya perusahaan hanya meliputi harga beli, ongkos angkut, dan biaya penyimpanan setelah barang berada di gudang.
24
2.3
Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
Pengertian Perencanaan Persediaan 2.3.1
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang pertama. Fungsi ini
mendasari fungsi-fungsi manajemen yang lain. Fungsi manajemen menunjukkan aktivitas yang dijalankan atau yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Menurut Garrison & Noreen (2000:3) bahwa “perencanaan meliputi
pemilihan serangkaian aktivitas dan spesifikasi bagaimana aktivitas tersebut dapat dilaksanakan”. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa perencanaan persediaan harus mampu memecahkan masalah terhadap keperluan persediaan. Perencanaan persediaan mempunyai tujuan pokok agar persediaan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan proses produksi untuk perusahaan industri dan distribusi/penjualan untuk perusahaan dagang. 2.3.2 Tujuan Perencanaan Persediaan Pada perusahaan dagang, sistem perencanaan persediaan yang baik akan dapat menjamin bahwa persediaan barang dagang yang tersedia dapat memenuhi pesanan yang diminta atau dipesan oleh pelanggan atau konsumen. Dengan adanya perencanaan persediaan, maka tujuan perusahaan mengenai manajemen persediaan akan berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, maka tujuan dari perencanaan persediaan menurut Sofjan (2004:178) adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui berapa besar kuantitas persediaan yang harus dipesan, sehingga persediaan yang ada tidak terlalu besar atau kecil. b. Agar perusahaan dapat meminimalkan biaya-biaya persediaan.
25
c. Agar perusahaan dapat bekerja secara efisien.
Tujuan perencanaan persediaan merupakan langkah pertama yang
dilakukan oleh manajemen sebagai salah satu langkah dalam manajemen
persediaan. Setelah perencanaan persediaan tercapai, tentunya pengendalian
persediaan pun dapat dilakukan.
2.3.3 Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dalam suatu perusahaan sangat diperlukan karena
dapat menentukan kemajuan perusahaan. Jika persediaan perusahaan terlalu banyak maka akan menimbulkan penumpukan persediaan di gudang dan pengeluaran biaya untuk pemeliharaannya pun akan tinggi. Di samping itu, jika persediaan perusahaan terlalu sedikit maka kinerja perusahaan akan terganggu dan perusahaan akan kehilangan pelanggan dan laba yang diperoleh. Pengertian pengendalian persediaan menurut Sofjan (2004 : 176) yaitu : “Suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan part (bahan baku dan barang jadi) sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran proses produksi penjualan dan kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan lebih efektif dan efisien.” Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pengendalian persediaan di atas, pengendalian persediaan merupakan suatu hal yang penting dalam pengelolaan persediaan, karena pengelolaan persediaan yang baik dapat menjadikan perusahaan mencapai tujuan yang diinginkannya.
26
2.3.4 Tujuan Pengendalian Persediaan
Tujuan pengendalian persediaan menurut Sofjan (2004:177) adalah
sebagai berikut: a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini berakibat pada biaya pemesanan menjadi besar. Adapun menurut Lukas (2003:405) dalam bukunya Manajemen Keuangan,
tujuan dari manajemen persediaan adalah mengadakan persediaan yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan pada biaya yang minimum. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan. 2.3.5 Metode Pengendalian Persediaan Manajemen persediaan merupakan salah satu bidang penerapan ilmu manajemen yang sangat penting. Hal ini disebabkan jika perusahaan menanamkan terlalu banyak modal kerjanya (capital cost) dalam persediaan, dapat menyebabkan adanya biaya penyimpanan yang berlebihan. Sebenarnya modal kerja (capital cost) tersebut memiliki opportunity untuk ditanamkan ke dalam
27
investasi lain yang lebih menguntungkan. Sebaliknya, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang cukup, maka perusahaan harus menanggung biaya
biaya sebagai akibat kehabisan atau kekurangan barang.
Ada beberapa metode dalam perencanaan dan pengendalian persediaan
yang dipaparkan oleh Firdaus (2009 : 211) dalam bukunya Akuntansi Biaya Edisi : 2 yaitu a. Metode kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity method)
b. Metode siklus pemesanan (order cycling method) c. Metode minimum maksimum (min-max method) d. Rencana ABC e. Metode just in time Dari metode-metode yang telah diuraikan tersebut diatas, terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan dari masing-masing metode diantaranya: Kartika (2009) mengemukakan bahwa keunggulan metode EOQ (Economic Order Quantity) adalah sebagai berikut: 1) Dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak persediaan yang harus dipesan dalam hal ini adalah barang dagang, dan kapan seharusnya pemesanan dilakukan. 2) Dapat mengatasi ketidakpastian permintaan dengan adanya persediaan pengaman (safety stock). 3) Lazim digunakan pada rumah sakit maupun sejenisnya, yaitu pada persediaan obat. 4) Mudah diaplikasikan pada proses produksi secara massal.
28
Adapun kelemahan yang terdapat pada metode Economic Order Quantity,
yaitu menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena paradigma
untung-rugi
diterapkan
oleh
mereka,
sehingga
penggunaan
model
ini
menyebabkan berganti-ganti pemasok dan hal ini dapat mengganggu kelancaran
operasi perusahaan akibat relasi perusahaan dengan pemasok yang tidak berdasar pada hubungan kerjasama yang erat.
Selain metode Economic Order Quantity, terdapat beberapa metode lain
dalam manajemen persediaan, yaitu metode just in time. Menurut Hansen dan Mowen (2001) dan Kartika (2009) terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan jika perusahaan menerapkan metode tersebut, diantaranya: Keunggulan dari metode just in time sebagai alat dalam manajemen persediaan, diantaranya : 1) Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang diminta pelanggan. 2) Persediaan kecil, mungkin nol. 3) Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel. 4) Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk. 5) Pemberdayaan
karyawan,
dilatih dan dididik
terus
menerus
menyesuaikan dengan perubahan alat kerja dan metode kerja. 6) Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk.
29
Adapun kelemahan dari metode just in time adalah sebagai berikut :
melayani pesanan pelanggan saja. 2) Dalam perusahaan manufaktur sulit sekali tidak mempunyai
persediaan, khususnya yang bahan bakunya impor.
1) Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal, hanya
3) Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk, tidak mudah dan biayanya mahal. 4) Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk membangun relasi yang kuat dengan para supplier. 5) Pengurangan persediaan yang dipaksa dan terlalu drastis dapat menyebabkan para pekerja stress. Jika para pekerja melihat just in time sebagai suatu cara untuk memeras mereka, maka usaha-usaha untuk mengimplementasikan just in time tidak akan sepenuhnya berhasil dan kinerja karyawan malah akan menurun. Sementara itu, metode siklus pemesanan merupakan awal mula
terbentuknya metode just in time, sedangkan metode maksimum minimum awal mula terbentuknya metode pemesanan yang ekonomis (economic order quantity) dan rencana ABC merupakan suatu sistem akumulasi biaya dari pembebanan biaya ke produk dengan menggunakan berbagai cost driver, dilakukan dengan menelusuri biaya dari aktivitas. Dari berbagai metode yang telah dijelaskan kelebihan dan kelemahannya, karena perusahaan dagang memerlukan suatu persediaan dalam jumlah yang besar (massal), maka metode Economic Order Quantity adalah metode yang paling
30
cocok digunakan dalam perusahaan dagang dan distribusi. Sedangkan metode just in time lebih cocok jika digunakan dalam suatu perusahaan yang menggunakan
kebijakan job order. Adapun metode ABC digunakan oleh perusahaan manufaktur
yang besar yang memiliki aktivitas yang banyak. Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu model manajemen
persediaan, model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
persediaan. Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
2.4
Economic Order Quantity (EOQ) Economic Order Quantity (EOQ) merupakan suatu metode yang dianggap
mudah dan sederhana dalam menentukan pengelolaan persediaan yang optimal dan dapat meminimalkan biaya. 2.4.1 Pengertian EOQ Model Economic Order Quantity (EOQ) sebagai suatu alat pengendalian persediaan. Menurut Garrison dan Noreen (2000:436), kuantitas pemesanan ekonomis (Economic Order Quantity) adalah : Besarnya pesanan yang meminimumkan biaya pemesanan persediaan (inventory ordering cost) dan biaya penyimpanan persediaan (inventory carrying cost) yang dapat dicari melalui dua pendekatan yaitu pendekatan tabel (tabular approach) dan pendekatan rumus (formula approach).
31
Adapun definisi lain, Economic Order Quantity adalah jumlah persediaan
yang dipesan pada suatu waktu yang meminimalkan biaya persediaan tahunan
(William K.Carter, 2006:314).
Dari beberapa definisi mengenai EOQ (Economic Order Quantity) dapat
dikatakan bahwa EOQ merupakan salah satu alat pengendalian persediaan untuk meminimalkan biaya dengan menghitung nilai ekonomis persediaan. 2.4.2 Syarat Penerapan Economic Order Quantity (EOQ)
Penerapan EOQ pada perusahaan akan lebih optimal apabila terlebih dahulu perusahaan mengetahui apakah metode EOQ adalah metode yang cocok diterapkan di perusahaan atau tidak. Menurut Mursyidi (2008:172), model EOQ dapat diterapkan dengan beberapa asumsi sebagai berikut: a. Ada kuantitas yang tetap sama pada setiap pemesanan kembali (reorder point) b. Permintaan, biaya pemesanan, carrying cost dan purchases-lead time (jangka waktu pemesanan sampai bahan diterima) dapat diketahui atau diprediksi dengan baik dan tepat. c. Biaya pembelian per unit tidak terpengaruh/terhubung oleh jumlah yang dipesan. Dalam buku Manajemen Operasi (2004:11), Schroeder menyebutkan bahwa asumsi-asumsi EOQ adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat permintaan adalah konstan, berulang-ulang, dan diketahui.
b.
Tenggang waktu pesanan konstan dan diketahui.
c.
Tidak diperbolehkan adanya kehabisan stok.
32
d.
e.
Bahan dipesan atau diproduksi dalam suatu partai atau tumpukan, dan seluruh partai ditempatkan ke dalam persediaan dalam satu waktu. Suatu struktur biaya spesifik digunakan sebagai berikut : biaya satuan unit
adalah konstan, dan tidak ada potongan yang diberikan untuk pembelian
yang banyak. f.
Biaya pengadaan bergantung secara linier pada tingkat persediaan rata-
rata. Ada biaya pemesanan atau persiapan yang tetap untuk setiap partai,
yang bebas dari jumlah satuan di dalam partai tersebut. g.
Satuan barang merupakan produk tunggal, tidak ada interaksi dengan produk lain.
2.4.3 Biaya yang Terkait Dalam Perhitungan EOQ Tidak semua biaya-biaya persediaan dilibatkan dalam perhitungan metode Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Agus (2001:447), dalam model klasik seperti EOQ hanya memperhitungkan 2 (dua) biaya yaitu biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying costs). a. Biaya pemesanan (ordering costs) Definisi biaya pemesanan menurut Agus (2001:446), adalah semua biaya yang berkaitan dengan adanya pemesanan, meliputi gaji petugas terkait dan biaya-biaya sejak dilakukan pemesanan hingga pesanan tersebut sampai di gudang. Adapun untuk perhitungan total biaya pemesanan per tahun dapat menggunakan rumus menurut Agus (2009:35) sebagai berikut:
33
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐴.
𝐷 𝑄
Keterangan : A = biaya pesan/setiap kali pesan
D = Jumlah permintaan Q = kuantitas pemesanan
b. Biaya Penyimpanan (Carrying Costs) Biaya penyimpanan (carrying costs) adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan persediaan selama periode tertentu (Agus,2001:446). Biaya penyimpanan ini meliputi gaji bagian yang terkait, biaya penyusutan gedung, biaya pemeliharaan, dll. Total biaya penyimpanan per tahun ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Agus (2009:35) sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 = ℎ.
Keterangan, h = ongkos simpan/unit/satuan waktu Q = kuantitas pemesanan
𝑄 2
34
Adapun perhitungan total biaya persediaan dapat menggunakan rumus
menurut Handono (2009:143) sebagai berikut:
Biaya Total Persediaan = Total biaya pemesanan + Total biaya
penyimpanan
Biaya Total Persediaan = OC + CC Keterangan, OC = Ordering cost (biaya pemesanan) CC = Carrying cost (biaya penyimpanan)
2.4.4 Penentuan Kuantitas Pesanan yang Ekonomis Penetapan kuantitas pesanan yang ekonomis (EOQ) dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Masiyah (2009:214) dalam bukunya Akuntansi Biaya Edisi Revisi menyebutkan bahwa ada 3 cara dalam penentuan kualitas pesanan yang ekonomis, yaitu : a.
Penentuan kuantitas pesanan yang ekonomis dengan tabel Dengan menggunakan tabel dapat diperkirakan kuantitas pesanan ekonomis dan frekuensi pemesanan yang harus dilakukan.
b.
Penentuan kuantitas pesanan yang ekonomis dengan grafik Pemesanan yang paling ideal adalah pada titik dimana jumlah biaya pemesanan dan pemilikan persediaan paling rendah, yaitu pada saat kurva biaya berada pada titik terendah. Titik ini akan tercapai bila kedua garis biaya saling berpotongan yaitu bila beban pemilikan persediaan per tahun sama dengan beban biaya pemesanan.
35
c.
Penentuan kuantitas pesanan yang ekonomis dengan rumus menurut Agus (2009:43) sebagai berikut ini:
𝐸𝑂𝑄 =
2𝐴𝐷 ℎ
Keterangan : EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis
2.5
A
= Ongkos pesan/setiap kali pesan
D
= Jumlah permintaan
h
= Ongkos simpan per unit/satuan waktu
Frekuensi Pemesanan Setelah diperoleh kuantitas pesanan yang ekonomis atau hasil dari EOQ,
maka dapat diketahui frekuensi pemesanan. Menurut Agus (2009:43), frekuensi 𝐷
dapat dicari dengan menggunakan rumus 𝑓 = 𝑄. Dimana, D adalah Jumlah permintaan setahun dan Q adalah kuantitas pemesanan setelah diterapkan metode EOQ.
2.6
Reorder Point Selain menentukan EOQ dan frekuensi pemesanan, pengendalian
persediaan juga menentukan kapan harus dilakukan pemesanan atau pembelian kembali barang. Penentuan kapan melakukan pesanan ini di sebut dengan Reorder Point (RP). Menurut Hansen dan Mowen (2001:587), Reorder Point (RP) adalah
36
titik waktu pemesanan baru harus dilakukan. Perhitungan Reorder Point dimaksudkan
agar
persediaan
tidak
mengalami
kehabisan
yang
akan
mengakibatkan terganggunya kontinuitas produksi.
Untuk memperhitungkan kapan dilakukan pemesanan kembali perlu
dianalisi terlebih dahulu elemen-elemen apa saja yang terkait. Menurut Masiyah (2009:211), ada faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pemesanan kembali adalah:
a.
Lead Time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menunggu pesanan bahan datang atau tenggang waktu antara pesanan dan kedatangan barang.
b.
Tingkat pemakaian bahan rata-rata per hari atau satuan waktu lainnya.
c.
Persediaan pengaman (safety stock) adalah jumlah persediaan yang disediakan atau disimpan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Reorder Point dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Agus
(2009:44) sebagai berikut: a.
Tanpa Kebijakan Safety Stock
𝐸𝑂𝑄
RP = 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑋 𝐿𝑒𝑎𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒
b.
Dengan Kebijakan Safety Stock
RP =
𝐸𝑂𝑄 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
𝑋 𝐿𝑒𝑎𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒 + 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
37
2.7
Grafik Hubungan antara EOQ, Reorder Point dan Safety Stock
Dalam pengendalian persediaan optimal dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity, pengetahuan tentang persediaan pengaman (safety
stock), waktu tunngu (lead time) dan titik pemesanan kembali (reorder point)
merupakan hal yang saling berkaitan. Hubungan antara safety stock, lead time, reorder point dan metode Economic Order Quantity dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Grafik Hubungan antara EOQ, ROP dan Safety Stock Persediaan (unit)
ROP EOQ
Penggunaan selama lead time
Safety Stock Waktu
Lead Time
Sumber : Masiyah (2009)