BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae(M. leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (kulit), saluran pernafasan bagian atas, system etikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis (Amiruddin, 2000). Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya (DepKes, 2002). Penyakit kusta adalah penyakit menular yang sifatnya kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang primer menyerang saraf tepi dan sekunder menyerang kulit, otot saluran nafas bagian atas, mata, dan testis (RSUD Dr. Soetomo, 1994). Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun pada
sebagian
kecil
memperlihatkan
gejala
dan
mempunyai
kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki. Tingkat kecacatan kusta adalah keadaan abnormal dari fisik
serta
hilangnya beberapa struktur dan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh penyakit kusta (Depkes, 2000). 2. Etiologi Mycobacterium leprae belum memenuhi postulat koch karena tidak dapat dibiak dalam media apapun, namun bisa dibiak dalam hewan. penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1500 SM. Kumannya ditemukan pada tahun 1874, cara penularannya belum diketahui, diduga melalui kontak langsung yang erat dan lama, mungkin melalui penyebaran droplet dari tipe leptomatosa, ada juga yang menduga melalui insekta atau
6
7
inhalasi. Organ yang pertama diserang adalah syaraf tepi dengan manifestasi pertama pada kulit, lalu bisa menyerang mukosa saluran pernafasan atas dan organ lain kecuali SSP. Terutama pada usia antara 25-35 tahun, makin muda usia makin kurang kekebalan, sehingga anak-anak sangat rentan. Juga terutama mengenai keadaan sosioekonomi rendah yang sanitasinya buruk, gizi buruk, dan perumahan tak adekuat. Masa inkubasinya sangat lama diperkirakan 2-5 tahun. 3. Diagnosa dan Klasifikasi a. Diagnosa Menentukan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama cardinal sign. Pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : 1) Adanya kelainan kulit dapat berupa hipopigmentasi ( bercak putih seperti panu ), bercak eritema ( kemerahan ), infiltrat ( penebalan kulit ), nodul ( benjolan ). 2) Berkurang sampai hilang rasa pada kelainan kulit tersebut. 3) Penebalan syaraf tepi. 4) Adanya Bakteri Tahan Asam ( BTA ) di dalam kerokan jaringan kulit ( BTA positif ). Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila terdapat sekurang- kurangnya dua dari tanda utama cardinal sign. Bila raguragu orang tersebut dianggap sebagai suspek dan diperiksa ulang setiap tiga bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan. Melakukan diagnosa secara lengkap dilaksanakan hal-hal sebagai berikut : Anamnesa, pemeriksaan klinis yaitu pemeriksaan kulit dan syaraf tepi serta fungsinya, pemeriksaan bacteriologis, pemeriksaan histopatologis, dan imunologis. b. Klasifikasi Setelah diagnosa ditegakkan penderita perlu diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi WHO yang bertujuan, Untuk menentukan rejimen
8
pengobatan, prognosis dan komplikasi, menentukan operasional, misalnya menemukan pasien-pesian yang menular yang mempunyai nilai epidemiologis tinggi sebagai target utama pengobatan dan untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Klasifikasi Kusta adalah : 1) Pausi Basiler ( PB ) Pausi Basiller ( PB ) ada 2 yaitu PB 1 atau Pausi Basiller dengan jumlah lesi 1 serta tidak ada kerusakan syaraf dan PB 2 atau Pausi Basiller dengan jumlah lesi 2 – 5 asimetris, mati rasa jelas serta kerusakan hanya 1 syaraf. 2) Multi Basiler ( MB). Termasuk kusta tipe Lepromatosa ( LL ), Bordeline lepromataos dimorphous ( B ) dan Lepromatous ( L ) menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA ( Bakteri Tahan Asam ) positif, terdapat banyak lesi, simetris dan mati rasa.
B. Pengobatan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masa pengobatan kusta antara lain, Penderita harus minum obat secara teratur sampai dinyatakan sembuh, penderita mendapat pengobatan MDT (Multi Drug Treatment) di puskesmas secara gratis dan lama pengobatan 6 – 9 bulan pada penderita kusta tipe PB dan 12 – 18 bulan pada penderita kusta tipe MB (Multi Basiler). Regimen pengobatan mengikuti rekomendasi dari WHO yaitu : 1. MDT untuk kusta PB 1 Regimen obat kusta PB 1 pada penderita dewasa dengan berat badan 50 – 70 kg menggunakan rifamppicin 600 mg, ofloxasin 400 mg, minocyclin 100 mg, pada penderita anak umur kurang dari 5 – 14 tahun menggunakan rifampicin 300 mg, ofloxasin 200 mg, minocyclin 50 mg dan pada penderita anak umur kurang dari 5 tahun dan ibu hamil tidak diberi Rifampicin Ofloxasin Minocyclin ( ROM ).
9
Pemberian obat sekali saja langsung Relies From Treatmen ( RFT), bila obat-obat ini belum datang dari WHO maka sementara semua kasus PB 1 diobati selama 6 bulan dengan regimen PB 2 – 5. lesi satu dengan pembesaran syaraf diberikan regimen PB 2 – 5 2. MDT untuk kusta PB 2 – 5 Regimen obat kusta PB 2 – 5 terdiri dari 2 macam obat yaitu Rifampicin dan Dapsone atau DDS (Diamino Diphenyl sulfon). a. Hari ke 1 : Obat diberikan dan diminum di puskesmas dengan pengawasan petugas puskesmas terdiri dari 2 kapsul : Rifampicin 300 mg dan 1 tablet DDS 100 mg. b. Hari ke 2 : Obat diteruskan selama sebulan ( 28 hari ) obat dibawa pulang dan ditelan setiap hari di rumah yaitu tablet DDS 100 mg. Setelah selesai minum obat sesuai dengan jumlah dosis dan batas waktu yang ditentukan, tanpa pemeriksaan laboratorium penderita dinyatakan RFT dan diawasi selama 2 tahun pada kusta tipe MB. Pada penderita kusta yang terlambat diobati dengan obat MDT dapat menimbulkan kecacatan seperti jari-jari tangan atau kaki terjadi pemendekan atau kontraktur, tangan lunglai, kaki simper (lumpuh lunglai ) dan kebutaan. Penderita yang beresiko terjadi kecacatan adalah penderita yang terlambat ditemukan dan terlambat diobati dengan kombinasi MDT (Multi Drug Treatment), penderita dengan reaksi terutama reaksi refersal dan penderita dengan banyak bercak dikulit terletak didekat saraf.
C. Reaksi kusta Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (cellular respons) atau reaksi antigen antibody (humoral respon) dengan akibat merugikan penderita. Reaksi ini dapat terjadi sebelum pada saat, maupun sesudah pengobatan. Umumnya ditandai dengan bercak bertambah merah disertai dengan peradangan akut
10
pada kulit, syaraf, timbul benjolan kemerahan yang nyeri, syaraf tepi menjadi sakit,
nyeri dan bengkak, demam dan lesu, tangan dan kaki mungkin
membengkak. Paling sering terjadi pada 6 bulan sampai 1 tahun setelah selesai pengobatan. Reaksi kusta merupakan peristiwa awal terjadinya kecacatan maka dideteksi dan diobati dengan obat dan dosis khusus menggunakan prednisone. Ada 2 macam reaksi kusta yaitu reaksi tipe I ( Reversal reaction ) dan reaksi tipe II ( Erythema Nodusum Leprosum = ENL ). Gejala pada kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Perbedaan antara Reaksi kusta Tipe I dengan Tipe II No
Gejala / Tanda
Reaksi tipe I
Reaksi tipe II
Umumnya baik, demam ringan (subfebri) atau tanpa demam. Bercak kulit lama menjadi meradang (merah).dapat timbul bercak baru.
Ringan sampai berat disrtai kelemahan umum dan demam tinggi Timbul nodul baru kemerahan lunak dan nyeri tekan.nodul dapat pecah(ulcerasi).biasanya pada lengan dan tungkai. Jarang terjadi
1
Keadaan umum
2
Peradangan di kulit
3
Syaraf
4
Peradangan organ lain
5
Waktu timbulnya
Biasanya segera pengobatan.
6
Tipe kusta
Dapat terjadi pada kusta tipe PB maupun MB.
7
Faktor pencetus
- Melahirkan - Emosi -Obat-obatan yang - Kelelahan dan stress fisik lainnya meningkatkan kekebalan tubuh. - Kehamilan - Penyakit infeksi lainnya
pada
Sering terjadi, umumnya berupa nyeri tekan syaraf dan atau gangguan fungsi. Hampir tidak pernah ada setelah
Terjadi pada mata , kelenjar getah bening, sendi,ginjal, testis, dll. Biasanya setelah mendapatkan pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Hanya pada kusta tipe MB.
Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta misalnya : penderita dalam kondisi lemah, kehamilan, sesudah mendapat imunisasi, pembedahan, stress fisik, saat-saat setelah melahirkan dan lain-lain.
11
D. Tingkat Kecacatan Penderita Kusta Tingkat kecacatan merupakan suatu keadaan atau kondisi penderita yang diakibatkan oleh penyakitnya ( kusta ) yang dapat digolongkan menurut berat ringannya kecacatan tersebut. Mengingat bahwa organ paling berfungsi dalam kegiatan sehari-hari adalah mata, tangan dan kaki, maka WHO ( 1998 ) membagi cacat menjadi 3 tingkatan kecacatan yaitu : Tabel 2.2 Tingkat kecacatan menurut WHO TINGKAT KECACATAN Tingkat
Mata
Telapak tangan / kaki
0
Tidak ada kelainan pada mata (mata merah, visus kurang) akibat kusta
Tidak ada anastesi, tidak ada kerusakan yang kelihatan akibat kusta
I
Ada kelainan mata akibat kusta tetapi tidak kelihatan dan visus sedikit berkurang (masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter) akibat kusta. Ada lagophthalmus (mata tidak dapat menutup rapat) visus sangat terganggu akibat kusta.
Ada anastesi tetapi tidak ada cacat atau kerusakan (luka, kekakuan, mutilasi dan absorbsi) yang kelihatan.
II
Ada cacat atau kerusakan yang kelihatan, misalnya: ulkus, jari-jari kiting (clawing),tangan atau kaki simper ( lumpuh lunglai ).
12
Skema 2.1 proses kecacatan kusta Gangguan fungsi syaraf tepi
Sensorik
Motorik
Anastesi (mati rasa)
Kelemahan
Tangan & Kaki Kurang Rasa
Kornea mata Mati rasa, Reflek kedip berkurang
Tangan & kaki lemah/ lumpuh
Luka
Infeksi
Jari-jari Bengkok/kaku
Mutilasi absorbsi
Buta
Otonom
Mata tidak bisa berkedip
Gangguan kel. keringat, kel. minyak aliran darah
Kulit kering / pecah-pecah
Infeksi
Luka
Buta
Infeksi
Luka
Mutilasi absorbsi
( Subdirektorat Kusta dan Frambusia, 2007 )
13
Tabel 2.3 Tabel Kerusakan Syaraf Syaraf
Fungsi Motorik
Facialis
Kelopak mata tidak bisa menutup
Ulnaris
Jari tangan ke 4 dan ke 5 lemah / lumpuh / kiting Ibu jari, jari ke 2 dan ke 3 lemah / lumpuh / kiting Tangan lunglai
Medianus
Radialis Peroneus
Kaki simper ( lumpuh lunglai
Tibialis posterior
Jari kaki kiting
Sensorik
Mati rasa telapak tangan bagian jari ke 4 dan ke 5 Mati rasa telapak tangan bagian ibu jari, jari ke 2 dan ke 3
Mati rasa kaki
Otonom Kekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, minyak dan aliran darah
telapak
E. Penemuan Penderita 1. Penemuan penderita secara pasif (sukarela ) Penemuan penderita secara pasif adalah penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain ke puskesmas atau sarana kesehatan yang lain. Penderita biasanya sudah dalam stadium lanjut. Faktor- faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke puskesmas atau sarana kesehatan yang lain masyarakat tidak mengerti tanda dini penyakit kusta, malu datang ke puskesmas, adanya puskesmas yang belum siap,tidak tahu bahwa ada obat tersedia cuma-cuma di puskesmas, dan jarak penderita ke puskesmas atau sarana kesehatan lainnya terlalu jauh. 2. Penemuan penderita secara aktif Penemuan penderita kusta secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yaitu pemeriksaan kontak serumah (survey kontak), pemeriksaan anak SD atau TK atau sederajat ( survey sekolah ), dan chase survey.
14
F. Eliminasi kusta Menurut definisi WHO, Eliminasi sebagai angka prevalensi ( angka kesakitan ) kurang dari 1 penderita per 10.000 penduduk. Penyakit kusta akan dapat dieliminasi kalau kita menemukan semua penderita dan mengobatinya dengan menggunakan pengobatan kombinasi atau MDT ( Multi Drug Treatment ).Eliminasi berarti menurunkan beban penyakit pada tingkat yang sangat rendah. Ini akan mengakibatkan pengurangan sumber infeksi, sehingga kusta mungkin akan lenyap secara alamiah dibanyak bagian dunia. Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar eliminasi tercapai adalah memperluas jangkauan pelayanan MDT ke seluruh unit pelayanan kesehatan, mendiagnosis dan mengobati dini semua penderita yang ditemukan dengan MDT secara gratis di semua puskesmas atau sarana kesehatan lainnya, memastikan semua penderita minum obat secara teratur sampai selesai, memastikan ketersediaan MDT yang cukup, memperbaiki tata laksana penderita termasuk mencegah cacat, menghilangkan ketakutan pada kusta, meningkatkan kesadaran pada tanda dini atau awal dan memotivasi masyarakat mencari pengobatan, meningkatkan peran serta masyarakat dalam menemukan penderita secara dini, dan meningkatkan kerjasama dengan berbagai unit terkait.
G. Perawatan Penyakit Kusta Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada dasarnya adalah 3M yaitu : 1. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik 2. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur 3. Melakukan perawatan diri : a. Mata yang tidak dapat ditutup rapat, hindari goresan kain baju, sarung bantal, tangan, daun, debu, rambut, asap, dll dapat merusak mata, akibatnya mata akan merah, meradang dan terjadi infeksi yang bisa mengakibatkan kebutaan dan untuk mencegah kerusakan mata hindari tugas-tugas dimana ada debu, misalnya mencangkul tanah kering,
15
menuai padi, menggiling padi, bakar sampah dll, melindungi mata dari debu dan angin yang dapat mengeringkan mata dengan memakai kacamata, sering mencuci atau membasahi mata dengan air bersih, waktu istirahat tutup mata dengan sepotong kain basah dan seringseringlah bercermin apakah ada kemerahan atau benda yang masuk ke mata. b. Tangan yang mati rasa bisa terluka oleh benda panas seperti gelas kopi panas, cerek, kuali, rokok, api, bara api, knalpot, benda-benda tajam seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat berduri, paku, gergaji, gesekan dari alat kerja (cangkul ), tali pengikat sapi atau perahu, batu dan pegangan yang terlalu kuat pada alat kerja. Penderita bisa mencegah luka dengan melindungi tangan dari benda panas, kasar ataupun tajam, dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain, membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi tangan yang mati rasa, seringlah berhenti dan periksa tangan dengan teliti apakah ada luka atau lecet yang sekecil apapun, jika ada luka, memar atau lecet kecil sekecil apapun, rawatlah dan istirahatkan bagian tangan itu sampai sembuh. c. Kulit tangan yang kering bisa mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian terinfeksi, untuk mencegah kekeringan, rendam bagian yang kerig selama 20 menit setiap hari dalam air dingin kemudian langsung mengolesi dengan minyak ( minyak kelapa atau minyak lain ) untuk menjaga kelembaban kulit. d. Jari tangan yang bengkok bila dibiarkan bengkok, sendi-sendi akan menjadi kaku dan otot-otot akan memendek sehingga jari akan menjadi lebih kaku dan tidak dapat digunakan, serta dapat menyebabkan luka. Mencegah supaya jangan sampai terjadi kekakuan lebih berat maka sesering mungkin setiap hari memakai tangan lain untuk meluruskan sendi-sendinya, taruh tangan di atas paha, luruskan dan bengkokkan jari berulang kali. pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya tidak kaku.apabila ada kelemahan membuka jari, kuatkan
16
dengan menaruh tangan di meja atau paha dan pisahkan dan rapatkan jari berulang kali, ikat jari dengan 2 – 3 karet gelang, lalu pisahkan dan rapatkan jari berulang kali. e. Kaki yang simper ( lumpuh lunglai ) biarkan tergantung, otot pergelangan kaki bagian belakang ( archilles ) akan memendek sehingga kaki itu tetap tidak bisa diangkat. Jari-jari kaki akan terseret dan luka, dan oleh karena kaki itu miring waktu melangkah akan mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki 4 dan ke 5. Mencegah agar kaki yang simper ( lumpuh lunglai ) tidak bertambah cacat maka selalu pakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat lutut lebih tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antar lutut dan sepatu guna mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan, pakai plastik atau kertas keras dari betis sampai ke telapak kaki agar kaki tidak jatuh, jaga supaya tidak menjadi kaku dengan cara duduk dengan kaki lurus ke depan, pakailah kain panjang atau sarung yang di sangkutkan pada bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh. Apabila kaki yang simper ( lumpuh lunglai ) tidak disertai luka, maka dapat dilakukan variasi melatih kaki tersebut dengan cara berdiri menghadap ke tembok dengan jarak 60 cm, lipat siku dan sandarkan pada tembok, dorong tubuh ke depan dengan tumit tetap menapak ke lantai, dan tahan selama beberapa detik, hingga terasa ototnya tertarik, kemudian dorong kembali tubuh ke belakang. Lakukan latihan ini beberapa kali. Jika kelemahan saja yang terjadi, kerjakan latihan seperti langkah sebelumnya, serta sering-seringlah mencoba mengangkat jari dan bagian depan kaki tersebut, angkatlah karet ( dari ban dalam ) pada tiang atau kaki meja, dan tarik tali karet itu dengan punggung kaki, lalu tahan beberapa saat dan kemudian ulangi beberapa kali. f. Kulit kaki yang tebal dan kering akan mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian terinfeksi, untuk mencegah kulit kering rendamlah kaki selama 20 menit setiap hari dalam air dingin, gosoklah bagian yangg
17
menebal dengan batu gosok kemudian langsung diolesi dengan minyak kelapa untuk menjaga kelembaban kulit. g. Kaki yang mati rasa bisa terluka oleh benda panas seperti api, bara api, knalpot, aspal panas, benda tajam seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat berduri, paku, gergaji, gesekan dari sepatu atau sandal yang terlalu besar ataupun kecil, atau batu dalam sepatu, tekanan tinggi ataupun lama, berdiri terlalu lama tanpa gerak, berjalan terlalu jauh atau terlalau cepat, jongkok yang lama dll, untuk mencegah terjadinya luka,maka lindungi kaki dengan selalu memakai alas kaki, membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan tugas yang berbahaya bagi kaki yang mati rasa, sering berhenti dan memeriksa kaki dengan teliti apakah ada luka atau memar atau lecet yang sekecil apapun dan apabila ada luka, memar atau lecet kecil, langsung rawat dengan istirahatkan bagian kaki itu sampai sembuh ( jangan sekalisekali diinjakkan ). Alas kaki yang cocok atau baik adalah yang empuk dan dalam, keras di bagian bawah supaya benda tajam tidak dapat tembus, tidak mudah terlepas ( ada tali di belakang ) dan tidak perlu sepatu khusus kalau memilih sepatu atau sandal di pasar cukup hati-hati atau modifikasi jika perlu. h. Luka borok atau ulkus disebabkan karena menginjak benda tajam, panas, atau kasar, atau ada memar yang tidak dihiraukan karena penderita tidak merasa sakit, luka itu terus terinjak karena berat badan penuh, sampai kulit dan daging hancur, luka itu sebenarnya akan dapat sembuh sendiri bila diistirahatkan selama beberapa minggu. Perawatan yang tepat adalah bersihkan luka dengan sabun, kemudian rendam kaki dalam air selama 20 – 30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang menebal dengan batu apung, setelah dikeluarkan dari air, beri minyak bagian kaki yang tidak luka, balut lalu istirahatkan bagian kaki itu ( jangan diinjakkan pada waktu berjalan, berjalanlah dengan pincang atau pakai tongkat, kruk atau gunakan sepeda.
18
Jika ada penderita yang sudah menyelesaikan pengobatan atau Release From Treatment ( RFT ), kemudian mendapat luka atau borok pada telapak kakinya, seringkali akan berfikir bahwa penyakit kustanya tersebut kambuh. Hal itu tidaklah benar, luka pada kaki yang mati rasa bukan disebabkan oleh mycobacterium leprae, jadi jangan mengulangi pemberian MDT (Multi Drug Treatment) atau DDS (Diamino Diphenyl Sulfon) dan jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi ( merah, bengkak, panas, sakit), berarti tidak ada infeksi sekunder oleh bakteri lain sehingga antibiotik tidak perlu diberikan.
19
H.
Kerangka teori Skema 2.2 Kerangka Teori Penderita
Tingkat Kecacatan Penderita Kusta: (cacat tingkat I,II)
1.Pengobatan dengan MDT 2.Perawatan penyakit kusta Tidak terjadi reaksi
Reaksi Kusta
Pengobatan reaksi
Sembuh tanpa cacat
Sembuh dengan cacat Tercapai Eleminasi Kusta
Tercapai Eradikasi Kusta WHO ( 2007 ), Subdirektorat Kusta Dan Frambusia ( 2007 )
20
I. Kerangka Konsep Skema 2.3 Kerangka Konsep
Perawatan penyakit kusta Variabel Independen
Tingkat kecacatan penderita kusta : (cacat tingkat I,II ) Variabel Dependen
J. Variabel Penelitian Penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu perawatan penyakit kusta sebagai variabel bebas (independent) dan tingkat kecacatan sebagai variabel terikat (dependent).
K. Hipotesa Hipotesa adalah jawaban sementara yang akan dibuktikan dalam suatu penelitian (Notoatmodjo, 2002). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara perawatan penyakit kusta dengan tingkat kecacatan penderita kusta di Kabupaten Pekalongan.