4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Hati 1.1. Definisi Hati adalah organ penting dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak, alkohol, vitamin, dan mineral. Hati memproduksi empedu untuk pencernaan, dan hampir seluruh nutrient yang diserap di saluran gastrointestinal disalurkan pertama kali ke hati untuk diproses. Selain itu, hati merupakan organ terbesar yang mengandung banyak suplai darah di tubuh. Gangguan keseimbangan cairan terjadi apabila darah tidak dapat bersirkulasi dengan normal di hati dan hati gagal memproduksi cukup protein untuk mempertahankan tekanan onkotik serum. Dengan begitu banyaknya fungsi hati, tidak mengherankan jika penyakit hati dapat mengakibatkan masalah nutrisi yang berat. (Herbolt dan Edelstein. 2011) 1.2. Fungsi Hati Hati sebagaimana diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut yang memiliki banyak fungsi, di antaranya: a. Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila diperlukan, glikogen dipecah menjadi glukosa yang dilepaskan ke dalam aliran darah. b. Membantu proses pencernaan lemak dan protein. c. Membuat protein yang penting bagi pembekuan darah. d. Mengolah berbagai obat e. Membantu membuang racun dari tubuh. (Utami, 2012) Hati mempunyai fungsi sebagai pusat metabolisme dari semua bahan makanan yang kita makan (protein, lemak, dan karbohidrat), mengubah zat toksik menjadi tidak toksik, serta sekresi garam empedu dan beberapa plasma protein (albumin). (Astuti,H. 1996)
5
2. Sirosis Hati 2.1. Definisi Sirosis hati adalah tahap akhir dari proses fibrosis hati, yang merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. (Wikipedia, 2013) Pada sirosis hati terjadi perubahan struktur hati dan pembuluh darah. Penyakit ini mengurangi kemampuan hati untuk memproduksi protein dan hormon proses, nutrisi, obat-obatan, dan racun. (The Free Dictionary, 2009) 2.2. Etiologi Etiologi Sirosis Hati adalah: a. Malnutrisi b. Keracunan alkohol yang tidak dapat tercerna. c. Hepatitis kronis. d. Zat-zat hepatoksin (Digilib unimus, 2013) e. Hemochromatosis, yaitu defisit penyerapan di mana kelebihan zat besi disimpan dalam hati, pankreas, hati, dan organ-organ lainnya f. Penyakit Wilson, yaitu gangguan yang ditandai dengan akumulasi tembaga di hati, otak, ginjal, dan kornea mata. (The Free Dictionary, 2009) 2.3. Epidemiologi Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kejadian Sirosis Hati di Indonesia menunjukkan bahwa laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) pada usia 51-60 tahun. (Suyono, dkk, 2006) 2.4. Patofisiologi Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena porta. Darah
6
masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava inferior. Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati. (Utami, 2012) Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bila fungsi hati terganggu, maka pembentukan albumin juga terganggu menyebabkan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. (Hadi, 2002) 2.5. Komplikasi Sirosis Hati Karena sirosis memburuk, dapat terjadi gangguan system dan fungsi organ lain: 1. Masalah sirkulasi Impedansi aliran darah melalui hati menyebabkan darah kembali ke dalam vena porta, menyebabkan hipertensi portal. Keadaan ini memiliki beberapa konsukuensi serius: a. Terbentuk varises esophagus karena adanya aliran kembali darah yang menyebabkan vena di sekeliling esophagus menonjol ke dalam lumen esophagus. b. Terjadi
perdarahan
gastrointestinal
sewaktu
varises
esophagus pecah dan berdarah ke dalam esophagus dan lambung.
7
c. Asites (edema abdomen) timbul akibat hipertensi portal karena semakin tinggi tekanan dalam vena dan konsetrasi protein darah yang rendah membuat difusi cairan dari darah ke dalam jaringan abdomen sekitarnya, asites menyebabkan
kekenyangan
dini
dan
mual
serta
meningkatkan kecepatan metabolic basal. 2. Masalah metabolik Karena hati tidak mampu memetabolisasi glukosa, lemak, dan protein, dapat timbul komplikasi tambahan meliputi: a. Gangguan metabolisme protein, membuat konsentrasi protein darah rendah (albumin), protein-protein ini dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan osmotik normal dalam sirkulasi. Tanpa protein, cairan berdifusi dari darah ke dalam jaringan disekitarnya menyebabkan edema. b. Gangguan produksi empedu, menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mencerna lemak. Empedu juga merupakan alat ekskretori yang penting untuk bilirubin, karena bilirubun meningkat terjadi ikterus. 3. Masalah koagulasi Karena sirosis memburuk, hati menjadi tidak mampu mensintesis faktor koagulasi dan menyimpan vitamin K, menyebabkan masalah pembekuan darah. 4. Defisiansi vitamin Akibat
ketidakmampuan
hati
untuk
menghasilkan,
menggunakan, dan menyimpan vitamin tertentu (seperti A, C, dan K) tampak tanda-tanda defisiensi. 5. Anemia Anemia disebabkan oleh asupan makanan pasien yang buruk, gangguan fungsi gastrointestinal dan hati, serta gastritis
8
kronik. Sebaliknya hati ini mempengaruhi keseluruhan kemampuan pasien untuk melaksanakan kegiatan hariannya. 6. Gangguan mental Walaupun penyebab pasti kemunduran mental tidak dimengerti, hal ini diyakini berkaitan dengan tingginya kadar amonia. Amonia adalah produk metabolisme protein yang alami, terdapat di hati dan usus sebagai asam amino rantai panjang yang dipecah oleh bakteri normal. Pada sirosis, kadar amonia meningkat karena hati tidak lagi mengubah amonia menjadi urea yang dieksresi lewat urine. 7. Malnutrisi Akibat asupan, metabolisme, dan eksresi yang tidak adekuat, malnutrisi adalah gambaran sirosis yang menonjol. Keadaan ini dieksaserbasi pada kasus penyalahgunaan alcohol kronik, dalam keadaan ini saluran cerna sendiri juga dapat mengalami disfungsi serta tidak mampu menyerap nutrient tertentu. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011) 2.6. Manifestasi Sirosis Hati Sirosis hati pada tahap awal tidak menimbulkan gejala. Tetapi tes fungsi hati dapat mendeteksi perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti: 1. Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh. 2. Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah. 3. Kurang mampu mengolah limbah kimia (seperti bilirubin) dan memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh. Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah akibat dari jaringan hati fungsional
9
yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas hati. Gejala yang timbul adalah kelelahan, kelemahan, edema, asites, anoreksia, mual, muntah, kecenderungan mudah berdarah dan memar yang berakibat pada abnormalitas metabolik. (Utami, 2012) 2.7. Tipe Sirosis Hati Tipe sirosis hati berbeda-beda, dilihat dari etiologi adalah: 1. Sirosis pascanekrotik, biasanya akibat komplikasi hepatitis virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh pajanan terhadap toksin (seperti arsenic dan fosfat) lebih sering terjadi pada perempuan. 2. Sirosis portal, nutrisi atau alkoholik akibat malnutrisi dan alkoholisme kronik. 3. Sirosis kardiak, akibat kongesti vena dari gagal jantung kanan lama. 4. Sirosis
biliaris,
akibat
obstruksi
duktus
biliaris
atau
peradangan duktus biliaris. 5. Sirosis idiopatik, penyebabnya tidak diketahui. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011) Dari segi penatalaksanaan diet, sirosis hati dibedakan menjadi: 1. Sirosis Hati Terkompensasi Fungsi metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat masih normal untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Karena besarnya kapasitas cadangan parenkim hati, dengan jaringan hati yang masih baik ±25% masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh. 2. Sirosis Hati Dekompensasi : Sirosis hati dekompensasi (dengan asites dan edema), fungsi hati untuk mensintesis protein menurun sehingga kadar protein darah rendah yang mengakibatkan penurunan tekanan onkotik yang dapat memperberat asites dan edema.
10
3. Sirosis Hati dengan Perdarahan Saluran Cerna : Penyebab perdarahan adalah varises esophagus pecah, gastritis erosive dan gastropati hipertensi portal. Pada penderita dengan perdarahan saluran pencernaan akan menyebabkan kenaikan AAA (Asam Amino Aromatik) dan AAN (Asam Amino Netral) dalam serum yang merupakan faktor terjadinya ensefalopati hepatik. 4. Sirosis Hati dengan Ensefalopati Hepatik : Terjadi akibat gangguan metabolisme di otak oleh zat toksik (senyawa nitrogen) yang berasal dari usus besar melalui vena porta tanpa dinetralisasi oleh hati. (Astuti, H, 1996) 2.8. Penatalaksaan Diet pada Sirosis Hati Menurut Almatsier (2007) prinsip diet tergantung gejala yang ditimbulkan pada masing-masing penderita. Sebagai contoh, jika dalam keadaan ensefalopati maka asupan protein harus dibatasi. Tujuan pemberian diet pada penderita sirosis hati untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara : a. Meningkatkan
regenerasi
jaringan
hati
dan
mencegah
kerusakan lebih lanjut dan meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa. b. Mecegah katabolisme protein. c. Mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan berat badan bila kurang. d. Mencegah atau mengurangi asites, varises esophagus, dan hipertensi portal. e. Mencegah koma hepatik. Syarat pemberian diet sirosis hati, yaitu: a. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, diberikan bertahap sesuai kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/kg BB.
11
b. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk yang mudah dicerna. c. Protein sedikit tinggi, yaitu 1,25-1,5 g/kg BB supaya terjadi anabolisme protein. Apabila terdapat gejala ensefalopati yang disertai peningkatan amoniak dalam darah, pemberian protein sebanyak
30-40
g/hari
sedangkan
pada
sirosis
hati
terkompensasi, protein diberikan sebanyak 1,25 g/kg BB. d. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. e. Natrium dibatasi sesuai tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat diuretika maka garam dapat diberikan lebih leluasa. f. Bentuk makanan biasa atau sesuai kemampuan saluran cerna, diberikan makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah. g. Porsi diberikan kecil, tapi sering h. Cairan diberikan lebih banyak kecuali bila ada kontraindikasi. i. Hindari bahan makanan yang menimbulkan gas j. Pemberian natrium dibatasi bila ada odema dan asites. (Almatsier, 2007) Penderita sirosis tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi mereka dengan makanan oral, mungkin akibat ensefalopati, anoreksia, dan perdarahan gastrointestinal. Pada kasus ini nutrisi enteral dan parenteral mungkin dapat digunakan. Formula untuk pasien sirosis hati meliputi
formula
asam
amino
rantai
cabang
yang
sewaktu
dimetabolisasi tidak menghasilkan ammonia. 2.9. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium a. Darah,
Anemia
normokrom
normositer,
hipokrom
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT) c. Albumin dan globulin serum, Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada penyakit hati adalah penurunan
12
kadar albumin dan kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin gamma. d. Penurunan kadar CHE e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. f. Pemanjangan masa protrombin g. Peningkatan kadar gula darah h. Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti Hbs-Ag, Hbe-Ag, HBV DNA, penting untuk menentukan etiologi sirosis hepatis. Pemeriksaan Fisik a. Hati : Biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul dan nyeri tekan. b. Splenomegali c. Asites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen d. Manifestasi di luar perut : Spider nevi di tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medusae. (Suyono, dkk, 2006)
3. Status Albumin Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, dinyatakan sebagai keadaan tubuh yang merupakan akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Konsumsi makanan seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status albumin didapat melalui metode penilaian status gizi yang
dapat
dilakukan
secara
langsung
diantaranya
adalah
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik sedangkan penilaian tidak langsung diantaranya adalah survey konsumsi pangan, statistik vital, dan faktor ekologi. (Istiany dan Rusilanti, 2013)
13
Penilaian status albumin berdasakan pemeriksaan biokimia pada pasien sirosis hati dilihat menggunakan indeks albumin. Tabel 1 Indeks Albumin Kadar albumin (g/dL) Normal
3.5 – 5.0
Deplesi Ringan
3.0 – 3.5
Deplesi Sedang
2.5 – 3.0
Deplesi Berat
< 2.5
(Buchman, 1997)
4. Asupan Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup, merupakan bagian terbesar tubuh setelah air, yaitu seperlima bagian tubuh. Protein adalah molekul makro, terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. (Almatsier, 2009) Klasifikasi Protein berdasarkan asam amino yang membentuknya: a. Protein sempurna, yaitu mengandung asam amino esensial lengkap untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan berbagai jaringan dalam tubuh. Umumnya protein hewani dinilai sebagai protein
sempurna
karena
memenuhi
unsur-unsur
biologis
sempurna, contoh: casein pada susu dan albumin pada putih telur. Sedangkan dari protein nabati, yaitu kacang kedelai. b. Protein kurang sempurna, yaitu protein yang sebagiannya mengandung asam amino esensial lengkap tetapi sebagiannya lagi tidak lengkap atau hanya sedikit saja, oleh karena itu golongan protein ini hanya untuk mempertahankan jaringan dalam tubuh. Semua protein nabati kecuali kacang kedelai adalah termasuk golongan protein kurang sempurna, contoh: legumin pada kacang-
14
kacangan dan gliadin pada gandum. (Kartasapoetra, G dan Marsetyo. 2005) Berdasarkan susunan kimiawinya, Albumin dalam telur dan susu merupakan protein sederhana karena tidak berkaitan dengan zat lain. Berdasarkan kandungan asam aminonya, protein hewani seperti telur, daging, ikan, dan ayam dan protein nabati seperti kacang kedelai merupakan protein sempurna, yaitu protein yang mengandung semua macam amino essensial. Asam amino essensial ialah asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari bahan makanan sedangkan asam amino non-esensial dapat dibentuk oleh tubuh, seperti alainine yang berguna menjaga fungsi hati. (Atok, 2011) Asupan protein merupakan aspek terapi nutrisi yang sulit pada penderita sirosis hati karena tubuh memerlukan tambahan protein untuk penyembuhan dan pembentukan jaringan, tetapi metabolisme protein menyebabkan tingginya kadar amonia dalam darah. Asupan protein yang rendah diberikan pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik. Protein plasma (albumin) berfungsi untuk membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan menarik cairan dan menyebabkan perubahan dalam tekanan osmotik. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011) Asupan protein berperan penting dalam penanggulangan gizi pada penderita sirosis hati. Untuk membentuk protein tubuh diperlukan serangkaian asam amino terutama yang merupakan unsur pembentuk protein tubuh. Umumnya protein yang dibutuhkan adalah yang banyak mengandung asam amino esensial. Protein diabsorpsi di usus halus dalam bentuk asam amino masuk ke dalam darah, asam amino disebar keseluruh sel untuk disimpan, bila di dalam sel asam amino disimpan dalam bentuk protein (dengan menggunakan enzim). Hati merupakan jaringan utama untuk menyimpan dan mengolah protein.
15
Jika jumlah protein terus meningkat maka protein sel dipecah jadi asam amino untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses deaminasi atau transaminasi. Transaminasi: alanin + alfa-ketoglutarat → piruvat + glutamate Diaminasi: asam amino + NAD+ → asam keto + NH3 NH3 merupakan racun bagi tubuh yang harus diubah terlebih dahulu menjadi urea di hati supaya dapat dibuang melalui ginjal. Apabila hati mengalami kerusakan maka proses perubahan NH3 menjadi urea terganggu sehingga terjadi penumpukan NH3 dalam darah yang menyebabkan uremia. NH3 yang bersifat racun dapat meracuni otak sehingga mengakibatkan koma hepatikum. (Suparyanto, 2010) Sintesis protein tidak akan terjadi bila jumlah protein tersebut tidak memadai. (Ratnasari, 2001). Malnutrisi juga bisa disebabkan oleh peningkatan metabolisme yang kemungkinan dipengaruhi oleh hormon, tapi walaupun demikian yang menimbulkan malnutisi pada penyakit hati adalah asupan makanan kurang (asupan protein). Jika asupan protein dalam makanan kurang, maka pembentukan albumin mengalami penurunan (Noer, 1998). Metabolisme Protein Merupakan satu proses yang terdiri dari dua bagian. Protein dipecah oleh tubuh menjadi asam amino melalui proses katabolisme, kemudian disintesis kembali ke dalam jaringan yang membutuhkan melalui anabolisme. Konversi yang berjalan terus menerus ini diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan seluruh protein dalam tubuh. Hati memiliki peran penting yang berhubungan dengan metabolisme protein, hati mengambil asam amino untuk membuat selsel hati, asam amino nonesensial, dan protein plasma (albumin). Hati mengatur metabolisme energi dengan membuang nitrogen dari asam amino sehingga asam tersebut dapat dibakar menjadi energi dan
16
dengan mengubah asam amino menjadi glukosa atau lemak jika dibutuhkan. Keseimbangan nitrogen yang negatif terjadi ketika pemecahan protein melebihi sintesis protein. (Brenna H, Tucker L, William S. 2011) Defisiensi protein terjadi pada pemasukan protein kurang sehingga kekurangan kalori, asam amino, mineral, dan faktor lipotropik. Akibatnya terganggunya pertumbuhan tubuh, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukkan zat anti dan serum protein akan terganggu. Menyebabkan penderita mudah terserang penyakit infeksi, perjalanan infeksi berat, luka sukar sembuh dan mudah terserang penyakit hati akibat kekurangan faktor lipotropik macam-macam penyakit defisiensi protein antara lain adalah Hipoproteinemia, dapat disebabkan eksresi protein darah berlebihan melalui air kemih, pembentukan albumin terganggu seperti pada penyakit hati, absorpsi albumin berkurang akibat kelaparan, penyakit usus, dan penyakit ginjal. (Hamdi, 2012) Metabolisme protein yang terganggu bisa menimbulkan komplikasi pada penyakit hati. Komplikasi tersebut dikenal dengan Hepatic Encephalopathy (Koma Hepatik). Beberapa hal yang mendorong terjadinya Koma Hepatik yaitu : 1. Akumulasi bermacam-macam racun yang disebabkan oleh melemahnya fungsi hati. Amonia merupakan penanda racun yang dihubungkan dengan encephalopathy. 2. Neurotransmiter yang salah. Ini ditandai dengan perubahan komposisi plasma asam amino dan penurunan rasio asam amino rantai cabang (AARC) terhadap asam amino aromatik (AAA). 3. Peningkatan substansi penghambat saraf otak dan serum yang ditandai dengan peningkatan kadar asam gamaaminobutirik (GABA) dan peningkatan densitas reseptor GABA otak (Nelson et al. 1994). (Primadani, 2006)
17
Pemberian protein pada penderita sirosis hati disesuaikan dengan
komplikasi
keadaan
pasien.
kelebihan
protein
dapat
mengakibatkan peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati. Pada sirosis hati dengan komplikasi asites diberikan diet protein tinggi diutamakan berasal dari AARC karena mempertimbangkan kadar albumin dan protein total yang rendah Pada pasien sirosis hati, rasio asam amino rantai cabang (AARC) seperti valin, leusin, dan isoleusin terhadap asam amino aromatic (AAA) seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin sering ditemukan abnormal terutama pada pasien yang mengalami malnutrisi. Rasio AARC-AAA pada keadaan normal = 3 - 3,5 sedangkan rasio AARC-AAA pada sirosis hati dengan ensefalopati 1 - 1,5 sehingga AAA dapat masuk ke otak. Menjaga keseimbangan kedua macam asam amino ini dapat menghindarkan pasien dari kejadian ensefalopati hepatik. Pada keadaan sirosis hati lanjut terjadi pemecahan protein otot, asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi dan metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk, dengan demikian cadangan energi lebih banyak dan stadium kompensata dapat dipertahankan. Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti dan Mulyati (2005), bahwa kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada pasien sirosis hati yang diberikan suplemen Branch Chain Amino Acid (BCAA). Penelitian oleh Suzzana (2011) pada pasien ensefalopati sirosis yang mengalami malnutrisi akan mengalami perbaikan jika diberikan terapi diet jumlah kalori 35-40 kal/kg BB dan 1,5 g protein / kg BB yang mengandung BCAA substitusi seperti L-ornithine-Laspartate. (Utami, 2012)
18
5. Kadar albumin Kadar albumin darah merupakan hasil kecepatan sintesis hati dikurangi kecepatan degradasi dan distribusi albumin kedalam ruang intra dan ekstra vaskuler. Albumin adalah protein yang larut dalam air, membentuk ≥ 50% protein plasma ditemukan hampir pada tiap jaringan albumin (C720 H 1134 N 218 S5 O 248), di buat di hati dan berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah sehingga cairan vascular dapat dipertahankan. Penurunan abumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular menuju ke jaringan sehingga terjadi edema. Hipoalbuminemia (Penurunan Albumin dalam darah) disebabkan oleh berkurangnya sintesis albumin, malnutrisi, radang penyakit hati menahun, meningkatnya katabolisme pada penderita sirosis hati. (Sutedjo, AY, SKM, 2007) Sintesa albumin terutama dihati yaitu sebanyak 9-12 g/hari pada orang dewasa normal dan merupakan 25% dari total protein hati setiap hari. Katabolisme albumin terjadi di sel hati, dimana sebanyak ± 15% albumin yang sudah tua usianya akan diurai kembali menjadi berbagai komponen asam amino yang kemudian siap digunakan untuk berbagai sintesis protein yang dibutuhkan tubuh. Sisanya sebanyak 4060% di sel otot dan kulit. Distribusi albumin terjadi di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah (cairan intertitial). Pada sirosis hati akan dijumpai rendahnya produksi albumin.
19
B. Kerangka Teori Malnutrisi Alkohol Gangguan
Hepatitis Kronis Zat-zat hepatoksin Hemochromatosis
Sirosis Hati
metabolisme Protein
Penyakit Wilson Hipoalbuminemia
Asites Edema