BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kualitas (Quality)
2.1.1
Pengertian Kualitas Dalam
kehidupan
sehari-hari
seringkali
kita
mendengar
orang
membicarakan masalah kualitas, misalnya mengenai kualitas sebagian besar produk buatan luar negeri yang lebih baik daripada produk dalam negeri. Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk dan jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifik produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Akan tetapi aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu elemen-elemen sebagai berikut :
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalkan apa yang dianggap merupakan kualitas pada saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut, Goetsch dan Davis (1994) membuat definisi mengenai kualitas yang lebih luas cakupannya. Definisi tersebut adalah kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubung dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Deming menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sementara itu J.M. Juran mengartikan sebagai cocok untuk digunakan (fitness for use) dan definisi itu sendiri memiliki aspek utama, yaitu : 2.2
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah suatu cara dimana suatu bagian atau suatu proses yang
mungkin gagal memenuhi suatu spesifikasi, menciptakan cacat atau ketidaksesuaian dan dampaknya pada pelanggan bila mode kegagalan itu tidak dicegah atau dikoreksi Kenneth Crow (2002). FMEA merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan menemukan :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
1. Semua kegagalan-kegagalan yang berpotensi terjadi pada suatu sistem. 2. Efek-efek dari kegagalan ini yang terjadi pada sistem dan bagaimana cara untuk memeperbaiki atau meminimalis kegagalan-kegagalan atau efek-efeknya pada sistem (Perbaikan dan minimalis yang dilakukan biasanya berdasarkan pada sebuah ranking dari severity dan probability dari kegagalan). FMEA biasanya dilakukan selama tahap konseptual dan tahap awal desain dari sistem dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa semua kemungkina kegagalan telah dipertimbangkan dan usaha yang tepat untuk mengatasinya telah dibuat untuk meminimasi semua kegagalan-kegagalan yang potensial Kevin A. Lange (2001). Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Design) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Design akan membantu menghilangkan kegagalanpkegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, missal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yangtidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA proses. FMEA dapat bervariasi pada level detail dilaporkan, tergantung pada detail yang dibutuhkan dan ketersediaan dari informasi. Sebagaimana pengembang terus berlanjut, memikirkan secara kritis apa yang harus ditambahkan dan menjadi Failure, Mode, Effect and Crittically Analysis dan FMECA. Ada variasi
yang sangat banyak didalam industry untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
mengimplementasikan analisis FMEA. Sejumlah standar-standar dan aturan telah dikembangkan untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk analisis dan setiap organisasi dapat melakukan pendekatan yang berbeda didalam melakukan analisis. Definisi menurut serta pengurutan atau ranking dari berbagai terminology dalam FMEA adalah sebagai berikut : 1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir. 2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk. 4. Occurance (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu. Tabel 2.1 Rating Occurance Ranking
Kriteria Verbal
Probabilitas Kegagalan
1
Tidak
mungkin
penyebab
mengakibatkan kegagalan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ini
1 dalam 1000000
17
2
Kegagalan
akan
jarang
terjadi
3 4
1 dalam 20000 1 dalam 4000
Kegagalan
agak
mungkin
terjadi
1 dalam 1000000
5
1 dalam 4000
6
1 dalam 80
7
Kegagalan adalah sangat mungkin
1 dalam 40
8
terjadi
1 dalam 20
9
Hampir
10
kegagalan akan mungkin terjadi
dapat
dipastikan
bahwa
1 dalam 8 1 dalam 2
Catatan : probabilitas kegagalan berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement) (Sumber : Gasperz, 2002, p251) 5. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Tabel 2.2 Rating Severity Ranking
Kriteria Verbal
1
Neglible severity, kita tidak perlu memikirkan akibat akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2
Mid severity, pengguna akhir hanya bersifat ringan, pengguna akhir tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
3
merasakan perubahan kinerja
4
Moderate severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan
5
kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi
6 7
High severity, akibat akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat
8
diterima berada diluar batas toleransi
9
Potential safety problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat bahaya
10
dan bertentangan dengan hukum
Catatan : tingkat severity berbeda-beda dengan setiap produknya, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (Engineering Judgement) (Sumber : Gasperz, 2002, p250) 6. Detectibility (D) adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektifitas dan metode pencegahan atau pendeteksian. Tabel 2.3 Rating Detectability Ranking 1
Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak 1 dalam 1000000 ada lagi kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi.
2
Kemungkinan penyebab itu terjadi adalah sangat
1 dalam 20000
3
rendah.
1 dalam 4000
4
Kemungkinan
5
metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang
penyebab
bersifat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
moderate.
1 dalam 1000000 1 dalam 4000
19
6
penyebab itu terjadi.
1 dalam 80
7
Kemungkinan bahwa penyebab itu masih tinggi.
1 dalam 40
8
Metode deteksi kurang efektif, karena penyebab
1 dalam 20
masih berulang lagi. 9
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat
1 dalam 8
10
tinggi. Metode deteksi tidak efektif, penyebab akan
1 dalam 2
selalu terjadi Catatan : tingkat kejadian berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement) (Sumber : Gasperz, 2002, p250) 7. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity, detectability dan rating occurance RPN = (S) x (D) x (O) 2.2.1 Keuntungan FMEA Keuntungan dari FMEA, yaitu :
Produk
akhir
harus
mengidentifikasikan
“aman”, dan
FMEA
mengeliminasi
membantu atau
desainer
mengendalikan
untuk cara
kegagalan yang berbahaya, meminimasi dari perkiraan terhadap sistem dan penggunanya.
Meningkatknya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan, khususnya juga data dari peluang realibilitas didapat dengan menggunakan FMEA.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Realibilitas dari produk akan meningkat. Waktu untuk melakukan desain akan dikurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.
2.2.2
Proses FMEA Proses FMEA merupakan sebuah teknis analisa yang digunakan oleh tim
manufacturing yang bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa untuk memperluas kemungkinan cara-cara kegagalan dan mencari penyebab yang berkaitan telah dipertimbangkan dan dituangkan kedalam bentuk form yang tepat, sebuah FMEA merupakan ringkasan dari pemikiran tim engineering (termasuk analisa dari item-item yang dapat berjalan tidak sesuai dengan keinginan berdasarkan pengalaman dan pemikiran masa lalu) sebagaimana proses di kembangkan. (Kevin A. 2001, p37) Proses FMEA :
Mengidentifikasi produk yang potensial yang berkaitan dengan cara-cara kegagalan proses.
Memperkirakan efek bagi konsumen yang potensial yang disebabkan oleh kegagalan.
Mengidentifikasi sebab-sebab yang potensial pada proses perakitan dan mengidentifikasi variabel-variabel pada proses yang berguna untuk memfokuskan pada pengendalian untuk mengurangi kegagalan atau mendeteksi keadaan-keadaan kegagalan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Mengembangkan sebuah daftar peringkat dari cara-cara kegagalan yang potensial, ini menetepkan sebuah sistem prioritas sebagai pertimbangan untuk melakukan tindakan perbaikan.
Mendokumentasikan hasil-hasil dari proses produksi atau proses perakitan.
2.2.3 Risk Priority Numbers in FMEA Metodologi Risk Priority Number (RPN) merupakan sebuah teknik untuk menganalisa resiko yang berkaitan dengan masalah-masalah yang potensial yang telah diidentifikasikan selama pembuatan FMEA (Stamatis, DH, 1995, p45) Sebuah FMEA dapat digunakan untuk mengidentifikasi cara-cara kegagalan yang potensial untuk sebuah produk atau proses. Metode RPN kemudian memerlukan analisa dari tim untuk menggunakan pengalaman masa lalu dan keputusan engineering untuk memberikan peringkat pada setiap potensial masalah menurut rating skala berikut :
Severity, merupakan skala yang memeringkatkan severity dari efek-efek yang potensial dari kegagalan.
Occurance, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari kegagalan akan muncul.
Detection, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari masalah akan di deteksi sebelum sampai ketangan pengguna akhir atau konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Setelah pemberian rating dilakukan, nilai RPN dari setiap penyebab kegagalan dihitung dengan rumus : RPN = Severity x Occurance x Detection
Nilai RPN dari setiap masalah yang potensial dapat kemudian digunakan untuk membandingkan penyebab-penyebab yang terindentifikasi selama dilakukan analisa. Pada umumnya RPN jatuh diantara batas yang ditentukan, tindakan perbaikan dapat diusulkan atau dilakukan untuk mengurangi resiko. Ketika menggunakan teknik risk assessment, sangat penting untuk mengingat bahwa tingkat RPN adalah relative terhadap analisis tertentu (dilakukan dengan sebuah set skala peringkat yang umum dan analisis tim yang berusaha untuk membuat peringkat yang konsisten untuk semua penyebab masalah yang teridentifikasi selama melakukan analisis). Untuk itu, sebuah RPN didalam suatu analisa dapat dibandingkan dengan RPN yang lainnya didalam analisa yang sama, tapi dapat menjadi tidak dapat di bandingkan terhadap RPN didalam suatu analisa yang lain. Meskipun ada banyak tipe dan standar kebanyakan FMEA terdiri dari suatu kumpulan prosedur yang umum. Secara umum, analisis FMEA dipengaruhi oleh tim yang bekerja secara cross function pada tahap yang bervariasi pada waktu desain, proses pengembangan dan perakitan dan pada umumnya terdiri dari :
Item/Process : mengidentifikasi item atau proses yang akan menjadi subyek dari analisis. Termasuk beberapa penyelidikan terhadap desain dan karakteristik-karakteristik reabilitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Function : mengidentifikasi fungsi-fungsi dimana item atau proses diharapkan untuk bekerja.
Failures : mengidentifikasi kegagalan yang diketahui dan potensial yang dapat mencegah atau menurunnya kemampuan dari item atau proses untuk bekerja dengan fungsinya.
Failure effect : mengidentifikasi efek-efek yang diketahui dan potensial untuk setiap kegagalan.
Current Control : memeriksa mekanisme control yang aka nada untuk mengeliminasi atau menurunkan kemungkinan kegagalan akan muncul.
Recommended action : mengidentifikasi tindakan perbaikan yang perlu dilakukan yang bertujuan untuk mengeliminasi atau menurunkan resiko dan dilanjutkan dengan melengkapi dengan melakukan recommended action.
Prioritize issues : memprioritaskan tindakan perbaikan yang harus dilakukan menurut standar yang konsisten yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Other Details : tergantung pada situasi tertentu dan petunjuk untuk melakukan analisa yang di adaptasi oleh perusahaan, keterangan yang lain mungkin dipertimbangkan selama melakukan analisis, seperti cara operasional ketika kegagalan muncul.
Report : membuat laporan dari analisis dalam bentuk format standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Ini pada umumnya berbentuk format table. Sebagai tambahan laporan dapat menyertakan diagram berbentuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
blok dana tau diagram alir untuk mengilustrasikan item atau proses yang merupakan subjek dari analisis. 2.3
Identifikasi Potential Effect Pada aliran pasok dari hulu ke hilir mulai dari pengiriman bahan baku dari
pemasok hingga produk dikirim ke tangan konsumen dapat terjadi mengandung di dalamnya khususnya terkait keamanan dari produk. Potensi dampak kegagalan merupakan efek kegagalan dalam persepsi pelanggan. Penarikan akhir dari produk. Efek dari kegagalan harus dijelaskan dalam ha apa yang pelanggan akan melihat atau berdasarkan pengalaman, jadi jika kondisi diberikan oleh pelanggan tidak aka nada perdebatan tentang modus yang menyebabkan efek kegagalan tertentu. Hal ini juga harus dinyatakan apakah kegagalan akan mempengaruhi keselamatan pribadi atau melanggar peraturan produk apapun. Bagian dari dokumen tersebut juga harus meramalkan bahwa efek kegagalan tertentu mungkin ada pada sistem atau subsistem lain yang kontak langsung dengan kegagalan sistem. Misalnya, suatu bagian mungkin patah, yang dapat menyebabkan getaran sub-sistem dalam kontak dengan bagian retak. Mengakibatkan sistem operasi tidak konsisten. Sistem operasi yang tidak konsisten dapat menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Beberapa efek kegagalan diantaranya kebisingan, operasi tidak menentu, tampilan yang buruk, ketidakstabilan, operasi intermiten, dan gangguan operasi (Besterfield, dkk. 1999). 2.3.1 Identifikasi Penyebab Resiko Untuk setiap mode kegagalan, kemungkinan mekanisme dan penyebab kegagalan tercantum pada lembar kerja. ini merupakan elemen penting dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
FMEA karena menunjukkan jalan menuju tindakan preventif/ korektif. Sebagai contoh, penyebab kegagalan modus “kebocoran eksternal yang berlebihan” dari katup mungkin “stress korosi mengakibatkan kegagalan struktur tubuh.” (Villacourt. 1992) 2.3.2
Menentukan Nilai Severity, Occurance, dan Detection Menghitung tingkat keparahan, memberikan peringkat klasifikasi yang
meliputi keamanan, kontinuitas produksi, potensi produk yang hilang, dll. Mungkin ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan (Kontributor keseluruhan kerasnya dari peristiwa yang dianalisa). (Villacourt. 1992) 2.3.3 Langkah Dasar Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Terdapat langkah dasar proses Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yaitu sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi 2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi 3. Mengidentifikasi potensi efek kegagalan produksi 4. Mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan proses produksi 5. Mengidentifikasi mode-mode deteksi proses produksi 6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection dan RPN proses produksi 7. Usulan perbaikan. Pengukuran terhadap besarnya nilai severity, occurance, dan detection adalah sebagai berikut : 1. Nilai Severity
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko, yaitu menghitung
seberapa
besar
dampak
atau
intensitas
kejadian
mempengaruhi hasil akhir proses. Dampak tersebut di rating mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk dan penentuan terhadap rating terdapat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.4 Nilai Severity Rating
Kriteria
1
Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kualitas produk. Konsumen mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan ini.
2
Mild severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang ditimbulkan akan bersifat ringan, konsumen tidak akan
3
merasakan penurunan kualitas.
4
Moderate
5
Konsumen akan merasakan penurunan kualitas, namun masih
6
dalam batas toleransi.
7
High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Konsumen akan
8
merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas
severity
(pengaruh
buruk
yang
moderate).
toleransi. 9
Potential severity (pengaruh buruk yang sangat tinggi). Akibat yang ditimbulkan sangat berpengaruh terhadap
10
kualitas lain, konsumen tidak akan menerimanya Sumber : Gasperz 2002
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2. Nilai Occurance Apabila sudah ditentukan rating pada proses severity, maka tahap selanjutnya adalah menentukan rating terhadap nilai occurance. Occurance merupakan kemungkinan bahwa penyebab kegagalan akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa produksi produk. Penentuan nilai occurance bisa dilihat berdasarkan tabel dibawah ini : Tabel 2.5 Nilai Occurance Degree
Berdasarkan frekuensi
Rating
kejadian Remote
0,01 per 730 item
1
Low
0,1 per 730 item
2
0,5 per 730 item
3
1 per 730 item
4
2 per 730 item
5
5 per 730 item
6
10 per 730 item
7
20 per 730 item
8
50 per 730 item
9
100 per 730 item
10
Moderate
High
Very High
Sumber : Gasperz 2002 3. Nilai Detection Setelah diperoleh nilai occurance, selanjutnya adalah menentukan nilai detection. Detection berfungsi untuk upaya pencegahan terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
proses produksi dan mengurangi tingkat kegagalan pada proses produksi. Penentuan nilai detection bisa dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.6 Nilai Detection Berdasarkan Rating
Kriteria
frekuensi kejadian
1
Metode pencegahan sangat efektif. Tidak ada
0,01 per 730 item
kesempatan penyebab mungkin muncul. 2
Kemungkinan penyebab terjadi sangat rendah.
3
0,1 per 730 item 0,5 per 730 item
4
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat.
1 per 730 item
5
Metode
2 per 730 item
6
penyebab itu terjadi.
5 per 730 item
7
Kemungkinan penyebab terjadi masih tinggi.
10 per 730 item
8
Metode pencegahan kurang efektif. Penyebab masih
20 per 730 item
pencegahan
kadang
memungkinkan
berulang kembali 9
Kemungkinan penyebab terjadi masih sangat tinggi.
50 per 730 item
10
Metode pencegahan tidak efektif. Penyebab masih
100 per 730 item
berulang kembali. Sumber : Gasperz 2002 Setelah mendapatkan nilai severity, occurance, dan detection pada proses assembling pemasangan mesin motor tipe K15, maka akan diperoleh nilai RPN, dengan cara mengkali nilai severity, occurance, dan detection (RPN=S x O x D) yang kemudian dilakukan pengurutan berdasarkan nilai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
RPN tertinggi sampai yang terendah. Setelah itu, kegiatan proses produksi yang mempunyai nilai RPN besar dan mempunyai peranan penting dalam suatu kegiatan produksi, dilakukan usulan perbaikan untuk menurunkan tingkat kecacatan produk. 2.4
Mitigasi Resiko Pada tahap mitigasi resiko dilakukan perencanaan langkah-langkah yang
dilakukan untuk menangani resiko-resiko yang telah terindetifikasi. Mitigasi resiko
hanya
sebatas
rekomendasi
perbaikan
terhadap
permasalahan
perusahaan berdasarkan hasil analisis resiko. Mitigasi resiko yang dilakukan sesuai dengan nilai dan ranking resiko yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. (Yuskartika. 2011) 2.5
Diagram Pareto Diagram Pareto (Pareto Chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh
seorang ahli dekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX (Nasution, 2004:114). Diagram Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut membantu menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut : 1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2. Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. 3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan koreksi berdasar prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulan dan memuat diagram pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram pareto baru, maka tindakan korektif ada efeknya. 4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan. Hasil Pareto Chart dapat digunakan pada diagram sebab-akibat untuk mngetahui akar penyebab masalah. Setelah penyebab potensial diketahui dari diagram tersebut, diagram pareto dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram sebab akibat. Selanjutnya, digunakan untuk melihat perbedaan pada waktu sebelum dan sesudah proses penanggulangan untuk mengetahui efek upaya perbaikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
No
1
Penulis
Puvanasvaran, A.P., N. Jamibollah, dan N. Norazlin, Fakultas Teknik Manufaktur, Universiti Teknikal Malaysia Melaka Hang Tuah Jaya, 76100 Durian Tunggal, Melaka, Malaysia
Judul
Integrasi POKA YOKE Ke Mode Kegagalan Proses Dan Analisa Efek (2014)
ISI LAPORAN Kegagalan dan Mode abstrak analisa Efek (FMEA) adalah salah satu syarat yang diperlukan oleh Industri Otomotif Grup Tindakan (AIAG) untuk semua pemasok otomotif dan para produsen di seluruh dunia melalui TS16949 Sistem kualitas. Secara konseptual, Poka yoke dapat dimuat ke proses FMEA. Mode kegagalan dan analisa Efek (FMEA) membantu memprediksi dan mencegah masalah melalui kontrol yang tepat atau metode pendeteksian. Kesalahan proofing menekankan dan pembetulan kesalahan deteksi sebelum mereka menjadi cacat. merujuk kepada teknik-teknik yang membuat kesalahan-kesalahan mustahil untuk dilakukan. Teknik ini menghapuskan cacat produk dari proses dan serta secara substansial meningkatkan kualitas dan keandalan mereka. Penggunaan Poka yoke sederhana ide-ide dan metode dalam proses desain produk dan melenyapkan manusia dan kesalahan mekanis. Konsep pertama Poka yoke menekankan penghapusan penyebab atau kesalahan kejadian yang menciptakan cacat dengan memusatkan perhatian pada penyebab kesalahan dalam proses. Cacat yang dicegah dengan menghentikan baris atau alat berat ketika akar penyebab kerusakan dipicu atau terdeteksi. Konsep kedua Poka yoke berfokus pada efektivitas detection system. Itupun-detection system meniadakan cacat atau mendeteksi kesalahan yang menyebabkan cacat. Pelaksanaan Kuk Poka dalam konsep sistem deteksi itupun meniadakan kemungkinan kesalahan yang cacat atau slip akan melalui proses dan mencapai pelanggan. Kata Kunci: Poka Yoke, Mode Kegagalan dan analisa Efek (FMEA) ,integrasi Poka Yoke ke dalam FMEA.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
No
2
Penulis
Rudy Wawolumaja, Erliana Maria
Judul
Perbaikan Kualitas Dock Fender Menggunakan Metode Taguchi Parameter Design pada PT AGRONESIA INKABA (2011)
ISI LAPORAN Penelitian dilakukan di PT Agronesia Inkaba, perusahaan ini memproduksi Dock Fender. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa karakteristik tensile strength dari Dock Fender belum memenuhi SNI 06-3568-2006 (Standar Nasional Indonesia), dimana rata-rata tensile trength Dock Fender adalah 154.299 MPa, sedangkan sesuai SNI adalah 162.5±2.5 MPa. Metode Taguchi Parameter Design digunakan untuk memperbaiki performansi nilai tensile strength Dock Fender secara optimal agar nilai tersebut memenuhi SNI. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA, orthogonal array, grafik efek faktor, perhitungan persentase kontribusi dan loss function. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan kesimpulan bahwa level dari faktor-faktor yang memberikan hasil tensile strength optimal adalah asam stearat level 2 (2 phr), zink oxide level 1 (4 phr), silika level 1 (ultrasil 20 phr), filler level 2 (N550 40 phr), dan softener level 1 (minarex oil 5 phr). Penggunaan metode Taguchi ini memberikan penurunan tingkat kerugian perusahaan sebesar 95.875%. Kata kunci: Taguchi, Dock Fender
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
No
3
Penulis
Hayu Kartika
Judul
ISI LAPORAN PT. MSI bergerak dalam memproduksi bahan baku pakaian, seperti kain grey dan kain woven serta bahan baku pembalut dan popok bayi yang terdiri dari kain non woven, CPEFilm dan tisu. Fokus penelitian adalah untuk mengurangi penyimpangan dan kerusaka nproduk CPE Film, sehingga perlu direncanakan upaya pengendalian. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan pengendalian kualitas statistik. Berdasarkan pengendalian ditentukan batas kendali untuk masing-masing kerusakan produk. Dari analisis peta kendali rata-rata masih terjadi penyimpangan pada kecacatan CPE Film yaitu berkerut. Adapun garis pusat peta kendali rata-rata sebelum dan sesudah direvisi yaitu: Kecacatan CPE Film berkerut sebelum direvisi: 23.04 dan sesudah direvisi: 23.02. Dari diagram fishbone, dapat diketahui penyebab timbulnya masalah, yaitu: kesalahan operator dalam mengontrol proses kerja pembuatan CPE Film, kejadian dalam lingkungan, yaitu suhu ruang kerja yang panas, karena pengaruh umur mesin dan peralatan pendukung menyebabkan semakin menurunnya produktifitas akan kualitas CPE Film yang dihasilkan. Dengan metode ini didapatkan rencana untuk menanggulangi masalah cacat yang terjadi, yaitu perusahaan harus melakukan perawatan berkala pada mesin, memperhatikan kondisi operator pada saat bekerja, serta menyeleksi ketat material yang diterima dari supplier. Penanggulangan tersebut diharapkan akan meningkatkan pengendalian kualitas pada perusahaan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK CPE FILM DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS Kata kunci: Pengendalian Kualitas Statistik, Peta Kendali, Variabel dan Manajemen Kualitas CONTROL PADA PT. MSI (2013)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
No
4
Penulis
Rapinder Sawhney and Karthik Subburaman, Department of Industrial and Information Engineering, The University of Tennessee, Knoxville, Tennessee, USA
Judul
ISI LAPORAN
A modified FMEA approach to enhance reliability of lean systems (2010)
The purpose of this paper is to encourage the integration of Lean principles with reliability models to sustain Lean efforts on a long-term basis. It seeks to present a modified FMEA that will allow Lean practitioners to understand and improve the reliability of Lean systems. The modified FMEA approach is developed based on the four critical resources required to sustain Lean systems: personnel, equipment, materials, and schedules. A three-phased methodology approach is presented to enhance the reliability of Lean systems. The first phase compares actual business and operational conditions with conditions assumed in Lean implementation. The second phase maps potential deviations of business and operational conditions to their root cause. The third phase utilizes a modified Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) to prioritize issues that the organization must address. A literature search shows that practical methodologies to improve the reliability of Lean systems are non-existent. The knowledge database involves many tedious calculations and hence needs to be automated. The paper has defined Lean system reliability, developed a conceptual model to enhance the Lean system reliability, developed a knowledge base in the form of detailed hierarchical root trees for the four critical resources that support our Lean system reliability, developed a Risk Assessment Value (RAV) based on the concept of effectiveness of detection using Lean controls when Lean designer implements Lean change, developed modified FMEA for the four critical resources.
Kata Kunci: Employees, Materials management, Failure (mechanical)
http://digilib.mercubuana.ac.id/