BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Beton Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air tanpa tambahan zat aditif (PBI, 1971). Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, yaitu beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan juga bahan pozzolan, abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain-lain (Neville dan Brooks, 1987). Beton adalah material komposit, yakni suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur jadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk
menghasilkan
beton
dengan
karakteristik
tertentu,
seperti
kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. Agregat mempunyai peran sebagai penguat, semen (matriks) mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah berperan sebagai pengikat dan air (mixer) sebagai media pencampur untuk menghomogenkan komposisi penyusun dan kontak luas permukaan.
15 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dalam bidang bangunan yang dimaksud dengan beton adalah campuran dari agregat halus dan kasar dengan semen yang dipersatukan oleh air dalam perbandingan tertentu. Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat-sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih. Beton adalah materi bangunan yang paling banyak digunaan di bumi ini dan dapat digunakan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik sipil hidro, beton digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran, dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (perkerasan kaku), saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka, yakni ikatan yang dimbulkan oleh reaksi kimia antara semen dan air, serta agregat dimana semen yang mengeras itu ber-adhesi dengan baik. Susunan beton secara umum, yaitu: 7-15 % semen, 16-21 % air, 25-30% pasir, dan 31-51% kerikil. Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio perbandingan air terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan menambah kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton
16 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
ditentukan oleh perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik (Nugraha, P., 2007). Beton
memiliki
beberapa
faktor
keunggulan
sehingga
pemakaiannya begitu luas. Sifat keunggulan beton antara lain (Nugraha, P., 2007) : a. Ketersediaan (availability) material dasar. Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal setempat dan harga yang relatif murah. b. Kekuatan tekan tinggi. Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi. c. Kemudahan untuk digunakan (versatility). Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara,dan pipa. d. Kemampuan beradaptasi (adaptability) Beton bersifat monolit, tidak memerlukan sambungan seperti baja. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi. 17 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
e. Kebutuahan pemeliharaan yang minimal. Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran. Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P., 2007) : 1. Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar 2. Beton cenderung retak, karena semennya hidraulis. 3. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3 4. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah 5. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan 6. Daya pantul suara yang besar 7. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah dari beton 8. Konduktivitas termal beton relatif rendah Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen
portland
atau
bahan
tambah
kimia),
sehingga
sangat
menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat.
18 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Adukan Beton Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pengaduk. Kekentalan adukan beton harus diawasi dan dikendalikan dengan cara memeriksa slump pada setiap adukan beton baru. Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit dimulai semenjak pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan: 1. Keenceran dan kekentalan adukan yang mmungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segresi atau pemisahan agregat.
19 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain). 3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai (Febrina, F., 2010). 2.1.2 Kinerja dan Mutu Beton Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun kontruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan. Beberapa dari syarat khusus bisa termasuk peningkatan kinerja berikut: a. Kemudahan peletakan dan pemadatan tanpa segregasi. b. Sifat mekanis jangka panjang. c. Kekuatan awal. d. Kekerasan. e. Stabilitas volume. f. Kondisi lingkungan yang ekstrem.
20 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kelas dan Mutu Beton Kelas Beton
Mutu Beton
σ' bk
σ' bm
Tujuan
Pengawasan terhadap mutu kekuatan agregat tekan
Г Г
I
Bo
-
-
Non Strukturil
Tanpa
II
B1
-
-
Strukturil
Tanpa
K125
125
200
Strukturil
Kontinu
K175
175
250
Strukturil
Kontinu
K225
225
300
Strukturil
Kontinu
>225
>300
Strukturil
Kontinu
III
K>225
(sumber : Mulyono.Tri, 2005) a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non strukturil. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahanbahan,
sedangkan
terhadap
kekuatan
tekan
tidak
disyaratkan
pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan Bo. b. Beton kelas II adalah Beton untuk pekerjaan-pekerjaan strukturil secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi 21 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dalam mutu-mutu standar B1, K125, K175, dan K225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu bahan-bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu-mutu K125, K175 dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil-hasil pemeriksaan benda uji. c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan strukturil yang lebih tinggi dari K225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang dilayani Untuk kepentingan pengendalian mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton dengan mutu Bo (beton dengan 50-80 MPa), perbandingan jumlah agregat (pasir, kerikil atau batu pecah) terhadap jumlah semen tidak boleh melampaui 8:1. Untuk Beton dengan mutu B1 (beton dengan 100 MPa), dan K125 (beton dengan minimum 125 MPa), dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran volume 1 semen : 2 pasirs : 3 kerikil atau 3/2 pasir : 5/2 kerikil. Apabila hendak menentukan perbandingan antar-fraksi bahan beton mutu K175 dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan percobaan campuran rencanan guna dapat menjamin tercapainya kuata karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan bahan-bahan susunan yang ditentukan. (Gunawan, M., 2000) 22 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Aspek paling umum dari Beton Kinerja Tinggi adalah Beton Mutu Tinggi.Menurut SNI 03-2847-2002 Beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan rata-rata seperti yang direncanakan sesuai dengan aturan-aturan dalam tata cara ini, tidak boleh kurang daripada 17,5 MPa. Ketentuan untuk nilai fc' harus didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji. Produksi beton mutu tinggi memerlukan pemasok untuk mengoptimasikan 3 aspek yang mempengaruhi kekuatan beton: pasta semen, agregat, dan lekatan semen-agregat. Ini perlu perhatian pada semua aspek produksi, yaitu pemilihan material, mix design, penanganan dan penuangan. Tabel 2.2 Pembagian Beton Menurut Penggunaannya
No
Kategori beton
Berat isi unit beton (kg/m3)
Tipikal kuat tekan beton (MPa)
Tipikal aplikasi
1
Non Struktur
240-800
0,35-7
dinding pemisah atau dinding isolasi
2
Struktur Ringan
800-1400
7-17
dinding yang juga memilkul beban
3
Normal
1400-1800
>17
Struktural
(sumber : Tjokrodimuljo, K., 1996)
2.2.
Agregat Agregat menempati 70 – 75 % volume total dari beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan 23 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
agregat yang baik, beton dapat dikerjakan, kuat, tahan lama dan ekonomis. Atas dasar inilah gradisi dari ukuran-ukuran partikel dalam agregat, mempunyai peranan yang sangat penting, untuk menghasilkan susunan beton yang padat. Mengingat agregat lebih murah daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan sebagai pengisi saja, kini disadari adanya kontribusi positif agregat pada beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum (durability) diakui. Bahkan beberapa sifat fisik beton secara langsung tergantung pada sifat agregat, seperti kepadatan, panas jenis, dan modulus elastisitas. Faktor penting lainnya adalah bahwa agregat tersebut juga harus mempunyai : 1. Kekuatan yang baik. 2. Tahan lama. 3. Tahan terhadap cuaca. 4. Permukaannya haruslah bebas dari kotoran seperti tanah liat, lumpur dan zat organik yang akan memperlemah ikatannya dengan adukan semen. 5. Tidak boleh terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan diantara material tersebut dengan semen.
24 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, berat jσσenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisika dan kimia, struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel serta tekstur. Secara umun agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, kuat, keras bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Keuntungan digunakannya agregat pada beton, menghasilkan beton yang murah, menimbulkan sifat volume beton yang stabil seperti mengurangi susut, mengurangi rangkak dan memperkecil pengaruh suhu. Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.
25 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya (Nugraha, P., 2007). 2.2.1 Kekuatan Agregat Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Pada kasus-kasus tertentu, beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi daripada kekuatan seluruh beton. Dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis. 2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Agregat Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butirbutir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal: 1. Karena terhindar dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan. 2. Porositas yang besar, porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan terhadap beban kejut.
26 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak dipengaruhi oleh ikatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxial) yang lebih tinggi. Butir-butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan beton yang dapat diandalkan. Kekerasan sedang mungkin justru lebih menguntungkan, karena dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi, atau pembasahan dan pengeringan, atau pemanasan dan pendinginan dan dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya retakan dalam beton.
27 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Syarat Mutu Kekuatan Agregat Sesuai SII.0052-08
Kelas dan mutu Beton
Kekerasan dengan bejana Rudelloff, bagian hancur menembus ayakan 2 mm,persen % maksimum
Fraksi butir 9,5-19 mm 1
2
Beton kelas I dan mutu B0 dan B1
Kekerasan dengan bejana geser Los Angelos, bagian hancur menembus ayakan 1,7 mm,% maks.
Fraksi butir 19 – 30 mm 3
4
22-30
24-32
40-50
14-22
16-24
27-40
Kurang dari 14
Kurang dari 16
Kurang dari 27
Beton kelas II dan mutu K-125,K-175 dan K-225 Beton kelas III dan mutu > K225 atau beton pratekan
(sumber: Mulyono, Tri., 2005)
2.3.
Semen Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil industri dari paduan bahan baku : batu gamping/kapur sebagi bahan utama, yaitu bahan alam yang mengandung senyawa
28 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Calcium Oksida (CaO), dan lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa: Siliki Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen non-hidraulik. Semen hidraulik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus. Sedangkan semen non-hidraulik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidraulik adalah kapur. Semen juga memiliki beberapa tipe yaitu tipe I, II, III, IV, dan V. Tipe-tipe semen tersebut diurutkan berdasarkan kekuatan awalnya dalam merekatkan suatu bangunan yang dibentuk. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton adalah semen hidraulik.
29 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Semen Portland Semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan secara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis. Prinsip dasar pemilihan semen yang akan digunakan sebagai bahan campuran beton yang tahan terhadap serangan sulfat adalah berapa banyak kandungan senyawa C3A-nya. Semen yang tahan sulfat harus memiliki kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan C3A-nya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan C3A yang bereaksi dengan sulfat dan mengambang sehingga mengakibatkan retak-retak pada betonnya (Mulyono, Tri., 2005). Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut SII 0013-1981, semen portland didefinisikan
sebagai
semen
hidraulis
yang
dihasilkan
dengan
menghaluskan kliner yang terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-1981 atau Standart Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standart tersebut.
30 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu : - Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. - Tipe II, semen portland modifikasi yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. - Tipe
III,
semen
portland
yang
dalam
penggunaannya
memerlukan kekuatan awal tinggi dalam fase permulaan setelah peningkatan terjadi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. - Tipe IV, semen portland yang penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah, yang dipakai untuk kondisi di mana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang besar. - Tipe
V,
semen
portland
yang
dalam
penggunaannya
memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Umumnya
31 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dipakai di daerah di mana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi. Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO) sekitar 60%-65%, silika (SiO2) sekitar 20%-25%, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12% (Mulyono, Tri., 2005). 2.3.2 Faktor Air Semen (FAS) Air yang terlau banyak akan menempati ruang di mana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi penguapan, ruang itu akan menjadi pori. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namum demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu brarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65 (Mulyono, Tri., 2005). Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya.
2.4.
Air Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada di dalam beton, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi pasta. Hukum kadar air mengatakan : “Kadar air 32 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang diperlukan untuk kelecakan (workable) tertentu hampir konstan tanpa tergantung pada jumlah semen, untuk kombinasi agregat halus dan kasar tertentu”. Hukum ini tidak sepenuhnya berlaku untuk seluruh kisaran (range), namun cukup praktis untuk penyesuaian perencanaan dan koreksi. Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini : a.
Ukuran agregat maksimum: diameter membesar maka kebutuhan air menurun (begitu juga jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit).
b.
Bentuk butir: bentuk bulat maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu lebih banyak air).
c.
Gradasi agregat: gradasi baik maka kebutuhan air menurun.
d.
Kotoran dalam agregat: makin banyak silt, tanah liat dan lumpur maka kebutuhan air meningkat.
e.
Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): agregat halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun. Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion klorida
maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas yang diberikan pada Tabel 2.4.
33 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Jenis beton
Batas (%)
Beton pra-tekan
Beton bertulang yang selamanya berhubungan
0,06
0,15 dengan klorida
Beton bertulang yang selamanya kering atau 1,00 terlindung dari basah
2.5.
Konstruksi beton bertulang lainnya
0,30
Kebakaran Pada Bangunan Bila kebakaran terjadi pada suatu konstruksi beton bertulang maka struktur kolom, balok, lantai, dinding akan mengalami siklus pemanasan dan pendinginan. Karena adanya fase secara fisik maupun kimia yang kompleks. Akibatnya dengan adanya perubahan mikrostruktur beton dan secara keseluruan maka terjadi perubahan prilaku material beton yang mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur.
2.5.1 Defenisi Kebakaran
Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible materialdengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni :
34 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1. Secara radiasi, yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. 2. Secara konveksi, yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. (Sumardi,2000) Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan hilangnya umur bangunan. Sifat beton adalah bahwa temperatur akibat kebakaran tidak menyebabkan perubahan mendadak, seragam dan mungkin berbahaya pada sifat keseluruhan bangunan. Beton pertama-tama mengembang, tetapi kehilangan kelegasan yang progresif pada pasta semen menyebabkan pengembangan termal dari agregat. Kebakaran adalah sebuah proses kimia, yaitu oksidasi dari suatu material organik. Material organik adalah material yang mengandung unsur karbon pada susunan molekulnya. Oksidasi dari material organik ini akan menghasilkan unsur karbon, hydrogen, belerang serta cahaya dan panas. Peningkatan temperatur pada saat terjadi kebakaran menyebabkan perubahan pada sifat material dari sebuah struktur. Perubahan sifat ini dapat digunakan untuk memperkirakan temperatur yang terjadi pada saat terjadi kebakaran.
35 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Ketahanan Beton terhadap Kebakaran Beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250°C. (Tjokrodimuljo ,2000) . Beton yang dipanaskan hingga di atas 800°C, mengalami degradasi berupa pengurangan kekuatan yang cukup signifikan yang mungkin tidak akan kembali lagi (recovery ) setelah proses pendinginan. Tingginya kehilangan kekuatan dan dapat tidaknya kekuatan material kembali seperti semula ditentukan oleh jenis material yang digunakan, tingkat keparahan pada proses kebakaran dan lama waktu pembakaran. Tingginya tingkat keparahan (temperatur) dan lamanya waktu pembakaran menyebabkan berkurangnya kekuatan tekan suatu material beton, terlebih lagi timbulnya tegangan geser dalam (Internal Shear Stress) sebagai akibat adanya perbedaan sifat thermal antara semen dan agregat. Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang, batu tulis, tanah liat, terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040° C sampai 1100° C selama pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah terbakar selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil (Ray, Norman., 2009).
36 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Beton
Peningkatan termperatur akibat kebakaran menyebabkan material beton mengalami perubahan sifat. Suhu yang dapat dicapai pada suatu ruangan gedung yang terbakar adalah ± 1000°C dengan lama kebakaran umumnya lebih dari 1 jam. Kebanyakan beton struktural dapat digolongkan ke dalam tiga jenis agregat, yakni karbonat, silikat, dan beton berbobot ringan. Agregat karbonat meliputi batu kapur dan dolomit dan dimasukkan dalam satu golongan karena kedua zat ini mengalami perubahan susunan kimia pada suhu antara 700°C sampai 980°C. Agregat silikat yang meliputi granit, kuarsit, batu pasir, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu yang biasa dijumpai dalam kebakaran (Norman Ray, 2009). Fenomena yang dapat dilihat pada beton yang terkena beban panas (kebakaran) yang ekstrim adalah terjadinya sloughing off (pengelupasan), retak rambut dan retak lebar serta warna beton. Dari pengamatan secara visual dapat diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton. Pengaruh temperatur tinggi terhadap beton dapat mengakibatkan perubahan, antara lain (Nugraha, P., 2007) : o
Pada suhu 100 C : air kapiler menguap. o
Pada suhu 200 C : air yang terserap di dalam agregat menguap. Penguapan menyebabkan penyusutan pasta. o
Pada suhu 400 C : pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali sehingga kekuatan beton mulai terganggu.
37 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Ca(OH)2 → CaO + H2O Dengan demikian beton yang di bawah pembebanan lebih kuat o
daripada yang tidak dibebani. Pada temperatur 600 C di bawah beban 0,4 fc’ tidak mengalami penurunan kekuatan. 2.5.4 Identifikasi Kebakaran Terhadap Struktur Beton 1. Perubahan warna pada beton Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam mengindikasikan temperatur maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa kasus. Perubahan warna yang terjadi pada permukaan beton yaitu (Nugraha, P., 2007) : • < 300
C
: tidak berubah
• 300
C – 600
C
:
• 600
C – 900
C:
putih keabu-abuan
• > 900
C
• >1200
merah muda
: kekuning-kuningan : kuning
Ciri di atas tidak mutlak, tergantung jenis agregat di dalam beton. Warna beton yang terbakar, dapat menentukan tingkat kebakaran, seperti warna mulai merah hingga putih dapat menunjukkan bahwa kebakaran tersebut cukup parah. 2. Spalling dan crazing pada beton Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk lapisan tipis beberapa cm. Spalling dapat diartikan 38 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
tertekan dengan penampakan dengan bagian permukaan beton yang keluar/lepas/terpisah. •
Beton keropos dan kualitas beton buruk
•
Suhu tinggi akibat kebakaran (Munaf & Siahaan, 2003:14)
Crazing adalah gejala remuk pada permukaan beton (seperti pecahnya kulit telur). o
o
Spalling terjadi pada 150 C -1110 C, destructive cracking o
o
o
terjadi pada 220 C – 400 C. Jadi beton mulai kritis pada 300 C – 350 o
C (Nugraha, P & Antoni,2007)
3. Retak (cracking) Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Keretakan diklasifikasikan ke dalam 2 jenis, antara lain:
Retak ringan , yakni pecah pada bagian luar beton yang berupa garis-garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Retak ini disebabkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran.
Retak berat, yakni ukuran retak lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok. (Triwono,2000:2)
39 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.6.
Jenis-Jenis Pengujian Beton Pasca Bakar Menurut Priyosulistyo (2000) setelah kebakaran terjadi pada suatu struktur beton bertulang, penelitian harus dilaksanakan untuk pemeriksaan berkenaan dengan kekuatan sisa dan keamanan pada struktur tersebut sebelum dilakukan perbaikan struktur pasca kebakaran. Pengambilan sampel sedapat mungkin tidak menambah rusaknya struktur (non destructive) sekalipun dalam hal tertentu terpaksa dilakukan uji setengah merusak (semi destructive) sampai uji merusak (destructive). Beberapa tipe pengujian dan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan, antara lain: Rebound Hammer Test, Ultrasonic apparatus, Pull out test, Mini Core Drill, Penetration Resistance Test, Internal Fracture Test, Break-off Test, Pull Off Test, Chemical Test dan Loading Test. Dalam melakukan kajian terhadap bangunan struktur beton tidak seharusnya ditentukan oleh kekuatan betonnya saja namun harus diperhitungkan adanya material lain yang merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan struktur seperti tulangan baja, karena tulangan akan mempengaruhi kinerja beton. Diperlukan uji tulangan tarik baja yakni dengan mengambil sampel tulangan pada balok atau kolom yang telah mengalami kebakaran (Nugraha, P., 2007).
2.7
Kuat Tekan Beton Kuat tekan beton merupakan kekuatan tekan maksimum yang dapat
40 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dipikul beton persatuan luas. Kuat tekan beton normal antara 20 – 40 MPa. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh faktor air semen (water cement ratio = w/c), sifat dan jenis agregat, jenis campuran, kelecakan (workability), perawatan (curing) beton dan umur beton. a.
Faktor air semen (FAS) dan kepadatan
Didalam campuran beton air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan dan yang kedua sebagai pelicin campuran kerikil, pasir dan semen agar lebih mudah dalam pencetakan beton. Kekuatan beton tergantung pada perbandingan faktor air semennya, (water cement ratio = w/c). Semakin rendah nilai faktor air semen maka maka jumlah airnya sedikit yang akan menghasilkan kuat tekan beton yang besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir untuk semua tujuan, beton yang mempunyai faktor air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang dibutuhkan untuk pemadatan, merupakan beton yang terbaik (L.J. Murdock and K.M. Brooks, 1979). b. Konsistensi/kelecakan (workability) Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini
41 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Kerucut Abrams
Dalam pemeriksaan slump beton biasanya akan didapat 3 jenis slump, yaitu slump sejati (murni), slump geser, dan slump runtuh. Slump sejati dijumpai pada beton yang kohesi. Slump runtuh biasanya terjadi karena betonnya sangat encer, pada umumnya menunjukkan beton yang mutunya jelek dan sering sekali terjadi akibat segresi dari dari bahan – bahan campurannya. Jika nilai slump yang kita dapatkan sesuai dengan nilai slump rencana maka beton tersebut dapat dikerjakan dengan mudah. Kekentalan campuran beton sangat mempengaruhi mutu bangunan yang akan dibuat. Artinya kelebihan air pada campuran dapat
42 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan bleeding, sedangkan bila kekurangan air pada campuran dapat mengakibatkan segregasi. Pemisahan Agregat Kasar( Segregation) Campuran beton yang tersegregasi adalah sukar atau tidak mungkin dituang, tidak seragam, sehingga kualitasnya jelek. Segregasi dapat terjadi karena kohesi tidak cukup untuk menahan partikel dalam suspensi , menurunnya butiran ke bagian bawah dari beton segar, atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah. Segregasi tidak bisa diujikan sebelumnya, hanya dapat dilihat setelah semuanya terjadi. Faktor – faktor yang menyebabkan segregasi adalah : a. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm, b. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus, c. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran, d. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat, e. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering ( Paul Nugraha dan Antoni,2007). Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul. 43 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pemisahan Air (Bleeding) Perdarahan sering terjadi setelah beton dituang dalam acuan. Bisa dilihat dengan terbentuknya lapisan air pada permukaan beton. Karena berat jenis semen lebih dari 3 kali berat jenis air maka butir semen dalam pasta, terutama yang cair, cenderung turun. Pada beton yang normal dengan konsistensi yang cukup, bleeding terjadi secara bertahap dengan rembesan seragam pada seluruh permukaan. Namun pada campuran yang kurus (lean) dan basah, akan membentuk saluran sehingga air bisa mengalir dengan cukup cepat untuk mengangkut butir semen halus ke atas. Perdarahan bisa dikurangi dengan menambah semen, memakai semen dengan butir halus, atau menambah pengisi halus (filler) seperti pozzolan. Sayangnya semua upaya di atas akan menambah susut pengeringan dan retak. Yang paling efektif adalah dengan mengurangi air sambil mempertahankan kelecakan dengan memakai air entrainment ( Nugraha,P., 2007). c.
Umur beton Semakin bertambah umur beton, maka kuat tekan beton tersebut akan bertambah. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100 % setelah beton berumur 28 hari. Berikut ini adalah perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur sesuai dengan Tabel 2.1.
44 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur Umur beton (hari) PC Type 1
3
7
14
21
28
90
365
0.44
0.65
0.88
0.95
1.0
-
-
Sumber: SNI T-15-1991 d. Jenis dan jumlah semen Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton. Jumlah pasta semen harus cukup untuk melumasi seluruh permukaan butiran agregat dan mengisi rongga-rongga diantara agregat sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang diinginkan. Menurut SK SNI S-04-1989-F semen portland dipisahkan menurut pemakaiannya menjadi 5 jenis : - Jenis I
: untuk kontruksi pada umumnya, yang biasa disebut sebagai semen portland jenis umum (normal portland cement).
- Jenis II : untuk kontruksi bangunan yang mempunyai konsentrasi sulfat tinggi, terutama sekali bila diisyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang (modified portland cement). - Jenis III : untuk kontruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi (high early strengt portland cement) 45 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
- Jenis IV : untuk kontruksi dengan persyaratan panas hidrasi rendah (low heat portland cement). - Jenis V : untuk kontruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat (sulfate resisting portland cement). Untuk jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air yang digunakan juga semakin sedikit sehingga menyebabkan adukan beton sulit untuk dipadatkan, dan berpengaruh pada kemudahan pengerjaannya. e.
Sifat Agregat Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. (L.J. Murdock dan K.M. Brook,1979) Menurut Tjokrodimuljo (1996), sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Pada agregat dengan permukaan kasar akan terjadi ikatan yang baik antara pasta semen dengan agregat tersebut. Pada agregat berukuran besar luas permukaanya menjadi lebih sempit sehingga lekatan dengan pasta semen menjadi berkurang. 46 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Selain itu susunan besar butiran agregat yang baik dan tidak seragam dapat memungkinkan terjadinya interaksi antar butir sehingga rongga antar agregat dalam kondisi optimum yang menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang tinggi. f.
Perawatan (curing). Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan, maka beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton terlalu cepat mengering, akan timbul retak-retak pada permukaannya. Retak-retak ini akan menyebabkan kekuatan beton turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimiawi penuh.
2.8 Porositas Beton Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume poripori (volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Porositas beton merupakan pori-pori beton yang terbentuk akibat gelembung udara yang tidak bisa keluar dari pasta beton, hal ini menyebabkan beton keropos dan kekuatannya berkurang. Untuk itu, dalam pembuatannya harus sangat diperhatikan proses pemadatannya untuk menghasilkan beton yang tidak keropos.
47 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Porositas penting diteliti terutama pada bangunan tepi pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Air garam yang mengandung sulfat dan klorida dapat mendesak pori-pori beton sehingga beton pecah menjadi serpihan-serpihan lepas yang dapat mengurangi kekuatan beton itu sendiri. Peningkatan porositas diduga berhubungan dengan penurunan kekuatan beton pasca bakar. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka yakni porositas yang rongganya masih memiliki akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Porositas ini dapat dihitung dengan rumus :
p =
x
x 100 %
dimana : p
= Porositas (%)
mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram) mk = Massa kering sampel (gram) Vb = Volume benda uji ( ) Pada percobaan ini porositas dihitung sebelum pembakaran dan setelah benda uji tersebut dibakar untuk membandingkan hasil keduanya.
48 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.9 Hasil-Hasil Penelitian Yang Mendukung 1. “Porositas, kuat tekan, dan kuat tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar” (A.A. Gede Sutapa,2011) Tujuan
: Mengetahui perubahan porositas, kuat tekan, dan tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar
Benda uji
: Silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm
Mutu beton : f’c=25 MPa Alat bakar
: Tugku
Temperatur : 34⁰C s.d. ± 800⁰C Temperatur maksimum dicapai pada menit ke 180, lalu temperatur tersebut dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 200 menit. Hasil : - Peningkatan porositas beton sebanding dengan volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperature 400-800⁰C - Peningkatan porositas beton menyebabkan kuat tekan turun sebesar 53,665 % dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641 % 2. “Analisis Pengaruh Temperatur Terhadap Kuat Tekan Beton” (Irma Aswani Ahmad, Nur A.S.Taufieq, dan Abdul H.Aras, 2009) Tujuan
: Mengetahui gambaran kuat tekan setelah terbakar dan model hubungan antara temperature dan kuat tekan beton
Benda uji
: Kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm 49 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Mutu beton
: f’c= 245,58 kg/cm2
Alat Bakar
: Oven
Temperatur
: 200 ⁰C s.d. 600⁰C dengan interval kenaikan 50 ⁰C
Waktu
: 3 jam
Hasil
:
- Kuat tekan beton rata-ratanya menurun dengan adanya kenaikan temperatur yakni sebesar 85,83%(200⁰C), 58,40 %(400⁰C), dan 35,08 %(600⁰C) - Model regresi linier yg dihasilkan : y = -0,2802x + 248,79 dengan nilai R2= 0,8539 - Model regresi polynomial yang dihasilkan : y = 10-4x2 – 0,3402x + 255,65
dengan nilai R2= 0,8576
3. “Perubahan Perilaku Mekanis Beton Akibat Tempertatur Tinggi (Trisni Bayuasri, Himawan Indarto, dan Antonius, 2006) Tujuan
: Mengetahui perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton setelah dibakar pada suhu dengan berbagai durasi
Benda Uji
: Silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm
Mutu Beton : K225 dan K350 Alat bakar
: Berupa ruang pembakaran berukuran 1,35x1,24x3,29 m,terbuat dari susunan batu api SK-32,dilapisi asbes tahan panas dan besi pada bagian luarnya.
Temperatur : 300 °C, 600 °C, dan 900 °C
50 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Waktu
: 3 jam, 5 jam, dan 7 jam
Hasil
:
- Kekuatan tekan dan elastisitas beton setelah dibakar adalah sama-sama menurun - Semakin lama durasi dan semakin tinggi temperatur maka kekuatan sisa mengecil - Perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton untuk berbagai mutu beton berbeda meskipun mereka dibakar pada suhu dan durasi yang sama
51 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara