BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Praktik pencegahan kanker servik Terbentuknya praktik terutama pada orang dewasa dimulai domain kognitif (pengetahuan) dalam arti subjek tahu terebih dahulu terhadap stimulus yang berupa objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui. Secara lebih operasional praktik dapat diartikan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulasi) dari luar objek tersebut. Respon manusia tersebut dapat bersifat pasif yang meliputi pengetahuan, persepsi dan sikap, sedangkan yang bersifat aktif merupakan tindakan yang nyata atau practice. Stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok yakni sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Dengan dasar konsep pengertian seperti “Natural History Of Disease or Any Disorder” atau “spektrum kesehatan “, maka dapat dibayangkan bahwa suatu kondisi sehat atau sakit pada suatu saat atau kurun waktu pada hakekatnya merupakan “episode” saja dari kondisi yang lebih luas dan komplek dari kesehatan seseorang atau sekumpulan atau masyarakat. Bila dikaitkan dengan pengertian “Natural History of Disease”, maka tindakan pencegahan sebenarnya merupakan upaya untuk memotong perjalanan riwayat alamiah penyakit tadi dari titik-titik atau tempat-tempat yang kita kuasai dalam arti dengan kata “iptek” atau sumber-daya pendukung yang dapat diperoleh untuk mengatasi masalah tersebut (Budioro, 2000).
5
6
Pada praktik pencegahan terbagi menjadi tiga, yaitu: 1.
Pencegahan primer Pencegahan primer dapat dilakukan melalui promosi dan penyuluhan pola hidup sehat, menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan hanya dengan satu pasangan, dan penggunaan vaksinasi HPV di mana vaksinasi ini dapat mengurangi infeksi HPV karena kemampuan proteksinya adalah sebesar >90%.
Saat ini, ada vaksin yang digunakan untuk mencegah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yaitu virus yang menjadi pencetus kanker servik. Cara kerja vaksin ini dengan merangsang antibodi respon kekebalan tubuh terhadap HPV dimana antibodi ditangkap untuk membunuh HPV sehingga virus tidak masuk ke leher rahim (servik). Idealnya vaksin ini diberikan pada wanita sebelum melakukan hubungan seksual, yaitu sebelum kemungkinan terpapar virus HPV pada usia 9-26 tahun. Meski demikian wanita yang telah aktif secara seksual juga masih mendapatkan manfaat vaksin, namun keuntungannya sedikit, karena mereka telah terpapar virus HPV. Vaksin tidak diannjurkan untuk wanita hamil ( Emilia, 2010).
2.
Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendasarkan pada risiko pasiennya yaitu pasien dengan resiko sedang dan tinggi. Pada pasien dengan resiko sedang, hasil tes Pap yang negatif sebanyak 3 kali berturut-turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan 1 tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap tahun.
Pada pasien dengan resiko tinggi, bagi yang memulai hubungan seksual saat usia <18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner hubungan seksual seharusnya melakukan tes Pap setiap tahun dan setiap 6 bulan sekali
7
terutama untuk pasien dengan resiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang. Upaya penyembuhan penyakit kanker servik yaitu dengan pendeteksian dini, pendeteksian dilakukan dengan pap smear. Tes pap smear adalah upaya pengambilan cairan dari vagina untuk melihat kelainan sel disekitar leher rahim. Tes pap smear hanyalah satu langkah screening, bukan pengobatan. Oleh karena itu semakin dini gejala awal penyakit kanker rahim diketahui, semakin mudah pengobatan, dan penanganannya (Setiati, 2009).
3.
Pencegahan Tersier a. Waspadai gejalanya. Seperti pendarahan, terutama setelah melakukan aktivitas seksual. b. Hindari merokok. Wanita sebaiknya tidak merokok,karena dapat merangsang timbulnya sel-sel kanker melalui nikotin dikandung dalam darah. c. Hindari pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran karena mengakibatkan iritasi di servik yang merangsang terjadinya kanker. d. Hindari pemakaian bedak (talk) pada vagina. e. Lakukan diet rendah lemak. Lemak memproduksi hormon estrogen, sementara endometrium yang sering terpapar hormon estrogen mudah berubah sifat menjadi kanker. f. Penuhi kebutuhan vitamin C (buah dan sayur-sayuran). (Diananda, 2009; Setiati, 2009).
B. Pengetahuan Kanker Servik 1. Pengertian Kanker adalah istilah untuk pertumbuhan sel tidak normal. Pertumbuhan tersebut sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama yang dapat menyusup kejaringan tubuh normal dan menekan jaringan tersebut sehingga
8
mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan suatu penyakit menular (Diananda, 2008).
Servik merupakan organ kelamin wanita bagian dalam yang juga merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak dipuncak vagina yaitu antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Sevik atau leher rahim ini merupakan jalan lahir bayi, dimana organ ini memungkinkan sperma masuk kedalam rahim dan darah menstruasi keluar dari rahim. Servik ini juga merupakan penghalang yang baik bagi bakteri, kecuali pada masa menstruasi dan selama ovulasi ( pelepasan sel telur). Servik ini memiliki ukuran yang sangat sempit,
saluran ini akan merenggang pada proses
persalinan (Emilia, 2010; Diananda, 2008).
Kanker servik atau atau kanker leher rahim adalah kanker pada servik uterus atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina atau daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker leher rahim muncul adanya pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada leher rahim atau menghalangi leher rahim (Maharani, 2009).
Rentang usia terjadinya kanker servik antara 40 sampai 50 tahun. Kondisi pra invasif selama 10 sampai 15 tahun sebelum pengembangan invasif karsinoma. Ada hubungan kuat antara human papilloma virus (HPV) tipe 16 dan 18 dan cervical intraepitheal neoplasia (CIN). Hal ini diperbaharui secara inklusif untuk menggambarkan semua kelainan epitel dari servik. Dimana lokasi kanker servik ini di daerah leher rahim pada dua sisi sel dan jaringan dan pada pemeriksaan langsung dapat dijadikan teknik diagnosa (Bobak, 1993).
9
2. Etiologi Penyebab pasti kanker servik belum diketahui, biasanya khas wanita melaporkan riwayat infeksi servik paling sering dikaitkan dengan karsinoma servik yang disebabkan oleh virus herpes cimplex 2; jenis human papilloma virus 16, 18, ban 3i dan mungkin sitomegalovirus. Virus ini mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) inti sel-sel yang belum matang. Penambahan air mani (sperma) dari banyak mitra menjadi pencetus awal dari sebuah proses yang berakhir pada diplasia dan beberapa tahun kemudian berkembang menjadi karsinoma (Bobak, 1993).
Penellitian akhir diluar negeri mengatakan bahwa virus yang disebut HPV (Human Papilloma Virus) menyebabkan faktor risiko seorang wanita untuk terkena kanker servik meningkat tajam. Dikatakan, para wanita dengan HPV tinggi, paling sedikit 30 kali lebih cenderung berisiko mengidap penyakit kanker servik dibanding dengan wanita dengan HPV negatif ( Diananda, 2008).
Human Papilloma Virus penyebab kanker servik 99,7%. Virus ini berukuran kecil berdiameter kurang lebih 55nm. (HVP (Human Papilloma Virus) juga disebut wart virus (virus kutil). Terdapat 100 tipe HPV yang telah diidentifikasi. Empat puluh tipe tersebut menyerang wilayah genital. Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan tipe onkogenik dan dapat menyebabkan kanker servik atau lesi prakanker pada permukaan servik. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko rendah yang lebih umum menyebabkan kutil kelamin (genital wart). Tipe 16, 18, 31, 33 dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagian atau servik yang awalnya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang menjadi kanker servik. Secara globa, HPV tipa 16 bersamaan dengan tipe 18 dapat menyebabkan 70% dari seluruh kejadian kanker servik (Bobak, 1993; Emilia, 2010).
10
HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang dini dan melakukan dengan banyak pasangan seksual, selain itu dapat juga melalui sentuhan kulit diwilayah genital tersebut (skin to skin contact). Sebagian besar infeksi HPV menghilang melalui respon imun alamiah, setelah melalui masa beberapa bulan hingga dua tahun. Meski demikian, kanker servik dapat berkembang apabila infeksi akibat HPV tipe onkogenik tidak menghilang. Perkembangan dari infeksi HPV onkogenik menjadi kanker servik dapat terjadi apabila terjadi infeksi yang menetap pada beberapa sel yang terdapat pada servik ( sel epitel pipih atau lonjong di zona transformasi servik). Sel-sel ini sangat rentang terhadap infeksi HPV dan ketika terinfeksi, akan berlipat ganda, berkembang melampaui batas wajar dan kehilangan kemampuannya untuk memperbaiki abnormalitas genetiknya. Hal ini akan mengubah susunan sel dalam servik. Virus HPV akan bercampur dengan sistim peringatan yang memicu respon imun yang seharusnya menghancurkan sel normal yang terinfeksi oleh virus. Perkembangan sel yang tidak normal pada epitel servik akan berkembang menjadi prakanker yang disebut Cervical intraepithelial Neoplasia (CN). Apabila memperhatikan infeksi HPV onkogenik yang persisten, maka ditemukan tiga pola utama pada prakanker. Dimulai dengan infeksi pada sel serta perkembangan sel-sel abnormal yang dapat berlanjut menjadi intraepithelial Neoplasia dan pada akhirnya menjadi kanker servik (Bobak, 1993).
3. Faktor Risiko Menurut Diananda (2008), faktor-faktor risiko kanker leher rahim sebagian besar dari faktor luar (eksternal). Faktor risiko tersebut antara lain: a. Melakukan hubungan seksual pada usia yang pada usia kurang dari 20 tahun. b. Multiple seksual atau lebih dari dua dalam melakukan hubungan seksual. c. Riwayat penyakit kelamin dan infeksi virus seperti herpes dan kutil genetalia.
11
d. Pemeriksaan pap smear yang tidak inten. e. Wanita yang melakukan persalinan dengan jarak yang terlalu dekat dan memiliki banyak anak. f. Wanita dengan aktivitas seksual tinggi. g. Kebersihan genetalia yang rendah. h. Wanita yang merokok. i. Defisiensi zat gizi ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta juga mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker servik pada wanita yang rendah beta karoten dan retinol (vitamin A). j. Trauma kronis pada servik seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun. k. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dan kesengganan untuk melakukan deteksi dini (Bobak, 1993; Bustan, 2007).
4. Tanda dan Gejala Kanker servik pada awalnya ditandai dengan tumbuhnya sel pada mulut rahim yang tidak lazim (abnormal). Sebelum menjadi sel kanker, terjadi perubahan pada sel-sel tersebut selama bertahun-tahun. Pada stadium awal, kanker ini cenderung tidak terdeteksi. Pada tahap awal prakanker, tidak ada gejala yang khas. Jika adapun gejala, hanya berupa keputihan atau perdarahan pasca senggama. Namun jika telah invasif, gejala tersebut akan muncul antara lain: a. Keputihan, yang semakin lama berbau busuk. b. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, yang semakin lama akan terjadi perdarahan spontan (walaupun tidak melakukan hubungan seksual. c. Berat badan yang terus menurun. d. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
12
e. Pada masa invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau busuk dan bercampur dengan darah. f. Anemia karena perdarahan yang sering. g. Rasa nyeri pada genetalia. h. Timbul nyeri panggul (pelvis). i. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, muncul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum) ( Bustan, 2007; Diananda, 2008).
5. Stadium Menurut Bobak (1993), kanker servik terbagi beberapa stadium, yaitu: a. Tingkat 0. Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas darisel-sel pada jaringan yang melapisi leher rahim. b. Tingkat I. Kanker telah menyerang leher rahim diatas lapisan atas dari sel-sel dan kondisi ini hanya ditemukan dileher rahim. c. Tingkat II. Kanker meluas
melewati leher rahim kedalam jaringan-jaringan
berdekatan kanker meluas ke vagina bagian atas. d. Tingkat III. Kanker meluas ke vagina bagian bawah. Kanker juga mungkin telah menyebar ke dinding pinggul dan simpul-simpul getah bening yang berdekatan. e. Tingkat IV. Kanker telah menyebar kandung kemih, rektum, atau bagian-bagian lain dari tubuh.
6. Pengobatan Infeksi Human Papilloma Virus tidak diobati secara langsung. Artinya, pengobatan dilakukan sesuai dengan pengobatan pada lesi yang
13
ditimbulkan. Pengobatan kutil pada daerah genitalia, mulut rahim, vagina dan vulva dilakukan pendekatan secara langsung pada lesinya (misalnya kioterapi, elektrokauteri, laserterapi, dan insisi, terapi radiasi). Selain itu, kutil pada genitalia bisa diobati dengan pengobatan topikal. Kemoterapi angenital
meliputi
podofilotoksin,
imiquimod,
asam
trikloroasetat,
fluorourasil, dan interferon, interferon, disarankan tidak digunakan untuk jangka lama (Bobak, 1993; Rasjidi, 2007).
C. Ilmu pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Para ibu dapat mendefinisikan tentang kanker servik. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Para ibu dapat menjelaskan tentang penyebab terjadinya kanker servik. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Para ibu dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit kanker servik yang berisiko pada diri mereka. 4. Analisis (Analysis)
14
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Para ibu dapat menganalisa tentang tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kanker servik. 5. Sintesis ( Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Para ibu merencanakan melakukan tes pap smear dengan tepat dan teratur sebagai langkah pencegahan terhadap kanker servik. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Para ibu dapat melakukan beberapa pencegahan pada penyakit kanker servik.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).
D. Kerangka teori
Praktik pencegahan kanker servik: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier
Praktik Pencegahan kanker servik
WUS (Wanita Usia Subur)
2.1. Skema konsep teori ( konsep teori Bobak, 1993; Notoatmodjo, 2003; Diananda, 2008, dkk)
15
E. Kerangka konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Pengetahuan wanita uaia subur
Praktik Pencegahan kanker servik 2.2. Skema kerangka konsep
F. Variabel penelitian Variabel yang digunakan peneliti ada dua kategori, yaitu: 1. Variabel bebas (independent variable) Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah
pengetahuan
wanita usia subur. 2. Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah praktik pencegahan kanker servik.
G. Hipotesis Ada hubungan pengetahuan wanita usia subur tentang kanker servik dengan praktik pencegahan.