BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jahe
Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang menempati posisi yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia serta memiliki banyak kegunaanya (Hapsoh, et al., 2010). Tanaman jahe ini adalah tanaman rumput-rumputan berbatang semu. Batang semu jahe diselubungi oleh dasar pelepah daun. Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rhizomanya. Rhizo ataupun rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah. Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang dan tidak teratur. Tanaman jahe dapat diperbanyak dengan menanam rhizoma yang sudah cukup tua, minimal berumur 9 bulan (Koswara, 1995). Tabel 2.1. Karakteristik Tiga Jenis Jahe : Bagian tanaman Struktur rimpang Warna irisan
Jahe gajah Besar berbuku Putih kekuningan rimpang 0.18-2.08
Jahe emprit Kecil berlapis Putih kekuningan 0.10-1.58
Jahe merah Kecil berlapis Jingga muda sampai merah 0.20-1.40
Berat per (kg) Diameter rimpang 8.47-8.50 3.27-4.05 4.20-4.26 (cm) Kadar minyak atsiri 0.82-1.66 1.50-3.50 2.58-3.90 (%) Kadar pati (%) 55.10 54.70 44.99 Kadar serat (%) 6.89 6.59 Kadar abu (%) 6.60-7.57 7.39-8.90 7.46 Sumber : Dimodifikasi dari Rostiana dkk. (1991); Sri Yuliani dan Risfaheri (1990) diacu dalam Bermawie, dkk (1997)
Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya dikenal tiga jenis jahe yaitu jahe putih (kuning besar dan sering disebut jahe gajah), jahe putih kecil (jahe emprit) dan jahe merah (Hapsoh, et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.
Klasifikasi Tanaman Jahe
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
Species
: Zingiber officinale Rosc
Varietas
: Zingiber officinale var. officinale (kuning besar / jahe gajah) Zingiber officinale var. rubrum (kuning kecil/ jahe emprit) Zingiber officinale var. amarum (jahe Sunti/ jahe merah)
Gambar. 2.1 Tanaman Jahe Merah
2.1.2.
Kandungan Kimia Rimpang Jahe Secara Umum
Komposisi kimia jahe terdiri dari minyak atsiri 2-3%, pati resin, asam-asam organik, asam malat, asam oksalat dan gingerin (Depkes, 1989). Disamping itu, rimpang jahe juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat , vitamin A, B dan C, mineral senyawa-senyawa
flavonoid dan polifenol. Rimpang jahe juga
mengandung enzim proteolitik yang disebut zingibain. Bahan aktif pada rimpang jahe terdiri atas minyak atsiri, zingiberin, kamfen, lamonene, borneol, sineol, zingiberal, linalool, gingerin, kavikol, zingiberen, zingiberol, gingerol, shogaol, minyak damar, pati, asam malat dan asam oksalat.
Universitas Sumatera Utara
Minyak atsiri merupakan campuran senyawa organik mudah menguap (volatile oil), tidak larut air dan memiliki bau yang khas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren, dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen, zingeron damar dan pati. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen (35%), kurkumin (18%), farnesene (10%) serta bisaolene dan –sesquiphellandrene dalam jumlah kecil. Disamping itu juga terdapat sedikitnya 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti 1,8 – cineole, linalool, borneol, neral dan geraniol (Govindarajan, 1982). Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-3,90% yang dihitung berdasarkan berat kering. Kandungan atsiri pada jahe putih adalah 0,82- 1,68%, sedangkan pada jahe putih kecil yaitu 1,5-3,3 %. Senyawa minyak atsiri pada umumnya berwarna kuning, sedikit kental. Kandungan minyak atsiri pada jahe sangat dipengaruhi umur tanaman dan umur panen. Semakin tua umur jahe maka semakin tinggi kandungan minyak atsirinya.Komponen ini merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol, paradols dan zingerone yang memberikan rasa pedas dimulut. Gingerol merupakan komponen aktif utama pada jahe segar (Govindarajan, 1982). Shagaol adalah komponen utama pada jahe kering (Connel and Sutherland, 1969).
2.1.3. Kegunaan Rimpang Jahe Secara Umum Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena rimpangnya paling banyak digunakan sebagai bumbu untuk berbagai resep makanan, pemberi rasa dan aroma pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula maupun sebagai bahan dasar dari pembuatan minuman. Jahe juga digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, ataupun diolah menjadi asinan jahe dan acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Jahe juga dapat digunakan pada obat tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk angin, untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, obat anti mual, dan mabuk perjalanan, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, neuropati, sebagai
Universitas Sumatera Utara
penawar racun ular dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Hapsoh ,et.al., 2010).
2.2. Terpenoid Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986). Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi hemiterpen dengan 5 atom C, monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen dengan 15 atom C, diterpen dengan 20 atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nagegowda, 2010; Dewick, 2009). Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim A melakukan kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP (Dimetilalil Pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Universitas Sumatera Utara
Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi –reaksi sekunder ini lazimnya addalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya. Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid : O
CH3
O SCoA + CH3
C
O
O
C
CH3
SCoA
O
CH3
CH2
C
C
C
SCoA
SCoA
Asetosetil koenzim A
Asetil Koenzim A
OPP OH
O
OH
O
C CH2
C
O
H H3C
CH2
C CH2
C
C
SCoA
CH3
CH2
SCoA
CH2
OH
CH3
C
C
OH
O CH2
O
CH2
Asam mevalonat
CH2
OH
-OPP -CO2
CH3
C
CH
CH2
OPP
CH3
Dimetilalil pirofosfat (DMAPP)
CH3
C
H C
CH2
H
CH2
OPP
Isopentenil pirofosfat (IPP)
Universitas Sumatera Utara
OPP
+ H
OPP
IPP
DMAPP
Monoterpen
OPP Geranil pirofosfat
OPP
H Seskuiterpen
OPP
2X
Farnesil pirofosfat
Triterpen OPP
H Diterpen
OPP Geranil-geranil pirofosfat
2x tetraterpen
Gambar 2.2
Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)
Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol, dan linalool dari satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini contoh perubahan senyawa monoterpen dapat dilihat pada gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
CH2OH
Geraniol (trans)
-H2o
OH Mirsen H
,
O
CHO
Linalool O Sitronelal
CH2OH
CHO
Nerol (cis)
Gambar 2.3 Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farsenil pirofosfat dan trans-farsenil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farsenil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farsenil pirofosfat menjadi sekuiterpen dapat dilihat pada gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
OH
+
Farnesol
CH2
-H+ +
OPP
Humulen
Trans-Farnesil pirofosfat
+
CH2
OPP
+
-H+ cis-Farnesil pirofosfat
Bisabolen
Gambar 2.4 Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).
2.3. Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap , minyak eteris atau minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap diudara terbuka. Dalam keadaaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun pada penyimpanan yang lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin
Universitas Sumatera Utara
serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen , ditutup rapat serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk. Secara kimia minyak atsiri merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Pengelompokan tersebut didasarkan pada awal terjadinya minyak atsiri didalam tanaman. Melalui asal usul biosintetik, minyak atsiri dapat di bedakan menjadi : 1. Turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat 2. Turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik, terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut sebagai isoprena. Sementara fenil propana terdiri dari gabungan inti benzena (fenil) dan propana. Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa terpenaterpena yang tidak membentuk cincin (asiklik), bercincin satu (monosiklik) ataupun bercincin dua (bisiklik). Masing-masing dapat memiliki percabangan gugus-gugus ester, fenol, oksida, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil propana juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol ( Gunawan, 2010).
2.3.1. Sifat-Sifat Minyak Atsiri Menurut Gunawan (2010) sifat-sifat minyak atsiri adalah : 1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa 2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalna. Bau minyak atsiri satu dengan yang lainnya berbeda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komoponen penyusunnya 3. Dalam keadaan murni , belum tercemar oleh senyawa lain mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
Universitas Sumatera Utara
maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel 4. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak 5. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun 6. Indeks bias umumnya tinggi 7. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C simetrik 8. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya kecil 9. Sangat mudah larut dalam pelarut organik
2.3.2. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tumbuhan Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150 – 200 spesies tanaman yang termasuk famili Pinaceae, Labiateae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rhizome
(http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/atsiri-pala/omit-sumitra-
dan-soesarsono-wijandi-ed/). Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya penguraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri juga bersifat sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga. Berdasarkan atas asal usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat 2. Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur biosintesis asam sikimat , fenil propanoid (Gunawan, 2010).
2.3.3. Biosintesis Komponen Minyak Atsiri Kerangka dasar komponen minyak atsiri adalah terpena yang terdiri dari satuan isoprena. Satuan isoprena yang berperan aktif secara biosintetik adalah isopentenil pirofosfat, dimetil alil pirofosfat serta senyawa-senyawa yang terbentuk dari asam asetat lewat jalur bisintesis asam mevalonat. Geranil pirosfat adalah prekursor C10 dari terpena dan dianggap memainkan peran kunci dalam pembentukan monoterpen serta dibentuk melalui kondensasi dari masing-masing satuan isopentenil pirosfosfat dan dimetil alil pirofosfat. Geranil pirofosfat dianggap sebagai prekursor langsung untuk monoterpena siklik. Namun, senyawa ini harus berupa isomer sis terhadap neril pirofosfat sebelum monoterpena siklik dapat dibentuk. Sebab, isomer trans tidak memiliki stereo kimia yang tepat untuk siklisasi. Kemungkinan lain adalah pembentukan neril pirofosfat dari isopentenil pirofosfat. Dalam hal ini dimetilalil pirofosfat tidak bergantung pada langkah geranil pirofosfat. Bentuk pertengahan dalam pembentukan terpena siklis ditunjukkan sebagai ion karbonium. Prekursor utama untuk komponen fenil propanoid dalam minyak atsiri adalah asam sinamat dan asam p-hidroksi-sinamat yang juga dikenal sebagai asam p-komarat. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin yang akhirnya disintesis lewat jalur asam sikimat. Jalur biosintetik ini dapat dilakukan oleh mikroorganisme dengan menggunakan mutan auksotropik Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes yang membutuhkan asam amino aromatik untuk pertumbuhannya. Dalam reaksi biosintesis dibawah ini, dua metabolit glukosa (eritrosa-4-fosfat dan fosfoenolpiruvat) bereaksi menghasilkan gula keto 7-karbon yang mengikat fosfat. Senyawa ini membentuk lingkaran asam 5-dehidrokuinat yang kemudian diubah menjadi asam sikimat. Melalui serangkaian reaksi yang mengikat fosfat , asam sikimat menghasilkan asam korismat yang menjadi titik kunci penting dalam biosintesis, yakni satu
Universitas Sumatera Utara
cabang menuju ke asam prefenat yaitu senyawa nonaromatik terakhir didalam urutan biosintesis. Asam prefanat dapat dijadikan senyawa aromatik melalui dua cara yaitu 1. Melalui cara dehidrasi dan dekarboksilasi secara berkesinambungan menghasilkan asam fenilpiruvat (yaitu prekursor langsung dari senyawa fenilalanina). 2. Melalui dehidrogenasi dan dekarboksilasi menghasilkan asam phidroksifenilpiruvat (yakni senyawa yang merupakan prekursor tirosin) Asam sinamat (prekursor fenilpropanoid) dibentuk dengan deaminasi enzimatik langsung dari fenil alanin dan asam p-komarat yang awal proses pembentukannya analog dengan pembentukan tirosin yakni melalui hidroksilasi asam sinamat pada kedudukan para (Gunawan, 2010).
2.3.4. Kandungan Kimiawi Minyak Atsiri Tidak satu pun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe berbeda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti berikut 1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah misalnya stearoptena 2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan
melalui proses destilasi
bertingkat 3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat 4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi 5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena yaitu suatu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi kedalam satuan-satuan isoprena. Satuan-satuan isoprena (C5H8) ini terbentuk dari asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang 5 satuan atom karbon yang mengandung 2 ikatan rangkap. Selama proses biosintesis, satuan isoprena saling bergabung membentuk rantai yang lebih panjang dengan cara menggandeng kepala ke ekor. Jumlah per satuan yang bergandengan dalam satu terpena dapat dijadikan pedoman untuk klarifikasi senyawa-senyawa ini.
Universitas Sumatera Utara
Senyawa yang terdiri atas 2 satuan isoprena disebut monoterpen (C10H16), senyawa yang mengandung 3 satuan isoprena disebut seskuiterpena (C15H24), yang mengandung 4 satuan isoprena disebut diterpena (C20H32), mengandung 6 satuan ioprena disebut triterpen (C30H48) dan seterusnya. Terpena sering terdapat sebagai komponen penyusun minyak atsiri adalah monoterpena. Monoterpena banyak ditemui dalam bentuk asiklik, monosiklik, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan keturunan yang teroksidasi seperti alkohol, aldehida, keton, fenol, oksida dan ester. Terpena dibawah monoterpena yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah seskuiterpena dan diterpena. Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsiri adalah senyawa golongan fenil propana. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3 (Gunawan, 2010).
2.3.5. Golongan Minyak Atsiri Pada umumnya perbedaan minyak atsiri komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh , umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C) , Hidrogen (H) dan oksigen (O). Pada umumya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Golongan Hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan terpen Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunya sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon (C dan H) . Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri monoterpen (2 unit isoprene), sesquiterpen (3 unit isoprene, diterpen (4 unit isoprene) dan politerpen. 2. Golongan Hidrokarbon teroksigenasi Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termaksud dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, eter, ester dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua (Ketaren, 1985).
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Metode Isolasi Minyak Atsiri Menurut Gunawan (2010) minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut : 1. Metode Destilasi Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri antara lain a) Metode destilasi kering (langsung dari bahan tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan. b) Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air serta destilasi uap langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan kedalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan yaitu: -
Bahan tanaman langsung direbus dalam air
-
Bahan tanaman langsung masuk air tetapi tidak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas
-
Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan air mendidih dari bawah dandang
-
Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disembukan uap air dari luar bejana
2. Metode Penyarian Dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Metode ini digunakan untuk minyakminyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya didalam tanaman sangat kecil. Bila
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan dengan metode lain minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna didalam bahan pelarut organik nonpolar. 3. Metode Pengepresan atau Pemerasan Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis dalam proses. Metode ini dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk. Juga terhadap minyakminyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemenya relatif besar. 4. Metode Enfleurage Metode ini sering disebut metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif elama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/ minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambat sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung. Caranya adalah dengan menaburkan bunga dihamparan lapisan lilin dalam sebuah baki besar (1m x 2m) dan ditumpuk-tumpuk menjadi beberapa tumpukan baki yang saling menutup rapat. Baki-baki berlapis lilin tersebut dieramkan, dibiarkan menyerap bau bunga sampai beberapa hari/minggu. Setiap kali bunga yang sudah habis masa kerja enzimnya diganti dengan bunga segar. Demikian seterusnya hingga dihasilkan lilin yang berbau harus (dalam perdagangan dikenal sebagai pomade). Selanjutnya, pomade dikerok dan diekstraksi menggunakan etanol seperti lazimnya proses ekstraksi biasa. Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah ataupun keadaan dingin sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini masih diterapkan didaerah Grasse di Prancis Selatan dengan peralatan yang masih sederhana, praktis dan berkapasitas kecil (Ketaren , 1985).
Universitas Sumatera Utara
Adapun metode-metode penyulingan minyak atsiri dibagi atas : 1) Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini adalah adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. 2) Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan secara langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh ataupun uap lewat panas dengan tekanan lebih dari satu atmosfer. 3) Penyulingan dengan uap dan air Bahan tanaman yang akan disuling diletakkan diatas rak-rak ataupun saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air disampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994). Penyulingan ini cocok digunakan untuk mengekstraksi biji-bijian, akar dan kayu yang umumnya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi dan tidak baik dilakukan pada jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh proses pemanasan dan air (Ketaren, 1985).
2.4.
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Zat antioksidan mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah (Kochhar dan Rossell, 1990) . Fungsi utama dari antioksidan yaitu : 1. Pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. 2. Merupakan fungsi sekunder antioksidan Memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Buck,1991).
2.4.1. Klasifikasi Antioksidan Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh, enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas 2. Antioksidan sekunder adalah senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh , vitamin E, C dan betakaroten yang diperoleh dari berbagai buah. 3. Antioksidan tersier adalah senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh, enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak.
Universitas Sumatera Utara
Tahapannya menurut Counsell dan Hornig (1981) adalah I.
Inisiasi R•
RH + initiator II.
III.
Propagasi R• + O2
ROO•
R• + RH
ROOH + R•
Terminasi R• + R• ROO• + R•
RR ROOH + R•
Berdasarkan sumber antioksidan, yaitu: a)
Antioksidan alami
Adalah antioksidan yang merupakan hasil dari ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari 1 atau 2 komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksireaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan. b)
Antioksidan sintetik
Adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan dan sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ), dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
2.4.2. Radikal Bebas dan Pengaruh Antioksidan Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu
Universitas Sumatera Utara
substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki, et al.,2002 ; Sibuea, 2003). Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2001). Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas seperti: enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001; Trevor, 1995). Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya tetap, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal bebas akan bereaksi dengan komponen sel dan menimbulkan kerusakan sel (Arnelia, 2002). Dampak reaktifitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif seperti kanker, asterosklerosis, penyakit jantung koroner (PJK) dan diabetes mellitus. Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-) , superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2) , peroksinitrit (ONOO-) , asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006). Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pergembangan aroma-tak sedap dengan memperpanjang periode induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir periode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan. Antioksidan dapat menghambat atau
Universitas Sumatera Utara
memperlambat oksidasi dalam dua cara yaitu baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini dikonsumsi selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi nonradikal, menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet (Pokorny, 2001).
2.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan Menurut Benzie & Strain (1996), pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu : 1.
Metode CUPRAC
Menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II) (Cu(Nc) kromogenik. Pereaksi Cu(Nc)
2
2+
2
2+
sebagai pereaksi
yang berwarna biru akan mengalami reduksi
menjadi Cu(Nc)2+ yang berwarna kuning dengan reaksi: n Cu(Nc)2 2+ +AR(OH)n → n Cu(Nc)2+ + AR(=O)n + n H+ 2.
Metode DPPH
Menggunakan 2,2 difenil-1- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan (Apak et al. 2007). DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil dengan berat molekul 394.32 dan rumus molekul C18H12N5O6. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).
Gambar 2.5. Rumus Bangun DPPH
Universitas Sumatera Utara
3.
Metode FRAP Menggunakan
Fe(TPTZ)23+
kompleks
triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ)2
besi3+
ligan
2,4,6-tripiridil-
akan berfungsi sebagai zat
pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe(TPTZ) 22+ yang berwarna kuning dengan reaksi berikut: Fe(TPTZ) 23+ + AROH → Fe(TPTZ)22+ + H+ + AR=O 2.4.4. Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Aktivitas antioksidan dapat dilakukan beberapa cara salah satu metode pengukuran yang sering digunakan adalah metode DPPH. DPPH merupakan suatu radikal bebas stabil kerena mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberikan efek warna ungu yang dalam pada panjang gelombang 517 nm dalam pelarut etanol. Zat ini berperan sebagai penangkap elektron atau penangkap radikal hidrogen bebas. Hasilnya molekul yang bersifat stabil. Bila
suatu senyawa
antioksidan direaksikan dengan zat ini maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang, 2010). Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan minyak atsiri antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm. Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai absorbansi yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung persentase inhibis 50% (IC50) yang menyatakan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel maka akan semakin rendah nilai IC50. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan peredaman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu (Mosquera, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri
2.5.1. Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC-MS) Gas kromatografi adalah satu tehnik analisa yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponenkomponen
penyusunnya.
Gas
kromatografi
biasa
digunakan
untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam campuran gas dan juga menentukan suatu senyawa dalam fase gas (Pavia, 2006). Pada kromatografi gas komponennya adalah wadah gas murni bertekanan tinggi yang dilengkapi pengatur tekanan, sistem pemasukan cuplikan atau injektor, tanur bertermostat, kolom dengan kemasan yang cocok, detektor dengan kelengkapan elektroniknya dan perekam untuk detektor. Perilaku senyawa dalam kondisi tertentu (kolom, laju aliran, suhu) sangat khas. Jadi senyawa akan mencapai detektor pada waktu tertentu setelah disuntikkan (Gritter, 1991). Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengatur jarijari orbit melingkar dalam medan magnetik seragam. Metode spektroskopi massa didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan menjadi ion-ion gas dan memisahkannya berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Salah satu cara pengubahan suatu molekul menjadi ion molekul dapat digambarkan, yaitu : Sinar eM
M 50-100 ev
M+ + 2e-
Gas Netral
Pengukuran spektrum (m/e)
Ion-ion kecil
Bila suatu molekul terbentuk gas disinari oleh elektron berenergi tinggi didalam sistim hampa maka terjadi ionisasi, ion molekul terbentuk dan ion molekul yang tak stabil pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil. Contoh, molekul ABCD pecah menjadi beberapa kemungkinan ion atau gugus radikal bagan. Spektroskopi massa dapat memberi informasi kualitatif dan kuantitatif tentang susunan atom dan molekul zat-zat organik dan anorganik.
Universitas Sumatera Utara
ABCD + e-
ABCD* + 2E A+ + BCD. A. + BCD+ CD.
BC+ + D
+ AB+
B + A+ A + B+
AB. + CD+
Sistem masukan
Sumber Ion
Penganalisis Massa
Pembacaan
Detektor
Pengolahan Sinyal
Gambar 2.6. Diagram Spektrometer Massa
Dalam spektrometer massa, sumber ion berguna untuk mengubah komponen cuplikan menjadi partikel bermuatan. Dalam proses ini, pemecahan molekul analit kadang menghasilkan spektrum partikel bermuatan dengan pembandingan massa muatan yang berbeda. Partikel positif dan negatif dihasilkan didalam proses ionisasi dan satu persatu dari partikel-partikel itu dikeluarkan dari sumber ion. Penganalisis massa adalah suatu alat pendispersi yang berfungsi seperti didalam spektrometer optik. Dispersi didasarkan pada massa partikelpartikel bermuatan. Seperti alat optik lainnya, spektometer massa memiliki detektor (suatu detektor ion), pengolah sinyal dan pencacah. Ciri khusus spektrometer massa yang tak terdapat dalam kebanyakan metode optik ialah semua komponen sebelum setektor bertekanan rendah (10-4 – 10-8 torr, 1 tor = 1,2 x 10 -3 at). Pengambilan spektrum massa dengan suatu instrumen yang terlihat meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1. Semikro mol atau kurang cuplikan dimasukkan ke dalam sumber ion yang dijaga pada tekanan sekitar 10-5 torr, umumnya cuplikan kedalam bentuk gas tetapi dapat juga berbentuk cair dan padat
Universitas Sumatera Utara
2. Molekul-molekul cuplikan diionkan dan dipecahkan oleh benturan dengan aliran elektron, ion-ion , atom-atom cepat, foton, panas atau potensial listrik tinggi 3. Ion-ion positif dipisahkan dari ion-ion negatif oleh potensial negatif yang menarik ion positif ke celah penganalisis massa (kadang potensial positif digunakan untuk menolak ion positif dan mempercepat ion negatif ke dalam penganalisis 4. Dalam penganalisis, ion-ion bergerak cepat dihamburkan dan kemudian difokuskan pada detektor 5. Dalam analisis, ion-ion jatuh pada suatu elektoda pengumpul, arus ion yang dihasilkan dan dicatat sebagai fungsi waktu. Sistem pemasukan cuplikan dapat berasal dari keromatografi gas. Gabungan spektrometer massa dan kromatograf gas ini disebut “GC-MS” (Gas Chromatography –Mass Spectroscopy) (Pavia et.al., 2006).
2.5.2. Spektrofotometri Spektrofotometri adalah salah satu bagian dari ilmu fisika yang mempelajari tentang analisis spektrum suatu senyawa. Adapun beberapa keunggulan dari spektrofotometri yaitu: 1. Jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil dan zat tersebut seringkali dapat diperoleh kembali. 2. Waktu pengerjaan relatif cepat Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma atau celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding. 1. Sumber Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram yang arusnya tergantung pada tegangan lampu. 2. Monokromator Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan λ yang diinginkan. 3. Sel Absorpsi Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa yang digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan. 4. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Cara kerja spektrofotometer sangat singkat yaitu dengan menempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian dipilih fotosel yang cocok 200 nm- 650 nm (650 nm – 1100 nm) agar daerah panjang
Universitas Sumatera Utara
gelombang yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan nol galvanometer didapat dengan memutar tombol sensivitas. Dengan menggunakan tombol transmitasi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala abosrbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2003).
2.5.2.1. Spektofotometri UV-VIS Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut. Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna komplementer dari warna yang teramati. Tabel 2.6. Warna yang diamati dan warna komplementernya Panjang gelombang <400 400-450 450-490 490-550 550-580 580-650 650-700 >700
Warna terlihat Ultraviolet Violet Biru Hijau Kuning Jingga Merah Inframerah
Warna komplementer Kuning Jingga Merah Ungu Biru Hijau
2.5.2.2. Prinsip Kerja Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan: 𝐼𝑜
𝐼𝑜
T=� �
atau %T = � � x 100%
𝐼𝑡
𝐼𝑡
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus: 𝐼𝑡
A = - log T = -log � � 𝐼𝑜
Dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah
intensitas cahaya setelah melewati sampel. Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai: A = a . b . c atau A = ε . b . c Dimana: A = absorbansi b = tebal larutan (tebal kuvet umumnya 1 cm) c = konsentrasi larutan yang diukur
(Zysk AM dkk, 2007).
Pada metode spektrofotometri terdapat permasalahan ataupun gangguan seperti sidik jari, kotoran padat yang telah kering yang menempel pada dinding sel yang dapat mengganggu penembusan sinar juga gelembung udara dan lemak (Alaerts, 1987). Biasanya permasalahan analisis dengan metode spektrofotometri adalah kesalahan pengakuran detektor yang disebabkan oleh : 2.
Adanya radiasi sesatan (stary radiation) yang ditimbulkan oleh peralatan spektrofotometer itu sendiri dan ditimbulkan oleh faktor-faktor dari lingkungan seperti debu dan sebagainya.
3.
Adanya pergeseran panjang gelombang pengukuran (λmaks) yang disebabkan oleh gerakan mekanis untuk mengatur panjang gelombang (Mulja, 1995).
Universitas Sumatera Utara