BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Review Penelitian Sebelumnya Sejumlah penelitian sebelumnya mengenai keterkaitan job rotation dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan dilakukan.
karyawan
sebagai
variabel
intervening
pernah
Berikut beberapa diantaranya seperti terangkum
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Review Penelitian Sebelumnya Peneliti Nitasari (2012)
Rachmawati (2011)
Temuan Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja mampu menjadi variabel intervening untuk pengaruh tidak langsung motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Rotasi berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja, rotasi berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai, rotasi berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, motivasi berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai,
10
Peneliti
Juwita (2010)
Temuan kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai, rotasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja Rotasi pekerjaan berkontribusi langsung terhadap kepuasan kerja, rotasi pekerjaan berkontribusi langsung terhadap kinerja karyawan, serta rotasi pekerjaan berkontribusi secara tidak langsung terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan
2.2 Job Rotation 2.2.1
Definisi Job Rotation Campion et al (dalam Hsien Ho et al., 2005)
mendefinisikan job rotation sebagai berikut: “Job rotation is personnel transfer among departments of different functions or different units of the same department without promotion or salary adjustment” yang berarti rotasi pekerjaan adalah transfer karyawan diantara departemen yang berbeda fungsi atau unit pada departemen yang sama tanpa ada penyesuaian promosi atau gaji. Mckenna & Beech (2000) menjelaskan bahwa rotasi pekerjaan berhubungan dengan pemindahan karyawan dengan landasan yang sistematis untuk memperluas pengalaman.
11
Robbins
(2003)
mendefinisikan
rotasi
pekerjaan
sebagai
perubahan periodik pekerja dari satu tugas ke tugas yang lainnya. Sementara itu, Jackson & Mathis (2009) mendefinisikan rotasi pekerjaan adalah proses pemindahan karyawan dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain.
2.2.2
Prinsip dan Tujuan Job Rotation Prinsip rotasi jabatan menurut Hasibuan (2003) adalah
merotasikan karyawan kepada posisi yang tepat dan pekerjaan yang
sesuai,
agar
semangat
dan
produktivitas
kerjanya
meningkat. Lebih lanjut Hasibuan (2003) berpendapat bahwa tujuan
dari
rotasi
jabatan
adalah
sebagai
berikut:
(1)
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, (2) menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan, (3) memperluas atau menambah pengetahuan karyawan, (4) menghilangkan rasa jenuh atau bosan karyawan terhadap pekerjaannya,
(5) memberikan perangsang agar
karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi, (6) untuk pelaksanaan sanksi atau hukuman atas pelanggaranpelanggaran yang dilakukan karyawan, (7) untuk memberikan pengakuan atau imbalan terhadap prestasinya, (8) sebagai alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka. Simamora (1997) menyatakan tujuan job rotation supaya memungkinkan mempelajari sesuatu dari setiap posisi dan apa
12
tujuan dan fungsi dari berbagai unit organisasi. Organisasi diuntungkan karena para karyawan menjadi kompeten dalam beberapa pekerjaan yang akan membantu citra diri karyawan, menggairahkan pertumbuhan pribadi, dan meningkatkan nilai karyawan bagi organisasi. Rotasi dapat membantu manajer dalam menghadapi terjadinya ketidakhadiran dan perputaran karyawan sehingga pada saat hal itu terjadi maka manajer dapat dengan cepat mengisi kekosongan posisi karena setiap karyawan dapat melakukan beberapa pekerjaan. Jaturanonda (dalam Hsien Ho et al., 2009) menyatakan bahwa rotasi akan membantu karyawan untuk mendapatkan beranekaragam kemampuan dan memperluas visi serta dapat dijadikan sebagai pendekatan untuk mengurangi tingkat kebosanan. Siagian (2009) menyebutkan bahwa rotasi pekerjaan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: bertambahnya pengalaman baru, tidak terjadi kebosanan atau kejenuhan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru, persiapan dalam menghadapi tugas baru, serta dapat menghasilkan motivasi dan kepuasan yang lebih tinggi.
2.2.3
Dasar-Dasar Job Rotation
Hasibuan (2003) membagi dasar rotasi jabatan menjadi tiga landasan pelaksanaan, antara lain: 1. Merit
System,
yaitu
perpindahan
jabatan
yang
didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif
13
dan hasil prestasi kerjanya. Sistem ini termasuk dasar Rotasi Jabatan yang baik karena dapat meningkatkan semangat
dan
disiplin
karyawan
sehingga
produktivitasnya meningkat. 2. Seniority System, yaitu perpindahan jabatan yang didasarkan atas landasan masa kerja, usia dan pengalaman kerja dari jabatan yang bersangakutan. Sistem ini tidak objektif karena kecakapan orang yang dipindahkan didasarkan pada senioritas dan belum tentu mampu memangku jabatan yang baru. 3. Spoil
System,
yaitu
perpindahan
jabatan
yang
didasarkan atas landasan kekeluargaan, sistem ini kurang baik karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka.
2.3 Motivasi Kerja 2.3.1
Definisi Motivasi Kerja Sebelum membicarakan motivasi kerja, perlu kiranya
dikemukakan pengertian tentang motivasi pada umumnya. Terdapat sejumlah pengertian motivasi seperti yang dikutip oleh Wijono (2007) sebagai berikut: a. Motivasi adalah bagaimana perilaku dimulai, digerakkan, diteruskan, diarahkan, dihentikan dan apa reaksi subyektif dalam organisasi yang timbul saat semuanya berlangsung. Pernyataan tersebut dijelaskan sebagai berikut: motivation are
14
how behavior get started, is energized, is sustained, is directed, is stopped, and what kind of subjective reaction is present in the organism while all this is going on, Jones (Wijono, 2007). b. Motivasi
adalah
sebuah
faktor
yang
mengakibatkan
munculnya, memberi arah dan menginterpretasikan perilaku seseorang.
Hal itu biasanya dibagi dalam dua komponen
yaitu dorongan dan penghapusan. Dorongan mengacu pada proses internal yang mengakibatkan seseorang itu bereaksi. Penghapusan mengacu pada terhapusnya motif seseorang disebabkan individu tersebut telah berhasil mencapai satu tujuan atau mendapat ganjaran memuaskan (Murray, 1968). Motivasi juga dapat didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual (Robbins, 1996). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam
hubungannya
dengan
lingkungan
kerja,
McCormick (dalam Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Di lain kesempatan,
15
Pinder (dalam Meyer, Becker and Vandenberghe, 2004) menyatakan bahwa motivasi kerja yaitu seperangkat kekuatan yang menggerakkan baik di dalam maupun di luar individu untuk memulai pekerjaan yang berkenaan dengan perilaku, dan untuk menentukan bentuknya, arahannya, intensitasnya dan rentang (work motivation is a set of energetic forces that originates both within as well as beyond an individual's being, to initiate work related behavior, and to determine its form, directions, intensity, and duration). Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah seperangkat kekuatan yang menyebabkan individu atau karyawan berperilaku dengan cara tertentu untuk memulai pekerjaan.
2.3.2
Teori-teori Motivasi Sejumlah teori telah dikembangkan untuk menjelaskan
motivasi kerja. Secara umum ada tiga kelompok teori motivasi yang selalu dihubungkan dengan tindakan kerja yaitu teori-teori: kebutuhan, harapan dan keadilan (Wijono, 2007). Ada empat teori yang tergolong dalam kelompok teori kebutuhan yaitu: a.
Teori hirarki kebutuhan Maslow Menurut Maslow, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki sebagai berikut: (Gitosudarmo dan Sudita, 2000)
Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
16
Merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup.
Kebutuhan Rasa Aman (Security Needs) Meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan
kerja,
jaminan
akan
kelangsungan
kerjanya, dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
Kebutuhan Sosial (Social Needs) Meliputi kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi, dan interaksi yang lebih erat dengan orang lain.
Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs) Meliputi
kebutuhan keinginan untuk
dihormati,
dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektivitas kerja seseorang.
Kebutuhan Aktualisasi diri (Self Actualization Needs) Merupakan hirarki kebutuhan yang paling tinggi, berkaitan dengan proses pengembangan akan potensi yang sesungguhnya dari seseorang.
b.
Teori ERG Alderfer Alderfer menyusun hirarki kebutuhan manusia meliputi tiga perangkat kebutuhan yaitu (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1989):
17
Existence (E): ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja.
Relatedness (R): ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antarpribadi yang bermanfaat.
Growth (G): ini adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif.
c.
Teori Dua Faktor dari Herzberg Herzberg mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi. keadaan
Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik, pekerjaan
(job
context)
yang
menghasilkan
ketidakpuasan di kalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada.
Kedua, serangkaian kondisi intrinsik, isi
pekerjaan (job content), yang apabila ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1989). d.
Teori kebutuhan dari McClelland McClelland mengajukan teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep belajar. Ia berpendapat bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan.
Tiga dari
kebutuhan yang dipelajari adalah (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1989):
18
Kebutuhan berprestasi (need for achievement, n Ach) Merupakan
daya,
penggerak
yang
memotivasi
semangat bekerja seseorang. Karena itu, n Ach akan mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan
kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh
pendapatan
yang
besar.
Dengan
pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Kebutuhan berafiliasi (need for affiliation, n Af) Menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, n Af ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Seseorang karena kebutuhan n Af akan
19
memotivasi
dan
mengembangkan
dirinya
serta
memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Kebutuhan berkuasa (need for power, n Pow). Merupakan
daya
penggerak
yang
memotivasi
semangat kerja karyawan. N Pow akan merangsang dan
memotivasi
gairah
kerja
karyawan
serta
mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara
sehat
oleh
manajer
dalam
memotivasi
bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat Dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dari McClelland yang selanjutnya disebut sebagai motivasi kerja dengan tiga motif yaitu motif berkuasa, motif berafiliasi dan motif berprestasi karena lebih baik dalam menggambarkan motivasi kerja karyawan di lingkungan organisasi. McClelland tidak melihat motivasi kerja karyawan berdasarkan hirarki kebutuhan atau atas dasar kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Sedangkan
tiga
teori
motivasi
kerja
lainnya
memiliki
keterbatasan: (1) baik teori motivasi kerja Maslow maupun teori ERG melihat motivasi kerja seseorang hanya berdasarkan hirarki kebutuhan, dimana tingkat kebutuhan yang lebih tinggi
20
berikutnya tidak akan tergerak jika kebutuhan dibawahnya belum dipenuhi secara wajar. Pada kenyataannya kebutuhan seseorang dapat saja tidak tersusun secara hierarki. Dengan demikian tidak digunakan dalam penelitian ini. (2) Teori Herzberg tidak dipilih untuk mengukur motivasi kerja karena hanya melihat kebutuhan manusia yang terdiri dari dua hal yaitu puas dan tidak puas. Selain itu pada kenyataannya setiap orang tidak mungkin akan menyadari semua hal yang memotivasi mereka atau yang menyebabkan mereka tidak puas (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1989).
2.3.3
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Siagian (1996) menyatakan bahwa motivasi kerja seorang
karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor-faktor internal adalah: persepsi seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja dan prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang antara lain adalah: jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada umumnya
dan
sistem
imbalan
penerapannya.
21
yang
berlaku
dan
cara
2.4 Kepuasan Kerja 2.4.1
Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan
kerja
adalah
keadaan
emosional
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2000). Kepuasan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya (Siagian, 1999). Sedangkan menurut Wexley dan Yukl (dalam Muhaimin, 2004) menyebutkan bahwa kepuasan kerja secara umum merupakan sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda bagi pekerja.
Sikap
seseorang
terhadap
pekerjaannya
tersebut
mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan mengenai pengalaman mendatang. Lebih lanjut Guneberg (dalam Utami, 2004) menyebutkan kepuasan kerja adalah suatu yang menyenangkan atau tidak dalam diri karyawan dalam memandang pekerjaannya dan hadiah-hadiah yang dihasilkan dari pekerjaannya.
Istilah
kepuasan kerja merujuk pada perasaan terhadap pekerjaannya. Ditambahkan lagi menurut Robbins (2003) bahwa kepuasan kerja adalah penilaian (assessment) seorang karyawan terhadap seberapa puas atau tidak puasnya dengan pekerjaannya. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja secara umum dipahami sebagai sikap
22
seseorang terhadap pekerjaannya baik yang bersifat positif (menyenangkan) maupun negatif (tidak menyenangkan).
2.4.2
Aspek-aspek Kepuasan Kerja Gilmer (dalam As'ad, 1999) menyatakan bahwa ada lima
aspek dalam kepuasan kerja, yaitu: a. Gaji Gaji atau upah merupakan faktor penting dalam kepuasan kerja.
Uang tidak hanya membantu orang memenuhi
kebutuhan
dasarnya
pemenuhan
yang
tetapi
lebih
juga
merupakan
tinggi.
Pegawai
alat
kadang
memandang gaji atau upah sebagai perwujudan bagaiman perusahaan memandang jasa-jasanya yang telah mereka sumbangkan bagi perusahaan. b. Faktor intrinsik dari pekerjaan Setiap pekerjaan memerlukan ketrampilan tertentu. Sulit tidaknya suatu pekerjaan dan bagaimana perasaan seseorang
terhadap
pekerjaannya
tersebut
akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerjanya yang akan berdampak pada unjuk kerja pegawai. c. Kesempatan untuk maju Dalam
hal
ini
ada
tidaknya
kesempatan
untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. Pemberian promosi merupakan salah satu
23
alat pemberian imbalan kepada pegawai yang dapat mempengaruhi kepuasan kerjanya. d. Pengawasan (supervisi) Pengawasan adalah sumber yang mempengaruhi kepuasan kerja. Keramahan dan kerjasama dari rekan-rekan sekerja adalah salah satu sumber kepuasan kerja pegawai. Kelompok kerja yang anggota satu sama lainnya ramah dan mau bekerja sama dapat membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan. e. Kondisi bekerja Kepuasan kerja dapat juga dipengaruhi oleh kondisi bekerja seperti keadaan sekitar yang nyaman dan bersih. Pegawai akan mudah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaannya dalam suasana atau kondisi yang sangat mendukung.
2.4.3 Manfaat Kepuasan Kerja Kepuasan
kerja
yang
memberikan sejumlah manfaat.
diperoleh
karyawan
dapat
Menurut Strauss dan Sayles
(dalam Parwanto dan Wahyuddin, 2006) kepuasan kerja bermanfaat untuk aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering
24
absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dessler
(dalam
Parwanto
dan
Wahyuddin,
2006)
mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja perusahaan.
2.5 Kinerja 2.5.1 Definisi Kinerja Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing-masing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan tujuan badan usaha. Whitmore (2002) menyebutkan bahwa kinerja memiliki kata asal kerja artinya
aktivitas
yang
dilakukan
oleh
seseorang
dalam
menjalankan tugas yang menjadi pekerjaannya. Kinerja artinya suatu perbuatan, suatu prestasi atau penampilan umum dari keterampilan.
Menurut Mangkunegara (2000), istilah kinerja
berasal dari kata "job performance" atau "actual performance" yaitu unjuk kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
25
Hasibuan (dalam Brahmasari dan Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seorang
dibebankan
dalam
kepadanya
melaksanakan yang
didasarkan
tugas-tugas atas
yang
kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dengan kata lain bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Selanjutnya As’ad (dalam Brahmasari dan Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa kinerja seseorang merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya. Sedangkan menurut Motowidlo, Borman & Smith (1997), kinerja adalah sekumpulan nilai organisasi dari perilaku diskrit dimana hasil kerja yang dicapai individu melampaui standar dalam kurun waktu yang ditentukan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam kurun waktu yang ditentukan.
2.5.2
Aspek-aspek Kinerja Kinerja secara umum dibangun oleh dimensi yang sangat
banyak, namun dua dimensi utama dari kinerja mendapatkan perhatian yang besar yaitu kinerja tugas (task performance) dan kinerja
kontekstual
(contextual
26
performance)
sebagaiman
dikemukakan oleh Borman & Motowidlo (1993) serta Motowidlo & Schmit (dalam Befort & Hattrup, 2003).
Berikut ini
penjelasan dari kedua dimensi kinerja tersebut: 1) Kinerja tugas (task performance) Kinerja tugas mencakup perilaku yang berkontribusi terhadap inti transformasi dan kegiatan pemeliharaan dalam sebuah organisasi, seperti menghasilkan produk, menjual
barang dagangan,
mengelola
bawahan
memperoleh
atau
persediaan,
memberikan
layanan
(Motowidlo & Schmit dalam Befort & Hattrup, 2003). Dengan kata lain, kinerja tugas merupakan perilaku inrole yang merujuk kepada hasil dari upaya individu, dan hasil secara langsung terkait dengan harapan organisasi atau tugas diberikan (Borman & Motowidlo, dalam Chen, 2009). 2) Kinerja kontekstual (contextual performance) Kinerja
kontekstual
mengacu
pada
perilaku
yang
berkontribusi terhadap budaya dan iklim organisasi. Bekerja
ekstra
secara
sukarela,
bertahan
dengan
antusiasme, membantu dan bekerja sama dengan orang lain, mengikuti aturan dan prosedur, dan mendukung atau membela organisasi,
semua itu adalah contoh dari
perilaku kinerja kontekstual (Motowidlo & Schmit dalam Befort & Hattrup, 2003).
Dengan kata lain, kinerja
kontekstual merujuk kepada bagaimana seorang karyawan
27
bersedia untuk terlibat secara sukarela dalam kegiatan tak resmi, bersikeras mencapai suatu tugas, membantu atau bekerja sama dengan orang lain, mengikuti peraturan organisasi, dan juga mendukung atau mempertahankan tujuan organisasi (Borman & Motowidlo, dalam Chen, 2009). Pengukuran aspek kinerja dalam penelitian ini yang mengacu pada Borman & Motowidlo (1993) serta Motowidlo & Schmit (1999) dalam Befort & Hattrup (2003) pertimbangan
bahwa
kedua
aspek
tersebut
didasari merupakan
penyederhanaan dari berbagai pengklasifikasian dimensi kinerja dimana dimensi kinerja tersebut dapat dipilah menjadi dua kelompok utama yaitu kinerja yang berhubungan secara langsung dengan tugas pokok dan kinerja yang tidak berhubungan secara langsung dengan tugas pokok yang dilakukan secara sukarela untuk kemajuan organisasi.
2.6 Pengembangan Hipotesis 2.6.1
Pengaruh Job Rotation terhadap Kinerja Karyawan Campion, et al (1994) menyatakan bahwa organisasi
menggunakan rotasi pekerjaan sebagai sarana untuk mewujudkan high performance atau kinerja yang tinggi. Campion, et al (1994) juga menyatakan bahwa rotasi pekerjaan adalah pergeseran pekerjaan antar pegawai dalam organisasi. Pergeseran ini tidak
28
dilakukan secara permanen. Rotasi merupakan salah satu cara untuk menempatkan atau staffing pegawai. Sundin (2001) menambahkan bahwa alasan lain dilakukannya rotasi pekerjaan adalah bahwa tugas atau pekerjaan bersifat monoton yang dilaksanakan terus menerus dapat mengakibatkan kebosanan dan penurunan hasil kerja dari pegawai. Adanya rotasi pekerjaan diharapkan dapat menstimulasi pegawai untuk mencapai kinerja yang lebih baik karena terdapat proses penambahan pengetahuan dan kemampuan pegawai, mengurangi kejenuhan kerja dari pegawai, membantu proses penempatan pegawai secara tepat, serta memberi tantangan lebih besar bagi pegawai untuk mencapai prestasi atau kinerja yang lebih baik. Keterkaitan diantara job rotation dengan kinerja karyawan sebelumnya didukung beberapa penelitian sebelumnya. Mansur (2009) melaporkan bahwa terdapat pengaruh rotasi pekerjaan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Semarang Timur. Berdasarkan uraian di atas maka selanjutnya dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari job rotation terhadap kinerja karyawan PT.POS Indonesia Cabang Salatiga.
29
2.6.2
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Motivasi seorang berawal dari kebutuhan, keinginan
dan dorongan untuk bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini menandakan seberapa kuat
dorongan,
usaha,
berkorban
intensitas,
demi tercapainya
dan
kesediaanya
tujuan. Dalam hal
untuk
ini semakin kuat
dorongan atau motivasi dan semangat akan semakin tinggi kinerjanya. Siagian (2002) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para pimpinan organisasi. Faktor motivasi penting dalam
meningkatkan
pendorong
seseorang
kinerja
pegawai.
melaksanakan
Motivasi
suatu
menjadi
kegiatan
guna
mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja
pegawai
perlu
dibangkitkan
agar
pegawai
dapat
(2001) bahwa karyawan
yang
menghasilkan kinerja yang terbaik. Menurut Munandar
mempunyai motivasi kerja yang tinggi cenderung mempunyai kinerja tinggi, sebaliknya mereka yang mempunyai kinerja rendah dimungkinkan karena motivasinya rendah. Keterkaitan diantara motivasi kerja dengan kinerja karyawan didukung beberapa penelitian sebelumnya.
Seperti misalnya Nitasari
(2012) melaporkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan
30
signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas maka selanjutnya dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H2 :
Diduga terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT.POS Indonesia Cabang Salatiga.
2.6.3
Pengaruh
Kepuasan
Kerja
terhadap
Kinerja
perasaan
seseorang
Karyawan Kepuasan
kerja
mencerminkan
(pegawai) terhadap pekerjaannya, hal ini nampak dari sikap pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja memiliki dampak yang penting dalam meningkatkan kinerja karyawan (Kanina, 2005). Karyawan yang mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi biasanya akan memperlihatkan kinerja yang juga tinggi sebaliknya pegawai yang tingkat kepuasan kerjanya rendah umumnya akan memperlihatkan kinerja yang juga rendah. Dengan kata lain ada hubungan yang positif diantara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan. Hal tersebut di atas dapat disebabkan karena tujuan utama dari karyawan bekerja adalah memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan hidup agar tercapai kebahagiaan hidup (Ruky, 2001), sehingga dengan adanya kepuasan yang maksimal dari karyawan maka karyawan dapat meningkatkan kinerjanya, karyawan menjadi lebih rajin bekerja dan dapat menyelesaikan
31
tugasnya
tepat
waktu.
Karyawan
ingin
pekerjaan
yang
dilakukannya diberi penghargaan yang layak jika penghargaan yang diterima tidak layak maka karyawan akan merasa tidak puas dan secara tidak langsung berdampak pula pada kinerja mereka. Karyawan yang merasa tidak puas akan berusaha untuk mencari penghargaan lain yang lebih besar sehingga besar keinginan mereka untuk pindah kerja, selain itu karyawan yang merasa tidak puas dapat pula mengurangi usaha untuk menyelesaikan pekerjaan. Mereka lebih memilih mengurangi usaha untuk menyelesaikan pekerjaan agar sebanding dengan hasil yang mereka peroleh (Sutanto 2002). Karyawan yang merasa tidak puas dengan penghargaan yang diterimanya akan menghambat kinerja perusahaan secara keseluruhan karena pekerjaan yang dilakukan karyawan diorganisasi merupakan kunci perkembangangan sebuah perusahaan. Keterkaitan diantara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan sebelumnya didukung beberapa penelitian sebelumnya. Jaafar et al (2006) melaporkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara kepuasan kerja denga kinerja manajer proyek konstruksi di Malaysia. H3 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT.POS Indonesia Cabang Salatiga
32
2.7 Model Penelitian Model penelitian yang dapat dikembangkan berdasarkan rumusan hipotesis terlihat dalam gambar 2.1 berikut ini.
Job Rotation (X1)
Kepuasan Kerja (Y1)
Motivasi Kerja (X2)
Gambar 2.1 Model Peneliti
33
Kinerja (Y2)