BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Garam Beriodium 2.1.1 Pengertian Garam Beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Iodium ditambahkan dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3) berupa larutan pada lapisan tipis garam, sehingga diperoleh campuran yang merata. Garam beriodium yang di anjurkan untuk dikonsumsi manusia adalah yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), dalam SNI kadar iodium dalam garam ditentukan sebesar 30-80 ppm dalam bentuk KIO3 diakaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6-10 gr (Palupi,2004). Garam beriodium merupakan garam yang ditambahkan zat iodium melalui proses iodisasi sehingga garam mengandung iodium yang dibutuhkan tubuh untuk memproduksi hormone tiroksin yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan manusia (Ali, 2004)
2.1.2 Manfaat Konsumsi Garam Beriodium Konsumsi garam berioiium setiap hari dapat bermanfaat untuk mencegah timbulnya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). GAKI dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan pada anak-anak, penyakit gondok endemik dan kretin. Mengkonsumsi garam beriodium 6 gram perhari maka kebutuhan iodium dapat terpenuhi, namun ambang batas penggunaan natrium tidak terlampaui. Dianjurkan bagi seseorang yang mengeluarkan keringat berlebih mengkonsumsi garam beriodium sampai 10 gram atau 2 sendok teh per orang per hari (Reni, 2008).
6
Garam beriodium juga dapat membantu tubuh dalam menghilangkan racun dari dalam tubuh. Racun kimia yang bisa dikeluarkan oleh garam beriodium diantaranya adalah: fluoride, air raksa, dan racun biologis lainnya. Kandungan iodium pada garam merupakan elemen penting bagi perawatan rambut. Karena bila kita kekurangan iodium maka salah satu efeknya adalah rambut yang rontok. Iodium bisa membantu proses tumbuhnya rambut dengan lebih cepat serta membantu pertumbuhan menjadi normal (Olivista, 2012).
2.1.3 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Salah satu masalah gizi yang serius terjadi saat ini merupakan gangguan akibat kekurangan iodium. GAKI melanda kurang lebih 30 juta penduduk Indonesia yang bermukim di 6.500 desa di 26 provinsi. Dari jumlah tersebut 10 juta orang menderita gondok dan 900.000 mengalami kretinisme (kekerdilan), serta 3,5 juta mengalami GAKI. Ibu hamil yang kekurangan iodium bisa mengalami keguguran, bayi lahir mati atau terkena gangguan kongenital,gangguan mental dan kretin (cebol, pendek dan mini ukuran tubuhnya). Sementara anak-anak yang mengalami kekurangan iodium mengalami menurunya tingkat kecerdasan dan tidak produktif (Tatag,2007). GAKI merupakan gejala yang timbul akibat konsenterasi hormone tiroid menurun dan hormone perangsang tiroid meningkat yang menyebabkan sel kelenjar tiroid yang membesar dan apabila nampak akan disebut dengan gondok(Almatsier, 2009). Selain itu GAKI dapat menimbulkan penurunan kecerdasan dan gangguan pertumbuhan pada diri seseorang yang diakibatkan oleh kurangnya zat iodium dalam tubuh yang memiliki fungsi untuk membuat hormone yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Depkes, 2009). Kretinisme juga meruakan gejala dari kekurangan iodium. Kretinisme terjadi pada masa awal setelah bayi dilahirkan. Kretinisme ini memiliki
7
ciri seperti pertumbuhan bayi sangat terhambat, wajahnya kasar dan membengkak, perut kembung dan membesar, kulitnya menjadi tebal, kering dan mengeriput, lidahnya membesar, bibirnya tebal dan selalu terbuka. Gejala seorang bayi menderita kritinisme tidak mudah dikenali sampai si bayi telah berusia tiga atau empat bulan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan bayi dapat menderita cacat seumur hidup (Adriani, 2012). GAKI yang terjadi pada diri seseorang tidaklah sama gejalanya. Terdapat beberapa gejala yang dapat timbul di masyarakat sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Berikut gejala yang timbul akibat GAKI sesuai dengan perkembangan orang, yaitu (Adriani, 2012). 1.
Pada ibu hamil , dapat terjadi keguguran dan kekurangan iodium yang berat pada masa ini sangat berpengaruh pada kecerdasan si anak yang dilahirkan nanti.
2.
Pada janin, dapat terjadi bayi lahir mati, menderita cacat bawaan, meningkatkan kematian perianatal, meningkatkan kematian bayi, kretin neurologi (defisiensi mental, bisu, tuli, diplegia, dan juling), kretin myxoodematoma (cebol dan defisiensi mental) serta kelainan fungsi psikomotor.
3.
Pada masa neonatus berdampak pada gondok neunatus, hipotiroidi neonates.
4.
Pada anak dan remaja berdampak pada gondok, gangguan pertumbuhan fungsi fisik dan mental
5.
Pada dewasa berdampak pada hopotiroidi, gangguan fungsi mental, gondok dengan segala akibatnya.
2.1.4 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan GAKI Sesuai rancangan aksi nasional kegiatan pencegahan dan penanggulangan gangguan akibat kekurangan iodium (RAN-KKP-GAKI) yang dimulai tahun 2005, difokuskan pada upaya penanggulangan jangka panjang yaitu dilakukan melalui
8
fortifikasi (penambahan) iodium pada makanan dan dalam hal ini makanan yang dipilih adalah garam yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat. Untuk kapsul iodium dibagikan hanya pada daerah endemis berat dan pada kelompok rawan saja. Sebagai bentuk upaya jangka panjang yang berkesinambungan dengan menggunakan garam beriodium, bentuk upaya yang dilakukan terdiri dari peningkatan komitmen, percepatan pemenuhan pasokan garam beriodium, pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi penggaraman, pemantauan kualitas garam beriodium untuk konsumsi, penguatan kelembagaan penanggulangan GAKI, penegakan norma sosial dan penegakan norma hukum, dan pemingkatan monitoring dan evaluasi (Depkes, 2005).
2.1.5 Cara Penggunaan Garam Beriodium Garam beriodium sangat berbeda dengan garam biasa, kandungan iodium pada garam beriodium dapat hilang apabila dimasak seperti garam biasa. Cara penggunaan garam beriodium pada masakan adalah sebagai berikut(Dinkes, 2010). 1.
Garam beryodium tidak dibutuhkan pada sayuran mendidih, tetapi dimasukkan setelah sayuran diangkat dari tungku, hal ini dikarenakan kadar KIO3 dalam makanan akan mengalami penurunan setelah didihkan 10 menit.
2.
Kadar iodium pada garam akan menurun atau berkurang apabila digunakan pada makanan yang asam, semakin asam makanan semakin mudah menghilangkan KIO3 dari makanan tersebut
3.
Konsumsi garam beriodium tidak boleh kurang atau berlebihan. Konsumsi yang dianjurkan adalah 6-10 gr per hari atau setara dengan 2 sendok teh.
9
2.1.6 Cara Menyimpan Garam Beiodium Menyimpan garam beriodium tidak boleh sembarangan. Karena kandungan iodium dapat menguap atau hilang apabila salah dalam menyimpan garam. Selain itu garam juga dapat berair dan tidak bisa digunakan. Berikut adalah cara penyimpanan garam beriodium yang benar menurut (Depkes, 2009) yaitu: 1.
Disimpan dalam wadah yang kering dan tertutup rapat
2.
Letakkan di tempat yang sejuk, sebaiknya jauhkan dari panas api dan hindari sinar matahari langsung.
3.
Gunakan sendok yang kering utuk mengambil garam
4.
Tutup kembali wadah dengan baik setiap kali pengambilan garam.
5.
Ingatlah untuk tidak meletkkan garam beriodium dekat dengan tempat lembab atau berair, hal ini untuk menghindari penurunan kadar iodium dan peningkatan kadar air, karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan kadar air yang tinggal akan melekatkan iodium.
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Garam Beriodium di Rumah Tangga Tingkat konsumsi rumah tangga akan garam beriodium dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh ibu rumah tangga yang secara umum bergelut dengan masak memasak. Sementara faktor eksternal adalah faktor adalah faktor yang berasal dari luar faktor pendukung. Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi konsumsi iodium ibu rumah tangga. Dari penelitian yang dilakukan oleh Suraji (2003) pada rumah tangga menunjukan 97,3% ibu rumah tangga kurang benar dalam penggunaan garam beriodium diakibatkan oleh pengetahuan mereka tentang penggunaan garam
10
beriodium kurang. Dalam penelitian dikatakan bahwa informasi yang dimiliki oleh ibu rumah tangga menjadi salah satu factor yang mempengaruhi perilaku mengkonsumsi garam beriodium rumah tangga tersebut. Dari peneleitian ini menunjukan sebesar 52,7% ibu rumah tangga yang telah memiliki informasi dari keluarga atau kerabat membentuk keyakinan pada ibu dalam hal berperilaku mengkonsumsi garam beriodium. Penelitian lain yang mendukung penelitian di atas adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Budiyono(2009) pada ibu rumah tangga di Desa Margasari Kecamatan Sidereja Kabupaten Cilacap yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan praktik penggunaan garam beriodium di rumah tangga tersebut. Selain pengetahuan, faktor internal lainnya yang mempengaruhi konsumsi garam beriodium adalah sikap. Hasil dari penelitian Suraji(2003) menunjukan sikap ibu rumah tangga yang setuju terhadap garam beriodium berpengaruh sebesar 80% terhadap penggunaan garam beriodium tersebut di rumah tangga. Berdasarkan teori Lawrence Green 1980 dalam (Notoatmodjo, 2010), menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengarui oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi yang di maksud adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seorang seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi, nilai rasa, dan unsur lainnya.Menurut Benyamin Bloom 1908 dalam (Notoatmodjo, 2010), perilaku dikelompokan menjadi 3 macam yaitu, perilaku dalam bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan bentuk nyata. Pembentukan ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan berdasarkan tahapan tertentu, dimulai dari pembentukan pengetahuan (ranah kognitif),
11
sikap (ranah afektif), dan keterampilan (ranah psikomotor), yang dalam proses pendidikan kesehatan menjadi pola perilaku baru.
2.2.1 Pengetahuan Sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang stiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Sumarsih, 2009). Pengetahuan seseorang mempunyai tingkat atau intensitas yang berbeda. Menurut (Notoatmodjo, 2010) secara garis besar tingkat pengetahuan sesorang dibagi menjadi 6 tingkat atau intesitas, yaitu: 1.
Tahu (know) Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2.
Memahami (comprehension) Memahami suatu objek tidak hanya sekedar tahu atau dapat mkenyebutkan objek
tersebut, tetapi harus mampu menginterpretasikan secara benar tentang objek tersebut 3.
Aplikasi (application) Merupakan apabila seseorang telah memahami objek yang dimaksud atau
memiliki kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain.
4.
Analisis (analysis) Suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjabarkan atau
memisahkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama sama lain.
12
5.
Sintesis (synthesis) Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan
untuk
mletakkan
atau
menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6.
Evaluasi (evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. Hendra dalam Hastuti (2012) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang seseorang, yaitu : a.
Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang ilmu pengetahuan yang di dapat dari lembaga pendidikan formal terakhir. Tingkat pendidikan seseorang dikatakan rendah bila hanya mampu menamatkan paling tinggi adalah sampai SMP / sederajat (Pardiyanto, 2005). Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, semakin meningkat.
b.
Intelegensi Merupakan salah satu factor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan.
c.
Informasi / Media Massa Iformasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
13
d.
Sosial budaya Merupakann kebiasaan dari tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui penalaran akan mempengaruhi pengetahuan yang mereka miliki.
e.
Lingkungan Berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
f.
Pengalaman Sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
g.
Umur Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pengukuran pngetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari sampel penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang telah disebutkan di atas (Notoatmodjo, 2010).
2.2.2 Sikap Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi orang tersebut. Menurut Berkowitz 1972 dalam (Azwar, 2009) sikap merupakan segala sesuatu yang ditunjukan terhadap objek, yang dinyatakan dengan setuju atau
14
tidak setuju terhadap suatu objek dan berdasarkan sikap yang diambil maka individu akan bertindak dalam bentuk suatu perilaku. Menurut (Notoatmodjo, 2010) seperti pengetahuan, sikap juga memiliki beberapa ingkatan beberapa yang berdasarkan intensitasnya, yaitu: a.
Menerima (receiving) Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b.
Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.
d.
Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut (Azwar, 2009) proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial.
Dalam interaksi sosial, indvidu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa factor yang mempengaruhi sikap yaitu.
15
1.
Pengalaman pribadi Sikap lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
2.
Kebudayaan. Menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
3.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya individu bersikap searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini diantara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4.
Media massa Adanya informasi baru mengenai suatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5.
Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Sebagai suatu system, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
16
6.
Faktor emosi dalam diri Suatu bentuk sikap terkadang merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih konsisten dan lebih tahan lama. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan pertanyaan yang berkaitan dengan
stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan yang dilakukan dapat dengan cara memberikan pendapat setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan pada objek tertentu dan diberikan alasan. Pengukuran dengan menggunakan pertanyaan seperti ini disebut pengkukuran langsung (Azwar, 2009). 1.
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factors) Faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Factor pendukung ini lebih mengarah ke sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak teersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat steril, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen dari pemerintah.
2.
Faktor penguat atau pendorong (reinforcing factors) Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku karena seseorang yang telah memiliki pengetahuan dan mampu berperilaku sehat terkadang tidak melakukan perilaku tersebut. Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat dan termasuk di dalamnya adalah perilaku keluarga serta tetangga
17