BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Sistem Agribisnis
Agribisnis adalah pertanian yang organisasi dan menajemennya secara rasional dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersiil yang maksimal dengan menghasilkan barang dan jasa yang diminta pasar. Dalam agribisnis proses transformasi (tanaman, ternak dan ikan) tetapi juga pra usaha tani, pasca panen, pengolahan dan tata niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (burgaining) dalam berinteraksi dengan mitra transaksi di pasar (Hanafie, 2010). Agribisnis
merupakan
sektor
perekonomian
yang
menghasilkan
dan
mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani kepada pemakai akhir. Studi agribisnis mencakup pemahaman atas konsep–konsep perekonomian dan keterampilan perorangan yang dibutuhkan oleh karyawan agar berhasil dalam sektor ini. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Agribisnis meliputi seluruh sektor masukan, usahatani, produk yang memasok bahan masukan usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan penjualan eceran produk kepada konsumen akhir (Downey dan Steven, 2009). Pengembangan sistem agribisnis mengharuskan adanya sinkronisasi dan sinergi antar subsistem. Padahal masing–masing subsistem membutuhkan dukungan keunggulan komparatif dan kompetitif yang mungkin berada di daerah yang
9 Universitas Sumatera Utara
10
berbeda–beda. Masing–masing subsistem perlu mempertimbangkan kelayakan usahanya dari aspek finansial, pasar dan ekonomi. Idealnya diperlukan kerja sama antar
subsistem
dengan
satu
jejaring
(networking)
yang
kuat (Ariadi dan Rahayu, 2011). Soeharjo (1991) memberikan arti yang lebih luas mengenai agribisnis, yaitu juga melibatkan unsur – unsur pendukung antara lain infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Secara skematis konsep agribisnis dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.1 berikut: Subsistem Pengadaan Sarana Produksi
Subsistem Produksi Usahatani
Subsistem Pengolahan (Agroindustri)
Subsistem Pemasaran
Pendukung - Sarana dan Prasarana Fisik - Penelitian dan Pengembangan - Kebijakan Pemerintah - Koperasi, Bank, dll. Gambar 2.1. Konsep Agribisnis Adapun masing – masing subsistem dalam sistem agribisnis adalah sebagai berikut: 2.1.1. Subsistem Masukan (Input) Subsistem masukan (input) produksi meliputi sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari lahan, bibit, makanan ternak, pupuk, obat pemberantas hama dan penyakit, modal, bahan bakar, alat–alat, mesin dan peralatan produksi pertanian. Subsistem ini penting, mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur guna mewujudkan kesuksesan dalam agribisnis (Munanto, 2014).
Universitas Sumatera Utara
11
a.
Lahan
Dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per satuan luasya. Lokasi lahan usahatani menentukan kelancaran pemasaran, dimana lokasi yang jauh dari sarana dan prasarana transportasi dapat memperburuk usahatani tersebut dari aspek ekonomi. Keberadaan fasilitas-fasilitas lain berupa pengairan dan drainase sangat membantu dalam pertumbuhan tanaman sehingga meningkatkan produksi (Suratiyah, 2015). b.
Tenaga Kerja
Menurut penelitian Arifin dan Sahrawi (2015) tentang usahatani kedelai varietas wilis di Desa Klompang Barat Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan bahwa tenaga kerja yang diperlukan dalam usahatani kedelai adalah tenaga kerja pada pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, pemupukan I dan II, serta penyemprotan. Dimana jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk 1 Ha lahan sebanyak 128 HKO. c.
Bibit
Bibit diperlukan sesuai dengan kebutuhan produksi kedelai itu sendiri. Pada umumnya penggunaan bibit sebanyak 2 kg/ 0,04 Ha atau 50 kg per Ha. Bibit diberikan dengan cara dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan pada lahan sesuai dengan jarak tanamnya masing-masing. d.
Pupuk
Tanaman kedelai yang berumur 20-30 hari setelah tanam (hst) perlu dilakukan pemupukan susulan dengan pupuk Nitrogen setengah dosis dari sisa pemupukan dasar, yaitu berupa Urea 50kg/Ha, terutama pada tanah yang kurang subur.
Universitas Sumatera Utara
12
Sedangkan tanaman kedelai yang pertumbuhannya subur tidak mutlak diberikan pupuk susulan, karena hanya akan merangsang pertumbuhan vegetatif yang berlebihan, sehingga produksi polong atau biji menurun. Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kedelai dapat dipacu dengan penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan Pupuk Pelengkap Cair (PPC). Jenis ZPT yang dianjurkan adalah Atonik 6,5 L Dharmasari 5 EC, Ethrel 40 PGR, dan Hobsanol. Jenis atau macam PPC yang dianjurkan di antaranya adalah Sitozim, Fospo-N, Supermikro, Tress, Indasin, Gandasil D/B, Gemari, Ika, Metalik, Mikromel Zn dan Mkroplus (Rukmana dan Yuyun, 1996). e.
Pestisida
Menurut penelitian Arifin dan Sahrawi (2015) tentang usahatani kedelai varietas wilis di Desa Klompang Barat Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan bahwa hama yang menyerang tanaman kedelai adalah ulat, belalang dan kutu loncat/ kutu-kutuan. Maka jenis pestisida yang digunakan adalan Kanon, Dursban dan Buldog untuk menanggulangi ulat, belalang dan kutu loncat/ kutu-kutuan. f.
Alat dan Mesin Pertanian
Alat dan mesin pertanian yang biasa digunakan petani kedelai adalah cangkul, sabit dan handsprayer. Selain itu seiring dengan kemajuan teknologi terdapat mesin yang dapat lebih memudahkan petani dalam kegiatan produksi kedelai seperti transplanter sebagai alat penanam bibit dan manure spreader sebagai alat penebar pupuk organik.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2. Subsistem Produksi Subsistem pusat dalam agribisnis adalah subsistem produksi usahatani. Apabila Suukuran tingkat keluaran, dan efisiensi subsistem ini bertambah, subsistem lain juga akan ikut bertambah. Baik buruknya subsistem ini akan berdampak langsung terhadap
situasi
keuangan
subsistem
input
dan
subsistem
keluaran
agribisnis (Downey dan Steven, 2009). Adapun produksi kedelai dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Pemilihan Varietas
Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada.
Ukuran dan warna biji varietas yang
ditanam harus sesuai dengan permintaan pasar di daerah sekitar sehingga saat panen tidak sulit untuk menjual hasilnya. Selain itu, varietas yang ditanam harus adaptif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. b. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan untuk tanaman kedelai sangat ditentukan oleh kondisi tanah sebelum penanaman. Pada umumnya penyiapan lahan untuk tanah kering dilakukan 1 – 2 bulan sebelum hujan turun. Penyiapan lahan dilakukan dengan mencangkul permukaan tanah sedalam 5 – 10 cm sehingga bila hujan turun, kondisi tanah sudah cukup baik untuk ditanami,. Sangat dianjurkan untuk membuat saluran – saluran pembuangan air sehingga tidak terjadi genangan di dalam petakan.
Universitas Sumatera Utara
14
c.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10 – 15 cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperjarang menjadi 15 – 20 cm. Populasi tanaman yang optimal berkisar 400.000 – 500.000 tanaman per hektar (Adisarwanto, 2005). d. Pemupukan Tanaman kedelai tidak begitu menunjukkan respon yang tinggi dibandingkan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan tanaman kedelai yaitu pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu aplikasi (Adisarwanto, 2005). e.
Pengendalian Hama Penyakit
Upaya pengendalian hama saat ini dilakukan secara bijak yang didasarkan pada pengembangan sistem pengendalian secara terpadu (PHT). Pemerintah sudah menetapkan sistem PHT sebagai satu – satunya program perlindungan tanaman yang harus dilakukan di tingkat petani. Langkah – langkah operasional pelaksanaan PHT di lapangan harus mengacu pada beberapa pendekatan, yaitu tanaman sehat, peningkatan peran musuh alami, pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian dengan menanam varietas tahan, pengendalian secara biologis, dan pengendalian menggunakan insektisida. f.
Panen
Saat panen ditentukan oleh umur sesuai deskripsi varietas yang ditanam dan adanya perubahan warna pada polong, dari kehijauan menjadi cokelat kekuningan. Panen dilakukan bila lebih dari 95% polong kedelai sudah berwarna cokelat kekuningan dan jumlah daun tersisa pada tanaman hanya sekitar 5 – 10%.
Universitas Sumatera Utara
15
Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas biji yang dihasilkan. Pengunduran waktu panen 1 – 2 hari lebih lama dari deskripsi varietas menunjukkan tingkat kadar air lebih rendah (12 -13%) (Adisarwanto, 2005). 2.1.3. Subsistem Pemasaran Dalam subsistem pemasaran terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk usahatani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usahatani didistribusikan langsung ke konsumen di dalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan terlebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen, pengalengan dan lain–lain. Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap dan menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan (Munanto, 2014). 2.1.4. Subsistem Penunjang/Kelembagaan Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta memiliki hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditi pertanian sangat beragam, tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan. Ada komoditi yang melibatkan banyak lembaga pemasaran, dan ada juga yang sedikit melibatkan lembaga pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
16
Lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian dari produsen ke konsumen akhir berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran sangat beragam dan membentuk pola pemasaran yang sering disebut dengan sistem pemasaran (Ariadi dan Rahayu, 2011). 2.2.
Pengenalan Komoditi Kedelai
Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun demikian pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merill. Indonesia memiliki iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai, karena kedelai menghendaki suhu yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500m di atas permukaan laut. Namun demikian di atas
batas
itu
kedelai
masih
ditanam
dengan
hasil
yang
masih
memadai (Suprapto, 2011). Kedelai kaya akan nilai gizi dan mengandung delapan asam amino yang penting bagi tubuh manusia. Kedelai tidak mengandung lemak jenuh dan kolesterol, serta mempunyai rasio kalori yang rendah dibandingkan dengan protein sehingga akan dikonsumsi penderita obesitas. Kedelai mengandung besi, kalium, dan fosfor. Kedelai juga kaya akan vitamin B kompleks, protein dan kalsium serta bebas dari racun kimia (Rahma, 2011).
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Biji Kedelai Kering Per 100 Gram Komponen Kalori (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Posfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Air (gram)
Jumlah 331 34,9 18,1 34,8 227 585 8 110 1,1 7,5
Sumber: Cahyadi, 2006
Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, untuk makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri. Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan ternak. Makanan yang terbuat dari kedelai antara lain adalah kedelai rebus, kedelai goreng, kecambah, tempe, soyghurt tahu, susu kedelai, tauco dan kecap (Cahyadi, 2006). 2.3.
Kondisi Eksistensi Kedelai
Martodireso (2001) menyatakan bahwa Indonesia masih mengimpor sekitar 700 ribu ton kedelai/tahun. Hal ini terjadi karena rendahnya produktivitas dan belum optimalnya pengembangan areal pertanaman kedelai. Sementara itu permintaan biji kedelai di dalam negeri dan pasaran ekspor terus meningkat.Potensi pasar ini merupakan tantangan bagi pengembangan agribisnis kedelai nasional sekaligus menjadi peluang usaha dan bisnis. Jika dirata–ratakan produktivitas kedelai nasional memang masih rendah, yaitu hanya 1,1 ton/ha. Angka produktivitas ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan menjadi 1,5–2,5 ton/ha dengan cara memanfaatkan teknologi maju dan pemeliharaan yang intensif.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Impor Komoditi Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Periode: Januari s/d Agustus 2015 Komoditi Beras Gandum/ meslin Jagung Kacang Tanah
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) Nilai (US$) 8.337.083 3.156.085 17.774.101 15.586.196 9.623.667 30.509.845 11.413.546 1.526.586 163.296.306 203.768.144 183.323.993 220.468.659 180.369.467 196.171.414 161.484.148 125.503.033 82.584.192 23.360.732
76.670.274 114.121.356 16.848.781 21.283.046
56.146.340 21.394.785
65.602.597 20.546.767
45.933.271 24.250.058
51.247.548 12.800.549
84.941.823 13.114.615
Kedelai Ubi Jalar Ubi Kayu Talas Kacang Brazil Almond Hazelnut Walnut Chestnut Pistasio Tanaman Pangan Lainnya
234.573.188 285.377.380 250.432.036 260.654.658 280.525.572 292.488.656 116.952.921 0 3.424 0 0 3.190 2.700 900 18.058.863 39.053.999 37.758.938 19.214.679 27.043.852 25.260.994 6.388.200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.651 0 0 543.884 276.070 1.084.305 883.860 1.672.013 827.613 197.849 23.448 0 5 3.585 0 0 0 0 117.395 0 117.650 111.598 0 0 1.216 3.129 36.740 4.434 3.694 23.580 3.805 0 0 0 43.339 7.700 0 0 1.465.675 608.964 1.476.635 2.441.853 1.527.953 2.200.962 700.413
212.104.567 1.520 12.793.394 380 0 1.070.459 5.517 12.160 3.256 25.404 751.774
Kacang Vigna Kacang Sapi Kacang Hijau Total
168.649 92.357 80.497 62.033 47.764 45.222 17.912 279.572 368.810 317.121 177.901 70.503 236.521 51.840 1.623.386 2.733.802 4.429.139 7.398.002 5.719.864 7.131.266 2.251.736 534.316.194 629.078.614 632.117.912 604.597.974 592.878.852 625.082.102 363.511.367
33.132 187.416 3.898.403 455.973.889
Sumber: Departemen Pertanian, 2015
18 18 Universitas Sumatera Utara
19
Berdasarkan Tabel 2.2 di atas dapat diketahui besar impor kedelai di Indonesia tahun 2015. Dimana impor kedelai tersebut mengalami perubahan di setiap bulannya. Jumlah impor kedelai terbesar tahun 2015 terdapat pada bulan Juni dengan jumlah US$ 292.488.856. Persentase perubahan impor kedelai setiap bulannya sekitar 4%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan impor yang cukup besar pada periode Januari – Agustus 2015 di Indonesia. 2.4. Landasan Teori Sektor masukan menyediakan pembekalan kepada para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar dan banyak pembekalan lainnya (Downey dan Steven, 2011). Tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga, sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi (Soekartawi, 1987).
Universitas Sumatera Utara
20
Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor – faktor produksi dan bahan bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang – barang yang diproduksikan perusahaan tersebut (Sukirno, 2008). Penggunaan konsep biaya relevan untuk pengambilan keputusan penentuan tingkat output dan harga secara tepat membutuhkan suatu pemahaman mengenai hubungan antara biaya dengan output dari suatu perusahaan. Atau dengan kata lain fungsi biaya tergantung pada fungsi produksi dari perusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input – input yang digunakan perusahaan tersebut (Tasman dan Havidz, 2014). Biaya usahatani merupakan biaya total yang harus dikeluarkan untuk berjalannya kegiatan usahatani yang meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh proses produksi di tingkat usahatani. Biaya tetap harus dikeluarkan dalam jumlah yang sama meskipun kapasitas produksi tidak digunakan maksimal. Biaya tetap pada usahatani meliputi biaya investasi/ sewa lahan dan penyusutan peralatan usahatani. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya fluktuatif mengikuti kegiatan proses produksi, biaya ini meliputi biaya pembelian bibit atau benih,
pupuk,
obat,
dan
tenaga
kerja
dalam
kegiatan
produksi
usahatani (Ariadi dan Rahayu, 2011). Menganalisis biaya produksi perlu dibedakan dua jangka waktu: (i) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya, dan (ii) jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor
Universitas Sumatera Utara
21
produksi dapat mengalami perubahan. Keuntungan adalah perbedaan antara hasil penjualan total yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan akan mencapai maksimum apabila perbedaan di antara keduanya adalah maksimum. Namun tidaklah berarti bahwa setiap perusahaan akan selalu mendapat untung dalam kegiatannya. Berikut adalah kurva keuntungan normal pada suatu perusahaan (Sukirno, 2008).
Gambar 2.2. Kurva Keuntungan Normal
Qo
Gambar 2.3. Kurva Keuntungan Lebih Normal dan Keuntungan Normal
Universitas Sumatera Utara
22
Keterangan : P
= Price (harga)
Q
= Quantity (jumlah produksi)
MC
= Marginal Cost (biaya marjinal)
AC
= Average Coat (biaya rata rata)
AVC = Average Variable Cost (biaya variabel rata-rata) MR
= Marginal Revenue (hasil penjualan marjinal)
AR
= Average Revenue (hasil penjualan rata-rata)
d
= harga keseimbangan
Pada gambar di atas terlihat bahwa perusahaan akan mendapatkan keuntungan lebih dari normal yang ditunjukkan pada daerah PoEAP1. Keadaan tersebut diperoleh apabila harga barang lebih tinggi daripada biaya rata-rata (AC) yang paling minimum. Jadi, perusahaan mendapatkan keuntungan di atas normal saat harga setinggi P0 dengan jumlah barang yang dihasilkan sejumlah Q0. Kurva di atas juga menggambarkan keadaan dimana perusahaan mendapat keuntungan biasa atau keuntungan normal. Suatu perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan normal apabila hasil penjualan totalnya adalah sama dengan biaya total. Perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan normal apabila harga adalah P1. Pada harga ini MC dipotong oleh MR1 pada titik E1, dan titik E tersebut adalah titik singgung garis d1=AR=MR1 dengan kurva AC. Dimana pada kurva tersebut terjadi AC minimum. Karena AC=AR (biaya total rata-rata = hasil penjualan rata–rata) maka biaya total sama dengan hasil penjualan total.
Universitas Sumatera Utara
23
Harga berpengaruh terhadap besar kecilnya revenue (pendapatan) dan gross margin (margin kasar). Gross margin adalah harga jual dikurangi dengan cost (biaya untuk membuat atau mengadakan barang tersebut). Jika ditinjau dari segi akuntansi, harga berpengaruh pada income statement (laporan rugi laba) yaitu sebagai komponen dari revenue/sales (pendapatan/penjualan) (Yunarto, 2006). Menurut Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) dalam Sihombing (2010) menyatakan bahwa margin merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Menurut Sihombing (2010) marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan oleh pengecer, profit margin, besarnya keuntungan/balas jasa yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tata niaga dan lain-lain. Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai pemasaran. Secara sistematis dapat dihitung sebagai berikut:
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑃𝑃𝑟𝑟 − 𝑃𝑃𝑓𝑓 Keterangan: MP = Marjin Pemasaran Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat produsen/ petani
Universitas Sumatera Utara
24
Share petani produsen (Sf) masing – masing lembaga perantara menggunakan model:
𝑆𝑆𝑆𝑆 = Keterangan: Sf = Share produsen 2.5.
𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥100% 𝑃𝑃𝑃𝑃
Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem agribisnis kedelai harus berjalan secara harmonis di antara setiap subsistemnya. Hasil penelitian Jan Prince Permata P.D. (2002) yang berjudul Analisa Sistem Agribisnis Kedelai menunjukkan bahwa belum adanya keterkaitan yang harmonis antara masingmasing subsistem yang ada. Sistem agribisnis kedelai di Kecamatan Sukaluyu yang dibangun dari subsistem – subsistem yang kurang harmonis ini berdampak pada rendahnya produksi dan produktivitas kedelai sehingga mengakibatkan kurangnya kontribusi ekonomi agribisnis kedelai terhadap masing – masing pelaku dalam sistem tersebut khususnya petani. Pengadaan sarana produksi usaha pertanian yang meliputi benih kedelai, pupuk kimia (Urea, TSP, KCL), pupuk hayati (Rhizo – plus), obat – obatan (Decis) dan alat – alat pertanian cukup lancar dan tersedia dengan baik. selain itu pendapatan usahatani kedelai di Desa Hagarmanah menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan petani penyewa memiliki rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,08 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 0,86. Untuk petani pemilik penggarap hasil analisis menujukkan bahwa rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,32 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 0,86. Sehingga hasil ini dapat dikatakan cukup baik dan layak diusahakan.
Universitas Sumatera Utara
25
Menurut penelitian Maya Anggraini Sumantri (2015) yang berjudul Analisis Tataniaga Kepiting di Desa Pantai Gading Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran kepiting dengan masing-masing lembaga tataniaga pada setiap seluran melakukan fungsi pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran pada saluran I sebesar Rp 16.133,-/kg dan pada saluran II sebesar Rp Rp 17.133,-/kg dan saluran III sebesar Rp 0,-/kg. Berdasarkan lima metode efisiensi pemasaran diketahui bahwa saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran III kemudian saluran I, dan saluran II. Saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tergolong efisien dengan rata-rata share produsen di atas 80%. Menurut penelitian Muammar Patta Tammu (2012) yang berjudul Penerapan Sistem Agribisnis Kedelai sebagai Komoditi Andalan dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani di Desa Sambueja, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agribisnis kedelai di Desa Sambuja yang meliputi subsistem hulu yaitu penyediaan sarana produksi dan modal usahatani, subsistem produksi, dan subsistem hilir yaitu pemasaran kedelai serta kelembagaan penunjang sudah menerapkan sistem agribisnis. Selain itu usahatani kedelai juga dapat memberikan keuntungan yang signifikan yang ditunjukkan oleh Π = TR – TC, yaitu TR sebesar Rp 19.410.214,- dan TC sebesar Rp 10.107.500,-, maka diperoleh Π sebesar Rp Rp 9.303.214,- per tahun. 2.6. Kerangka Pemikiran Sistem agribisnis meliputi semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh usaha tani.
Universitas Sumatera Utara
26
Dalam sistem agribisnis terdapat proses-proses yang dilakukan oleh para pelaku agribisnis yaitu produsen, middleman, lembaga pemasaran, lembaga pendukung kegiatan usaha tani dan konsumen. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan agar pendistribusian produk usaha tani dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat memaksimalkan pendapatan petani. Sistem agribisnis kedelai pada dasarnya terdiri atas subsistem pra produksi, subsistem produksi dan subsistem post produksi. Subsistem pra produksi terdiri atas pengadaan input kedelai mulai dari benih, pupuk, pestisida. Subsistem produksi melputi kegiatan produksi atau pemeliharaan kedelai sampai pada panen kedelai. Sedangkan subsistem post produksi merupakan subsistem akhir yang meliputi kegiatan pasca panen pada kedelai. Selain itu terdapat subsistem penunjang, dimana meliputi lembaga maupun badan yang mendukung sistem agribisnis kedelai, contohnya koperasi. Seluruh subsistem agribisnis tersebut harus saling berkaitan satu sama lain, apabila ada satu subsistem saja yang tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi subsistem yang lainnya. Oleh karena itu subsistem agribisnis kedelai dapat berjalan dengan baik apabila seluruh subsistemnya berjalan dengan baik dan selaras. Karena berjalannya sistem agribisnis kedelai sangat mempengaruhi ketersediaan kedelai di suatu daerah. Dalam konsep sistem agribisnis terdapat keterkaitan antar subsistem agribisnis tersebut. Dimana keterkaitan tersebut meliputi pengadaan dan peningkatan sarana produksi berupa input produksi, dan kaitan peningkatan kegiatan pasca panen yang terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya.
Universitas Sumatera Utara
27
Melalui sistem agribisnis diharapkan dapat menghasilkan output kedelai yang baik dan tinggi, atau dengan kata lain produktivitas yang tinggi. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi tersebut diperlukan teknologi yang mendukung dalam agribisnis kedelai, yaitu teknologi panen maupun pasca panen kedelai. Teknologi tersebut dapat berupa penggunaan mesin dalam panen maupun pasca panen, atau penerapan cara – cara produksi yang baik dalam agribisnis kedelai. Dengan begitu produktivitas kedelai yang tinggi diharapkan dapat tercapai. Adapun output yang dihasilkan adalah kacang kedelai, dimana dalam sistem agribisnis kedelai diharapakan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan harga yang berlaku di pasaran. Sehingga melalui produksi kedelai diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen, dan terbentuk saluran pemasaran yang menguntungkan bagi setiap lembaga pemasaran kedelai. Namun yang terjadi saat ini di pasar bahwa harga jual kedelai di pasar tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan, dimana biaya produksi tinggi namun harga jual kedelai rendah. Kedelai yang dihasilkan disalurkan melalui saluran pemasaran. Saluran pemasaran tersebut terdiri dari lembaga pemasaran dan middleman sehingga kacang kedelai dapat didistribusikan dengan baik. Kacang kedelai yang dihasilkan tersebut juga memiliki harga tertentu di pasaran. Harga jual kedelai mempengaruhi besarnya pendapatan petani dan marjin pemasaran. Dimana tinggi rendahnya harga jual kedelai mempengaruhi pendapatan petani kedelai itu sendiri atas biaya produksi kedelai.
Universitas Sumatera Utara
28
Setelah dilakukan pengumpulan data sumberdaya di setiap subsistem agribisnis kedelai di Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang dapat diidentifikasi kondisi dari setiap subsistem agribisnis kedelai. Keadaan tersebut mulai dari subsistem pra produksi, subsistem produksi, subsistem post produksi dan keefektifan lembaga pendukung sebagai subsistem penunjang. Untuk melihat ketersediaan input dan produksi di daerah penelitian menggunakan metode deskriptif, untuk melihat marjin pemasaran kedelai dapat menggunakan analisis share marjin. Dimana metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Universitas Sumatera Utara
29
Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:
Manajemen
Subsistem Pra Produksi
Subsistem Produksi
Subsistem Post Produksi
Teknologi
Output
Pemasaran
Lembaga Pendukung (Koperasi Unit Desa)
Keterangan:
Harga
: Menyatakan pengaruh : Menyatakan hubungan : Menyatakan keterkaitan
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
30
2.7.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Ketersediaan input kedelai di daerah penelitian bersifat available. 2. Harga produk kedelai di daerah penelitian berada di atas average cost minimum. 3. Terdapat margin harga yang tinggi antar lembaga di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara