BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon Respon pada hakekatnya merupakan tingkah laku balas jasa atau juga sikap yang menjadi tingkah laku kuat, yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang, dimana rangsang-rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsang rangsang proksimal. Sementara itu respon juga dapat diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang telah berwujud, baik itu pra pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Wirawan, 1987: 35). Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon tidak terlepas pembahasannya dengan sikap. Dengan melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Louis Thurstone mendefenisikan sikap sebagai berikut : “ Jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide ide, rasa takut, ancaman dan keryakinan tentang suatu hal yang khusus”(Muller, 1991: 3). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui :
24
1. Pengaruh atau penolakan. 2. Penilaian. 3. Suka atau tidak suka. 4. Kepositifan dan kenegatifan suatu objek psikologis. Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tersebut (Adi, 1994: 105). Namun demikian terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon yakni : 1. Variabel Struktural yakni faktor faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik dan ioropsiolog. 2. Variabel Fungsional yaitu faktor faktor yang terdapat dalam diri si pengamat misalnya kebutuhan suasana hati,pengalaman masa lalu (Wirawan; 1987: 47) Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang yakni 1. Diri orang yang bersangkutan apalagi seseorang melihat dan berusaha memberikan interprestasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut terpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, melihat, penyaluran dan harapannya. 2. Sasaran respon tersebut, sasaran itu berupa orang,benda atau peristiwa. Sifat sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak
25
tanduk dan ciri ciri lain dari sasaran respon turut mentukan cara pandang seseorang. 3. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kartekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalampembentukan atau tanggapan seseorang (Wirawan, 1987: 35). Pada dasarnya ada tiga macam bentuk respon yakni 1. Respon masa lalu, yang disebut sebagai respon (tanggapan) ingatan. 2. Respon masa sekarang,yang disebut respon (tanggapan) imajinatif. 3. Respon masa mendatang, yang disebut respon (tanggapan) antisipatif. Berarti dalam hal ini respon atau tanggapan dinyatakan sebagai reaksi stimulus dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi pada pengamatan masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Respon tidak lahir begitu saja tetapi melalui proses pengambilan keputusan, terhadap empat tahapan proses pengambilan respon yakni : 1. Kategori primitif, yakni objek atau peristiwa yang diamati dan diisolasi berdasarkan ciri ciri khusus. 2. Mencari tanda, si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasi tambahan yang mungkin hanya melakukan kategorisasi yang tepat. 3. Konfirmasi, yakni terjadinya setelah objek mendapatkan penggolongan sementara. 4. Konfirmasi tuntas, dimana pencaharian tanda-tanda diakhiri dan respon mulai muncul.
26
Respon seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi juga oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Sesuatu objek respon yang belum jelas atau belum nampak sama sekali tidak mungkin akan memberikan makna, sehingga apalagi objek tersebut sesuai dengan apa yang pernah dirasakan.
2.2 Masyarakat. 2.2.1. Pengertian Masyarakat Masyarakat merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia. Istilah Inggrisnya adalah society , sedangkan masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab Syakara yang berarti ikut serta atau partisipasi, kata Arab masyarakat berarti saling bergaul yang istilah ilmiahnya berinteraksi. Ada beberapa pengertian masyarakat : a. Menurut Sumarjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. b. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. c. Menurut Ralph Linton masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat
keteraturan
dalam
kehidupan
bersama
dan
mereka
menganggap sebagai satu kesatuan sosial. Ada beberapa komponen masyarakat diantaranya : a. Populasi dengan aspek-aspek genetik dan demografik
27
b. Kebudayaan sebagai produk dari aktivitas cipta rasa, karsa dan karya manusia. Isi kebudayaan meliputi beberapa sistem nilai, yaitu sistem peralatan (teknologi), ekonomi, organisasi, ilmu pengetahuan, kesenian, dan kepercayaan sistem bahasa. Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi melalui perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat sekarang ini dan terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini kemudian berkembang mengikuti perkembangan jaman sehingga kemajuan yang dimiliki masyarakat sejalan dengan perubahan yang terjadi secara global, tetapi ada pula masyarakat yang berkembang tidak seperti mengikuti perubahan jaman melainkan berubah sesuai dengan konsep mereka tentang perubahan itu sendiri. Dalam mempertahankan kehidupannnya masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya. Adapun adaptasi tersebut dibedakan sebagai berikut : a. Adaptasi genetik; setiap lingkungan hidup biasanya merangsang penghuninya untuk membentuk struktur tubuh yang spesifik, yang bersifat turun temurun dan permanen b. Adaptasi somatis yang merupakan penyesuaian secara struktural atau fungsional yang sifatnya sementara (tidak turun temurun). Bila dibandingkan dengan makhluk lainnya, maka manusia mempunyai daya adaptasi yang relatif lebih besar. (http://smileboys.blogspot.com/2008/08/pengertian-masyarakat.html)
28
2.2.2. Masyarakat dan Macamnya Masyarakat adalah suatu kesatuan yang berubah hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan itu. Masyarakat mengenal kehidupan yang tenang, teratur dan aman, disebabkan oleh karena pengorbanan sebagian kemerdekaan dari anggota anggotanya, baik dengan paksa ataupun suka rela. Pengorbanan disini dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak sewenang wenang, untuk mengutamakan kepentingan dan keamanan bersama, dengan paksa berarti tunduk kepada hukum yang telah ditetapkan oleh negara, dengan suka rela berarti menurut adaptasi dan berdasarkan keinsyafan akan persaudaraan dalam kehidupan bersama. Cara terbentuknya masyarakat mendatangkan pembagian dalam : 1. Masyarakat paksaan, umpamanya negara, masyarakat tawanan ditempat tawanan dan sebagainya. 2. Masyarakat merdeka terbagi pula dalam a. Masyarakat alam (nature) yaitu yang terjadi dengan sendirinya, suku, golongan, yang bertalian karena darah atau keturunan, umumnya yang pasti masih sederhana sekali kebudayaannya. b. Masyarakat kultur, terdiri karena kepentingan dunia atau kepercayaan (keagamaan) yaitu antara lain korupsi perekonomian, korupsi gereja dan sebagainya.
29
2.3. Kesejahteraan Sosial 2.3.1. Defenisi Kesejahteraan Sosial Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial masyarakat kita yang industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai. Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial. W.A Friedlander mendefenisikan : “ Kesejahteraan sosial adalah system yang terorganisir dari usaha usaha dan lembaga lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta mencapai relasi perseorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Friedlander, dalam Muhidin, 1984, 1-2). Defenisi di atas menjelaskan : 1.
Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu system atau “organized system” yang berintikan lembaga lembaga dan pelayanan sosial.
30
2. Tujuan sistem tersebut adalah mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi relasi sosial dengan lingkungannya. 3. Tujuan
tersebut
dapat
dicapai
dengan
cara
meningkatkan
“kemampuan individu” baik dalam menentaskan masalahnya maupun memenuhi kebutuhannya. Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan : “Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmania, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadiannya secara sempurna” (Suparlan, 1983;53). Sementara itu Skidmore (dalam Wibawa, 1982:13) sebagaimana dikutip menuturkan : “ Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”.
2.3.2. Konsep Residual dan Institusional. Wilensky dan Lebeaux (1965) membagi dua konsep kesejahteraan sosial yaitu : 1. Konsep Residual. 2. Konsep Institusional. Konsep residual didasarkan pada anggapan bahwa di dalam masyarakat ada dua saluran alamiah, dan melalui kedua saluran itulah kebutuhan-kebutuhan
31
individu dapat terpenuhi, yaitu keluarga dan ekonomi pasar. Kedua saluran tersebut merupakan “structure of supply” yang biasanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia lain. Akan tetapi kedua saluran tersebut tidak selamanya berfungsi secara memadai. Hal itu disebabkan oleh gangguan dalam fungsi keluarga dan ekonomi pasar atau karena individu itu sendiri tidak dapat memanfaatkan “saluran-saluran” tersebut karena adanya hambatan-hambatan seperti sakit, usia tua dan hambatan-hambatan lainya. Dalam keadaan yang demikian, maka suatu mekanisme ketiga struktur kesejahteraan sosial perlu memainkan peranan secara aktif untuk memenuhi kebutuhan manusia. Konsep institusional didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan masyarakat modern sangat kompleks, sehingga tidak setiap individu dapat memenuhi semua kebutuhannya, baik melalui keluarga maupun lingkungan kerja dan hal itu dianggap sebagai suatu kondisi yang normal. Oleh karena itu kesejahteraan dianggap sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Walaupun kedua konsep di atas kelihatannya bertentangan satu sama lain, dalam prakteknya dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Konsep manapun yang ditekankan dalam praktek, tidak ada satu pun dari konsep tersebut yang terjadi dalam keadaan vakum, setiap konsep lahir sebagai refleksi dari kondisi sosial dan kebudayaan masyarakat pada saat tertentu. Dengan kata lain, kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat menentukan corak konsep yang paling sesuai untuk dilaksanakan.
32
2.3.3. Kesejahteraan Sosial Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU No.11 Tahun 2009 dalam pasal 4, juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi : 1.
Menetapkan garis kebijaksanaan di bidang kesejahteraan sosial.
2.
Mengembangkan kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial masyarakat.
3.
Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial (Depsos, 2009).
Untuk
melaksanakan
ketiga
tugas
pokok
tersebut
maka
pemerintah
menyelenggarakan usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial sebagai berikut : 1.
Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan sosial karena berbagai macam bencana (sosial maupun alamiah) atau akibat-akibat lain.
2.
Menyelenggarakan sistem jaminan sosial.
3.
Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial.
4.
Pengembangan dan penyuluhan sosial dan
33
5.
Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk tenagatenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial
2.4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) 2.4.1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian perusahaan juga ikut
melibatkan diri dalam suatu gerakan
mencerdaskan bangsa melalui pemberian bantuan beasiswa, bukan berarti berarti mereka sedang tidak butuh laba. Perusahaan tersebut justru sedang mengejar laba yang sebenarnya, yang bukan sekedar selisih positif antara modal usaha dengan hasil usahanya, tetapi citra positif di mata publik yang bisa menjamin eksistensi dan kelangsungan usahanya. Laba semacam inilah yang belum dipahami para pemilik perusahaan dan pengelolanya. Jika diibaratkan seperti orang yang bersedekah, maka tidak akan ada perusahaan yang menjadi bangkrut karena bersedekah. Oleh karena itu patut didukung upaya-upaya dari dunia usaha yang melakukan “sedekah” melalui apa yang dinamakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR). Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial tersebut. Akan tetapi setidaknya bisa diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari dunia usaha untuk menyumbang bagi pembangunan yang berkelanjutan, melalui bekerja dengan kalangan pekerjanya serta perwakilannya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup sehingga tidak hanya menguntungkan bagi kepentingan bisnis mereka tetapi juga kepentingan pembangunan.
34
Bentuk-bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan sangat beragam, dari bentuknya yang paling sederhana seperti kegiatan kariatif yang sekedar memberikan bantuan uang atau barang, hingga pada program yang kompherensif yang ditujukan kepada suatu komunitas atau masyarakat. Program tersebut biasanya memakan waktu relative lama atau tahunan. Selain itu tanggung jawab sosial perusahaan juga bisa dimulai secara internal yang hanya mencakup karyawan beserta keluarganya seperti fasilitas kerja di atas standar, ruang perawatan bayi, beasiswa kepada anak anak karyawan, hingga yang bersifat eksternal yang ditujukan kepada komunitas atau masyarakat luas.
2.4.2. Sejarah Kemunculan Corporate Sosial Responbility di Indonesia Pembangunan nasional yang sistematis dan terencana di Indonesia bermula sejak Orde Baru, yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun (Pelita), berlaku sejak 1 april 1969. Di awal pembangunan, prioritas utama adalah stabilitas nasional, yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sejak Pelita II(1 April 1974) sehingga pemerintahan Orde Baru (1998) pembangunan ekonomi dijadikan sebagai indikator keberjayaan pembangunan nasional. Akibat nyata penempatan pembangunan ekonomi sebagai indicator keberjayaan pembangunan nasional adalah kurang diperhatikannya masalahmasalah yang yang berkenaan dengan persekitaran maupun masalah-masalah sosial. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah dimanfaatkan bahkan dieksploitasi
sebesar
besarnya
untuk
melaksanakn
pembangunan,
dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
35
Eksploitasi yang luar biasa atas sumber daya alam menjadikan pelaku pelaku pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah pemeliharaan. Pada umumnya pelaku ekonomi sering menyepelekan masalah-masalah yang ada dan yang bakal ada. Pelaku ekonomi sering sekali lupa dengan kepentingan masyarakat sekitar. Sebagai contoh, bagi merelka pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH) hutan identik dengan “satuan meter kabik kayu” yang dapat dijual, yang kemudian masuk pada wilayah hitungan berapa laba yang diperoleh dan berapa pula devisa negara yang dihasilkan. Pelaku ekonomi maupun pemerintah lupa atas fungsi hutan yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat sekitar. Kondisi diatas tercipta juga karena lemahnya penegakan hukum dan belum diimplementasikannya prinsip Good Governance secara baik. Banyaknya persoalan menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pada tahun 1987 masih mengambang. Oleh karena itu para pelaku ekonomi dan pemerintah dituntut melakukan pergeseran dalam memandang eksistensi pembangunan melalui paradigma holistic-integrative. Melalui paradigma tersebut pembangunan bukan lagi hanya dipandang dari sudut pertumbuhan ekonomi, melainkan juga dari sudut daya sokong masyarakat sekitar terhadap keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. Harus diakui, bahwa hingga masa kini belum ada liberatur yang menguraikan secara khas tentang sejarah corporate sosial responsibility di Indonesia. Liberatur yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan kajian sejarah kemunculan CSR di Indonesia berasal dari dua sumber atau dua
36
arah, yakni berkembang dalam masyarakat setempat dan dipengaruhi oleh perkembangan konsep corporate sosial responsibility di berbagai negara. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan kesan yang ditimbulkan ternyata bertentangan dengan budaya masyarakat setempat. Kesadaran akan kondisi tersebut kemudian memunculkan dorongan pada pelaku ekonomi agar lebih memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat dengan maksud menggantikan peluang melakukan aktifitas ekonomi yang hilang akibat kehadiran perusahaan tersebut. Oleh karena itu muncullah kelakuan kedermawanan perusahaan, yakni memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat setempat. Beberapa program tanggung jawab sosial perusahaan yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (Porter dan Kramer, 2004). Dalam kaitan itulah, penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dipandang sebagai sebuah keharusan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka, bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesedaran terhadap lingkungan sekitar. Angka rata-rata perusahaan yang memberikan dana bagi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi sumbangan dana tanggung
37
jawab sosial perusahaan pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Saidi dan Abidin, 2004:64). Apa yang memotivasi perusahaan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan? Penjelasan berikut menggambarkan tiga tahap atau paradigma yang berbeda. 1. Tahap pertama adalah Corporate charity, dorongan amal berdasarkan keagamaan. 2. Tahap kedua corporate philantrophy, dorongan kemanusian yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial. 3. Tahap ketiga adalah corporate Citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi meujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial (Saidi dan Abidin, 2004:69).
2.4.3.
Pemberdayaan
Masyarakat
Dalam
Tanggung
Jawab
Sosial
Perusahaan Pemberdayaan masyarakat atau community development merupakan sebuah aktualisasi dari tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih bermakna dari sekedar aktivitas charity ataupun dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya: community relation. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan community development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan
dengan
komunitas,
adanya
partisipasi,
produktivitas
dan
berkelanjutan. Dalam perwujudan Good Corporate Governance (GCC) maka
38
Good corporate Governance merupakan komitmen dunia usaha untuk mewujudkannya. Dalam aktualisasi GCC, maka kontribusi dunia usaha turut untuk serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan kepada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Metamorfosis tersebut pernah diungkapkan Zaidi (2003) dalam ambadar (2008), secara detail dalam tabel berikut ini.
39
Tabel 2 Paradigma
Charity
Philanthropy
Good Corporate Citizenship
Motivasi
Agama, tradisi,
Norma, etika dan
Pencerahan diri
adaptasi
hkum universal
dan rekonsiliasi dengan keterlibatan sosial
Misi
Pengelolaan
Mengatasi
Mencari dan
Memberikan
masalah
mengatasi akar
kontribusi bagi
setempat
masalah
masyarakat
Jangka pendek
Terencana,
Terinternalisasi
mengatasi
terorganoisir dan
dalam kebijakan
maslah sesaat
terprogram
perusahaan
Yayasan/dana
Keterlibatan
abadi/profesionalitas
baik dana
Pengorganisasian Kepanitiaan
maupun sumber dana lainnya Penerima
Orang miskin
Masyarakat luas
manfaat Kontribusi
Masyarakat luas dan perusahaan
Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah (sosial dan penbangunan serta keterlibatan sosial)
Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber: Za’im Zaidi (2003) dalam ambadar (2008) Dari tabel diatas 1.1 dapat dilihat terdapat hal penting yang membedakan antara aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa dalam aktivitas philanthropy aktivitas lebih didorong oleh norma dan etioka hukum, bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban, selain itu inspirasi aktivitas adalah untuk
40
memenuhi kepentingan bersama semua pihak, baik perusahaan maupun komunitas. Dengan demikian tampak bahwa community development merupakan pelaksanaan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Khususnya di Indonesia, pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan memang tampaknya lebih cocok dengan program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dengan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang bernafaskan community development dapat mencapai tujuan strategis perusahaan. Disamping untuk mencapai profit optimum juga dapat bermanfaat bagi komunitas.
2.4.4. Pelaksanaan Program Corporate Sosial Responsibility (CSR) di Indonesia Terkait dengan pelaksanaan program CSR maka perusahaan-perusahaan yang melakukan praktik bisnisnya di Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Perusahaan
yang
sudah
menempatkan
program
corporate
sosial
responsibilty pada strategi inti dan jantung bisnisnya. CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kepentingan perusahaan. 2. Perusahaan yang menilai Program CSR akan memberi dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya. 3. Perusahaan peringkat merah yang mulai melaksanakan program CSR, dimana pelaksanaannya masih dipandang sebagai komponen biaya yang mengurangi laba perusahaan.
41
4. Perusahaan
peringkat
hitam,
dimana
kegiatannya
degeneratif,
mengutamakan kepentingan bisnis, tidak peduli aspek lingkungan dan aspek sosial disekitarnya. Beberapa ketentuan hukum yang mengatur mengenai pelaksanaan corporate sosial responsibility adalah : 1. Keputusan Presiden No. 90 Tahun 1995 tentang “Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan yang diberikan bagi Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I” Pasal 2 butir 1 : “Wajib pajak badan maupun orang pribadi dapat membantu sampai dengan setinggi tingginya 2 persen dari laba atau penghasilan setelah Pajak Pengahasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak bagi pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I” 2. Keputusan Presiden No. 92 tahun 1996, diubah menjadi : “Wajib pajak badan maupun orang pribadi wajib memberikan bantuan bagi pembinaan keluarga prasejahtera dan keluarga Sejahtera sebesar 2 persen dari laba atau penghasilan setelah pajak Penghasilan dalam satu tahun pajak. 3. Undang- Undang No. 9 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara : Pasal 2: Maksud dan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara adalah Butir e: Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. 4. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep-236/MBU.2003:
42
Mengikat Badan Usaha Milik Negara untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan.(PKBL). 5. Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara No. SE-433/MBU/2003: Setiap Badan Usaha Milik Negara diisyaratkan membentuk unit tersendiri yang bertugas secara khusus mengurusi PKBL. 6. Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15 butir b: “ Setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan” Pasal 17: “Penanaman modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib mengalokasikan dana secara bertahap bagi pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan. Pasal 34: “ Badan Usaha atau Usaha perseorangan yang tidak memenuhi kewajiban melaksanakan
tanggung
jawab
sosial
akan
dikenakan
sanksi
administratif”. 7. Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas: Ayat 1: “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan ytanggung jawab sosial perusahaan”.
43
Ayat 2: Tanggung jawab sosial dan perusahaan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungakan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperjhatikan kepatuhan dan
kewajaran”. Ayat 3: Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan ketentuan peraturan perundang –undangan. Beberapa perusahaan di Indonesia yang telah melakukan progran corporate sosial responsibility di berbagai bidang adalah : Bidang Pendidikan 1. PT Austindo Nusantara Jaya Pusat kreatif di SD Percobaan Mangunan, Yokyakarta. Program Pelatihan dan Pengembangan Untuk Guru dan Administrasi Sekolah. 2. Citi Bank Program Citi Bank Peka Pendidikan. Program Citi bank Peka ini dilakukan dalam bentuk capacity building, manejemen keuangan, lembaga pendanaan, dan mekanisme sukarelawan. 3. PT. Kaltim Prima Coal Program “Global Learning of the Business Enterprise with Prestasi Junior Indonesia”. Pemberian-beasiswa kepada beberapa pelajar di Sangatta, Kutai barat, Kalimantan Timur.
44
4. McKinsey & Company Business Plan ometition”.: Kompetisi Perencanaan Bisnis Bagi pelajar Indonesia.Harvard McKinsey seminar: mengadakan seminar setiap 4 bulan sekali dengan topik yang berbeda. Pengemabangan Pendidikan bagi anak usia dini di TPA Bantar Gebang. 5. Shell Companies In Indonesia Program anak asuh SD-SMA Bidang Lingkungan : 1. Bitish Petroleum Indonesia Konsultasi
publik
pada
pembuatan
AMDAL(analisa
mengenai
pencemaran lingkungan) Proyek Pengembangan gas kepodang di laut jawa. 2. McKinsey & Company Konservasi Laut di Bali. 3. PT.Unilever Indonesia Tbk Program Kali Bersih Sungai Brantas Bidang Kesehatan 1. PT.Avon Indonesia Avon Breats Cander Crusade : Sosialisasi pencegahan kanker payudara. 2. McKinsey & Company Program Donor Darah. 3. PT.Rio Tinto Indonesia Program pemeriksaan penyakit TBC di beberapa wilayah di Kutai Barat, Kalimantan Timur.
45
4. PT.Roche Indonesia Program Desa Sehat 203, “Pilot Project di Desa Cisalak, Depok. 5. PT.Unilever Indonesia Program Pendidikan Kesehatan Masyarakat, seperti pemeriksaan gigi gratis, program pemeliharaan gigi, kampanye kebersihan tangan, promosi pemberian ASI bersama UNICEF, kampanye keluarga berencana bersama BKKBN, serta revitalisasi Posyandu (Pos Pelayanan terpadu). (Kuntari dan Khairina, dalam Kompas, 2007).
2.5. Multiplier Effect (Efek Pengganda) Teori ini menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain (Glasson, 1990). Teori ini hamper sama dengan teori Trickling down tetapi lebih memacu pada bentuk kegiatan, sedangkan teori Trickling down effect lebih memacu pada ruang. Berdasarkan teori ini dapat dijelaskan bahwa dengan adanya kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk di Kabupaten Toba Samosir Porsea akan memacu timbulnya aktifitas lain terhadap masyarakat di Kecamatan Parmaksian. Kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk ini memang banyak menimbulkan aktivitas-aktivitas yang lain terhadap masyarakat. Aktivitas-aktivitas yang timbul antara lain adalah : 1. Munculnya Perdagangan dan dunia bisnis yang baru seperti : a. Meningkatnya jumlahnya rumah makan. b. Meningkatnya jumlah salon.
46
c. Munculnya tempat – tempat hiburan seperti café, bahkan tempat tempat prostitusi. d. Meningkatnya jumlah wartel. e. Meningkatnya jumlah counter HP ataupun kios isi pulsa. f. Munculnya doorsmer kereta maupun mobil. g. Meningkatnya jumlah warung. 2. Peningkatan Lapangan Kerja. Peningkatan lapangan kerja yang terjadi maksudnya dengan banyaknya usaha- usaha yang dikembangkan, secara otomatis akan diperlukan karyawan atau tenaga kerja untuk menjalankan usaha tersebut. Secara tidak langsung munculnya usaha dan bisnis berhubungan dengan peningkatan lapangan kerja.
3. Peningkatan Jasa Akomodasi dan Transportasi. Jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat semenjak kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk, mulai dari jumlah sepeda motor maupun mobil. Selain dipakai untuk kegiatan pribadi, banyak juga masyarakat yang menyediakan kendaraan bermotornya untuk kegiatan jasa baik akomodasi dan transportasi. Ada yang menjadikan sepeda motornya ojek dan ada yang merubah mobilnya menjadi angkot. Mengingat bahwa semakin meningkatnya aktivitas masyarakat maka diperlukan peningkatan jumlah transportasi sebagai factor pendukung terhadap kegiatan dan aktivitasa masyarakat.
47
2.6. Kerangka Pemikiran Dengan beroperasinya lagi PT. Toba Pulp Lestari pada tahun 2003 tentunya akan memberikan dampak bagi masyarakat sekitar. Kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk dengan paradigma baru diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. PT.Toba Pulp Lestari dalam aktifitas produksinya telah mempersiapkan paradigma baru, adapun paradigma baru itu adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan Teknologi yang ramah terhadap lingkungan. 2. Penglolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan. 3. Pelaksanaan Tanggung jawab Sosial (Corporate Sosial Responsibility) yaitu: 1. Mengutamakan masyarakat sekitar sebagai pekerja dan menduduki jabatan yang ada. 2. Melakukan pembagian bisnis dengan masyarakat sekitar. 3. Menyisihkan dana kontribusi sosial untuk community development sebesar 1% net sales per tahun. 4. Menerima lembaga independen untuk mengawal pelaksanaan paradigma baru tersebut. Dengan adanya corporate sosial responsibility yang dibawa oleh PT. Toba Pulp Lestari Tbk, bagaimanakah respon masyarakat dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut ;
48
BAGAN I KERANGKA PEMIKIRAN
MASYARAKAT
PT. TPL Tbk
KEC. PARMAKSIAN
1. Peningkatan Sumber Pendapatan 2. Peningkatan Lapangan Kerja 3. Peningkatan Sarana dan Prasarana
Sikap Persepsi Partisipasi
CSR 1. Mengutamakan masyarakat sekitar sebagai pekerja dan menduduki jabatan yang ada 2. Melakukan pembagian bisnis dengan masyarakat sekitar 3. Menyisihkan dana kontribusi sosial untuk community development sebesar 1% net sales per tahun
49
2.6 Defenisi Konsep Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian sosial. (Singarimbun,1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat menghamburkan tujuan peneltian. Penelitian ini untuk mengetahui respon masyarakat kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir terhadap kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk, oleh karena itu untuk
menghindari kesalahpahaman dalam penelitian maka
merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian. Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep sebagai berikut: 1. Respon adalah “jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus” (Muller,1991: 3). 2. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. 3. PT.TPL Tbk bukanlah suatu lembaga yang khusus bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi PT.TPL Tbk adalah sebuah lembaga komersil yang berkewajiban berpartisipasi memperbaiki
50
kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan. 4. Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate sosial responsibility) merupakan komitmen dunia usaha untuk menyumbangkan dana bagi pembangunan yang berkelanjutan, melalui bekerja dengan kalangan pekerjanya serta perwakilannya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup sehingga tidak hanya menguntungkan bagi kepentingan bisnis mereka tetapi juga kepentingan pembangunan.
2.7. Defenisi operasional. Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variable (Singarimbun,1989: 33). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada. Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon masyarakat terhadap kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk maka yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sikap masyarakat terhadap kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Meliputi penilaian, penolakan atau penerimaan serta suka atau tidak suka. 2. Persepsi masyarakat terhadap kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk. meliputi pengetahuan masyarakat tentang PT. Toba Pulp Lestari. 3. Partisipasi masyarakat dapat diukur melalui keterlibatan masyarakat dengan program yang dilaksanakan PT. Toba Pulp Lestari Tbk.
51