BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Penyuluhan 1.1. Pengertian Penyuluhan Salah satu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi adalah penyuluhan. Teknik pemberian penyuluhan untuk menyampaikan ide dan gagasan adalah suatu tindakan yang paling sering dilakukan oleh komunikator untuk melakukan perubahan perilaku. Penyuluhan juga sering dilakukan oleh petugas kesehatan untuk merubah perilaku pola hidup sehat. Penyuluhan adalah suatu upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan Edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana dan terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosialekonomi-budaya setempat. (Suhardjo, 2003). Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang biasa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Melakukan penyuluhan kesehatan diharapkan terjadi kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima prilaku tersebut (mengubah perilaku) (Notoatmodjo, 2003). 1.2 Sasaran Penyuluhan Sasaran
penyuluhan
kesehatan
mencakup
individu,
keluarga,
kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan terutama di lembaga pemasyarakatan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan sebagainya. Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti kelompok lansia, kelompok yang ada diberbagai institusi pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2003).
Universitas Sumatera Utara
1.3 Metode dan Media Penyuluhan 1.3.1. Metode Penyuluhan Menurut Notoatmojo (2003), menguraikan ada beberapa metode pendidikan yang bisa digunakan untuk penyuluhan sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Ceramah Cara ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi. Cara ini menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan. 2. Metode Diskusi Kelompok Cara yang dipersiapkan untuk 5-20 peserta (sasaran) yang akan membahas suatu topik yang telah disiapkan dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk. 3. Metode Curah Pendapat Cara yang memungkinkan setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan dalam pemecahan masalah yang terpikir oleh masingmasing peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat yang telah dikemukakan.
Universitas Sumatera Utara
4. Metode Panel Cara yangdirencanakan didepan pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin. 5. Metode Bermain Peran Cara yang dilakukan dengan memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok. 6. Metode Demonstrasi Cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana
cara
melaksanakan
suatu
tindakan,
adegan
dengan
menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya. 7. Metode Simposium Cara yang dilakukan dengan ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
Universitas Sumatera Utara
8. Metode Seminar Cara ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas dengan suatu penyajian (persentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat dimasyarakat. 1.3.2. Media /Alat Bantu Penyuluhan Yang dimaksud dengan alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan
oleh
pendidik
dalam
menyampaikan
bahan
pendidikan/pengajaran, berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu didalam peroses pendidikan/ pengajaran (Notoatmodjo 2003). Media sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan agar lebih mudah untuk diterima atau dipahami oleh masyarakat, untuk itu media yang bisa digunakan sangat bervariasi antara lain (Luice, 2005) : 1. Leaflet Adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembar yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan dari leafleat adalah : tidak cocok untuk sasaran individu per , tidak tahan lama dan mudah hilang, dan akan menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang baik. 2. Flift Chart (lembar balik) Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku dimana setiap lembar berisi gambar peragaan dan lembar baliknya berisikan kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar. Keunggulan dari penyuluhan dengan menggunakan media ini antara lain mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah dan efesien, dan tidak perlu peralatan yang rumit. Kelemahannya yaitu terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif besar serta mudah sobek dan tercabik. 3. Film dan Video Keunggulan media ini antara lain dapat memberikan realita yang memungkinkan sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, dan dapat merepleksikan kepada diri mereka tentang keadaan yang benar-benar terjadi. Kelemahan media ini antara lain, memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko untuk rusak, dan perlu adanya kesesuaian antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli profesional agar gambar
Universitas Sumatera Utara
mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya karena menggunkan alat-alat yang canggih. 4. Slide Keunggulan media ini antara lain dapat memberikan realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan. Kelemahan media ini antara lain memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, serta memerlukan sumber daya manusia yang terampil dan memerlukan ruangan sedikit lebih gelap. 5. Transparan OHP Keunggulan media ini antara lain dapat dipakai untuk mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan efesien karena alatnya mudah didapat dan digunakan untuk sasaran yang relatif kecil maupun besar, peralatannya mudah digunakan dan dipelihara. Kelemahan media ini antara lain memerlukan aliran listrik, sukar memperkenalkan gerakan dalam bentuk visual, lensa OHP dapat menghalangi pandangan kelompok sasaran apabila pengaturan tempat duduk komunikan yang tidak baik. 6. Papan Tulis Keunggulan media ini antara lain murah dan efesien, baik untuk menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan media ini antara lain terlalu kecil untuk sasaran dalam jumlah relatif besar, tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik. 1.4 Pengelolaan Penyuluhan 1.4.1. Perencanaan Penyuluhan Perencanaan adalah serangkaian kegiatan dimana keputusan yang
dituangkan
kedalam
bentuk
tindakan-tindakan.
Perencanaan
merupakan langkah awal dari suatu kegiatan. Tahap perencanaan itu ditata secara sistimatis tentang kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Luice, 2005). Perencanaan berarti pula bagaimana dan strategi dalam mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan menggunakan segala sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efesien dengan memperlihatkan keadaan sosial budaya, psikis dan biologi dari sasaran penyuluhan (Luice, 2005). Menurut Lucie (2005) ada pun langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan, adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan data keadaan b. Analisis data dan evaluasi fakta-fakta atau keadaan c. Identifikasi masalah
Universitas Sumatera Utara
d. Pemilihan masalah yang ingin dipecahkan e. Perumusan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai f. Perumusan alternatif pemecahan masalah g. Penetapan cara menyampaikan tujuan atau rencana kegiatan h. Pengesahan program penyuluhan i. Pelaksanaan kegiatan j. Perumusan rencana evaluasi k. Rekonsiderasi 1.4.2. Pelaksanaan Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan dalam rangka meningkatkan minat untuk mengadopsi suatu informasi atau Motivasi sehingga dapat merubah perilaku seseorang menjadi kearah yang lebih baik. Kegiatan ini mengacu kepada perencanaan yang telah ditentukan oleh peneliti (Luice, 2005). 1.4.3. Evaluasi Penyuluhan Penilaian (evaluasi) adalah proses menentukan nilai atau keberhasilan dalam mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya yang digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari suatu kegiatan. Pelaksanaan evaluasi harus dipersiapkan pedoman evaluasi yang jelas, dan
Universitas Sumatera Utara
terukur, dilengkapi dengan indikator keberhasilannya. Sebaiknya, pada saat perencanaan program, sudah ada suatu gambaran tentang rencana evaluasi yang akan dilakukan, sehingga antara keinginan perencanaan program dengan target sasaran yang telah dicapai dapat diukur dengan indikator yang jelas (Luice, 2005). 1.5 Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Prilaku Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan dan continue. Dalam proses perubahan prilaku dituntut agar sasaran berubah tidak hanya semata-mata karena adanya penambahan Motivasi saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan (Luice, 2005). Penyuluhan menduduki peranan yang penting sekali. Ia tidak dilakukan hanya secara verbalistis, melainkan dengan cara praktis. Masingmasing pesan penyuluhan diarahkan kepada pembentukan perilaku yang mudah diamati dan diukur. Penyuluhan sebagai pendekatan edukatif dijalankan secara tatap muka, baikperorang maupun kelompok. Ini akan lebih berhasil lagi, apabila disamping itu ditunjang dengan penyuluhan lewat media masa (Suhardjo, 2003). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan Motivasi seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2003). Proses perubahan prilaku
Universitas Sumatera Utara
akan menyangkut aspek Motivasi, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai malalui pembangunan kesehatan. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan sarana yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan prilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambunngan (Lucie, 2005). 2. Motivasi 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respons (Nancy, 2001). Menurut Sarwono (2000), motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan
atau
perbuatan.
Sedangkan
menurut
Nursalam
(2002)
mendefenisikan motivasi sebagai karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang mendorong untuk berbuat dan beraksi yang bersifat dinamis dan
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu proses yang dapat menampilkan perilaku untuk mencapai tujuan
dalam
memuaskan
kebutuhan-kebutuhan
dirinya,
sehingga
mendapatkan tujuan yang dikehendaki dan dapat selaras dengan waktu yang ada. 2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Stoner & Freeman (1995, dalam Suarli 2009), berdasarkan bentuknya motivasi terdiri dari : a. Faktor Internal Faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas: 1. Hasrat individu sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi dan keinginan yang kuat dari dalam diri. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak. 2. Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya 3. Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku. b. Faktor Eksternal; Faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas: 1. Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya; 2. Sistem penghargaan yang diterima; imbalan yang berupa karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem penghargaan atau pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan atau penghargaan. 2.3. Teori Motivasi 2.3.1. Teori Motivasi Abraham Maslow (Swansburg, 2001) Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Maslow menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting
Universitas Sumatera Utara
setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. c. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) d. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) e. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki). f. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan). g. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan,
dan
keindahan;
kebutuhan
aktualisasi
diri:
mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). 2.3.2. Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg (Swansburg, 2001) Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor ekstrinsik dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor ekstrinsik memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya, sedangkan faktor intrinsik memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai
Universitas Sumatera Utara
kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah pengakuan dan kemajuan tingkat kehidupan. 2.3.3. Teori Motivasi Harapan Vromm Teori ini menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu : h. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas i. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). j. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan. 2.3.4. Teori Motivasi Prestasi Mc Clelland (Swansburg, 2001) Mc Clelland menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu: a. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement) b. Kebutuhan akan afiliasi (Need for affiliation) c. Kebutuhan akan kekuatan (Need for Power)
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) B.F Skinner mengungkapkan bagaimana konsekuensi perilaku di mada lampau mempengaruhi tindakan di masa depan dalam suatu proses belajar. Teori ini menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman stimulus, respons, dan konsekuensi. Penguatan adalah sesuatu
yang
meningkatkan
kekuatan
respons
dan
cenderung
menyebabkan pengulangan perilaku yang didahului oleh penguatan. 2.4. Jenis-Jenis Motivasi Motivasi dilihat dari dasar pembentukan : 2.4.1. Motivasi Bawaan Motivasi jenis ini ada sebagai insting manusia sebagai makhluk hidup, motivasi untuk berumah tangga, motivasi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Motivasi untuk terhindar dari serangan penyakit. Motivasi ini akan terus berkembang sebagai konsekuensi logis manusia. 2.4.2. Motivasi Yang Dipelajari Motivasi ini akan ada dan berkembang karena adanya keingintahuan seseorang dalam proses pembelajarannya. 2.4.3. Motivasi Kognitif Motivasi kognitif bermakna bahwa motivasi akan muncul karena adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat individualistik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Motivasi Ekspresi Diri Motivasi individu dalam melakukan aktivitas/kegiatan bukan hanya untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada kaitannya dengan bagaimana individu tersebut berhasil menampilkan diri dengan kegiatan tersebut. 2.5. Fungsi Motivasi Dalam proses pembelajaran dan pembentukan perilaku, motivasi memiliki beberapa fungsi antara lain (Dermawan, 2008) : 2.5.1. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat Dengan motivasi individu dituntut untuk melepaskan energi dalam kegiatannya. 2.5.2. Motivasi sebagai penentu arah perbuatan Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapainya. 2.5.3. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu untuk memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan. 2.5.4. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Bentuk-Bentuk Motivasi 2.6.1. Memberi Angka Angka adalah deret ukur yang bisa dijadikan motivasi belajar untuk dapat meraihnya. Angka yang tinggi tidak bisa dijadikan patokan keberhasilan sebuah proses pembelajaran, tetapi harus didukung dengan dengan dilaksanakannya nilai-nilai yang sesuai dengan pencapaian angka yang tinggi tersebut. 2.6.2. Memberi Hadiah Hadiah bisa dijadikan sebagai motivasi bagi individu untuk melakukan suatu kegiatan. Hadiah merupakan salah satu bentuk penguatan untuk seseorang untuk sungguh-sungguh melaksanakan kegiatannya. 2.6.3. Menjadikan Kompetisi Dengan adanya kompetisi peserta didik akan saling memacu diri untuk meraih tujuan yang ingin dicapai. 2.6.4. Memberi Evaluasi Evaluasi akan memberikan gambaran sejauh mana peserta didik mampu menerima informasi yang telah disampaikan oleh pengajar dan merupakan satu hal yang akan memotivasi peserta didik untuk dapat belajar.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Memberikan Pujian Pujian merupakan bentuk reinforcement bagi peserta didik yang telah berhasil melalui suatu kegiatan pembelajaran yang diberikan harus pada waktu dan kejadian yang tepat sehingga pujian akan berdampak sebagai motivasi belajar bagi peserta didik. 2.6.6. Memberikan Hukuman Hukuman adalah bentuk reinforcement negatif. Hukuman akan bermakna kalau diberikan dengan prinsip-prinsip yang benar. Hukuman yang tepat akan membuat peserta didik menyadari akan kesalahan yang telah diperbuat dan memperbaiki kesalahan menjadi keberhasilan yang tertunda. 3. Narkoba 3.1 Pengertian Narkoba Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008). Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
Universitas Sumatera Utara
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, tentang Narkotika). 3.2 Penggolongan Narkoba : 3.2.1
Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997). Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan : a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
Universitas Sumatera Utara
c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006). 3.2.2. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997). Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan : a. Golongan I Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan
ketergantungan,
belum diketahui
manfaatnya
untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin). b. Golongan II Psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
Universitas Sumatera Utara
c. Golongan III Psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam. d. Golongan IV Psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono,
2006). 3.2.3. Zat Adiktif Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan keraj biologi yang apabila disalahgunakan dapat
menimbulkan
ketergantungan
(adiksi)
yakni
keinginan
mengkomsumsi terus menerus. Didalam Undang-Undang no.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, jenis obat yang memiliki zat adiktif antara lain : amfetamin,
amobarbital,
flunitrazeam,
diahepam,
bromazepam,
fenobarbital, minuman beralkohol, tembakau, halusinogen, bahan pelarut (solvent, bensin, thiner, cariaqn lem dan cat ) (Wreswiniro dkk,1999). 3.3. Penyalahgunaan Narkoba 3.3.1. Pengertian Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan
Universitas Sumatera Utara
tindak kekerasan lainnya, baik kuantitatif maupun kualitatif (Hawari, 2000:16) Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba diluar keperluan medis, tanpa pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum (Pasal 59, Undang-Undang No.5 Tahun 1997, tentang Psikotropika dan pasal 84, 85 dan 86, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, tentang Narkotika. Penyalahgunaan narkoba biasanya diawali oleh penggunaan coba-coba sekedar mengikuti teman atau mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, atau untuk pergaulan. Bila taraf coba – coba tersebut disajikan secara terus – menerus akan berubah menjadi ketergantungan. Dalam penyalahgunaan narkoba terdapat ganggun prilaku dan perbuatan anti sosial, seperti : berbohong, membolos, minggat, malas, sex bebas, melanggar aturan dan disiplin, merusak, melawan orang tua, mencuri, suka mengancam dan suka berkelahi, sehingga menggangu ketertiban, ketentraman serta keamanan masyarakat. (Mardani, 2008: 99). 3.3.2. Golongan Penyalahgunaan Narkoba Secara umum dalam Penyalahgunaan NAZA (Narkoba) dapat dibagi dalam tiga golongan besar (Mardani, 2008: 101), yaitu : 1. Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepripaadian yang tidak stabil;
Universitas Sumatera Utara
2. Ketergantungan
simtomatis,
yaitu
penyalahgunaan
NAZA
(narkoba) sebagai slah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang yang dengan kepribadian psikopatik (antisosial), krimnal dan pemakaian NAZA (narkoba) untuk kesenagan semata 3. Ketergantungan reaktif yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure). Menurut
Sudarsono,
bahwa
penyalahgunaan
narkoba
dilatarbelakangi oleh beberapa sebab (Mardani ; 2008: 101), yaitu : 1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan – tindakan yang berbahaya seprti ngebut da bergaul dengan wanita. 2. Menunjukkan tindakan menentang orang tua, guru, dan norma sosial 3. Mempermudah penyaluran dan perbuatan seks 4. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalamn – pengalaman emosional 5. Mencari dan menemukan arti hidup 6. Mengisi kekosongan dan kesepian hidup 7. Menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepet hidup 8. Mengikuti kemauan kawan – kawan dalam rangka pembinaan solidaritas 9. Iseng – iseng saja dan rasa ingin tahu.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Faktor – Faktor Penyalahgunaan Narkoba Menurut pendapat Sumarno Ma’sum, bahwa factor terjadinya penyalahgunaan NAZA (narkoba) secara garis besar dikelompokkam kepada tiga bagian, (Mardani, 2008: 108) yaitu : 1. Obat kemudahan didapatinya obat secara sah atau tidak, status hukumannya yang masih lemah dan obatnya mudah menimbukan ketergantungan dan adiksi. 2. Kepribadian meliputin pekerbangan fisik dan mental yang labil, kegagalan cita – cita, cinta, prestasi, jabatan dan lain – lain, menutup diri dengan dari lari dari kenyataan, kekurangan informasi tentang penyalahgunaan obat keras, bertulang dengan sensasi yang penuh resiko dalam mencari identiias kepribadian, kurangnya rasa disiplin, kepercayaan agamanya minim. 3. Lingkungan, meliputi rumah tangga yang rapuh dan kacau, masyarakat yang kacau, tidak adanya tanggung jawab orang masih lemah, berbagai bantuan dan kesulitan zaman. 3.4. Bahaya Narkoba Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat bersifat bahaya pribadi bagi si pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan. (Makaro,dkk,2003:44) Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada keadaan fisik, psikis maupun keadaan sosial seseorang.
Universitas Sumatera Utara
1. Secara fisik : a. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejangkejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti : penanahan (abses), alergi, eksim d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti : penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual g. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya
Universitas Sumatera Utara
i. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over Dosis bisa menyebabkan kematian 2. Secara Psikis : a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri 3. Secara Sosial : a. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan b. Merepotkan dan menjadi beban keluarga c. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram 4. Narapidana 4.1 Pengertian Narapidana Pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara = orang dan Pidana = hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba, korupsi dan sebagainya). Jadi pengertian narapidana menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai orang hukuman (orang yang menjalani hukuman) karena melakukan tindak pidana (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:612).
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakatan, sedangkan Wilson (2005) mengatakan bahwa narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. Menurut Harsono (1995), narapidana adalah manusia yang tengah berada di persimpangan jalan karena narapidana harus memilih akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi dengan masyarakat. Harsono juga mengatakan bahwa narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan. Bangunan penjara dirancang secara khusus sebagai tempat untuk membuat jera para pelanggar pidana, baik secara fisik maupun psikologis. 5. Lembaga Pemasyarakatan 5.1 Pengertiam Lembaga Pemasyarakatan Pengertian lembaga, lebih menunjuk pada suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri daripada lembaga tersebut. Norma-norma dalam masyarakat: yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib. Norma-norma tersebut
Universitas Sumatera Utara
apabila diwujudkan dalam hubungan antar manusia dinamakan socialorganization. Di dalam perkembangan selanjutnya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok daripada kehidupan manusia seperti misalnya; kebutuhan hidup, kekerabatan, kebutuhan pencaharian hidup, kebutuhan akan pendidikan, dsb. Misalnya kebutuhan hidup kekerabatan menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga
batih,
pelamaran,
perkawinan,
perceraian,
dll.
Kebutuhan
pencaharian hidup menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pertanian, peternakan, koperasi, industry (Soekanto, 1995:217). 5.2 Ciri-Ciri Lembaga Pemasyarakatan Gillin di dalam tulisannya yang berjudul General feature of Social Institution yang dipetik dari Soerjono Soekanto 1995 telah menguraikan beberapa ciri umum daripada lembaga kemasyarakatan : 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi daripada polapola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam
tindakan,
baru
akan
menjadi
bagian
lembaga
Universitas Sumatera Utara
kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya, setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama sekali, oleh karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara (Ibid, hal. 230). 5.3 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Fungsi-fungsi lembaga kemasyarakatan antara lain: 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya. 2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian tingkah laku anggota-anggotannya (Ibid. hal. 219).
Universitas Sumatera Utara