BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. UMUM Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi di Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi sangat penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991) Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga konstruksi pelat beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi pada saat mendesain bahwa pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja secara terpisah, dan ikatan antara pelat beton dan bagian atas balok baja dianggap tidak dapat diandalkan. Namun
dengan
berkembangnya
teknik
pengelasan,
pemakaian
alat
penyambung geser (shear connector) mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang terlentur. (Charles G. Salmon, 1991) Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut. (Suprobo, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Pemasangan shear connector pada balok komposit
Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan murah. (Dong Keon Kim, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Model shear connector pada balok komposit
Struktur komposit dalam aplikasinya dapat merupakan elemen dari bangunan, baik sebagai balok, kolom, dan pelat. Struktur balok komposit terdiri dari dua tipe yaitu balok komposit dengan penghubung geser dan balok komposit yang diselubungi beton. Kolom komposit dapat merupakan tabung atau pipa baja yang dicor beton atau baja profil yang diselimuti beton dengan tulangan longitudinal dan diikat dengan tulangan lateral. Pada struktur pelat komposit digunakan pelat beton yang bagian bawahnya diperkuat dengan dek baja bergelombang. (Ida Bagus Rai Widiarsa & Putu Deskarta, 2007).
II.2. STRUKTUR KOMPOSIT Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan umumnya disebut dengan kolom komposit. Di era modern saat ini banyak gedung-gedung dengan struktur komposit bajabeton untuk elemen baloknya menggunakan balok komposit penuh. Balok komposit
Universitas Sumatera Utara
penuh ini sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat beton yang dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang diberi bondek (gambar 2.3 )
Gambar 2.3 Tipe balok komposit yang diberi bondek
Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan balok komposit yaitu penghematan berat baja, penampang balok baja dapat lebih rendah, kekakuan lantai meningkat, panjang bentang untuk batang tertentu dapat lebih besar, kapasitas pemikul beban meningkat. Penghematan berat baja sebesar 20 % sampai 30 % seringkali dapat diperoleh dengan memanfaatkan semua keuntungan dari sistem komposit. Pengurangan berat pada balok baja ini biasanya memungkinkan pemakaian penampang yang lebih rendah dan juga lebih ringan. Keuntungan ini bisa banyak mengurangi tinggi bangunan bertingkat banyak sehingga diperoleh
Universitas Sumatera Utara
penghematan bahan bangunan yang lain seperti dinding luar dan tangga (Salmon & Johnson, 1991)
III.2.1.Balok Komposit Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok melentur (Spiegel & Limbrunner,1998). Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980). Beberapa jenis balok komposit antara lain : a) Balok komposit penuh Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6). b) Balok komposit parsial Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 031729-2002 Ps. 12.2.7). c) Balok baja yang diberi selubung beton
Universitas Sumatera Utara
Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton di semua permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8) − Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kuang daripada 50 mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah. − Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah sisi atas pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat. − Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung tersebut pada saat balok memikul beban.
Gambar 2.4 Penampang balok komposit
III.2.1.1. Lebar efektif pelat beton Lebar efktif pelat lantai yang membentang pada masing-masing sisi dari sumbu balok tidak boleh melebihi : − Untuk gelagar interior : bE ≤
L , dan 4
bE ≤ bo (untuk jarak balok yang sama) − Untuk gelagar eksterior: bE ≤
L 8
Universitas Sumatera Utara
bE ≤ bo + (jarak dari pusat balok ke pinggir slab) Dimana : L = bentang balok bo = bentang antar balok
III.2.1.2. Kekuatan balok komposit dengan Penghubung geser Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (LRFD Pasal 12.4,2,1) :
h 1680 ≤ , dengan tw fy −
øb = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit
−
øb = 0,9 dan Mn dihitung berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara plastis pada penampang komposit.
Kuat lentur negatif rencana øb . Mn harus dihitung untuk penampang baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (LRFD Pasal 12.4.2.2)
III.2.1.3. Menghitung Momen Nominal Perhitungan Mn berdasar distribusi tegangan elastis : b eff b tr
ec = (es/n)
ec es
tb ?
GN komposit
Es x es
Xe
ya
M
H/2 H
GN baja yb
Ea
Ea
ea
Gambar 2.5. Distribusi tegangan elastis pada balok
Universitas Sumatera Utara
− Menghitung nilai transformasi beton ke baja (MPa)………………….untuk beton normal Dimana : Es = 200000 MPa
n=
beff Es ; btr = n Ec
dan Atr = (btr x ts )
− Menentukan letak garis netral penampang transformasi :
Atr . GNE =
ts 2
d + As . ts + 2 ( Atr + As )
− Menghitung momen inersia penampang transformasi
btf .(ts )
3
It =
12
2
d ts + A GNE − + Ix + As + ts + hr − GNE 2 2 tr
2
− Mengitung modulus penampang transformasi
yc = GNE yt = d + ts + hr − GNE I I S tr .c = tr dan S tr .t = tr yc yt − Menghitung momen ultimit Kapasitas momen positif penampang balok komposit penuh digunakan dari nilai yang terkecil dari : M n1 = 0.85 . f c' . n . S tr c
dan
M n 2 = f y . S tr t
Jadi : Mu • Ø . Mn
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan Mn berdasar distribusi tegangan plastis : b eff b tr
0.85 fc'
0.85 fc'
c
a
tb
0.003
tb
GN pelat
Cc Cs
d1
GN komposit
d/2 d
GN baja
d 2" d 2'
T
T' fy
fy
Pelat memadai
fy
Pelat tidak memadai
Regangan batas
Gambar 2.6 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1996)
Menghitung momen nominal (Mn) positif : − Gaya tekan (C) pada beton
: C = 0,85. f’c.tp.beff
Gaya tarik (T) pada baja
: T = As.fy
*Dari hasil diatas dipilih nilai terkecil − Menentukan tinggi balok tekan effektif : − Kekuatan momen nominal
a=
As. fy 0,85. f ' c.beff
: Mn = C..d1 atau T.d1
Kuat nominal dalam bentuk gaya baja :
a d Mn = As. fy + ts − 2 2
Menghitung momen nominal (Mn) negatif : − Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja T = n.Ar.fy
dan
Gaya pada sayap ;
Pf = bf .tf . fy
Gaya pada badan ;
Pw =
Pyc = As.fy
Pyc − T − Pf 2
;
aw =
Pw tw. f y
− Menghitung jarak ke centroid
Universitas Sumatera Utara
d1 = hr + tb − c d2 = d3 =
(Pf .0,5.tf ) + (Pw(tf
+ 0,5.a web ))
Pf + Pw d 2
− Menghitung momen ultimit ; Mn = T (d1+d2) + Pyc (d3+d2)
III.2.1.4. Penghubung Geser ( Shear Connector ) Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tergar.Adapun jenisjenis alat penghubung geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : -
Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing.
-
Alat peyambung kanal (canal connector)
-
Alat penyambung spiral (spiral connector)
-
Alat penyambung siku (angle conector)
Gambar 2.7. Tipe-tipe shear connector
Universitas Sumatera Utara
Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser jenis paku (LRFD Pasal 12.6.3)
(
Qn = 0,5. Asc . Dimana :
)
f ' c.Ec .rs ≤ Asc . fu
rs untuk balok tegak lurus balok : rs =
rs untuk balok sejajar balok
0,85 wr Hs . − 1 ≤ 1 . Nr hr hr
wr Hs − 1 ≤ 1 : rs = 0,6. . hr hr
Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang dibutuhkan digunakan persamaan : n =
C Qn
III.2.1.5. Kontrol Lendutan Batasam lendutan atau deflection pada balok telah diatur dalam SNI 03-17292002. Lendutan diperhitungkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut : -
Lendutan yang besar dapat mengakibatkan rusaknya barang-barang atau alat-alat yang didukung oleh balok tersebut .
-
Lendutan yang terlalu besar akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penghuni
bangunan
tersebut.
Perhitungan
lendutan
pada
balok
berdasarkan beban kerja yang dipakai di dalam perhitungan struktur, bukan berdasarkan beban terfaktor. Besar lendutan dapat dihiutng dengan rumus :
f max
5. ql 4 = , untuk beban terbagi merata, dan 384. E . I
f max =
Pl 4 48. E . I
, untuk beban terpusat di tengah bentang
Universitas Sumatera Utara
III.2.2. Kolom Komposit Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 03-1729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu : − Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di sekelilingnya (kolom baja berselubung beton). − Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan beton).
a)
c)
b)
d)
Gambar 2.8 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWFdan Kingcross yang dibungkus beton, Persegi dan O yang diisi beton
Pada tugas akhir ini penulis merencanakan kolom komposit dengan penampang dari profil kingcross yang dibungkus beton seperti yang tampak pada gambar 2.8.b. Profil kingcross yang digunakan merupakan produk dari PT. Gunung Garuda, adapun tampaknya dapat dilihat pada gambar berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Profil Baja Kingcross
Pada kolom baja berselubung beton (gambar a dan b) penambahan beton dapat menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai material penahan api, sementara itu material baja disini berfungsi sebagai penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja berintikan beton (gambar c dan d) kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja. Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas beban tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kolom baja sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan yang di ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang terjadi pada struktur kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi (Roberto Leon, Larry Griffis,2005). Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI 03-17292002 Ps.12.3.1) : 1. Luas penampang profil baja minimal sebesar 4 % dari luas penampang komposit total.
Universitas Sumatera Utara
2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral. 3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton. 4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang kolom komposit. Luas minimum penampang tulangan transpersal (atau longitudinal) terpasang, tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal dan transversal minimum sebesar 40 mm. 5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untk beton ringan. 6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan kolomkomposit tidak boleh lebih dari 380 MPa. 7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang untuk
diisi beton adalah penampang persegi dan
setiap sisi selebar b pada
untuk penampang bulat yang
mempunyai diameter luar D. Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial adalah øcNn dengan øc = 0,85 N u = ( As . f cr ) dan untuk :
f my f cr = w
λr ≤ 0.25 …………...maka w = 1
Universitas Sumatera Utara
0.25 ≤ λr ≤ 1.2 ……...maka w =
1.47 1.6 − 0.67 λc
λr ≥ 1.2 ……………….maka w = 1.25 x λ2c dengan :
λc =
kc L rm π
fmy Em
A + c 2 f ' c c As
A fmy = fy + c1 fyr r As A E m = E + c 3 Ec c As Ec = 0,041 w1, 5
f 'c
III.2.3. Aksi Komposit Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul pemikul beban seperti pada pelat beton dan balok baja sebgai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada balok non-komposit pelat beton dan balok baja tidak bekerja bersamasama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat penghubung geser, sehinga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, mka permukaan bawah pelat beton akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan tertekan dan mengalami perpendekan. Karena pengubung geser tidak terpasang pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertical.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertical dan horizontal, dimana gaya geser horizontal tersebut akan menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.
Gambar 2.10 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit
Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau tidaknya tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas profil baja. Hal ini bertujuan untk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan balok baja. (Qing Quan Liang, 2004) II.3. STRUKTUR TAHAN GEMPA Gempa bumi merupakan salah satu bagian dari jenis beban yang dapat membebani struktur selain beban mati, beban hidup dan beban angin, dimana beban gempa ini termasuk kepada beban dinamis. Beban dinamis adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu, arah maupun posoisinya. Beban dinamis dapat dikatagorikan dalam dua hal yaitu beban periodic maupun beban non periodik. Beban gempa memang tidak selalu diperhitungkan dalam perencanaan atau analisa struktur. Namun bagi struktur yang dibuat pada suatu lokasi dimana gempa bumi dapat terjadi maka analisa ini harus dibuat. Gaya gempa tidak dapat diprediksi
Universitas Sumatera Utara
kapan datangnya, sehinga ketika gempa menimpa struktur bangunan maka ada hal yang dapat dilihat. Bangunan itu tetap kokoh tanpa ada korban jiwa, bangunan rusak tanpa ada korban jiwa, dan bisa juga bangunan rusak serta terdapat korban jiwa. Kerusakan bangunan akibat gempa bumi dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi. Umumnya ada tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain semua struktur yaitu : faktor kekuatan, kekakuan, dan stabilitas. Pertimbangan kekuatan adalah faktor yang penting untuk bangunan bertingkat rendah. Akan tetapi dengan semakin bertambah tingginya bangunan, faktor kekakuan dan stabilitas menjadi lebih penting bahkan menjadi faktor utama dalam desain. Ada dua cara untuk memenuhi faktor kekakuan dan stabilitas didalam suatu struktur. Yang pertama adalah memperbesar ukuran-ukuran elemen dengan melampaui permintaan kekuatan. Namun hal ini memiliki keterbatasan, dimana pada suatu tempat menjadi tidak praktis dan tidak ekonomis lagi untuk memperbesar ukuran elemen. Cara kedua adalah merupakan cara penyelesaian yang lebih baik adalah dengan mengubah struktur menjadi sesuatu yang lebih kaku dan stabil untuk membatasi deformasi dan juga untuk meningkatkan stabilitas. Belum ada laporan yang mengatakan bahwa sebuah bangunan runtuh karena gaya atau beban angin. Secara analitis dapat ditunjukkan bahwa bangunan tinggi yang diberi aksi angin pada suatu titik tertentu akan mencapai keruntuhan yang disebut efek delta P (•-P). Karena itu kriteria kestabilan (stabilitas) adalah untuk memastikan bahwa gaya angin yang akan terjadi dibawah beban yang diperbolehkan pada batasan stabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Pertimbangan kedua adalah pembatasan defleksi lateral agar detail arsitektur dan dinding penyekat ruangan tidak rusak. Meskipun tidak separah kerusakan / keruntuhan bangunan secara keseluruhan, tetapi defleksi lantai dengan lantai (tarikan antar lantai) harus dibatasi dikarenakan biaya untuk mengganti jendela serta elemen non struktur lainnya adalah besar dan pecahan-pecahan kaca dapat melukai bahkan membunuh penghuni bangunan tersebut. II.3.1. Desain Struktur Tahan Gempa Bagi struktur yang direncanakan dapat menahan beban gempa, maka struktur tersebut harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Pada saat terjadi gempa ringan, maka tidak terjadi kerusakan baik pada elemen struktural maupun non-srruktural. 2. Pada saat terjadi gempa sedang, elemen structural tidak boleh rusak, sedangkan elemen non-struktural boleh rusak tetapi masih bisa diperbaiki lagi. 3. Pada saat terjadi gempa kuat, elemen non-struktural dan structural rusak (terjadi sendi plastis pada struktur) tetapi struktur tidak sampai runtuh (mekanisme runtuh di desain) Untuk perencanaan pembebanan gempa ini digunakan analisis beban statik ekivalen. Karena peta zoning gempa Indonesia terbaru 2010 mengacu pada ASCE 705, maka perhitungannya juga dilakukan dengan metode yang ada pada aturan tersebut, prosedur pengerjaannya sebagai berikut : II.3.1.1. Kategori hunian dan factor keutamaan (I)
Universitas Sumatera Utara
Untuk kategori hunian dari bangunan yang akan direncanakan dapat dilihat pada table 1.1 pada ASCE 7-05, sedangkan factor keutamaan (I) dijelaskan pada table 11.5-1 ASCE 7-05. II.3.1.2. Klasifikasi Site Klasifikasi site merupakan kategori jenis tanah pada tempat bangunan yang akan direncanakan sesuai kategori-kategori yang sudah ditetapkan pada peta gempa Indonesia 2010 table 2 ataupun pada ASCE 7-05 table 20.1 sebagai berikut : Klasifikasi Site A. Batuan Keras B. Batuan C. Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak D. Tanah Sedang E. Tanah Lunak
F.
Lokasi yang membutuhkan penyelidikan geoteknik dan analisis respon spesifik (site specific response analisys)
Vs (m/s) Vs • 1500 750 < Vs • 1500
N N/A
Su (kPa) N/A
N/A
N/A
350 < Vs • 750
N > 50
Su • 100
175 < Vs • 350 15 • N • 50 50 • Su • 100 Vs < 175 N < 15 Su < 50 Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Indeks plaastisitas, PI > 20, 2. Kadar air (w) • 40 %, dan 3. Kuat geser tak terdrainase Su < 25 kPa Setiap profil ;lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti : - Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah. - Lempung organic tinggi dan/atau gambut (dengan ketebalan > 3 m) - Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan PI > 75 ) - Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H> 35 m Tabel 2.1 Klasifikasi Site
Dari table diatas dapat ditentukan jenis tanah sesuai data-data yang sudah ada. Untuk tugas akhir ini direncanakan berada pada tanah lunak atau kategori E dan nantinya disesuaikan dengan peta gempa Indonesia 2010.
Universitas Sumatera Utara
II.3.1.3. Peta percepatan respon spectral (Ss dan S1) Peta percepatan maksimum gempa di batuan dasar mulai digunakan untuk peraturan perencanaan Indonesia pada tahun 1983 melalui PPTI-UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) 1983. Pembagian daerah gempa tersebut adalah seperti pada gambar dibawah ini. Peta gempa ini merupakan hasil studi oleh Beca Carter dalam kerjasama bilateral Indonesia-New Zealand (Beca Carter Hollings dan Ferner, 1978).
Gambar 2.11. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983
PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 (Gambar4). Peraturan baru ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997.
Gambar 2.12. Peta percepatan gempa maksimum Indonesia dalam SNI 03-1726-2002
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan perkembangan konstruksi gedung di Indonesia dan juga karena seringnya terjadi gempa besar belakangan ini, maka dikeluarkanlah peta gempa Indonesia terbaru 2010 , dimana yang menjadi patokan dalam pembuatan peta gempa ini adalah ASCE 7-10.
Gambar 2.13. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2 detik untuk 2% PE 50 tahun.
Berbeda dengan peta zoning gempa Indonesia 1983 dan 2002, peta gempa Indonesia 2010 secara kuantitatip tidak lagi diberikan dalam bentuk peta zoning gempa akan tetapi disajikan dalam format dua buah peta kontur percepatan gempa rencana maximum dari batuan dasar untuk waktu getar pendek 0.2 detik SS dan 1 detik, S1. II.3.1.4. Spectral response coefficients (SDS dan SD1) Respon spectra adalah nilai yang menggambrakan respon maksimum dari system berserajat kebebasan tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode alami) teredam akibat suatu goyangan tanah. Untuk kebutuhan praktis, maka respon spectra percepatan dibuat dalam bentuk respon spectra yang sudah disederhanakan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk penentuan parameter respon spectra percepatan di permukaan tanah, diperlukan factor ampkasi terkait spectra percepatan untuk periode pendek (Fa) dan periode 1 detik (Fv). Selanjutnya parameter respon spectra percepatan dipermukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan koefisien Fa dan Fv (relatip sama dengan UBC-97 atau SNI 1726) dengan spectra percepatan untuk periode pendek (Ss) dan Periode 1 detik (S1) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa Indonesia 2010 sesuai rumus berikut : SMS = Fa x Ss ,dan SMS = Fv x S1 Klasifikasi Site Batuan keras (SA) Batuan (SB) Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sc) Tanah Sedang (SD) Tanah Lunak (SE) Tanaha Khusus (SF)
SS • 0.25
SS = 0.5
Ss SS = 0.75
SS = 1.0
SS • 1.25
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
1.2
1.2
1.1
1.0
1.0
1.6 2.5 SS
1.4 1.7 SS
1.2 1.2 SS
1.1 0.9 SS
1.0 0.9 SS
Tabel 2.2 Koefisien periode pendek, Fa
Klasifikasi Site Batuan keras (SA) Batuan (SB) Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sc) Tanah Sedang (SD) Tanah Lunak (SE) Tanaha Khusus (SF)
SS • 0.1
SS = 0.2
SPGA SS = 0.3
SS = 0.4
SS • 0.5
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
0.8 1.0
1.2
1.2
1.2
1.2
1.2
1.6 2.5 SS
1.4 1.7 SS
1.2 1.2 SS
1.1 0.9 SS
1.0 0.9 SS
Tabel 2.3 Koefisien periode 1.0 detik, Fv
SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon site spesifik. Selanjutnya untuk mendapatkan parameter respon spektra desain,
Universitas Sumatera Utara
spektra percepatan desain untuk perioda pendek dan perioda 1.0 detik dapat diperoleh melalui perumusan berikut ini: SDS = • SMS , dan
SD1 = • SM1
II.3.1.5. Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category/SDC) Perhitungan perancangan besarnya gaya gempa rencana untuk desain dan analisis perhitungan dinyatakan oleh besarnya gaya geser dasar, ketentuan mengenai syarat kekuatan dan pendetailan tulangan serta fleksibilitas ketidak teraturan bentuk bangunan dan limitasi tinggi bangunan tidak lagi ditentukan oleh peta zoning gempa sebagaimana halnya yang telah ditetapkan dalam SNI 1726-02. Pada ASCE 7-05, ketentuan mengenai hal tersebut di atas telah di gantikan oleh kriteria perancangan baru yang di sebut Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category-SDC) dan dikaitkan dengan Kategori Hunian atau Occupancy Category. Struktur harus diperuntukan pada Kategori Desain Gempa sesuai dengan ASCE 7-05, Tabel 11.6-1 dan Tabel 11.6-2. Nilai SDS SMS < 0,167 0,167 • SDS < 0,33 0,33 • SDS < 0,50 0,50 • SDS
Kategori Hunian I atau II III A A B B C C D D
IV A C D D
Tabel 2.4 Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode pendek
Nilai SDS SMS < 0,067 0,067 • SDS < 0,133 0,133 • SDS < 0,20 0,20 • SDS
Kategori Hunian I atau II III A A B B C C D D
IV A C D D
Tabel 2.5 Kategori gempa berdasarkan parameter percepatan respon periode 1 detik
Universitas Sumatera Utara
II.3.1.6. Penentuan Koefisien R, Cd, dan • Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi pada salah satu tipe yang ditunjukkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.2-1 atau kombinasi sistem seperti dalam ASCE 7-05, Pasal 12.2.2, 12.2.3, dan 12.2.4. Setiap tipe dibagibagi oleh tipe elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan kategori desain gempa dan batasan ketinggian yang ditunjukkan dalam Tabel, 12.2-1. Koefisien modifikasi respons yang tepat, R, faktor kuat lebih sistem, •, dan faktor pembesaran defleksi, Cd, ditunjukkan dalam Tabel 12.2-1 harus digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan drif tingkat desain II.3.1.7. Prosedur pengerjaan yang dipergunakan Analisis struktur yang dibutuhkan terdiri dari salah satu dari tipe yang diperbolehkan dalam ASCE 7-05, Tabel 12.6-1 berdasar pada kategori desain gempa struktur, sistem struktural, data dinamik, dan keteraturan, atau dengan persetujuan otoritas yang mempunyai yurisdiksi, suatu alternatif prosedur yang berlaku umum boleh digunakan. Prosedur Analisis yang terpilih harus diselesaikan menurut kebutuhan sesuai dengan subbab yang terkait mengacu pada Tabel 5.6-1. II.3.1.8. Design base shear (V) Geser dasar gempa (base shear), V dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan ASCE 7-05, Pers.12.8-1. V = Cs W Koefisien respon gempa dapat dihitung sesai dengan ASCE 7-05, pers 12.8.2.
Universitas Sumatera Utara
Cs =
S DS R T
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan ASCE 7-05, Pers. 12.8-2 tidak perlu melebihi:
Cs =
S D1 untuk T • TL R T T
Cs =
S D1 TL untuk T > TL 2 R T T
Cs harus tidak kurang dari 0,01. Dan sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, Cs harus tidak kurang dari : C s =
0,5 S1 R I
II.3.1.9. Periode Struktur Dasar (T) Perioda struktur dasar (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda dasar (T) tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-1 dan perioda dasar pendekatan, (Ta) yang ditentukan dari ASCE 7-05, Pers. 12.8-7. Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda dasar (T) diijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan, (Ta) yang dihitung sesuai dengan ASCE 7-05, Pasal 12.8.2.1. Perioda dasar pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.2.1, Pers.12.8-7, dimana
Universitas Sumatera Utara
hn adalah tinggi dalam feet di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-2. Tipe Struktur
Ct
x
Sistem rangka penahan momen dimana rangka menahan 100% gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi bilamana dikenai gaya gempa:
0.028 Rangka penahan momen baja
(0.0724)
0.8
a
0.016 Rangka momen penahan beton
(0.046)
0.9
a
0.03 Rangka baja dibres secara eksentris
(0.0731)
a
0.75
0.02 Semua sistem struktur lainnya
(0.0488)
a
0.75
Tabel 2.6 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
Dimana nilai Perioda dasar ( T) tidak boleh melebihi, T • CuTa dengan Cu sebagai batasan atas pada perioda yang dihitung yang ditentukan dari ASCE 7-05, Tabel 12.8-1. Parameter Percepatan Respon Spektrum Desain pada 1 detik SD1 • 0.4 0.3 0.2 0.15 • 0.1
Koefisien Ct 1.4 1.4 1.5 1.6 1.7
Tabel 2.7 Koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung
Universitas Sumatera Utara
II.3.1.10. Distribusi gaya Vertikal (Fx) Gaya gempa lateral (Fx) (kip atau kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.3: Fx = C vxV dan C vx =
wx hxk n
∑w h i
k i
i =1
Dimana :
Cvx
= faktor distribusi vertikal
V
= gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur
w1 / w2
= porsi berat gempa efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi / hx
= tinggi (ft atau m) dari dasar sampai Tingkat i atau x
k
= eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut: - k = 1 untuk periode sebesar 0,5 detik - k = 2 untuk periode sebesar 2,5 detik - jika 0,5 < T < 2.5, maka harus diinterpolasi.
II.3.1.11. Distribusi gaya Horizontal (Vx) Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kip atau kN) harus ditentukan dari ASCE 7-05, Pasal 12.8.4: n
Vx = ∑ Fx i= x
Dimana :
Fi
= Porsi geser dasar gempa (V) yang timbul di tingkat i
Geser tingkat desain gempa (Vx) (kip atau kN) harus didistribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.
Universitas Sumatera Utara
II.4. SRPMK dan SCWB Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) merupakan sistem rangka ruang (yang terbentuk dari balok dan kolom) dimana komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan beban gravitasi dan beban lateral yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sehingga struktur diharapkan dapat merespon gempa kuat secara inelastis tanpa mengalami keruntuhan getas, melainkan secara daktail. Getas ialah sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya maka bahan atau struktur tersebut akan segera pecah atau rusak. Daktail merupakan sifat bahan atau struktur yang apabila diberi beban luar sampai melebihi kuat elastisnya tidak langsung pecahatau rusak, namun berubah bentuk dulu (misalnya memanjang) secara plastis sampai batas tertentu dan akan pecah atau rusak bila batas kemampuan plastisnya tercapai. Apabila struktur bersifat getas maka struktur harus kuat menahan beban gempa tersebut, namun pada struktur yang daktail kekuatannya tidak perlu lebih besar dari beban gempa tersebut. Hal ini karena pada strukitur yang getas akan segera runtuh jika beban gempa melebihi kekuatan elastisnya, sedangkan pada struktur yang daktail tidak akan runtuh, hanya akan mesuk pada kondisi lendutan plastis, hanya jika lendutan plastis ini mencapai maksimum baru struktur akan runtuh. Strong Coloum Weak Beam (SCWB) merupakan mekanisme keruntuhan suatu gedung yang mengharapkan terjadinya pembentukan sendi plastis pada daerah bentang balok terlebih dahulu sehingga keruntuhan yang ada diprioritaskan untuk terjadi pada daerah bentang balok. Mekanisme ini digunakan untuk mengurangi resiko kecelakaan pada pengguna gedung ketika gedung mengalami pembebanan yang berlebih yang dapat mengakibatkan keruntuhan gedung.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14. Ilustrasi pembentukan sendi plastis pada SCWB
II.4.1. Sambungan Balok-Kolom -
Sambungan balok-kolom harus menunjukkan rotasi inelasis sekurangkurangnya sebesar 0.03 rad berdasarkan referensi dari SNI-129-2002.
-
Sambungan balok-kolom harus memiliki juat lentur sekurang-kurangnya sama dengan momen nominal (Mp) dimana Mp = fy .Zx , kecuali apabila sambungan yang ada adalah sambungan antara kolom dan balok dengan penampang melintang yang direduksi. Balok tersebut akan memiliki nilai kuat lentur minimum sebesar 0.8 Mp.
-
Gaya geser terfaktor (Vu) yang dimiliki oleh sambungan balok-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi bean 1.2 DL + 0.5L ditambah dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1.1 Ry fy Z. Gaya geser tersebut ditinjau pada masing-masing ujung balok.
Universitas Sumatera Utara
II.4.1.1. Batasan-Batasan Terhadap Balok dan Kolom Tidak diperkenankan terjadi perubahan luas sayap balok yang mendadak pada daerah sendi plastis. Selain itu, rasio antara lebar terhadap tebal harus memenuhi persyaratan •p pada tabel berikut : Keterangan Elemen
Perbandingan Lebar Terhadap Tebal
Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal
Sayap-sayap profil I, profil hibrida atau profil tersusun dan profil kanal dalam lentur
b t
135 fy
Bila Nu/øbNy • 0.125 Nu 1365 1 − 1.54 φb N y fy
Pelat-pelat badan pada kombinasi lentur dan aksial tekan
Penampang baja bulat beraongga dalam aksial tekasn dan lentur Penampang baja persegi berongga dalam aksial tekan dan lentur
hc tw
Bila Nu/øbNy > 0.125 N u 665 500 2.33 − ≥ φ b N y fy fy
9000 fy
D t
b t
atau hc tw
290 fy
Tabel 2.8 Nilai Perbandingan lebar tehadap tebal (•p) untuk elemen tekan
II.4.1.2. Perbandingan Momen Kolom Terhadap Momen Balok Sambungan balok-kolom pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : • M*column > • M*beam Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
• M*column
: Jumlah momen-momen kolom dibawah dan diatas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. Ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom diatas dan dibawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil : N uc * M Z f = − ∑ pc ∑ c yc A g
• M*beam
: Jumlah momen-momen balok pada pertemuan as balok dan as kolom. Ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal
balok
di
daerah
Diperkenankan mengambil
sendi
∑M
* pb
plastis pada as kolom.
= ∑ (1.1 R y M p + M y ), dengan
My adalah momen tambahan akibat amplikasi gaya geser dari lokasi sendi plasris ke as kolom. Apabila perbandingan antara jumlah momen kolom terhadap jumlah momen balok yang lebih besar dari 1.25 dan tetap berada dalam keadaan elastis di luar daerah panel, maka sambungan balok-kolom hanya perlu dikekang pada daerah sayap atas balok. Bila suatu kolom tidak menunjukkan keelastisitasannya di luar daerah panel, maka persyaratan berikut harus dipenuhi : 1. Sayap-sayap kolom perlu dikekang secara lateral pada kedua sisi atas 2. Setiap pengekang lateral sayap kolom direncanakan terhadap gaya terfaktor sebesar 2% dari kuat nominal 1 sayap balok (Ag.fy) 3. Sayap-sayap kolom dikekang secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui pelat badan kolom atau pelat-pelat sayap balok
Universitas Sumatera Utara
II.4.2. Jenis-Jenis Kombinasi Sambungan II.4.2.1. Sambungan Sederhana (Simple Connections)
Gambar 2.15. Simple Connections
Sambungan sederhana (simple connection) biasa dipakai untuk menyambung suatu balok ke balok lainnya atau ke sayap kolom. Pada tugas akhir ini penulis menggunakan metode sambungan ini yaitu pada sambungan balok anak dengan balok induk.
II.4.2.2. Sambungan Momen (Momen Connections) Sambungan momen (moment connection) dirancang untuk memindahkan semua momen dan meniadakan rotasi batang pada sambungan karena sayap suatu balok memikul hampir seluruh momen lentur melalui gaya tarik dan gaya tekan sayap yang terpisah oleh lengan momen yang kira-kira sama dengan tinggi balok.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16. Moment Connections
Adapun sambungan momen ini memiliki jenis yang berbeda-beda diantaranya : 1.
Cover Plate Connections Sambungan ini dibuat dengan menambahkan lempengan baja pada ujung-
ujung balok yaitu pada bagian atas dan bawah bagian sayap balok. Lempengan ini ditambahkan pada bagian ujung balok dengan mengelas bagian sisi lempengan tersebut terhadap elemen utama struktur (balok dan kolom). Dengan penambahan pelat ini diharapkan bagian sambungan akan menjadi lebih kuat sehingga sendi plastis tidak akan terjadi di sambungan, tetapi diharapkan terjadi di bagian bentang balok sehingga mekanisme Strong Coloum Weak Beam (SCWB) bias terpenuhi.
2.
Flange Rib Connections Sambungan ini dibuat dengan menambahkan 2 buah pelat baja (umumnya)
yang dipasang vertical pada bagian atas dan bawah di wilayah sambungan yang bertujuan untuk mengurangi kebutuhan pengelasan pada flens kolom dan untuk menggeser sendi plastis dari daerah muka kolom. Kemampuan dari kombinasi ini tergantung pada pengelasan flens di ujung bentang.Sambungan bisa mengalami kegagalan pada bagian flens kolom, walaupun
Universitas Sumatera Utara
seharusnya tahanan terhadap kegagalan semacam itu lebih baik daripada yang dimiliki oleh cover plate dengan berkurangnya bagian yang di las. Pada saat pengetesan, ukuran dari benda uji membutuhkan dua ribs yang dipasang berdiri pada masing-masing bagian flens. Hal ini tentu saja menambah kebutuhan biaya. Namun, sejumlah tes desain terhadap benda uji yang hanya menggunakan satu buah rib mengindikasikan terjadinya kegagalan yang lebih cepat pada bagian las rib di ujung.
3.
Top and Bottom Haunch Connections Haunch diletakkan pada bagian atas dan bawah flens. Dari hasil tes yang
telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa sambungan ini telah sukses memenuhi tujuan yang diinginkan. Namun, sambungan ini termasuk salah satu sambungan yang paling banyak memakan biaya. Biaya dapat dikurangi dengan menghilangkan bagian las antara flens balok dengan kolom. Namun, kemampuan dari jenis sambungan tersebut masih belum pernah diujikan. Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah bahwa keberadaan haunch diatas girder dapat menimbulkan masalah kearsitekturan.
4. Reduced Beam Section Connections Pada sambungan jenis ini, bagian balok dengan sengaja mengalami pengurangan luasan pada bagian tertentu untuk menciptakan zona plastis yang berlokasi pada bagian bentang balok, jauh dari muka kolom. Salah satu metoda yang dilakukan adalah dengan mengurangi bagian flens balok secara simetris dari garis tengah balok ke dalam bentuk yang biasa disebut sebagai profil dog bone.
Universitas Sumatera Utara
5.
Sambungan Pelat Ujung (End Plate Connections) Sambungan momen plat ujung terdiri dari plat yang dilas pada ujung balok
dan kemudian dibaut di lapangan ke kolom. Sambungan momen plat ujung dapat dikelompokkan berdasar keadaan ujung luarnya yaitu rata (flush) atau diperluas (extended). Sambungan momen plat ujung rata bila ujung ujung luar plat rata dengan sayap balok dan semua baut ada diantara kedua sayap balok. Sambungan momen plat ujung diperluas bila ujung plat ditambah permukaannya melampaui sayap sayap balok sehingga memungkinkan adanya baut untuk ditempatkan di daerah perluasan ini. Baik sambungan momen plat ujung rata atau plat ujung diperluas dapat diberi perkuatan sehingga lebih kaku seperti ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini.
Gambar 2.17 Sambungan Momen Pelat Ujung
Adapun pada tugas akhir ini sambungan yang akan digunakan pada setiap titik sambungan adalah jenis sambungan momen pelat ujung (End Plate Connections). Penulis memilih jenis ini dikarenakan sambungan ini selain memiliki kekakuan yang lebih stabil juga lebih mudah dalam pelaksanaan dilapangan.
Universitas Sumatera Utara