i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan mengenai Penguasaan Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Energi a. Teori Hukum Kedaulatan Menurut Van Vollenhoven dalam Urip Santoso negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum, dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan dan tidak terlepas dari teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet) (Urip Santoso, 2014: 99). Kedaulatan, meskipun memiliki berbagai arti dalam lintas sejarah, tetap memiliki arti inti, yaitu otoritas tertinggi didalam sebuah wilayah, atau supreme authority within a teority. Pengertian tersebut merupakan gagasan yang berkembang terkait dengan otoritas dibidang politik. Variasai sejarah yang lain dapat dipahami lewat tiga dimensi, yakni pemegang kedaulatan, kemutlakan sebauh kedaulatan, da n dimensi internal dan eksternal kedaulatan (Lesza Leonardo, 2015: 243). Kepustakaan Indonesia dapat ditemukan terminologi tentang kedaulatan yang berasal dari beberapa bahasa, yaitu daulah (Arab), sovereignty (Inggris), souvereiniteit (Prancis) supremus (latin), dan sovranita (italia) yang kesemuanya memiliki arti kekuasaaan tertinggi (Budiyanto, 2003: 24). Kekuasaaan tertinggi dapat berarti kekuasaaan untuk dapat menentukan kebijakan baik mulai pada tahap awal sampai tahap akhir tanpa ada intervensi dari pihak manapun juga. Dalam ilmu politik istilah kedaulatan sangat dekat dengan
terminologi
negara,
sebagai
hak
negara
untuk
ii
melaksanakan kekuasaan penuh atas status kemerdekannya tanpa boleh ada campur tangan dari pihak lain terhadap masalah internal maupun eksternalnya (B.N. Marbun, 2007: 237). Ilmu hukum kedaulatan memiliki pengertian yaitu legal sovereignty as the supreme jurisdictional authority (in a hierarchy of law making bodies and practices) yang pada dasarnya kedaulatan terjelma dalam legitimasi sebuah negara ditentukan oleh keinginan ataupun persetujuan dari rakyat, yang merupakan sumber dari semua kekuatan negara (Winston P. Nagan, 2012: 2). Kedaulatan menurut John Locke dalam Ni’matul Huda dapat diartikan sebagai State Of Nature dimana konsep tersebut meletakkan kedaulatan berada di tangan rakyat, yang memberikan sebagaian haknya kepada penguasa untuk kepentingan bersama, meskipun begitu, hukum yang dibuat nantinya harus dibuat untuk kebaikan dari masyarakat yang memberikan sebagaian haknya tersebut. Apabila berpandangan dari beberapa pengertian diatas didapat suatu kesimpulan bahwa kedaulatan pasalnya mengenai kekuasaan tertinggi dari sebuah negara yang mana kekuasaan tersebut diberikan oleh rakyat melalui persetujuan rakyat (Ni’matul Huda, 2006: 81). b. Teori Hukum Kedaulatan Negara Kedaulatan Negara menurut Jean Bodin dalam J. Ronal Mawuntu seorang ahli ilmu negara asal Prancis, berpendapat bahwa negara tanpa kekuasaan bukanlah negara. Dialah yang pertama kali menggunakan kata kedaulatan dalam kaitannya dengan negara, menurutnya kedaulatan suatu negara bersifat, asli yang berarti kekuasaan tersebut tidak dilahirkan dari kekuasaan lain, tidak terbagi yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi, abadi yang berarti kekuasaan tersebut berlangsung secara terus menerus. Jean Bodin membagi kedaulatan atas kedaulatan ke dalam dan kedaulatan ke luar, dimana (J. Ronal Mawuntu, 2012: 2):
iii
1) Kedaulatan ke dalam adalah kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. 2) Kedaulatan ke luar adalah kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan serta memelihara keutuhan wilayah dan kesatuan bangsa (yang selayaknya dihormati oleh bangsa dan negara lain pula), hak atau wewenang mengatur diri sendiri tanpa pengaruh dan campur tangan asing. Menurut F. Hegel kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan negara, dan diabadikan kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel menggajarkan bahwa terjadinya negara adalah koadrat alam, menurut hukum alam dan hukum Tuhan, maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat
dibatasi
hukum.
(https://www.scribd.com/doc/76664542/Teori-Kedaulatan-Negara diakses pada tanggal 3 Desember 2015 Pukul 02:53 WIB). Teori kedaulatan negara (staatsouverenitit) adalah teori yang menganggap negara sebagai suatu “recthsperson” atau “badan hukum” yang dianggap memiliki berbagai hak dan kewajiban serta melakukan perbuatan atau tindakan hukum. Negara sebagai badan hukum inilah yang memiliki kekuasaan tertinggi di dalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat (I Gede Panca Astawa, 2012: 26). Menurut Jimly Asshidiqie mengenai teori negara, negara lah sumber dan pemegang kedaulatan dalam negara. Kekuasaan negara tidak terbatas terhadap ‘life, liberty, dan property’ warganya. Teori ini sesungguhnya merupakan bentuk baru dari teori kedaulatan raja yang bersifat absolut, yang merupakan manipulasi politik dari teori teokrasi (Jimly Asshidiqie, 2007: 145-146). Jimly Asshiddiqie dalam bukunya menjabarkan bahwa kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka lahir
iv
dari hasil perjuangan revolusi kemerdekaan yang berpuncak pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berupa sifat simbolik. Secara teknis, Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat sendiri sebenarnya baru lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagi hukum dasar sejak Indonesia secara resmi memiliki wilayah, pemerintah berikut dengan perangkat sistem hukum dan konstitusinya, serta rakyat sebagai warga negara yang sah (Jimly Asshiddiqie, 2010: 148-149). Dari paparan diatas maka didapati suatu kesinambungan bahwa kedaulatan merupakan kekuasaaan tertinggi dari sebuah negara dan kedaualatan negara itu lah yang dimaknai dengan penguasaan negara. c. Sumber Daya Energi Negara-negara maju tidak akan mungkin mencapai tingkat kemajuan tanpa menggunakan energi secara luas. Di negaranegara maju itu orang cukup dengan menekan tombol di pabrik, di rumah, di jaringan pengangkutan, dan berbereslah semuanya. Tingkat kemajuan seperti ini tidak mungkin dicapai tanpa melibatkan penggunaan energi secara besar-besaran. (Abdul Kadir, 2010: 1). 1) Pengertian Energi Energi adalah tenaga, atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi yang pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian seharihari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu pekerja (Abdul Kadir, 2010: 2). Menurut Arif Alfatah & Muji Lestari, energi adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh benda agar benda dapat melakukan usaha. Dalam kenyataannya setiap dilakukan usaha selalu ada perubahan. Sehingga usaha juga didefiniskan sebagai kemampuan untuk
v
menyebabkan perubahan (Arif Alfatah & Muji Lestari, 2009: 1). Sedangkan menurut Campbell, Reece, & Mitchell, energi adalah kemampuan untuk mengatur ulang suatu kumpulan materi atau dengan kata lain, energi adalah kapasitas atau kemampuan untuk melaksanakan kerja (Campbell, Reece, & Mitchell, 2002: 3). Alvin Hadiwono, mengemukakan bahwa energi adalah perihal tentang apapun yang bergerak, berhubungan dengan ruang dan waktu (Alvin Hadiwono, 2007: 2). Defenisi energi pada dasarnya juga telah dijabarkan didalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi) menyatakan bahwa energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa gas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. 2) Sumber daya energi Pasal 1 angka 2 UU Energi menyatakan bahwa sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi sedangkan, Sumber daya energi adalah sumber daya. alam yang dapat dimanfaatkan, baik sebagai sumber energi maupun sebagai energi. Sumber energi dalam UU Energi juga mendefensiskan beberapa sumberdaya energi sesuai dengan jenis energi.
ENERGI
Energi Baru
Sumber Energi Baru
Energi Terbarukan
Sumber Energi Terbarukan
Energi Takterbarukan
Sumber Energi Tak terbarukan
Gambar 2. Sumber Energi (Abdul Kadir, 2010 )
Melihat pada Gambar (2) jelas bahwa energi terbagi atas tiga dimana Pertama,energi baru adalah Energi baru
vi
adalah energi yang berasal dari sumber energi baru, sedangkan Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquefied coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Kedua, Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan sedangkan, Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, ailiran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisar, laut. Ketiga, Energi tak terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi tak terbarukan sedangkan, Sumber energi tak terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang akan habis jika dieksploitasi secara terus-menerus, antara lain minyak burni, gas bumi, batu bara, gambut, dan serpih bitumen (Abdul Kadir, 2010: 15). 3) Sumber Daya Energi di Indonesia Indonesia memiliki berbagai jenis sumberdaya, dari jenis sumberdaya yang tidak terbarukan terdapat minyak bumi, yang terdapat di Sumatra, Kalimantan, Irian Jaya, dan juga sedikit di Jawa. Jumlah sumberdaya minyak bumi di Indonesia adalah 58,6 miliar barel. Gas bumi juga terdapat banyak di Sumatra dan Kalimanta, dan sedikit di Jawa dengan jumlah sumberdaya 112,6 triliun Standar Kubik Kaki (SKK). Batu bara juga terdapat banyak di Sumatra dan Kalimantan sejumlah 26,5 miliar ton. Gambut, suatu sumberdaya yang hingga kini belum terpakai sebagai sumber energi yang terdapat di Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya dengan jumlah 16,2 juta hektar (ha) yang membuat Indonesia berada diurutan
vii
nomor enam dalam hal kepemilikan gambut di dunia. Dari jenis – jenis sumberdaya energi terbarukan adalah energi air, yang menurut survey terahir menunjukan adanya potensi sebesar 74,1 ribu megawatt (MW), suatu jumlah yang lumayan besa yang terdapat terbanyak diluar jawa dan jauh dari wilayah pusat – pusat pemakaian energi. Demikian juga halnya dengan panas bumi, yang potensinya di Indonesia adalah 16,1 ribu MW. Potensi biomassa Indonesia juga cukup tinggi dengan hutan tropis Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan, demikian pula dengan sekam padi, jenggal jagung dan tempurung kelapa yang merupakan limbah pertanian dan perkebunan yang memiliki potensi energi yang banyak sekali (Abdul Kadir, 2010: 55-56). d. Teori Penguasaan Negara atas Sumber Daya Energi Menururt J.J. Rousseau dalam Rafael Danilo menyebutkan bahwa Teori kekuasaaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract social) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan bukan kedaulatan, namun kekuasaan itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa ketentuan umum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii. Sejalan dengan itu, maka secara teoritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal sebagai hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan unutk mengatur, mengurus, dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada di dalam wilayahnya secara intensif (Rafael Danilo, 2010: 67).
viii
Kedaulatan negara atas Sumber Daya Alam (SDA) termasuk energi didalamnya adalah kata lain dari “dikuasai oleh negara”, prinsip kedaulatan negara atau hak menguasai oleh negara atas SDA bukanlah sesuatu yang asing dan bahkan telah diakui sepenuhnya oleh hukum internasional sebagaimana dapat dijumpai dalam pelbagai dokumen resmi. Dokumen-dokumen dimaksud, untuk
mengutip,
adalah
sebagai
berikut
(http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4940 pengusahaan-migas-di-indonesia-dalam-perspektif-kedaulatan negara-kedaulatan-negara-dalam-pengusahaan-migas-.pdf diakses pada tanggal 3 Desember 2015 Pukul 12:02 WIB): 1) Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 21 Desember 1952 tentang penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, resolusi tersebut ditegaskan mengenai hak setiap negara untuk memanfaatkan secara bebas SDA-nya. 2) Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 14 Deseember 1962, 25 November 1966, dan 17 Desember 1973. Resolusi ini memperluas ruang lingkup prinsip hak permanent sovereignty (penguasaan permanen) atas kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya yang masih berada dalam yurisdiksi suatu negara. 3) Resolusi Majelis Umum PBB Tahun 1974 dan Deklarasi tentang pembentukan Tata Ekonomi Internasional Baru dan Program Hak-hak Ekonomi dan Kewajiban Negara (Charter of Economic Rights and Duties of States). Resolusi tersebut menegaskan kembali mengenai hak menguasai oleh negara untuk mengawasi kekayaan alamnya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 4) Covenant on Economic, Social and Cultural Rights tanggal 16 Desember 1966. Pasal 25 Konvenan ini ditegaskan, tentang tidak ada satu hal pun ketentuan di dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehingga mengurangi hak-hak yang melekat
ix
dari semua bangsa untuk menikmati dan memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka secara bebas dan penuh. 5) Declaration on the Human Environment Tahun 1972 di Stockholm. Pasal 11 dan 12 ditegaskan bahwa negara memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan SDA-nya sesuai dengan kebijakan
pemeliharaan
lingkungannya
masing-masing.
Pemanfaatan SDA tersebut, negara bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan yang merugikan lingkungan, baik di wilayahnya sendiri, maupun di wilayah negara lain. e. Konsep Hak Menguasi Negara di Indonesia Di Indonesia, konsep hak menguasi negara sudah tercermin di dalam Konstitusi Negara, Pasal 33 UUD NRI mencerminkan ideologi dan politik Indonesia, karna di dalamnya memuat ketentuan tentang hak penguasaan negara atas : 1) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 2) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunaakn untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Keterkaitan dengan hak menguasai negara dengan sebesarsebesarnya kemakmuran rakyat akan mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut: 1) Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang di dapat (kekayaan alam) termasuk sumber daya energi, harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteran umum. 2) Melindungi dan menjamin segala hak – hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.
x
3) Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam. Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak penguasaan negara atas sumber daya alam dimana energi termasuk di dalamnya yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara tidak hanya melakukan
pegurusan
(bestuursdad)
dan
pengelolaan
(beheersdaad). Berikut beberapa rumusan pengertian, makna, dan subtansi “dikuasai oleh negara” (Mukhtie Fajar, 2005:7): 1) Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasi oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal. 2) Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasi oleh negara termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan memepertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi. 3) Panitia Keuangan dan Perekonomian badan Penyelidik UsahaUsaha
Perisapan
Kemerdekaan
Indonesia
(BPUPKI)
merumuskan pengertian dikuasi oleh negara sebagai berikut: a) Pemerintah harus mejadi pengawas dan pengatur dengan berpedoman kepada keselamatan rakyat; b) Semakin besarnya perusahaan dan semakin banyaknya jumlah orang yang menggantungkan dasar hidupnya karena semkin besar mestinya pemerintahan; dan c) Tanah haruslah dibawah kekuasaan negara, perusahaan tambang yang besar diajalankan seagai usaha negara 4) Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian dikuasi oleh
negara atau hak penguasaan negara, sebagai penguasaan
xi
semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, mengatur dan mengawasi penggunaan serta pemanfaatan, penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha tertentu (Bagir Manan, 2004: 12). Selain memahami makna dari “dikuasai oleh negara”, Bagir Manan juga mengemukakan bahwa “hak menguasai negara tidak boleh dilepaskan dari tujuan yaitu demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Bagir Manan, 2004: 233). Maka perlu diketahui juga keterkaitan dengan hak penguasaan negara dengan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Keterkaitan yang terjadi tersebut akan mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut: a)
Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam),harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
b) Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat c)
Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.
Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, artinya melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta harus disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus,
karena
itu
kewajiban
mewujudkan
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat tetap dapat dikendalikan oleh negara. Hak penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945,
xii
membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan dengan public utilities dan public sevices. Atas dasar pertimbangan filosofis (semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan), strategis (kepentingan umum), politik (mencegah monopoli dan oligopoli yang merugikan perekonomian negara), ekonomi (efesiensi dan efektifitas), dan demi kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Made Gde Subha, 2015: 97). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatakan bahwa kedaulatan sebagai konsep kekuasaan yang tertinggi tidak hanya memiliki arti politis, tetapi juga ekonomis dan sosial. Pasal-Pasal tentang kedaulatan negara, tidak boleh hanya dipahami dalam konteks ekonomi. Karena itu, UUD NRI Tahun 1945 di samping demokrasi politik, juga mengembangkan pengertian mengenai demokrasi ekonomi. BAB XIV UUD NRI Tahun 1945 sengaja diberi judul “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”. Pasal 33 itu sangat jelas mengembangkan pengertian demokrasi yang tidak hanya mengandung pengertian politik, tetapi juga ekonomi. Artinya, rakyat Indonesia di samping berdaulat di bidang politik juga harus berdaulat di bidang ekonomi. Itulah makna hakiki di bidang ekonomi. Karena itu. Negara Indonesia sebagai representasi warganegara harus benar benar mewakili kepentingan segenap rakyat yang memiliki kedaulatan atau kekuasaan tertinggi atas sumber-sumber ekonomi kekayaan sumber daya alam termasuk energi di Indonesia. Representasi tersebut menurut Aminuddin tidak harus selalu diselenggarakan atau diusahakan oleh negara secara penuh melalu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka penyelenggaraan atau pengusahaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak yang didirikan atas izin pemerintah untuk menjalankan kepentingan orang banyak (Aminuddin, 2012: 64). 2. Tinjauan Mengenai Gas Bumi a. Gas Bumi
xiii
Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. Presepsi bahwa gas merupakan bahan bakar yang paling bersih dan bersahabat dengan lingkungan mengakibatkan peningkatan pemakaian akan terus terjadi di waktu mendatang namun permasalahan dari transportasi gas bumi masih merupakan masalah yang cukup besar. Untuk jarak-jarak pendek dan menengah, transportasi gas bumi biasanya dilakukan dengan pipa-pipa gas. Sedangkan untuk pengangkutan jarak jauh perlu didinginkan terlebih dahulu untuk kemudian baru berbentuk cair (Liquefied natural Gas/LNG) dengan kapal tanker khusus untuk mengangkut LNG, LNG biasanya dilakukan dalam hal suatu negara melakukan ekspor. Adapun kegunaan gas bumi di dalam negeri dipergunakan untuk keperluan industri, rumah tangga, dan belakangan dipakai untuk transportasi (Abdul Kadir, 2010: 123). b. Prinsip Pengelolaan Gas Bumi Prinsip dikuasai negara atau kedaulatan negara atas minyak dan gas bumi sebagaimana ditetapkan dalam UUD NRI Tahun 1945 dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang migas, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) Setidaknya prinsip dikuasai oleh negara terlihat pada ketentuan-ketentuan berikut ini: 1) Migas sebagai Sumber Daya Alam strategis merupakan kekayaan nasional dan dikuasai oleh negara (Pasal 4 ayat (1) UU Migas).
xiv
2) Penguasaan oleh negara dimaksud diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan (Pasal 4 ayat (2) UU Migas). 3) Sebagai
pemegang
Kuasa
Pertambangan,
pemerintah membentuk Badan Pelaksana (Pasal 4 ayat (3) UU Migas) untuk melakukan pengendalian dan pengawasan kegiatan usaha hulu di bidang migas (Pasal 1 angka 23 jo Pasal 44 ayat (2) UU Migas) dan Badan Pengatur untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM dan gas bumi dan pengangkutan gas bumi melalui pipa di bidang hilir (Pasal 1 angka 24 jo Pasal 8 ayat(4), Pasal 46, dan Pasal 47 UU Migas). 4) Kepemilikan Sumber Daya Alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan (Pasal 6 ayat (2)). c. Tata Kelola Gas Bumi Tata kelola mengenai gas bumi di Indonesia juga sudah diakomodir dialam UU Migas. Pasal 5 UU Migas memisahkan pengusahaan gas bumi kedalam dua kegiatan, yaitu kegiatan usaha hulu dan hilir. Selain itu, Pasal 10 UU Migas juga mengatur bahwa badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, sebaliknya badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu. 1) Kegiatan Usaha Hulu Kegiatan usaha hulu diatur dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 9 hingga Pasal 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha, yaitu usaha eksplorasi dan usaha eksploitasi. Tujuan eksplorasi adalah: a) Memperoleh informasi mengenai kondisi geologi;
xv
b) Menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi; dan c) Tempatnya di wilayah kerja yang ditentukan. Wilayah kerja tertentu adalah daerah kerja tertentu di dalam hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi. Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilaya daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia. Tujuan kegiatan eksploitasi adalah untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas: a) Pengeboran dan penyelesaian sumur; b) Pembangunan sarana pengangkutan; c) Penyimpanan; d) Pengolahan untuk pemisahan dan permurnian minyak dan gas bumi di lapangan; serta e) Kegiatan lain yang mendukungya. Berdasarkan UU Migas, kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS). Kontrak Kerjasama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kerja sama lain dalam bentuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan kemakmuran rakyat. KKS itu paling sedikit memuat persyaratan sebagai berikut: a) Kepemilikan sumberdaya alam tetap ditangan pemerintah sampai titik penyerahan; b) Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksanan; c) Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap; Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi kegiatan usaha hulu dapat dilaksanakan oleh: a) Badan Usaha Milik Negara b) Badan Usaha Milik Daerah
xvi
c) Koperasi; Usaha kecil; dan d) Badan Usaha Swasta. 2) Kegiatan Usaha Hilir Kegiatan usaha hilir diatur dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 23 sampai Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan usah hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha: a) Pengolahan Pengolahan
adalah
kegiatan
memurnikan,
memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. b) Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. c) Penyimpanan Penyimpanan
adalah
kegiatan
penerimaan,
pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi. d) Niaga Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, eksport, impor minyak, gas bumi, dan/atau hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa. Pada sektor niaga minyak dan gas bumi pun masih dibagi menjadi dua berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi yaitu kegiatan usaha niaga umum (wholesale) dan kegiatan usaha niaga terbatas (trading). Kegiatan usaha niaga
xvii
umum (wholesale) apabila menguasai atau mempunyai fasilitas dan sarana penyimpanan dan berhak menyalurkan kepada semua pengguna akhir dengan menggunakan merek dagang terentu. Sedangkan kegiatan usaha niaga terbatas (trading) apabila tidak mempunyai atau menguasai fasilitas dan sarana penyimpanan dan hanya dapat menyalurkan kepada pengguna yang mempunyai/menguasai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau terminal penerima (receiving terminal). Kegiatan usaha hilir dilaksanakan dengan izin usaha. Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan
pengolahan,
pengangkutan,
penyimpanan
dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Badan usaha dapat melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau laba. Badan Usaha baru dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat izin usah dari pemerintah. Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak dan/atau kegiatan usaha gas bumi dibedakan atas: a) Izin usaha pengolahan; b) Izin usaha pengangkutan; c) Izin usaha penyimpanan; dan d) Izin usaha niaga. Berdasarkan Pasal 9 UU Migas dapat dilaksanakan oleh: a) Badan Usaha Milik Negara; b) Badan Usaha Milik Daerah; c) Koperasi; Usaha kecil; dan d) Badan Usaha Swasta. Permen ESDM mengatur Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa yang mana bertujuan: a) Meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
xviii
b) Meningkatkan investasi pembangunan infrastruktur Gas Bumi; c) Menjamin
efisiensi
dan
efektifitas
pelaksanaan
penyediaan Gas Bumi baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri; d) Meningkatkan
partisipasi
Badan
Usaha
dalam
penyediaan Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan Gas Bumi dalam negeri; e) Memberikan kesempatan yang sama bagi semua Badan Usaha untuk melaksanakan Kegiatan Usaha Niaga danlatau Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa; f) Memberikan kepastian hukum dalam berusaha bagi para pelaku usaha; dan g) Menjamin dipenuhinya hak-hak Konsumen Gas Bumi. Jaringan pengangkutan pipa dilakukan dengan jalan Distribusi dan Transmisi dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalu Pipa, Direktur Jenderal menyiapkan Rencana lnduk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional. Meliputi Ruas Transmisi dan Wilayah Jaringan Distribusi yang dilakukan berdasarkan
kajian
teknis
dan
ekonomis
yang
meliputi
ketersediaan sumber Gas Bumi, potensi kebutuhan Gas Bumi, dan jaringan Pipa Transmisi dan/atau Pipa Distribusi yang tersedia. Ketentuan dalam Permen ESDM ini mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa, dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah medapatkan izin Usaha Niaga Gas Bumi. Badan Usaha sebagaimana dimaksud wajib menggunakan Pipa Transmisi danlatau Pipa Distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan bersama (open access) pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi tertentu. Dalam ha1 dari aspek teknis dan ekonomis Pipa Transmisi dan/atau Pipa Distribusi tidak dapat dimanfaatkan bersama atau belum
xix
tersedia, maka Badan Usaha dapat membangun Pipa Dedicated Hilir yang terlebih dahulu wajib mendapatkan izin niaga. Badan Usaha pada Ruas Transmisi Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dilaksanakan oleh Badan Usaha pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi setelah mendapatkan lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus. Badan Usaha pemegang lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus pada Ruas Transmisi danlatau Wilayah Jaringan Distribusi sebagaimana dimaksud dilarang melakukan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada fasilitas pengangkutan Gas Bumi yang dimiliki dan/atau dikuasainya. Dalam hal Badan Usaha pemegang lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi melakukan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada fasilitas pengangkutan Gas Bumi yang dimiliki danlatau dikuasainya, wajib membentuk Badan Usaha terpisah dan mempunyai lzin Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa. Perbedaaan diantara aturan UU Migas dan Permen ESDM dimana pada sektor hilir, dalam UU Migas Badan Usaha dapat saja melakukan kegaiatan Pengelolaan, Penyimpanan, Niaga, dan Pengangkutan berbeda dengan Permen ESDM yang memisahkan sektor Niaga dan Pengangkutan dalam Badan Usaha yang terpisah, nantinya sektor Pengangkutan jaringan pipa yang dimiliki harus dilakukan secara terbuka (Open Acess), maka dari iru sektor Niaga harus terpisah dari Pengangkutan (Unbundling). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat perbedaan didalam gambar 3.
xx
Gambar 3. Peraturan Tata Kelola Gas Bumi (Sumber Presentation Perusahaan Gas Negara: 2013)
1. Tinjauan Mengenai Unbundling Unbundling kerap ditemukan dalam buku-buku manajemen pemasaran yang pada intinya berarti “pemisahan bagian”.Jika diterjemahkan secara harafiah terkait dengan kegiatan bisnis, yang dimaksud dengan unbundling adalah “pemisahan kegiatan usaha”. (http://magnasynergy.com/magnaoil/index.php?option=com_content& viw=article&id=76:unbundling-system-di-bidang energi&catid=22&Itemid=101 diakses tanggal 27 November 2015 Pukul 03:01 WIB) Unbundling dalam dunia manajaemen adalah strategi dimana perusahaan hanya menjual produk secara terpisah, tetapi tidak bundel. Biasanya, karena strategi ini adalah strategi untuk kebanyakan perusahaan, strategi ini disebut unbundling hanya bila dikontraskan dengan strategi bundling. (Frans M. Royan, 2004:58). Lahir konsep unbundling dalam pengelolaan gas bumi dikarenakan adanya desakan persaingan usaha dibidang gas bumi di Uni Eropa yang mana tujuannya adalah mengakomodasi pengusaha gas dalam perdagangan bebas sebagaimana dijelasakan Philip Lowe During the late 1990s, the European Union decided to fundamentally change the basis for the provision of electricity and gas from a monopolistic to a competitive market framework. This objective was introduced via the first electricity and gas Directives , which removed the legal monopolies and partially opened the market to competition by allowing large users to
xxi
choose their suppliers. Already at that early stage, the Community legislator identified the risk that vertically integrated incumbents could use their monopolies over the transmission networks in order to stifle the emergence of competition in the supply business. Rules were established to mitigate that risk, including the introduction of a Third Party Access regime and some unbundling provisions to ensure that vertically integrated operators would not discriminate against new entrants or create other entry barriers. Member States agreed a timetable to open electricity and gas markets fully to competition. The unbundling provisions were reinforced, a regulated Third Party Access regime was introduced and the creation of national regulators became mandatory. In addition, Regulations were introduced which allowed for the adoption of legally binding guidelines with the aim of facilitating cross border competition (Philip Lowe , 2007: 1) Sehingga jelas bahwa konsep dasar dari unbundling ialah skema pemisahan (spin off), antara kegiatan niaga dan kegiatan pengangkutan (dristribusi dan transmisi) gas bumi. An important reform related to TPA is the need to separate those parts of the supply chain characterised by natural monopoly. Unbundling is specifically aimed at vertically-integrated companies who have the incentive to offer contracts from their non-competitive arm (eg networks and storage) that provide and unfair advantage to their competitive arm (eg in the form of lower prices). The fundamental idea is ensuring that all transactions between monopoly businesses are transparent, thus discouraging anti-competitive behaviour and creating a “level playing field”.(Francesa Conte, 2005:6) Skema dalam badan usaha gas bumi di Indonesia diakomodir didalam Pasal 1 ayat (10) UU Migas berbunyi “Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga” artinya, Unbundling yang dimaksud pada Undang-Undang ini adalah pemisahaan pada kegaiatan Hulu dan Hilir, berbeda dengan Permen ESDM tentang Usaha Gas Melalui Pipa yang menginisiasi penerapan unbundling pada usaha niaga dan pengangkutan. Hal tersebut tampak pada Pasal 12 yang berbunyi Badan Usaha pemegang lzin Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa Dedicated Hilir dan Hak Khusus dilarang
xxii
melakukan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa pada Pipa Dedicated Hilirnya. Lebih tegas diatur di Pasal 19 ayat (1) berbunyi Badan Usaha pemegang lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi dilarang melakukan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada fasilitas pengangkutan Gas Bumi yang dimiliki dan/atau dikuasainya”. Selanjutnya di ayat (2) diatur dalam hal Badan Usaha pemegang lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi melakukan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada fasilitas pengangkutan Gas Bumi yang dimiliki dan/atau dikuasainya, wajib membentuk Badan Usaha terpisah dan mempunyai lzin Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa. Aturan tersebut menunjukan bahwa pemerintah ingin secara tegas memisahkan (unbundling) sektor usaha niaga dan pengangkutan. Unbundling erat kaitanya dengan skema open access. Sebagaimana telah dijelasakan pada latar belakang bahwa skema open access tidak mengizinkan pihak pemilik infrastruktur memanfaatkan infrastrukturnya untuk usaha niaga gasnya sendiri. Tujuan unbundling ini agar menciptakan posisi yang setara dengan pengguna infrastruktur (pipa) lain dalam rangka pengajuan pemakaian bersama infrastruktur gas tersebut (pipa). Adapun perbedaan kegaiatan niaga dan pengangkutan (distribusi dan transmisi) yang dipisah dengan skema unbundling pada Permen ESDM yang dimaksud adalah adalah sebagai berikut (www.pgn.go.id diakses pada tanggal 1 November 2015 Pukul 23:05): a. Niaga Gas Bumi Gas Bumi Melalui Pipa adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, danlatau impor Gas Bumi melalui pipa. b. Pengangkutan Gas Bumi Kegiatan pengangkutan dalam tata kelola gas bumi terdiri dari: 1) Distribusi Gas Bumi
xxiii
Kegiatan pengoperasian jalur pipa distribusi gas sepanjang jalu pipa gas, menyuplai gas bumi ke pembangkit listrik; industri; usaha komersial termasuk restoran, hotel dan rumah sakit; serta rumah tangga di wilayah-wilayah yang paling padat penduduknya di Indonesia. 2) Transmisi Gas Bumi Kegiatan penyaluran pipa transmisi gas bumi terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi yang menghubungkan gas bumi dari sumber gas ke stasiun penerima pembeli. Apabila dikontruksikan ke dalam sebuah contoh perusahaan pengelola gas, salah satunya adalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PT PGN) yang memiliki jaringan pipa terbesar di Indonesia sepanjang 6.000km maka didapat alur dalam gambaran 4. Jalur pipa transmisi gas bumi PT PGN terdiri dari jaringan pipa bertekanan
tinggi
sepanjang
sekitar
2.160
km
yang
menghubungkan gas bumi dari sumber gas ke stasiun penerima pembeli. PT PGN menerima Toll Fee untuk pengiriman gas sesuai Perjanjian Transportasi Gas (GTA) yang berlaku selama 10-20 tahun, dalam hal ini lah PT PGN menjalankan kegaiatan transmisi. Selanjutnya, PT PGN mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km, menyuplai gas bumi ke pembangkit listrik; industri; usaha komersial termasuk restoran, hotel dan rumah sakit; serta rumah tangga di wilayah-wilayah yang paling padat penduduknya di Indonesia. PT PGN mendapatkan keuntungan dari penjualan gas kepada konsumen, dalam hal ini lah PGN menjalankan kegiatan distribusi. Selanjutnya untuk kegiatan ekspor dan impor gas bumi ini lah yang dimakan dengan kegaitan niaga. (www.pgn.go.id diakses pada tanggal 1 November 2015 Pukul 23:05)
xxiv
Gambar 4. Kegiatan Usaha Perusahaan Gas Negara (Sumber:pgn.go.id)
Tujuan dari diadakannya kebijakan unbundling adalah agar tercapai transparansi, independensi, dan persaingan yang sehat. Dalam praktik pengelolaan gas bumi di Eropa dikenal 4 bentuk Unbundling, yaitu (Pusat Studi Energi, 2014:31): a. Account unbundling Keuangan dari kegiatan pengangkutan (ditribusi dan transmisi) harus terpisah dari keuangan kegiatan niaga b. Functional unbundling Keuangan
maupun
manajemen
kegiatan
Pengangkutan
(distribusi dan transmisi) harus dipisah dari kegiatan niaga c. Legal Unbundling Kegiatan pengankutan dan kegiatan niaga masing-masing berada dibawah bendera entitas legal yang berbeda. Namun, masih dapat berada dalam struktur perusahaan induk, sehingga perusahaan induk masih memiliki kepemilikan. d. Ownership Unbundling Kegiatan pengakutan (distribusi dan transmisi) dan kegiatan niaga harus dilakukan dan dimiliki oleh entitas yang berbeda dan masing-masing entitas ini tidak boleh mempunyai kepemilikan di dalam sekaligus kedua aktivitas tersebut. Untuk mengetahui bentuk Unbundling di Indonesia ada baiknya mengetahui lebih dahulu makna unbundling dalam versi peraturan perundang-undangan dan versi perturan derivate/ turunan di Indonesia: Table 1 Perbedaan Peraturan Gas Bumi
Versi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 1. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi berbunyi :
Versi Peraturan Derivat/Turunan 1. Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
xxv
“Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga”
Artinya,Undang-Undang membolehkan suatu badan usaha untuk hanya bergerak di salah satu kegiatan usaha saja atau memilih melakukan lebih dari satu dan bahkan semua kegiatan usaha. (frasa “dan/atau” dimaknai oleh UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perancangan Peraturan Perundang undangan sebagai opsi yang dapat berupa alternatif sekaligus kumulatif Pasal 10 ayat (1) (2) dan 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi berbunyi: “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir, Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Hulu” selanjutnya “Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku”
Artinya, Unbundling pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi diartikan sebagai pemisahaan Badan Usaha Hulu dan Hilir bukan sektor Pengangkutan (distribusi dan niaga) dan Niaga.
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi berbunyi : “Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa melaksankana kegiatan usahanya dengan prinsip usaha terpisah (unbundling) dan hanya akan diberikan Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi tertentu” Peraturan ini sudah lebih terang mengamantkan adanya usaha terpisah pada kegiatan usaha pengangkutan (ruas transmisi dan distribusi)
2. Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 tentang Usaha Gas Melalui Pipa: “Badan Usaha pemegang lzin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Hak Khusus pada Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilarang melakukan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada fasilitas pengangkutan Gas Bumi yang dimiliki dan/atau dikuasainya”
Artinya, adanya larangan suatu badan usaha melakuakn kegiatan usaha niaga dan pengangkutan (distribusi dan transmisi) sekaligus.
Selanjutnya pada Pasal 31 huruf c berbunyi : “Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Badan Usaha yang
xxvi
telah melaksanakan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa pada Ruas Transmisi danlatau Wilayah Jaringan Distribusi, wajib membentuk Badan Usaha terpisah dan menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini”
Artinya, badan usaha yang menjalani kegiatan niaga dan pengangkutan (distribusi dan transmisi) harus membentuk badan usaha baru dengan membuat izin baru Peraturan derivate/turunan pada Pasal 31 huruf c Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 menyatakan bagi badan usaha yang menjalani kegiatan niaga dan pengangkutan (distribusi dan transmisi) harus membentuk badan usaha baru, hal ini tentunya termasuk kepada model legal unbundling karna kegiatan pengangkutan dan kegiatan niaga masing-masing berada dibawah bendera entitas legal yang berbeda. Ada empat model tahapan pengelolaan gas bumi yang dianggap sebagai best practice dunia, yaitu (Laporan Ahir Badan Laporan Akhir Kajian Percepatan Pembangunan Industri Gas Bumi, 2012: 18-20): a. Model Vertikal Integrasi Yang dimaksud dengan Integrasi Vertikal adalah industri gas bumi yan memiliki satu pasar dimana gas bumi dan pengangkutan sampai ke konsumen akhir dilakukan oleh pemilik gas bumi. Skemanya seperti pada gambar 4 dibawah ini.
Gambar 5. Industri Bumi Intergrasi Vertikal (Sumber:BPH Migas)
xxvii
b. Model Persaingan dalam Produksi Gas Bumi Persaingan Dalam Produksi Gas Bumi adalah model industri gas bumi dimana telah ada persaingan produksi gas bumi sehingga menciptakan pemisaahan (unbundling) sektor hulu dan hilir. Namun pada sektor hilir masih dilakukan oleh satu perusahaan gas bumi yang berperan sebagai transporter dan pendistribusi gas bumi ke konsumen. Skemanya seperti pada gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6.Model Persaingan dalam Produksi Gas Bumi (Sumber:BPH Migas)
c. Model Open Acess dan Wholesale Open Access dan Wholesale adalah model pasar gas dimana akses hanya diberikan kepada perusahaan transmisi. Perusahaan transportasi berkompetisi untuk menjual gas secara unbundling ke kosumen besar. Harga gas tidak diatur lagi. Skemanya seperti pada gambar 6 dibawah ini, dimana gas dari produksi dijual ke perusahaan transportsi dan wholesaler yang diangkut oleh pipa transmisi perusahaan transportasi.
xxviii
Gambar 7. Open Access dan Kompetisi Wholesale (Sumber:BPH Migas)
d.
Model Unbundling dan Persaingan Retail Unbundling dan Persaingan Retail adalah industri gas bumi dimana akses pihak ketiga meliputi industri transmisi dan distribusi sehingga seluruh konsumen dapat memilih dengan bebas pemasuk gas bumi seperti yang terlihat pada gambar 7 dibawah ini. Dimana pad a tahap ini kontrol harga gas sudah tidak ada lagi.
Gambar 8. Model Unbundling dan Persaingan Retail (Sumber:BPH Migas)
Pada aturan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada Pasal 10 ayat (1) (2) dan 23 ayat (3) yang dapat dilihat pada Tabel 1 maka keadaan tata kelola gas bumi di Indonesia apabila berdasarkan kebijakan unbundling terletak pada model persaingan dalam produksi gas bumi karna unbundling masih pada tahap pemisahaan hulu dan hilir saja, berbeda dengan peraturan derivate/turunan yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas dan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009
xxix
tentang Usaha Gas Melalui Pipa yang sudah memisahkan kegiatan hilir dalam hal ini kegiatan usaha niaga dan pengangkutan (distribusi dan trasnmisi) yang berarti kebijakan unbundling yang dimaksud pada kedua peraturan turunan tersebut adalah model unbundling dan persaingan retail. Adapun resiko – resiko unbundling yang dihadapi Indonesia (PGN Annual Report, 2009:124) : a. Diberlakukannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa yang mengharuskan pemisahan kegiatan usaha transporter dan kegiatan usaha niaga gas bumi dalam badan usaha terpisah
dapat
menimbulkan
potensi
risiko
berkurangnya
pendapatan usaha Perusahaan dalam jangka panjang sebagai dampak
langsung
atas
meningkatnya
persaingan
dalam
mendapatkan pasokan gas dan kewajiban untuk pemanfaatan fasilitas bersama atas jaringan pipa. b. Sejalan dengan Pasal 31 huruf c Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa yang mana bagi badan usaha yang melakukan kegiatan usaha niaga dan pengangkutan ke dalam badan usaha yang terpisah maka masing-masing bidang usaha di masa yang akan datang dapat dikenakan ketentuan retribusi dan pajak yang terpisah. c. Penerapan open access dan unbundling justru akan menyebabkan perlambatan pengembangan infrastruktur pipa yang akan berujung pada krisis energi yang berasal dari gas bumi. Krisis energi tersebut dikarenakan tidak ada pemerataan distribusi gas bumi karena tidak tersedianya infrastruktur gas bumi. d. Menurut best practice dunia dalam pengembangan infrastruktur pipa gas bumi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya pengembangan infrastruktur pipa gas bumi yang belum matang perlu dilakukan secara bundled (terintegrasi) karena ada faktor
xxx
kedala ekonomis terkait resiko pioneering cost dan kendala teknis terkait penyesuaian standar penerapan pemanfaatan bersama pipa gas bumi. e. Tidak
mempertimbangkan
kesiapan
infrastruktur
dan
suprastruktur, terlebih tidak memprediksi panjangnya mata rantai kegiatan usaha gas bumi dan justru merusak tata kelola gas bumi di Indonesia yang sudah bertujuan mewujudkan kemakmuran rakyat dengan cara memberikan ketersediaan yang cukup, distribusi yang merata, dan terjangkaunya harga bagi orang banyak. 2. Tinjauan Mengenai Kesejahteraan Sosial a. Defenisi Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera”. Sejahtera ini mengandung pengertian dari bahasa Sansekreta “Catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini, kesejahteraan yang terkandung dalam arti “catera” (payung) adalah orang yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan, teman, dan kerja sama.
Dalam
pekerjaan sosial seringkali tingakatan kesejahteraan sosial dibagi menjadi sebagai berikut (Adi Fahrudi, 2012: 8-10) : 1) Social security 2) Social well being 3) Ideal status of social welfare Banyak pengertian kesejahteraan sosial yang dirumuskan, baik oleh para pakar pekerja sosial maupun Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dan badan – badan dibawahnya di antaranya: 1) Friedlander Social welfare is the organized system of social service and institutions, desgined to aid individuals and groups to attain satisfying standards of life and health, and personal and social
xxxi
relationships that permit them to develop their full capaties and to promote their well being in harmony with the needs of their families and the community. (Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosil dan isntitusi-institusi yang dirancang uuntuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga
dan
masyarakatnya)
(Friedlander, 2012: 20). 2) Elizabeth Wickenden dalam Adi Fahrudin Social welfare includes those laws, programs, benefit, and service which assure or strengthen provisions for meeting social need recognized as basic to the well being of the population and the better functioning of the social order. (Kesejahteraan social mencakup undang-undang, programprogram, manfaat-manfaat, dan pelayanan-pelayan, yang menjamin atau memperkuat pembekalan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang diakui sebagai dasar bagi kesejahteraan penduduk dan keberfungsian yang lebih baik) (Adi Fahrudin, 2012: 20). 3) Perserikatan Bangsa-Bangsa Kesejahteraan sosial
merupakan suatu
kegiatan
yang
terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka (Alfitri, 2012: 2). 4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 2 ayat (1) Kesejahteraan sosial ialah suatu saat kehidupan dan penghidupan sosial, materill ataupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin,
xxxii
yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sisal yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyrakat dengan menjujung tinggi hak- hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. 5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial 6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. b. Tujuan Kesejahteraan Sosial 1) Mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya. 2) Mencapai penyesuaian diri yang baik khsusunya denga masyarakat di lingkungan, misalnya dengan menggali sumbersumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan dari tata sosial (Adi Fahrudin, 2012: 10). c. Fungsi Kesejahteraan Sosial Fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejateraan masyarakat (Friedlander & Apte, 1982). d. Konsep Kesejahteraan Sosial di Indonesia
xxxiii
Dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang menjadi dasar bagi pembentukan negara Indonesia, disebutkan bahwa salah satu tugas
pemerintahan
negara
Indonesia
adalah
memajukan
kesejahteraan umum. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 ini tidak mengalami perubahan, sehingga apa yang tercantum di dalam Pembukaan tetap utuh seperti sediakala. Ini berarti bahwa salah satu tugas pemerintahan negara indonesia sekarang dan selanjutnya adalah juga unutuk memajukan kesejahteraan umum (Adi fahrudin, 2012: 1). Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia sesungguhnya juga mengacu pada konsep negara kesejahteraan. Dasar Negara Indonesia (sila kelima Pancasila) dan BAB XIV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sengaja diberi judul “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”. Artinya pembangunan nasional jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran
suatu
negara.
Istilah
kesejahteraan
umum
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tampaknya mempunyai arti yang sama dengan kesejahteraan sosial dalam BAB XIV. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 diakatakan dalam Pasal 3 bahwa RPJP Nasional merpakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tersebut pun juga menggacu pada kesejahteraan umum (Adi fahrudin, 2012: 2). Kebijakan dalam RPJP Nasional termasuk juga mengenai kebijakan Tata Kelola Gas Bumi merupakan fungsi negara sebagai agent of economic and social development yang mengacu pada kesejahteraan sosial. Menururt Firedman dalam Gunarto Suhari tugas negara sebagai of economic and social development dapat
xxxiv
dilaksanakan terutama sebagai daya dorong pertumbuhan ekonomi negara umumnya, memajukan sektor ekonomi tertentu yang bersifat vital seperti gas, pelistrikan, air dan lain-lain, untuk mewujudkan kesejahteraan, wujud pemerintah sebagai pengusaha maka
negara
dapat
membentuk
perusahaan
negara
(BUMN/BUMD) (Gunarto Suhari, 2002: 8).
B. Kerangka Pemikiran
Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”
Penguasaan SDE oleh Negara Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Sektor Hilir :
Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa
1. Penyimpanan 2. Pengelolaan 3. Pengangkutan (Distribusi dan Ttransmisi) 4. Niaga
Penerapan Skema Open Acess
Kebijakan Unbundling (pemisahaan)
xxxv
Guna tercapai Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang Ketenagalistrikan (Pemohon : Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara)
Legal Reasoning
Gambar 9. Kerangka Pemikiran : permasalahan
: didalamnya mengandung makna
Keterangan : Hukum dalam pembagunan nasional sebuah negara memiliki peran penting untuk mengawal agar pelaksanaanya sesuai dengan tujuan negara, salah satu tujuan negara Indonesia di dalam Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, yang mana selanjutnya amanat tersebut tercermin pada BAB XIV UUD NRI Tahun 1945 menangani perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, yang memberi arti bahwa salah satu instrumen dalam memajukan kesejahteraan umum yang merata bermula pada kesejahteraan
sosial
dengan
cara
melakukan
dan
meningkatkan
perekonomian negara sebagaimana di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 bumi dan air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya termasuk energi dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, negara pemilik sumber daya alam termasuk energi memiliki kedaulatan penuh dalam hal pengelolaan, pengawasan, pengurusan, dan pengaturannya.
xxxvi
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi lahir sebagai bentuk penguasaan negara dalam pengaturan, pengawasan, pengurusan, dan pengelolaan Gas Bumi. Diatur pula di dalamnya pemisahaan Badan Usaha Hulu dan Hilir, dimana Badan Usaha Hilir dapat melakukan kegiatan usaha sekaligus berupa pengelolaan, penyimpanan, pengakutan (distribusi dan transmisi) dan niaga. Untuk kepentingan umum dan persaingan usaha yang sehat, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa mengeluarkan kebijakan berupa pemberlakukan penggunaan pipa transmisi dan pipa distribusi yang tersedia secara bersama (open access), yang berimplikasi pada pemisahaan kegiatan usaha (Unbundling) bagi perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Pengangkutan dan Niaga. Kebijakan
Unbundling
menimbulkan
dampak
yang sangat
signifikan bagi perusahaan hilir yang bergerak di bidang Pengangkutan dan Niaga, salah satunya bagi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara yang memiliki infrastruktur pipa terpanjang di Indonesia (6.000km) dengan infrastruktur yang matang dan perusahaan negara yang stabil dengan profit yang tinggi. Mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan suprastruktur yang belum matang di Indonesia, terlebih tidak memprediksi panjangnya mata rantai kegiatan usaha gas bumi dan justru unbundling merusak tata kelola gas bumi di Indonesia yang sudah bertujuan mewujudkan kemakmuran rakyat dengan cara memberikan ketersediaan yang cukup, distribusi yang merata, dan terjangkaunya harga bagi orang banyak. Hal ini lah yang menjadi kajian penulis apakah kebijakan unbundling masih dapat memenuhi kesejahteraan sosial rakyat Indonesia. Unbundling bukan isu baru yang terjadi pada Tata Kelola Sumber Daya Energi di Indonesia, Ketenagalistrikan melalui Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Nasional ( PT PLN) sudah melakukan permohonan pembatalan unbundling terkait pemisahaan kegiatan distribusi dan transmisi listrik melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009
xxxvii
tentang Ketenagalistrikan. Alasan permohonan dan pertimbangan hukum di dalam putusan tersebut sekiranya dapat menjadi legal reasoning bagi Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk
dalam menjalankan kebijakan
Unbundling yang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi guna mecapai kesejahteraan sosial sesuai di dalam BAB XVI UUD NRI Tahun 1945.