BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Definisi Demam Berdarah Dengue Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala klinik demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai dengan penurunan jumlah leukosit (leukopenia), ruam, limfodenopati, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia), dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan didalam rongga tubuh (ascites, efusi pleura). Sindrom syok dengue (SSD) ialah demam berdarah dengue yang ditandai oleh rejatan/syok.1 2. Etiologi Demam Berdarah Dengue
Gambar 1. Bentuk Virus Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam Arbovirus Grup B yang sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, Familia Togaviradae. Terdapat empat jenis serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Serotipe virus Den-2 dan Den-3 merupakan serotipe virus yang
dominan, namun serotipe virus Den-3 diansumsikan banyak menunjukkan gejala klinik yang berat. Virus dengue memiliki panjang 17-25 milimikron dan termasuk dalam virus icosahedral yang mempunyai pembungkus luar (envelope icosahedral virus) dari grup virus RNA.7 Selain itu virus dengue berbentuk batang, memiliki sifat termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, dan stabil pada suhu 70 ºC.12 3. Penularan Demam Berdarah Dengue Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama ditularkan melalui A. Aegepty dan A. Albopticus). Nyamuk Aedes tersebut dapat memiliki virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia yaitu 2 hari sebelum demam timbul sampai 5 hari setelah demam timbul. Sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia lainnya pada saat gigitan berikutnya virus dengue berada dikelenjar air liur dan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period). Virus dengue yang berada dalam tubuh nyamuk aedes betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus dengue tidak penting. Sekali virus dengue dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus dengue selama hidupnya (infaktif). Ditubuh manusia, sebelum menimbulkan penyakit virus dengue memerlukan masa tunas selama 4 sampai 7 hari (intrinsic incubation period).2 Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan penularan virus dengue, yaitu:13 a. Host : gizi, umur, seks, genetika, kekebalan, dan penyakit penyerta. b. Agent : tipe dan subtipe, virulensi virus, serta galur virus. c. Environment : kelembaban suhu, cuaca, lingkungan diluar rumah, ketinggian tempat tinggal, perilaku masyarakat, serta kepadatan larva dan nyamuk dewasa.
4. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga dan tersebar diseluruh dunia dengan peningkatan angka kejadian didaerah tropis, Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan distribusi geografis virus dan peningkatan intensitas transmisi virus dengue oleh nyamuk Aedes aegypti, semakin padatnya penduduk, keadaan daerah pemukiman yang berada dibawah standart kesehatan, terjadinya peningkatan transportasi modern yang menyebabkan meningkatnya transmisi virus dengue,
adanya
fenomena gunung es, pemberantasan nyamuk yang tidak efektif didaerah endemis, kurangnya tenaga ahli dan sumber daya manusia yang paham dalam hal pencegahan dan pemberantasan penyakit yang ditularkan oleh virus dengue.14,15,16 Di Indonesia angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh virus dengue pertama kali ditemukan di Surabaya (1968) dan di Jakarta (1969).2 Infeksi virus dengue sering menyerang golongan anak dibawah usia 15 tahun. Penderita DBD yang berumur kurang dari 15 tahun cenderung memiliki derajat keparahan yang lebih tinggi.
Semakin muda usia
penderita, untuk derajat beratnya penyakit, semakin besar pula angka kematiannya.17 Telah terjadi peningkatan yang pesat baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit dalam kurun waktu 35 tahun. Angka kesakitan pada tahun 1968 dari 0.005/100.000 penduduk meningkat pesat menjadi 43,42/100.000 penduduk pada akhir tahun 2005.2 Sedangkan angka kematian (case fatality rate/CFR) pada tahun-tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi dan kemudian mulai turun dari 41,4% pada tahun 1968 terus menurun sampai 0,89% pada tahun 2009.18 Telah dilaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB) diseluruh provinsi di Indonesia dan 35 kabupaten/kota sampai akhir tahun 2005. Di Kota Semarang terdapat 5.556 kasus DBD pada tahun 2010 (IR 368,7/100.000 penduduk) dengan 47 kematian (CFR 0.85%). Jumlah
tersebut mengalami kenaikan sebanyak 43% dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 3.883 kasus.2 Sedangkan angka kematian pasien SSD di rumah sakit rata-rata masih sangat tinggi. RS Dr. Kariadi (RSDK) Semarang pada tahun 1996 menunjukkan angka kematian 26% dan menurun menjadi 12% pada tahun 2002.19 Apabila tidak cepat ditangani dan mendapatkan pengobatan yang adekuat pasien yang mengalami SSD akan menghadapi risiko kematian. Sampai saat ini SSD masih merupakan penyebab utama kematian pada penderita DBD dan 30% dari kasus DBD dapat berkembang menjadi SSD.20 5. Patogenesis Demam Berdarah Dengue Patogenesis infeksi dengue hingga saat ini masih merupakan masalah yang kontroversial. Menurut data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue.1 Pada tahun 1973 Halstead mengajukan hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologus (Secondary Heterologous Infection) yang menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan jenis serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita DBD dengan manifestasi klinis lebih berat. Antibodi heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk konsentrasi kompleks antigen antibodi dalam tubuh manusia.2 Bagan patogenesis perdarahan berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection yang dirumuskaan oleh Suvatte, tahun 1977. 2
Gambar 2.: Patogenesis DBD (Sumber : Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia)2 Adanya kompleks antigen antibodi tersebut dapat menyebabkan hal-hal dibawah ini : a. Monosit dan makrofag berperan dalam proses fagositosis dengan
adanya opsonisasi antigen oleh antibodi. Namun proses fagositosis virus ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Sitokin tersebut diantaranya ialah TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α), IL-1 (Interleukin-1), PAF (Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi sel endotel pembuluh darah dan terjadi kebocoran plasma.1 Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi limfosit T baik T-Helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) yang berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-Helper yaitu Th-1 akan memproduksi interferon γ, IL-2 dan limfokin. Sedangkan Th-2 akan memproduksi IL-2, IL-4, IL-6, dan IL-10. Interferon γ akhirnya juga merangsang pembentukan sitokin makrofag.1 Selain itu kompleks antigen antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen (C3 dan C5) yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh komplek virus antibodi mengakibatkan peningkatan permeabilitas plasma dinding pembuluh darah dan perembesan plasma dari ruang intravaskuler keekstravaskuler (plasma leakage), suatu keadaan yang berperan dalam terjadinya syok.1 Naiknya kadar C3a mempunyai korelasi dengan berat ringannya penyakit. Kadar C3a pada pasien DBD dengan syok lebih tinggi dibandingkan pasien yang lebih ringan penyakitnya.7 Peningkatan permeabilitas kapiler tersebut yang menjadi
penyebab
terjadinya
kebocoran
plasma
yang
dapat
menimbulkan hipovolemia, peningkatan hemokonsentrasi, dan syok.17 Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan nilai hematokrit, penurunan kadar natrium darah, dan terdapatnya cairan di dalam rongga tubuh seperti adanya efusi pleura dan ascites. Syok yang tidak ditangani secara adekuat dapat menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.17 b. Aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi dari faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin yang memicu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya keadaan syok.2 c. Timbulnya agregasi trombosit akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID : Koagulasi Intravaskuler Deseminata) yang ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan
faktor
pembekuan
memperparah perdarahan.
2
yang dapat
menyebabkan dan
Terjadinya agregasi trombosit akibat
perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit yang melepaskan ADP (Adenosine Diphosphate) sehingga trombosit melekat satu sama lain dan hal ini menyebabkan trombosit dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial yang mengakibatkan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) hebat dan terjadi perdarahan. Selain itu terjadinya trombositopenia pada infeksi dengue
juga disebabkan karena terjadinya depresi sumsum tulang, destruksi perifer, menempel pada endotel yang rusak, dan agregasi.7 Trombositopenia, kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler merupakan penyebab terjadinya
perdarahan masif
pada pasien DBD yang akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.2 6. Gejala Klinik Demam Berdarah Dengue Pada umumnya pasien DBD mengalami tiga fase penyakit yaitu fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan.9 Fase-fase infeksi dengue :
Gambar 3. Fase-Fase Infeksi Dengue (Sumber : Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control)9 a. Fase demam Pada fase ini didahului oleh demam tinggi secara tiba-tiba, terus menerus, berlangsung sekitar 2-7 hari dan biasanya disertai dengan flushing pada wajah, eritema kulit, mialgia, atralgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, dan muntah. Tes tourniquet yang positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan adanya infeksi virus dengue dalam tubuh. Selain itu perdarahan ringan juga dapat terjadi seperti ptekie dan perdarahan membran mukosa. Pembesaran hati (hepatomegali) dapat terjadi dalam beberapa hari setelah demam. Tanda awal abnormalitas
yang dapat dilihat pada pemeriksaan darah adalah terjadinya penurunan jumlah leukosit (leukopenia).9 b. Fase kritis Terjadi pada hari ke-3 sampai ke-6
dari perjalanan penyakit
dimana suhu tubuh mulai turun menjadi 37,5-380C atau dibawahnya, pada fase ini dapat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit.9 Tanda-tanda tersebut menandai awal dari terjadinya fase kritis. Penurunan jumlah leukosit yang progresif
diikuti dengan
penurunan jumlah trombosit secara cepat menandai terjadinya kebocoran plasma. Kebocoran plasma dapat dideteksi dengan adanya ascites dan efusi pleura. Untuk menegakkan diagnosis adanya efusi pleura dan ascites dapat dilakukan foto polos dada dan USG abdomen. Pada fase kritis, peningkatan nilai hematokrit biasanya dapat memperlihatkan derajat keparahan dari adanya kebocoran plasma. Dengan adanya kebocoran plasma dapat mengakibatkan terjadinya syok yang dapat menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan. Suhu tubuh pada saat terjadi syok dapat subnormal. Bila syok terjadi berkepanjangan dapat menyebabkan hipoperfusi jaringan, asidosis metabolik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan berat sehingga nilai hematokrit akan turun saat terjadi syok yang berat. Pada fase ini juga terjadi penurunan jumlah leukosit tetapi jumlah leukosit dapat meningkat apabila terjadi perdarahan yang berat. Selain itu dapat pula terjadi kerusakan organ berat.1 c. Fase penyembuhan Apabila pasien selamat dari fase kritisnya pada 24-48 jam, maka selanjutnya
terjadi
penyerapan
perlahan-lahan
dari
cairan
ekstravaskular selama 48-72 jam berikutnya. Perbaikan keadaan umum dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan nafsu makan, berkurangnya gejala-gejala abdomen, status hemodinamik yang stabil dan adanya diuresis. Kadang-kadang pasien juga dapat mengeluh
adanya pruritus, bradikardi dan perubahan EKG sering terjadi pada fase ini.9 Dengan adanya penyerapan cairan ekstravaskuler membuat nilai hematokrit kembali stabil. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat dan kembali kenormal yang diikuti dengan peningkatan jumlah trombosit. Selama fase kritis atau fase penyembuhan, dapat terjadi edema pulmonum atau gagal jantung kongestif apabila diberikan terapi cairan yang berlebihan.2 7. Pemeriksaan Penunjang Demam Berdarah Dengue a. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah sangat penting karena dapat digunakan sebagai prosedur untuk skrining dan sangat membantu dalam menunjang diagnosis dari berbagai penyakit. Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DD maupun DBD adalah melalui pemeriksaan kadar trombosit, leukosit, hematokrit, hemoglobin dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaraan limfosit plasma biru (LPB).1,2 i.
Pemeriksaan Kadar Trombosit Trombosit atau disebut juga dengan platelet adalah struktur yang mirip cakram dengan diameter 2 sampai 4 µm, platelet terbentuk melalui pelepasan bagian sitoplasma megakarosit yang tidak mempunyai inti dan DNA tetapi mengandung mitokondria dan enzim aktif.11 Trombosit berperan dalam sistem hemostatis yaitu suatu mekanisme faal tubuh yang berfungsi untuk melindungi diri terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan atau kehilangan darah.21 Orang-orang yang memiliki kelainan jumlah trombosit, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sering mengalami perdarahan kecil disekitar kulit dan permukaan mukosa yg biasa disebut dengan ptekie, dan sulit menghentikan ataupun tidak dapat menghentikan perdarahan akibat luka.21
Salah satu kunci manifestasi klinis yang terjadi pada infeksi dengue
adalah
trombositopenia.
Trombositopenia
adalah
penurunan jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3.2 Pada umumnya penurunan jumlah trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu tubuh turun. Trombositopenia biasanya ditemukan antara hari ke-3 sampai ke7.2 Pemeriksaan trombosit dilakukan pertama kali pada saat pasien diduga terkena infeksi dengue, bila hasil pemeriksaan trombosit normal maka diulang pada hari ke-3 sakit, tetapi bila perlu diulangi setiap hari sampai suhu tubuh turun. Penyebab trombositopenia pada infeksi dengue masih menjadi perdebatan. Sebagian peneliti ada yang berpendapat bahwa trombositopenia terjadi akibat peningkatan destruksi trombosit oleh sistem retikuloendotelial, agregasi trombosit akibat endotel yang rusak, dan penurunan produksi trombosit oleh sumsum tulang. Namun penyebab utama trombositopenia adalah peningkatan pemakaian dan destruksi trombosit perifer.21 Destruksi
trombosit
yang
diperankan
oleh
aktivasi
komplemen, seperti ikatan antara fragmen C3g dengan trombosit serta ikatan antara antigen virus dengue dengan trombosit ditemukannya kompleks imun dipermukaan trombosit, hal ini diduga sebagai penyebab terjadinya agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial (RES), terutama dalam limpa dan hati.21 Akibat teraktivasi oleh virus dengue akan memberikan respon imun terhadap individu berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang dapat terjadi terhadap individu tersebut berupa penghancuran virus sedangkan dampak negatif yang dapat terjadi berupa jejas dan kematian pada endotel melalui peran sitokin. Sitokin-sitokin yang mempunyai peran
penting dalam perjalanan penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue adalah TNF-δ, IL-1B, IL-6, serta INF-γ.21 Dalam keadaan normal, trombosit tidak melekat pada selsel endotel resting. Namun bila terjadi injury vaskuler, trombosit akan melekat dan menstimulisasi kesel-sel endotel, dan hal tersebut berperan dalam terjadinya hemostatis dan trombosis. Sehingga terjadinya penurunan jumlah trombosit disebabkan karena banyaknya trombosit yang melekat pada sel-sel endotel yang terinfeksi oleh virus dengue.21
Gambar 4 : Mekanisme Trombositopenia pada Demam Berdarah Dengue 21 Penurunan jumlah trombosit berkolerasi dengan beratnya penyakit, tetapi trombosit yang sangat rendah tidak selalu berkolerasi dengan beratnya perdarahan. Seperti yang diketahui fungsi dari trombosit adalah untuk :22 -
Memulai proses hemostasis dengan melakukan adhesi dan agregasi trombosit membentuk plug.
-
Katalisator koagulasi agar terbentuk fibrin.
-
Inisiasi proses repair jaringan. Bila terjadi gangguan fungsi dan jumlah trombosit maka
akan meningkatkan resiko kerapuhan vaskuler yang mengarah
pada perdarahan. Derajat trombositopenia juga berkolerasi dengan aktivasi sistem komplemen. Penghancuran trombosit tampaknya akibat dari aktivasi komplemen (dianggap karena trombosit berikatan dengan antigen virus) dan juga pemusnahan oleh sistem RES khususnya limpa dan hati.22 Hitung nilai trombosit dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi dengue karena menunjukkan sensitivitas yang tinggi mulai dari hari ke-4 demam yaitu sebesar 67,7%, bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan sensitivitas sebesar 100%.23 Penggunaan nilai trombosit sebagai parameter juga memiliki spesifitas yang sangat tinggi hal ini disebabkan karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan penurunan nilai trombosit sampai dibawah 150.000/mm3. Dengan demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat membantu menegakkan diagnosis infeksi
dengue karena
meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya.23 ii.
Pemeriksaan Kadar Leukosit Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya dapat juga menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada fase akhir demam, sel neutrofil bersama-sama mengalami penurunan sehingga jumlah sel limfosit atipikal secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% didaerah tepi dapat ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7 dari perjalanan penyakit.2 Limfosit atipikal ini sudah dapat ditemukan sejak hari ke-3 terjadinya demam, dan merupakan penunjang diagnosis infeksi dengue.22 Penelitian di Thailand telah membuktikan bahwa pasien infeksi dengue berat memiliki jumlah persentasi limfosit atipikal lebih tinggi dari pada pasien infeksi dengue ringan.24 Terjadinya penurunan jumlah leukosit pada infeksi dengue secara langsung disebabkan karena adanya penekanan sumsum
tulang akibat dari proses infeksi virus ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.25 Proses ini terjadi dalam 6 fase yaitu fase pertama saat terjadi supresi sumsum tulang pada hari ke-3 sampai ke-4 infeksi, fase kedua yaitu saat timbulnya respon inflamasi atau peradangan dari sumsum tulang pejamu, fase ketiga pada saat hari ke-4 atau ke-5 bebas demam terjadi fase nadir dari neutrofil, fase keempat terjadi hampir secara simultan aktivasi sistem imun yang akan menetralisir viremia dan mempercepat eliminasi sel-sel yang terinfeksi. Fase kelima merupakan masa penyembuhan dan fase keenam terjadi resolusi sitopenia.26 Penggunaan parameter gabungan antara trombositopenia dan leukopenia menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan sensitivitas masing-masing. Sensitivitas ini terus meningkat dan mencapai 100% pada hari ke-5 sampai ke-7 demam. Sedangkan spesifitas kombinasi antara trombositopenia dan leukopenia umumnya cukup tinggi yaitu > 80%, bahkan pada spesimen hari ke-5 dan ke-7 spesifitasnya dapat mencapai 100%.23 iii.
Pemeriksaan Kadar Hematokrit Kadar hematokrit adalah presentase volume eritrosit didalam keseluruhan darah.11 Oleh sebab itu kadar hematokrit adalah parameter hemokonsentrasi serta perubahannya. Jika terjadi peningkatan hemokonsentrasi, baik disebabkan oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma, misalnya pada kasus hipovolemia maka dapat meningkatkan kadar hemotokrit. Begitupun sebaliknya penurunan kadar hematokrit terjadi ketika penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar sel darah atau peningkatan kadar plasma seperti yang terjadi pada kasus anemia.27
Peningkatan nilai hematokrit menunjukkan peningkatan hemokonsentrasi yang selalu dijumpai pada pasien DBD, merupakan tanda-tanda yang peka akan terjadinya kebocoran plasma.2 Hal ini dapat terjadi karena aktivasi sistem komplemen oleh kompleks antigen antibodi yang akan mengakibatkan pelepasan C3a dan C5a sehingga mengaktifkan C3 dan C5. Dimana aktifnya sistem ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Perembesan plasma ini yang akan mengakibatkan meningkatnya kadar hematokrit. Maka pasien yang telah mengalami syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung 24-48 jam.21 Nilai hematokrit biasanya mulai mengalami peningkatan pada hari ke-3, hal ini diakibatkan karena kebocoran plsama keruang ekstravaskuler yang disertai efusi cairan serosa melalui kapiler yang rusak. Dengan adanya kebocoran plasma akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik, namun pada kasus yang telah disertai dengan perdarahan hebat nilai hematokrit justru tidak meningkat bahkan bisa menurun.22 iv.
Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen eritrosit yang dibentuk oleh eritrosit dan berkembang dalam sumsum tulang, hemoglobin merupakan empat rantai polipeptida globin yang berbeda dan masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino.11 Pada hari-hari pertama sakit biasanya kadar hemoglobin normal atau sedikit mengalami penurunan, tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi yang paling awal ditemukan pada DBD.25
Peningkatan kadar hemoglobin yang disertai dengan peningkatan
nilai
hematokrit
dapat
menunjukkan
adanya
kebocoran plasma dan banyaknya sel darah merah di dalam pembuluh darah, hal ini dapat mengindikasikan adanya infeksi dengue dengan tanda bahaya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya SSD.22 v.
Pemeriksaan Laboratorium Lain 2 -
Kadar albumin sedikit menurun dan bersifat sementara.
-
Hampir selalu ditemukannya eritrosit dalam tinja.
-
Pada sebagian besar kasus infeksi dengue disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.
-
Pada kasus berat dapat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-dependent protombin seperti faktor V, VII, IX, dan X.
-
Memanjangnya waktu trombopastin parsial dan waktu protombin.
-
α-antiplasmin (α2-plasmin inhibitor) menurun namun hanya ditemukan pada beberapa kasus.
-
Hipoproteinemia.
-
Hiponatremia.
-
Serum
aspartat
aminotransferase
(SGOT
dan
SGPT)
mengalami sedikit peningkatan. -
Pada syok yang berkepanjangan terdapat asidosis metabolik dan peningkatan kadar urea nitrogen.
b. Radiologi i.
Foto Rongen Dada Apabila terdapat efusi pleura kanan pada foto rontgen dada yang dibuat pada posisi terlentang sinar anteroposterior (AP Supine) dapat terlihat hemitoraks kanan lebih putih dibandingkan hemitoraks kiri. Adanya cairan pleura sebanyak 50-100 cc akan
tampak pada proyeksi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) dan akan terlihat sebagai bagian lateral thoraks yang putih berbatas garis lengkung yang tegas.22 Bila ditemukannya efusi pleura pada foto rontgen dada maka dapat dinilai PEI (Pleural Effusion Index). PEI adalah presentasi rasio antara lebar maksimum efusi pleura dengan lebar maksimum hemitoraks. Derajat kobocaran plasma diukur melalui PEI. Bila PEI > 6% pada saat masuk Rumah Sakit memiliki korelasi terjadinya syok.22 ii.
Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk menditeksi adanya kebocoran plasma (efusi pleura, ascites, efusi perikardium), pembesaran hati, atau pembesaran limpa.22 Secara USG cairan akan terlihat sebagai daerah hitam dengan batas tegas berbentuk segitiga pada potongan longitudinal atau pada potongan transversal berbentuk bulan sabit. Apabila cairan tersebut adalah darah, maka daerah hitam tersebut dapat disertai dengan bercak-bercak echo (berupa titik-titik putih) atau gumpalan massa echogenic (gumpalan putih).22 Secara USG ascites dapat dilihat diantara hati dan ginjal kanan, diantara usus-usus dan posterior dari vesica urinaria, sebagai suatu daerah hitam dengan batas tegas yang tepinya tidak teratur tergantung organ yang ada disekitarnya. Sudah dapat diketahui bila ada penimbunan cairan sejumlah 100 cc didalam cavum peritoneum.22 Pemeriksaan USG ini dapat menditeksi awal penyakit DBD yaitu adanya penebalan dinding vesika velae (> 3mm), ascites yang minimal, efusi pleura, perikardium, dan hepatosplenomegali. Selain itu dapat pula menditeksi bila terjadi perburukan DBD yaitu cairan diperirenal dan pararenal, cairan subkapsular liver dan lien, serta pembesaran pankreas.22
iii.
CT scan kepala tanpa kontras Pemeriksaan ini dilakukan apabila terjadi gangguan kesadaran, curiga adanya perdarahan intrakranial dan edema serebri.22
c. Diagnosis Serologis Dikenal 5 jenis uji serologis yang dapat dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue seperti :2 -
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI test).
-
Uji Komplemen Fiksasi (Complement Fixtation Test = CF test).
-
Uji Neutralisasi (Neutralization Test = NT test)
-
IgM Elisa (Mac.Elisa).
-
IgG Elisa.
d. Deteksi Antigen Virus atau RNA Virus e. Isolasi Virus 8. Diagnosis Demam Berdarah Dengue a. Demam Dengue Merupakan penyakit demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :28
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia atau atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia (penurunan jumlah leukosit)
dan pemeriksaan serologis dengue positif, atau ditemukan pasien DD atau DBD yang sudah dikonfisrmasi pada lokasi dan waktu yang sama.28
b. Demam Berdarah Dengue Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini bertujuan
untuk
mengurangi
diagnosis
yang
berlebihan
(overdiagnosis).28 i.
Kriteria klinis a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : -
Uji bendung positif.
-
Ptekie, ekimosis.
-
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
-
Hematemesis dan atau melena.
c) Pembesaran hati d) Terdapat tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. ii. Kriteria laboratorium : a) Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3). b) Adanya tanda-tanda kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi klinis sebagai berikut : -
Peningkatan hematokrit ≥ 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
-
Penurunan hematokrit ≤ 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan
sebelumnya.
dengan
nilai
hematokrit
Dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan nilai hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis sementara DBD.28 Adanya efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis DBD terutama pada pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan nilai hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD. 28 B. Derajat Klinik Infeksi Dengue Tabel 1.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue (WHO 1997) 28
1.
Demam Dengue (DD) a. Gejala klinik Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbulah gejala-gejala prodromal yang tidak khas seperti sakit kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Sedangkan tanda khas dari DD
ialah peningkatan suhu tubuh secara mendadak, yang kadang-kadang disertai menggigil, sakit kepala, dan fulshing pada wajah (muka kemerahan). Dalam 24 jam terasa nyeri didaerah belakang mata terutama pada saat terjadi pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotopobia, mialgia serta atralgia. Gejala lain yang dapat dijumpai pada penderita DD adalah konstipasi, anoreksia, nyeri perut atau kolik, nyeri tenggorokan. Gejala tersebut biasanya akan menetap untuk beberapa hari.2 Secara klinis ditemukan demam dengan suhu antara 39-400C bersifat bifasik dan menetap antara 5-7 hari. Pada awal fase demam dapat ditemukan ruam yang tersebar dimuka, leher, dan dada. Sedangkan pada fase akhir demam yaitu antara hari ke-3 sampai ke-4 ruam berbentuk makulopapular atau bentuk skarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu tubuh turun dan muncul ptekie yang menyeluruh pada daerah kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak pada DD ialah uji Torniquet positif dengan atau tanpa ptekie.2 Perjalanan penyakit biasanya berkisar 5 hari tetapi dapat juga sampai beberapa minggu terutama pada orang dewasa. Pada dewasa sering kali disertai dengan lemah, bradikardi, dan depresi. Pada saat epidemi DD, sering kali terjadi perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria, dan menorrhagia. DD dengan manifestasi perdarahan harus dibedakan dengan DBD.2 b. Laboratorium Secara laboratorium pada fase akut (awal demam) akan dijumpai leukosit dalam jumlah yang normal, kemudian terjadi penurunan jumlah leukosit selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya masih dalam batas normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi pada saat terjadi wabah DD, dapat dijumpai penurunan jumlah trombosit. Selain biokimia semuanya pada umumnya menunjukkan hasil yang normal, namun pada pemeriksaan
enzim hati dapat meningkat. Hasil pemeriksaan serologis untuk infeksi akut primer menunjukkan IgM yang meninggi (positif).2 2.
Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Gejala klinik Tanda klasik dari DBD ialah demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Sering ditemukan keluhan lainnya seperti anoreksia, nyeri kepala, mialgia, atralgia, mual, dan muntah. Beberapa penderita DBD juga mengeluh adanya nyeri pada saat menelan dengan faring hiperemis yang ditemukan pada saat pemeriksaan. Biasanya juga ditemukan nyeri perut yang dirasakan didaerah epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang terutama pada bayi.2 Bentuk perdarahan yang paling sering pada DBD ialah uji torniquet positif, kulit mudah memar, dan perdarahan pada bekas pengambilan darah maupun bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus DBD, ptekie halus ditemukan tersebar didaerah wajah, palatum mole, aksila, dan ekstremitas, yang biasanya ditemukan pada fase awal demam. Jarang ditemukan epistaksis dan perdarahan gusi. Biasanya terjadi hepatomegali yang bervariasi dari just palpable sampai 2-4 cm dibawah arcus costae kanan. Meskipun pembesaran hati tidak berkolerasi dengan derajat berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.2 b. Laboratorium Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada pasien DBD. Penurunan jumlah trombosit ≤ 100.000/mm3 dapat dijumpai pada hari ke-3 sampai hari ke-7 dari perjalanan penyakit dan sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan karena adanya kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan jumlah trombosit yang segera disusul atau disertai dengan peningkatan jumlah hematokrit terjadi pada saat suhu tubuh turun atau
sebelum terjadinya syok. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit juga dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit dapat menurun (leukopenia) atau meningkat (leukositosis), saat sebelum suhu tubuh turun atau syok sering ditemukan limfosit relatif dengan limfosit atipik. Dapat ditemukan hipoproteinemia akibat adanya kebocoran plasma. Adanya fibrinolisis dan gangguan koagulasi. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah pasien DBD. Pada pemeriksaan rontgen dada dapat ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.2 3. Sindrom Syok Dengue (SSD) a. Gejala klinik Sindrom syok dengue atau yang biasa disebut DBD derajat III dan IV biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu tubuh turun yaitu antara hari ke-3 sampai ke-7 dari perjalanan penyakit. Mulamula pasien terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh kedalam keadaan syok yang ditandai dengan kulit teraba dingin dan lembab, sianosis disekitar daerah mulut, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap dalam keadaan sadar meskipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan yang adekuat, syok biasanya dapat teratasi dengan segera. Namun bila terlambat didiagnosis atau pengobatan yang tidak adekuat, syok dapat segera menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik dan perdarahan hebat saluran cerna, sehingga dapat memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi antara hari ke-2 sampai ke-3, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia dan timbul ruam pada kulit.2 b. Laboratorium Hasil dari pemeriksaan laboratorium DBD ditambah dengan pada syok berat dapat ditemukan asidosis metabolik, peningkatan BUN, dan efusi pleura yang bilateral.2
C. Hubungan Antara Kadar Trombosit, Leukosit, Hematokrit dan Hemoglobin Dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue 1. Hubungan antara Jumlah Trombosit dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue Dalam patogenesis infeksi dengue trombositopenia memiliki peran yang penting. Kadar trombosit pada pasien infeksi dengue mengalami penurunan pada hari ke-3 sampai ke-7 dari perjalanan penyakit dan mencapai normal kembali pada hari ke-8 atau ke-9.29 Penurunan jumlah trombosit pada pasien infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsung tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.1 Penurunan jumlah trombosit berkolerasi dengan beratnya penyakit, tetapi trombosit yang sangat rendah tidak selalu berkolerasi dengan beratnya perdarahan.22 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khrisnamurti (2002) yang menyatakan bahwa semakin rendah kadar trombosit berhubungan dengan semakin parahnya penyakit.29 AV Matondang, Djoko Widodo, dkk (2004) juga menyatakan semakin rendah kadar trombosit maka semakin parah derajat kliniknya.30 2. Hubungan antara Jumlah Leukosit dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya dapat juga menurun dengan dominasi sel neutrofil.2 Penurunan jumlah leukosit pada infeksi dengue terjadi karena penekanan sumsum tulang akibat dari proses infeksi virus secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.31 Pada fase akhir demam, sel neutrofil bersama-sama mengalami penurunan sehingga jumlah sel limfosit atipikal secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% didaerah tepi dapat ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7 dari perjalanan penyakit.2 Limfosit atipikal ini sudah dapat ditemukan sejak hari ke-3 terjadinya demam dan merupakan penunjang diagnosis infeksi
dengue.22 Penelitian di Thailand telah membuktikan bahwa pasien infeksi dengue berat memiliki jumlah persentasi limfosit atipikal lebih tinggi dari pada pasien infeksi dengue ringan.24 3. Hubungan antara Jumlah Hematokrit dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue Pada pasien DBD dijumpai peningkatan nilai hematokrit yang menggambarkan
hemokonsentrasi.
Hemokonsentrasi
merupakan
indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga pada pasien DBD perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% menunjukkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.2 Nilai hematokrit biasanya mulai mengalami peningkatan pada hari ke-3, hal ini diakibatkan karena kebocoran plasma keruang ekstravakuler. Dengan adanya kebocoran plasma akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.22 4. Hubungan antara Jumlah Hemoglobin dengan Derajat Klinik Infeksi Dengue Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama sakit biasanya normal atau sedikit menurun, tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi yang ditemukan paling awal pada penderita DBD.25 Peningkatan kadar hemoglobin yang disertai dengan peningkatan nilai hematokrit dapat menunjukkan adanya kebocoran plasma dan banyaknya sel darah merah di dalam pembuluh darah, hal ini dapat mengindikasikan adanya infeksi dengue dengan tanda bahaya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya SSD.2
D. Kerangka Teori Interaksi -
Proses infeksi
Gizi Umur Seks Genetika Kekebalan Penyakit penyerta
Patogenesis infeksi virus dengue
Host Komplek virus antibodi Agent
- Tipe dan subtipe - Virulensi virus - Galur virus
Environment
- Kelembaba n suhu - Cuaca - Lingkungan diluar rumah - Ketinggian tempat tinggal - Perilaku masyarakat - Kepadatan larva dan nyamuk dewasa
Produksi sitokinsitokin proinflamasi
1. Agregasi trombosit 2. Aktivasi koagulasi 3. Aktivasi komplement
Leukopenia
Trombisitop enia
Peningkatan permeabilitas kapiler Kebocoran plasma Ht meningkat Hb meningkat
Perdarahan (-)
Perdarahan (+)
DD
Gambar 5. Kerangka Teori
Syok (-)
DBD
Syok (+) (SSD)
E.
Kerangka Konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Kadar trombosit
Kadar leukosit Derajat klinik infeksi dengue Kadar hematokrit
Kadar hemoglobin
Gambar 6. Kerangka Konsep
F.
Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara kadar trombosit dengan derajat klinik infeksi dengue pada pasien anak. 2. Terdapat hubungan antara kadar leukosit dengan derajat klinik infeksi dengue pada pasien anak. 3. Terdapat hubungan antara kadar hematokrit dengan derajat klinik infeksi dengue pada pasien anak. 4. Terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan derajat klinik infeksi dengue pada pasien anak.