13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teori Struktur Ekonomi Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan bagian penting dari
pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui pendapatan riil per kapita yang tinggi. Berarti pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang. Selain peningkatan produksi dan pendapatan agregat, proses pembangunan akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi masyarakat. Perubahan struktur ini, selain disebabkan oleh peningkatan pendapatan per kapita juga disebabkan oleh perubahan teknologi, peningkatan sumber daya manusia, dan penemuan sumber material baru untuk produksi. Model Input-Output Badan Pusat Statistik (2005) menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling mempunyai keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu rentang waktu tertentu (satu tahun) yang disajikan dalam bentuk matriks. Isian sepanjang baris memperlihatkan alokasi output dan menurut kolom menunjukkan struktur input dalam proses produksi. Sebagai model kuantitatif, tabel Input-Output (tabel I-O) mampu memberi gambaran tentang : 1. Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah; 2. Struktur input antara (intermediate input), yang menunjukkan penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor; dan 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. Proses pembangunan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama dan telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlah faktor, yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan agregat (AD), dan faktor-
14
faktor dari sisi penawaran agregat (AS), atau dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan. Selain itu, perubahan struktur ekonomi juga dipengaruhi secara langsung/tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Dari sisi permintaan agregat, faktor yang paling dominan adalah peningkatan
pendapatan
per
kapita
masyarakat,
yang
perubahannya
mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang dikonsumsi. Apabila pendapatan riil masyarakat meningkat maka pertumbuhan permintaan akan barang-barang non makanan akan lebih besar daripada pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Perubahan ini menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru, dan meningkatkan output di industri-industri yang ada. Dari sisi penawaran agregat (AS), faktor-faktor penting di antaranya adalah pergeseran keunggulan komperatif, perubahan teknologi, peningkatan pendidikan atau kualitas SDM, penemuan sumber-sumber bahan baku baru (new recources) untuk produksi, dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk melakukan inovasi dalam produk atau proses produksi dan pertumbuhan produktivitas sektoral dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni teori migrasi dari Arthur lewis, dan teori transformasi struktural dari Hollis Chenery. Teori Arthur Lewis (dalam Jhingan 2000) pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan (rural) dan di daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena jumlah penduduk yang tinggi, maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat kehidupan masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan produk marjinal sama dengan nol, dan tingkat upah riil yang sangat rendah. Hubungan antara upah, jumlah tenaga kerja pada perekonomian pedesaan dapat dijelaskan
15
dengan menggunakan model persamaan ekonometrik sederhana mengenai dinamika pasar tenaga kerja yang terdiri dari : NpD = Fd (W-p, Q+p) …..……………………..………………...…….… 2.1 NpS = Fs (Wp) ..…………………….………………………………..… 2.2 NpD = NpS = Np ..………………...…………....………………….……. 2.3 Qp = Fq p(Np) ..………………………………………………..…...…... 2.4 Persamaan (2.1) adalah permintaan tenaga kerja (NpD ) yang merupakan fungsi negatif dari tingkat upah (Wp) dan fungsi positif dari jumlah output sektor pertanian (Qp). Persamaan (2.2) adalah penawararan tenaga kerja (NpS) yang merupakan fungsi dari tingkat upah (Wp). Persamaan (2.3) mencerminkan keseimbangan di pasar tenaga kerja (labour market), yang menghasilkan suatu tingkat upah dan jumlah tenaga kerja keseimbangan. Sedangkan persamaan (2.4) adalah fungsi produksi di sektor pertanian (Qp) yang merupakan fungsi dari jumlah tenaga kerja yang digunakan (Np). Nilai produk marjinal nol, artinya fungsi produksi di sektor pertanian seperti yang digambarkan pada persamaan (2.4) sudah berada pada skala kenaikan hasil yang semakin berkurang (diminishing return to scale), dimana setiap penambahan jumlah tenaga kerja justru akan menurunkan jumlah output yang dihasilkan. Dalam kondisi demikian, pengurangan jumlah tenaga kerja tidak akan menurunkan jumlah output di sektor pertanian. Hal inilah yang akan mendorong tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian menjadi sangat rendah. Di lain pihak, sektor industri di perkotaan yang mengalami kekurangan tenaga kerja berada pada skala kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to scale), dimana produk marjinal tenaga kerja positif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat upah tenaga kerja di sektor industri relatif tinggi. Perbedaan tingkat upah tenaga kerja pada kedua sektor ini akan menarik banyak tenaga kerja untuk berpindah (migrasi) dari sektor pertanian ke sektor industri. Karena persediaan tenaga kerja di sektor pertanian tidak terbatas, maka sektor industri dapat berkembang dengan menarik tenaga kerja secara tidak terbatas dari sektor pertanian. Tenaga kerja bersedia pindah ke sektor industri karena mereka dapat menerima upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah subsisten di sektor pertanian. Produktivitas marginal tenaga kerja di sektor
16
industri lebih tinggi dari upah yang mereka terima, sehingga mengakibatkan terbentuknya surplus sektor industri. Surplus sektor industri dari selisih upah ini diinvestasikan kembali seluruhnya dan tingkat upah di sektor industri diasumsikan konstan serta jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian. Oleh karena itu, laju dari proses transfer tenaga kerja tersebut ditentukan oleh tingkat investasi dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor Industri. Pada tingkat upah sektor industri yang konstan, kurva penawaran tenaga kerja perdesaan dianggap elastis sempurna. Sektor industri akan terus menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian sampai pada titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja sektor industri. Pada akhirnya rasio tenaga kerja-kapital (capital labor ratio) naik dan penawaran tenaga kerja di sektor pertanian tidak lagi elastis sempurna. Karena dalam model Lewis diasumsikan bahwa surplus sektor industri dari selisih upah diinvestasikan kembali seluruhnya, maka kurva produk marginal tenaga kerja akan bergeser ke kanan. Proses ini dapat digambarkan sebagai pergeseran kurva penawaran tenaga kerja atau produktivitas marginal ke kanan pada sektor industri pada tingkat upah yang lebih tinggi daripada upah subsisten di sektor pertanian, seperti disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Model Dua Sektor Lewis.
Menurut Todaro (2000), model Lewis pada kenyataannya mengandung beberapa kelemahan karena asumsi-asumsi yang digunakan, khususnya untuk sebagian besar negara berkembang. Kelemahan pertama menyangkut reinvestasi modal dimana model tersebut mengasumsikan bahwa tingkat pengalihan tenaga
17
kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor industri sebanding dengan tingkat akumulasi modal. Namun fenomena menunjukkan bahwa sebagian besar reinvestasi justru dilakukan untuk mengembangkan industri dengan teknologi yang hemat tenaga kerja. Dengan demikian penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian akan berjalan lamban. Belum lagi adanya kenyataan bahwa akumulasi modal tidak seluruhnya ditanamkan kembali di dalam negeri. Pelarian modal (capital flight) ke luar negeri sering terjadi karena alasan faktor keamanan di dalam negeri. Kelemahan kedua menyangkut asumsi surplus tenaga kerja yang terjadi di perdesaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kelangkaan tenaga kerja pertanian di perdesaan sudah mulai dirasakan, sementara pengangguran banyak terjadi di perkotaan. Kelemahan ketiga menyangkut asumsi tentang pasar tenaga kerja yang kompetitif di sektor industri, sehingga menjamin upah riil di perkotaan yang konstan sampai pada suatu titik dimana surplus tenaga kerja habis terpakai. Pada kenyataannya upah di pasar tenaga kerja sektor industri cenderung meningkat dari waktu ke waktu, baik secara absolut maupun secara riil. Dengan beberapa kelemahan tersebut di atas, maka konsep pembangunan dengan berbasis pada perubahan struktural seperti dalam model Lewis memerlukan beberapa penyempurnaan sesuai dengan fenomena ekonomi yang ada. Sementara teori dari Chenery dikenal dengan pattern of development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan GDP yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah (value added) dari semua sektor ekonomi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Misalkan suatu perekonomian hanya terdiri dari sektor pertanian dan sektor industri. Sehingga nilai tambah (NT) untuk masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai NT p dan NTi
yang
membentuk GDP, maka : GDP = NTp + NTi .……………………....………………...……..…… 2.5 Atau GDP[ a(t)p + a(t)I ] = 1 ..………………….……...………..………….. 2.6
18
Dimana a(t)p adalah pangsa GDP dari sektor pertanian dan a(t) i adalah pangsa GDP dari sektor industri, t menunjukkan periode. Pada tahap awal pembangunan (t=0), sebelum sektor industri berkembang, pangsa GDP dari sektor industri lebih kecil dibanding pangsa GDP dari sektor pertanian atau a (0) I < a(0)p. Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, di mana pangsa GDP dari sektor industri semakin meningkat, sementara pangsa GDP dari sektor pertanian menurun. Pada tahap akhir pembangunan (t=1)
a(1)I > a(1)p, di mana a(1)I >
a(0)i dan a(1)p < a(0)p. Proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestik kearah industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor, seperti yang terjadi di New Industrial Countries (NICs). Dalam model transformasi struktural, relasi antar pertumbuhan output di sektor industri manufaktur, pola perubahan permintaan domestik kearah output industri dan pola perubahan perdagangan luar negeri dapat diformulasikan dalam suatu persamaan sederhana sebagai berikut : Qi = Di + (Xi – Mi) +
j
Xij ……………………..…………..…….… 2.7
Dimana Qi = jumlah output bruto dari industri manufaktur; Di = permintaan domestik terhadap produk akhir industri manufaktur; (X i – Mi) adalah ekspor neto ;
j
Xij =
a ijX j adalah penggunaan produk manufaktur sebagai barang
antara oleh sektor j; aij = koefisien input-output yang diasumsikan bervariasi sehubungan dengan variasi tingkat pendapatan per kapita.
Gambar 4 Perubahan struktur Ekonomi Dalam Proses Pembangunan Ekonomi : Suatu Ilustrasi
19
Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat faktor berikut : a. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri manufaktur. b. Perluasan ekspor, atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur. c. Subsitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur. d. Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij) di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan GDP atau GNP. Kontribusi output dari sektor pertanian dalam pembentukan GDP semakin mengecil, sementara pangsa GDP dari industri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan GDP atau pendapatan nasional per kapita. 2.2
Teori Pertumbuhan Ekonomi Tujuan dari pertumbuhan ekonomi adalah meningkatkan pendapatkan
perkapita penduduk. Pendapatan perkapita kemudian akan memperluas pilihanpilihan (enlarging choices) penduduk untuk mencapai kesejahteraan-nya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi adalah faktor yang penting untuk mencapai tingkat kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu salah satu fokus dalam ilmu ekonomi adalah mengenai teori-teori pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teori pertumbuhan pada umumnya berusaha mengidentifikasi faktor-faktor penyebab pertumbuhan dan prilakunya. Secara umum teori-teori pertumbuhan ekonomi menyebutkan bermacammacam sumber pertumbuhan ekonomi, diantaranya bersumber dari perdagangan, spesialisasi, pertumbuhan penduduk, tabungan, investasi, akumulasi kapital,
20
proporsi faktor produksi, teknologi sampai dengan teori baru yang berfokus pada keunggulan sumber daya manusia. 2.2.1
Pertumbuhan Ekonomi Klasik. Ahli ekonomi klasik yang paling terkemungka yaitu Adam Smith, ada
beberapa hal yang di tekankan oleh Adam Smith kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi adalah: sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada pengangguran, hal itu bersifat sementara. Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat "aturan main" yang memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh John Maynard Keynes (1936), dalam
dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil
pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), pengawasan
langsung
dan
mengandalkan
mekanisme
pasar
dengan
menginginkan peran pemerintah sekecil mungkin. Kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada kaitan dengan tingkat saving dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mantap dan berkelanjutan. Pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan jasa yang melayani kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat menanganinya apabila tidak diberi hak khusus.
21
2.2.2
Teori Pertumbuhan Harrod-Domar. Harrod dan Domar, membuat analisis dan menyimpulkan bahwa
pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut: G = k .................................................................................................. (2.8) Dimana : G = Growth (tingkat pertumbuhan output) k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh V (capital output ratio = rasio modal output). Apabila tabungan dan investasi adalah sama ( I = S), maka : I K
S K
S Y
Y K
S /Y K /Y
S ……….…………………………….. V
(2.9)
Richardson, H.W (1977) mengatakan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi / hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocorankebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara lokal dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat menyeimbangkan tingkat pertumbuhan angkatan kerja dan tingkat pertumbuhan output. jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya menjadi sedikit longgar.
22
Syarat statistik bagi perekonomian terbuka : S + M = I + X atau (s + m) Y = I + X, atau : I Y
M = Impor
dan X = Ekspor
X .............................................................................................. (2.10) Y
s m
Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah I dapat dirumuskan sebagai impor daerah – daerah lain. n
Xi
n
Mij j 1
mjiYj ................................................................................. (2.11) j 1
Ekspor daerah i = total
daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal
propensity to import) daerah-daerah j dari daerah i dikalikan dengan tingkat pendapatan masing-masing setiap daerah j. Dengan demikian, Richardson merumuskan persamaan pertumbuhan suatu wilayah adalah :
gi
si mi
mjiYj / Yi Vi
............................................................................ (2.12)
Catatan : I Y
s m
X Y
gi . vi = si + mi – ( mji Yj)/Yi
I Y
gi
S Y
s.v dimana g v
si mi (
s v
mjiYj ) / Yi vi
Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gi tinggi, dikehendaki agar : Si (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi, ekspor = kecil, vi (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang kecil dapat meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini, kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk dari setiap faktor di atas. Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang. dalam prakteknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan menarik modal tenaga kerja dari daerah
lain yang
pertumbuhannya rendah dan hal ini membuat pertumbuhan antara daerah menjadi
23
pincang. Artinya, daerah yang maju kian maju dan yang terbelakang akan makin ketinggalan.
Jadi
pertumbuhan
antara
daerah
akan
mengarah
kepada
hetteorgenous (makin pincang).
2.2.3 Teori Pertumbuhan Neoklasik. Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow dari Amerika Serikat dan T.W. Swan dari Australia.
Model Solow-Swan
menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi dengan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Oleh sebab itu, fungsi produksinya berbentuk : Yi = fi (K,L,t) ........................................................................................ (2.13) Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson kemudian menderivasikan rumus di atas menjadi sebagai berikut : Yi = a i ki + (1-ai) ni + T i ..................................................................... (2.14) dimana : Yi
: besarnya output
Ki
: tingkat pertumbuhan modal
ni
: tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Ti
: kemajuan teknologi
a
: bagian yang di hasilkan oleh faktor modal
(1- a)
: bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal
Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment). Dengan demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa : MPKi
Y ai i Ki
p ……………………………….……………….… (2.15)
MPKi = Marginal productivity of capital Jika p sudah tertentu dan a tetap konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan tingkat yang sama. Syarat keseimbangan bagi keseluruhan sistem adalah Ii i 1
Si i 1
……………………………..………..….……….…… (2.16)
24
(walaupun dari suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi ) Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal tenaga kerja (K/L). Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah riil yang tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah terdapat upah riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi. Sebaliknya, tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah tinggi. Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor produksi di semua daerah sama. Dengan demikian, perekonomian regional/ pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin sama). Analisis lanjutan dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat S (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali (di wilayah tersebut). 2.2.4
Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Interregional. Pertumbuhan
regional
pada
dasarnya
mengunakan
konsep-konsep
pertumbuhan ekonomi secara agregat. Hanya saja titik tekanan analisis pertumbuhan regional lebih diletakan pada
perpindahan faktor (factor
movements). Arus modal dan tenaga kerja yang mengalir dari suatu daerah ke daerah lain membuka peluang bagi perbedaan tingkat pertumbuhan antar daerah. Dalam analisis dinamik, tingkat pertumbuhan suatu daerah dapat jauh lebih tinggi dari tingkat normal yang dicapai oleh perekonomian nasional ataupun sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi regional adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di regional tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Perhitungan pendapatan regional pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan
25
dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Kemakmuran suatu regional selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di regional tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar regional atau mendapat aliran dana dari luar wilayah, menurut Budiono (1999), "Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang," jadi, persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Teori ekonomi regional menyatakan, kemakmuran suatu regional selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di regional tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar regional atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Berdasarkan terori ekonomi
regional
tersebut
maka
dalam
model
pertumbuhan
ekonomi
interregional memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Richardson (dalam Boediono 1999) dengan memanipulasi rumus pendapatan yang dikemukakan pertama kali oleh Keynes, merumuskan model interregional ini sebagai berikut : Pendapatan daerah adalah Yi = Ci + Ii + Gi + X i - Mi ................................................................ (2.17) Pendapatan = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor Dimana : Ci = ai + ci Ydi ..................................................................................... (2.18) Ydi = disposable income ci = Marginal propensity to consume
Ii
Ii ................................................................................................... (2.19)
Gi
Gi ................................................................................................. (2.20)
26
Xi
mjiYj ….................................................................... (2.21)
Mji j 1
j 1
Dimana : Mi
mijYi d ..................................................................................... (2.22)
Yi d
Yi Ti .......................................................................................... (2.23)
Ti
tiYi ................................................................................................ (2.24)
Dimana : t = Tingkat pajak marginal
Ai
ai
Ii Gi .................................................................................. (2.25)
Dimana : Ai = pengeluaran otonom total Jika persamaan-persamaan (2.17) sampai dengan (2.25) dimasukkan ke dalam persamaan no. (2.10) dan di tata kembali dalam rumus pendapatan daerah Richardson (1977) :
Yi
Ai 1 (ci
mjiYj (1 t ) .................................................................. (2.26) mij )(1 ti )
Arti dari rumus ini adalah pendapatan daerah i terdiri dari penjumlahan pengeluaran otonom ditambah dengan ekspor dikali multiplier regional. Multiplier regional adalah:
K
1 (ci
1 ………..........................................……... (2.27) mji)(1 ti)
Model no. (2.26) dapat disederhanakan menjadi : Yi = A + Ki Xi Pendapatan regional = pengeluaran otonom ekspor multiplier. Model ini berbeda dari model basis ekspor. Dalam model interregional perubahan pendapatan regional dapat berasal dari beberapa sumber, dan tidak lagi sematamata dari perubahan ekspor. Dalam model pertumbuhan interregional, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dalam analisis I-O interregional (Nazara, 1997), tiga hal utama yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yaitu : (1) investasi, (2) pengeluaran pemerintah, dan (3) perdagangan antara daerah (ekspor-impor).
27
Dengan menggunakan Model Pertumbuhan Interregional, maka diperoleh persamaan pendapatan regional sebagai berikut :
Yi Karena
Yi
Ai 1 (ci
mjiYj (1 t ) ................................................................. (2.28) mij)(1 ti)
Ai
Ii Gi , maka persamaan di atas menjadi :
ai
(ai Ii Gi 1 (ci
mjiYj (1 t ) ........................................................ (2.29) mij)(1 ti)
Maka persamaan di atas diartikan bahwa : pendapatan daerah I (Yi) terdiri dari penjumlahan pengeluaran otonom ditambah dengan ekspor dikalikan dengan multiplier regional. Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat kita lihat bahwa investasi (I) pada suatu daerah akan berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap pendapatan daerah (Y) tersebut. Artinya, apabila investasi di suatu daerah bertambah besar, maka secara teoritis akan meningkatkan pendapatan daerahnya. Besarnya dampak perubahan pendapatan daerah akibat perubahan investasi (dY/dI) tergantung pada angka pengganda (multiplier) regional. Angka pengganda regional (K) dari persamaan di atas, adalah : dY / dI
K
1 (ci
1 ………….………….……….. (2.30) mij )(1 ti )
Dimana : k : multiplier regional c
: marginal propensity consume
m : marginal propensity to import t
\
: tingkat pajak marginal
Dari uraian diatas maka sumber-sumber perubahan pendapatan regional meliputi : 1. Perubahan pengeluaran otonom regional (misalnya investasi dan pengeluaran pemerintah) 2. Perubahan tingkat pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada dalam suatu sistem yang akan terlihat dari perubahan ekspor dari daerah i 3. Perubahan salah satu di antara parameter-parameter model (hasrat konsumsi marginal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak marginal)
28
Selanjutnya skenario tentang pertumbuhan antara daerah adalah : a. Surplus impor karena peningkatan pendapatan kerja masuk
impor meningkat
impor daerah sekitar meningkat
investasi masuk
tenaga
mendorong ekspor daerah sekitar ekspor daerah i meningkat
pemerataan
pembangunan. b. Surplus impor karena produksi merosot kerja keluar
investasi keluar
impor daerah luar meningkat
migran tenaga
ekspor daerah i meningkat
menjadi sadle-point untuk daerah i tetapi dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah
pembangunan antara daerah makin pincang.
Dalam model pertumbuhan interregional terlihat bahwa kemampuan untuk meningkatkan ekspor sangat berpengaruh demi menjamin kelangsungan pertumbuhan suatu
daerah dan menciptakan pemerataan pertumbuhan antara
daerah (Tarigan 2005), menjelaskan hubungan yang terjadi antara daerah yang lebih maju (sebut saja dengan istilah kota) dengan daerah lain yang lebih terbelakang, sebagai berikut : 1. Generatif : yaitu hubungan yang saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya. Daerah kota dapat menyerap tenaga kerja atau memaparkan produksi dari daerah pedalaman (daerah yang lebih terbelakang). Sementara itu, daerah pedalaman berfungsi sebagai tempat untuk memasarkan produkproduk yang dihasilkan oleh industri perkotaan, dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Selain itu, kota merupakan tempat inovasi dan modernisasi yang dapat diserap oleh daerah pedalaman. Adanya pertukaran dan saling ketergantungan ini, akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sejajar antara daerah kota dengan daerah yang ada di belakangnya. 2. Parasitif : yaitu hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju (tidak banyak membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya. Kota parasitif umumnya adalah kota yang belum banyak berkembang industrinya, dan masih memiliki sifat daerah pertanian tetapi juga perkotaan sekaligus.
29
3. Enclave (tertutup), dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah sekitarnya yang lebih terbelakang. Buruknya prasarana, perbedaan taraf hidup dan pendidikan yang mencolok dan faktor-faktor lainnya dapat menyebabkan kurangnya hubungan antara kedua daerah di atas. Untuk menghindari hal ini, daerah-daerah terbelakang perlu didorong pertumbuhannya, sedangkan daerah yang lebih maju dapat berkembang atas kemampuannya sendiri. Pertumbuhan memiliki empat ciri yaitu : 1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah daerah. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Pertumbuhan tidak terlihat pincang, dan sektor yang tumbuh cepat tetapi ada sektor lainnya yang tidak terkena imbas sama sekali. Berbeda halnya dengan kota perantara (transit), hanya berfungsi mengumpulkan berbagai macam komoditi dari daerah di belakangnya dan menjual ke kota lain yang lebih besar, selanjutnya membeli berbagai macam kebutuhan masyarakat dari kota lain untuk didistribusikan ke daerah yang ada di belakangnya. 2. Ada efek pengganda (multiplier effect) Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek
pengganda. Apabila ada satu sektor di suatu wilayah
mengalami kenaikan permintaan yang berasal dari luar wilayah, maka produksi sektor tersebut akan meningkat. Karena ada keterkaitan dengan sektor-sektor lain, maka produksi sektor-sektor lainnya juga meningkat dan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan, sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan awal yang berasal dari luar wilayah tersebut. Unsur efek pengganda sangat berperan dalam membuat kota itu memacu pertumbuhan daerah dibelakangnya. Karena terjadi peningkatan produksi berbagai sektor di daerah yang lebih maju, akan memacu dan meningkatkan permintaan bahan baku dari daerah-daerah yang ada di belakangnya.
30
3. Adanya konsentrasi geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari wilayah yang lebih maju tersebut. Orang yang datang ke wilayah tersebut dapat bisa memperoleh berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Dengan demikian dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Hal inilah yang menjadi daya tarik wilayah maju untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang semakin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan. 4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya Hal ini berarti antara wilayah yang lebih maju dengan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Daerah yang lebih maju membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan selanjutnya menyediakan berbagai macam kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila wilayah yang lebih maju memiliki hubungan yang harmonis dengan daerah belakangnya dan juga memiliki ketiga karakteristik di atas, maka wilayah tersebut akan berfungsi mendorong daerah belakangnya. 2.3 Teori Perdagangan ( Ekspor - impor ) 2.3.1 Teori Basis Ekspor Richardson Teori basis ekspor dikembangkan dalam kerangka ilmu ekonomi regional oleh Charles M. Tiebout (1962) dalam Nopirin (1995). Teori ini membagi kegiatan produksi / jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas; pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan non basis (service/pelayanan). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. sedangkan pekerjaan service (non basis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhan tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Teori basis ekspor enyebutkan ekspor tidak hanya mencakup barang/jasa yang dijual ke luar daerah tetapi termasuk juga di dalamnya barang atau jasa yang dibeli orang dari luar
31
daerah walaupun transaksi itu sendiri terjadi di daerah
tersebut yang
mendatangkan uang dari luar daerah. Kegiatan yang hasilnya dijual ke luar daerah atau mendatangkan uang dari luar daerah
adalah kegiatan basis sedangkan
kegiatan service (nonbasis) adalah kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli maupun sumber uangnya berasal dari daerah itu sendiri. Richardson H.W. (1977) dalam bukunya Elements of Regional Economics memberi uraian sebagai berikut. Berkenaan dengan daerah i dapat dituliskan : Yi = (Ei – M) + Xi ............................................................................... (2.31) Pendapatan = pengeluaran untuk barang /jasa domestik = ekspor, dimana : Ei = ei Yi ............................................................................................ (2.32) Mi = mi Yi .......................................................................................... (2.33) Xi = eksogen ....................................................................................... (2.34) Dimana : ei
:
Hasrat membelanjakan uang (marginal propensity to expenditure)
mi
:
hasrat membeli barang impor (marginal propensity to impor)
Dengan mensubsitusikan fungsi-fungsi (2.32), (2.33), dan (2.34) ke dalam no. (2.35), Maka , Yi = ei Yi – miYi + Xi, dengan demikian :
Yi
Jika fungsi no. (2.35) diubah susunannya maka :
Yi Xi
Xi ........... (2.35) 1 ei mi 1 1 ei
mi
......... (2.36)
Yi adalah rasio pendapatan terhadap ekspor yang disebut multiplier basis diberi Xi
simbol K. K
1 1 ei
mi
......................................................................................... (2.37)
Jadi, pendapatan regional adalah kelipatan dari ekspor, jika hasrat membelanjakan secara lokal (e – m) adalah lebih kecil daripada satu. Hasil yang diperoleh adalah multiplier basis rata-rata sedangkan untuk peramalan diperlukan perubahannya, yaitu :
Yi Xi
32
Menurut Richardson, besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik dari besarnya suatu daerah. Artinya, makin besar suatu daerah, ekspornya semakin kecil apabila dibandingkan dengan total pendapatan, demikian pula impornya. Hal ini membuat daerah yang besar cenderung memiliki K yang tinggi karena rasio pendapatan
ekspor adalah rendah, tetapi m juga rendah dan ini cenderung
menaikkan K. Sebaliknya, daerah yang kecil maka rasio pendapatan ekspornya adalah tinggi, tetapi m juga tinggi dan ini cenderung menurunkan K. jadi, K bisa berubah apabila luas daerah analisis diubah. Dengan demikian, K sulit dijadikan pegangan tunggal dalam peramalan apabila luas daerah berubah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. 2.3.2
Perdagangan Interregional Menyangkut hubungan antara negara ataupun antara wilayah dalam suatu
negara, maka pada prinsipnya secara teoritis perdagangan antara wilayah dapat saling menguntungkan satu sama lain. Dengan menggunakan asumsi dua wilayah A dan B ; dan hanya satu barang yang diperdagangan; dapat dilakukan analisis secaraparsial untuk melihat terjadinya perdagangan antara wilayah. Analisis parsial perdagangan antara wilayah dapat dilihat pada gambar 5. Karena harga keseimbangan yang terjadi di wilayah A berbeda (lebih rendah) dengan harga keseimbangan di daerah B maka perbedaan ini membuka peluang untuk terjadinya perdagangan antara wilayah (interregional). Barang akan mengalir (diekspor) dari wilayah A ke wilayah B. Harga barang di wilayah A akan naik karena jumlahnya berkurang, sementara harga barang di wilayah B akan turun karena jumlahnya bertambah banyak. Demikian seterusnya sampai pada satu titik dimana harga barang pada kedua wilayah adalah sama. Selanjutnya, dalam teori basis ekspor (base export theory) yang menganggap ekspor satu-satunya kegiatan untuk mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan baru. Jadi pertumbuhan ekonomi regional sangat tergantung kepada aktivitas ekspor.
33
Gambar 5 Analisis Parsial Perdagangan Antar Wilayah A dan B
Gambar 6. Keseimbangan harga regional A
Gambar 7. Keseimbangan harga regional B
Dengan menggunakan persamaan-persamaan (2.37) diperoleh bahwa pendapatan regional merupakan kelipatan dari ekspor, dengan rumus :
Yi
Xi ………………………………………………….….. (2.38) 1 ei mi
Dimana : Yi adalah
pendapatan regional, ei adalah marginal propensity to
expenditure, dan mi adalah marginal propensity to import. Dari persamaan di atas, maka diperoleh angka pengganda basis ekspor (multiplier) sebagai berikut :
34
dYi / dXi
K
1 1 ei mi
…………………………...………..……. (2.39)
Sedangkan dalam model pertumbuhan interregional, yang merupakan perluasan dari teori basis ekspor, menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi regional terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh aktivitas ekspor tetapi juga disebabkan oleh variabel lainnya seperti : (1) investasi dan pengeluaran pemerintah, (2) pertumbuhan daerah lain yang berada dalam satu sistem, dan (3) pertumbuhan dalam hasrat konsumsi
marginal, koefisien perdagangan
interregional, dan tingkat pajak marginal. Kesimpulan dari model pertumbuhan interregional disajikan dalam persamaan matematika sebagai berikut : Yi = A + KiXi.......................................................................................
(2.40)
Dimana Yi adalah pendapatan regional daerah – i, A adalah pengeluaran otonom total, yang terdiri dari pengeluaran untuk investasi dan belanja pemerintah, X1 adalah ekspor daerah – i, dan K adalah angka pengganda regional yang besarnya adalah : K
1 (ci
1 mij )(I
ti )
………….………..……...………….…. (2.41)
Demikian : ti
: adalah tingkat pajak marginal.
ci
: Marginal propensity to consumen
m
: Marginal propensity to import
2.4 Kesempatan Kerja 2.4.1
Pengertian Kesempatan Kerja Menurut Tulus Tambunan (2003 : 64), kesempatan kerja diartikan sebagai
lapangan pekerjaan yang sudah diduduki dan yang masih lowong (vacancy). Berdasarkan lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kebutuhan tenaga kerja yang akan datang, misalnya perusahaan (swasta maupun pemerintah) dan departemen. Adanya kebutuhan tersebut, berarti adanya kesempatan kerja bagi orang yang menganggur. Besarnya lapangan kerja yang masih lowong atau kebutuhan tenaga kerja yang secara riil dibutuhkan oleh perusahaan tergantung pada banyak faktor. Di antaranya yang paling utama adalah prospek usaha atau
35
pertumbuhan output dari perusahaan yang meminta tenaga kerja, ongkos tenaga kerja atau gaji yang harus dibayar, dan harga dari faktor produksi lainnya, misalnya barang kapital. Tingkat produktivitas seseorang juga sangat tergantung pada kesempatan yang tersedia. Kesempatan dalam hal ini sekaligus berarti : 1. Kesempatan untuk bekerja. 2. Pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap-tiap orang. 3. Kesempatan untuk mengembangkan diri. Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan dan lowongan kerja yang tercipta untuk diisi melalui suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian, kesempatan kerja adalah mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lowongan pekerjaan yang belum diisi dan hal ini lazim disebut kebutuhan tenaga kerja. Biasanya sulit untuk memperoleh data tentang kesempatan kerja, maka untuk keperluan praktis umumnya jumlah kesempatan kerja didekati dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja (employed). Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh
Djauhari (1998) bahwa
kesempatan kerja berkaitan dengan peluang yang tersedia bagi tenaga kerja untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, dimana kesempatan kerja sebagai kegiatan dari perusahaan atau usaha atau instansi dimana seseorang dapat bekerja. Pengertian semacam ini memetekan kesempatan kerja dalam arti sempit yaitu kesempatan kerja bagi tenaga kerja untuk bekerja pada perusahaan atau instansi tertentu, sehingga tidak memperhitungkan kemungkinan lain dimana tenaga kerja tidak bekerja secara teikat pada suatu perusahaan atau instansi tertentu. Pengertian kesempatan kerja dalam analisis ekonomi makro memiliki dimensi yang amat luas. 2.4.2
Teori-teori Kesempatan Kerja
Kesempatan Kerja Pandangan Klasik Ahli-ahli ekonomi klasik berkeyakinan bahwa kesempatan kerja penuh akan selalu tercapai dalam perekonomian. Pengangguran merupakan masalah yang bersifat sementara. Sekiranya ada kekurang kesempatan kerja, sistem pasar dengan sendirinya melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga akhirnya kesempatan kerja penuh tercapai kembali. Pandangan teori klasik tersebut didasari
36
oleh dua alasan penting yang melandasi keyakinan tersebut yaitu pertama, dalam perekonomian tidak terdapat kekurangan permintaan agregat dan kedua, fleksibilitas upah akan mengembalikan keseimbangan di pasaran tenaga kerja (Mankiw, 2003). Menurut pandangan klasik bahwa perekonomian tidak akan kekurangan permintaan agregat, yang berarti segala barang yang diproduksikan akan dapat dijual, tingkat produksi nasional dan kegiatan ekonomi ditentukan oleh faktorfaktor produksi yang digunakan. Atas dasar tersebut jumlah produksi (output) sebagai dasar untuk menentukan kesempatan kerja. Hubungan antara tenaga kerja dengan output yaitu melalui fungsi produksi. Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara jumlah produksi yang akan dihasilkan dengan jumlah faktor produksi (tenaga kerja) yang digunakan dalam suatu proses produksi
Q
Output
Q = f (K, N)
I
0
II
III
Tenaga Kerja
N
Gambar 8. Kurva Fungsi Produksi, Sumber : Mankiw (2001)
. Secara sederhana fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f (K, N) …………………..…………..…....………………… (2.42) dengan asumsi, dalam jangka pendek tenaga kerja (N) merupakan satu-satunya input yang dapat diubah-ubah penggunaannya, sedangkan faktor produksi lainnya seperti modal (K) ditentukan pada tingkat penggunaan tertentu. (Mankiw, 2001).
37
Gambar 8 merupakan kurva fungsi produksi dimana menggambarkan hubungan antara jumlah tenaga kerja (N) dengan produksi yang dihasilkan (Q), dimana terdapat tiga tahapan proses produksi yaitu: 1. Tahap pertama, yaitu tahap produksi dimana produk total mengalami pertambahan yang semakin lama semakin besar. Artinya jika produsen menambah tenaga kerja maka produk total yang dihasilkan akan bertambah dengan penambahan yang semakin besar. 2. Tahap kedua, yaitu tahap produksi dimana produk total mengalami pertambahan yang semakin lama semakin kecil. Artinya jika produsen menambah tenaga kerja maka produk total akan bertambah dengan pertambahannya semakin lama semakin kecil. 3. Tahap ketiga, yaitu produksi total semakin lama semakin berkurang. Artinya jika produsen menambah tenaga kerja maka produk total yang dihasilkan akan berkurang. Hal ini dikarenakan adanya law deminishing return (Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang). Analisis klasik adalah dilandaskan kepada sistem ekonomi yang bersifat pasar bebas berarti setiap pasar, termasuk pasaran tenaga kerja, merupakan pasar persaingan sempurna. Dalam pasar seperti ini tingkat harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Dalam konteks pasar tenaga kerja, mekanisme pasar yang demikian berarti bahwa tingkat upah ditentukan oleh keseimbnagan di antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Apabila keadaan ini tercapai, dalam analisis klasik, tingkat kesempatan kerja penuh telah tercapai. Penentuan tingkat kesempatan kerja dalam teori klasik ditentukan oleh; (1) Menentukan kesempatan kerja (2) Menentukan kurva penawaran tenaga kerja, dan; (3) Menentukan keseimbangan dan perubahan keseimbangan di pasar tenaga kerja. Kesempatan Kerja Pandangan Keynes Analisis Keynes mengenai kesempatan kerja berbeda dengan pendapat klasik. Menurut Keynes, jika Permintaan efektif kurang, maka terdapat kekurangan kesempatan kerja dan meningkatnya permintaan efektif akan menambah kesempatan kerja.
38
Pengertian
permintaan efektif lebih lanjut dijelaskan oleh Alfred dan
Douglas (dalam Blanchard, 2000:72-73), bahwa permintaan efektif sama dengan pendapatan nasional, yaitu hasil pendapatan, semua anggota dalam perekonomian, dan merupakan nilai dari output perekonomian yang bersangkutan. Mengingat harga total output nasional merupakan hal yang sama dengan hasil para pengusaha-pengusaha, yang dicapai dengan jalan menjual barang konsumsi, atau alat produksi, maka permintaan efektif disatu pihak, adalah sama dengan pengeluaran nasiona untuk barang konsumsi ditambah dengan pengeluaran nasional untuk barang investasi. Dalam setiap perekonomian, permintaan efektif akan menunjukkan jumlah uang yang dikeluarkan sebenarnya untuk membeli produk-produk industri. Dengan demikian, hal tersebut dapat dianggap sebagai hasil semua faktor-faktor produksi, karena semua uang yang diperoleh oleh para pengusaha harus dibayarkan berupa upah, bunga modal, sewa dan laba. Dalam analisisnya Keynes lebih banyak memperhatikan aspek permintaan, yaitu menganalisis mengenai peranan dari permintaan berbagai golongan masyarakat di dalam menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang akan dicapai oleh sesuatu perekonomian. Menurut keynes, tingkat kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya kemampuan untuk membayar barang-barang dan jasa yang diminta tersebut, yang diwujudkan dalam perekonomian. Bertambah besar permintaan efektif yang diwujudkan dalam perekonomian, bertambah besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam tingkat kegiatan ekonomi dan penggunaan tenaga kerja (kesempatan kerja) dan faktor-faktor produksi (Blanchard, 2000). Apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor produksi digunakan maka kesempatan kerja akan bertambah dan faktor-faktor produksi lainnya akan berkurang. Dengan demikian, tingkat penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian akan tergantung kepada besarnya permintaan efektif. Makin besar permintaan, makin kecil jurang di antara tingkat kegiatan ekonomi yang tercapai dengan kegiatan ekonomi pada tingkat kesempatan kerja penuh maka pengangguran akan menjadi lebih bertambah kecil
(Blanchard, 2000).
39
Komponen utama perbelanjaan agregat atau permintaan agregat terdiri dari empat komponen dasar : (1) Total permintaan barang dan jasa oleh konsumen swasta (C) (2) Total permintaan barang investasi oleh perusahaan-perusahaan swasta (I) (3) Permintaan barang dan jsa untuk konsumsi maupun untuk investasi pemerintah (G) (4) Surplus neraca perdagangan atau selisih ekspor atas impor (E – M). Jika pendapatan nasional atau produk nasional Bruto (GNP/ Gross National Product) dinotasikan dengan Y, maka secara sederhana dapat ditulis : Y = C + I + G + (E – M) ………………….…………………..………… (2.43) Dengan demikian pendapatan nasional atau pengeluaran (Y) ditentukan oleh permintaan agregat (C + I + G + (E – M)). Dalam hal ini, diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara output nasional dan kesempatan kerja nasional (N), yang ditunjukkan dalam bentuk fungsi produksi nasional dengan Y = f(N,K,t), yang mana f’N>0 dan f’N<0. Untuk tingkat teknologi tertentu (t) dan faktor tanah dan modal yang tertentu (K), total output nasional (GNP real) mempunyai hubungan positif dengan kesempatan kerja. Semakin tinggi output nasional (Y) semakin tinggi kesempatan kerja (N). Tetapi ketika total kesempatan kerja dalam suatu masyarakat dibatasi oleh besarnya angkatan kerja yang aktif maka terdapat suatu dimana output nasional maksimum yang hanya dapat dicapai pada kondisi kesempatan kerja penuh (full employment) (Blanchard, 2000:384). Inti model Keynesian tersebut dan perbedaannya dengan model klasik adalah pada penekanan model Keynesian bahwa dalam perekonomian pasar tidak ada jaminan pendapatan nasional yang terjadi (actual) akan sama tepat dengan pendapatan nasional potensial (Yf) seperti yang diyakini dalam model klasik dan karena itu tidak akan pernah ada penganggur. Menurut model Keynesian, segala sesuatu ditentukan oleh permintaan agregat. Dapat saja terjadi bahwa output nasional (Yt) lebih kecil dari output potensial (Yf). Dengan demikian, terdapat sumber daya yang tidak semua dapat dimanfaatkan termasuk sumber daya manusia/ pekerja. Akibatnya terjadi kesenjangan (gap) antara kesempatan kerja nasional aktual (Nt) dan kesempatan kerja nasional pada pengerjaan penuh (N f) dan ini berarti terdapat pengangguran. (Blanchard, 2000:384-385).
40
Selanjutnya, oleh karena pengeluaran konsumsi (C) dan pengeluaran investasi (I) ditentukan oleh pendapatan nasional dan surplus trade ditentukan selain oleh pendapatan nasional juga ditentukan oleh pendapatan luar negeri. Maka cara meningkatkan permintaan agregat adalah dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah (G), misalnya anggaran pemerintah yang defisit sangat diperlukan untuk memperkecil kesenjangan antara output nasional aktual dan potensial dengan meningkatnya output nasional. Akibatnya kesempatan kerja akan meningkat. (Blanchard, 2000:385) Saran model Keynesian dalam upaya meningkatkan kesempatan kerja adalah menaikkan total permintaan agregat melalui peningkatan pengeluaran pemerintah secara langsung atau melalui kebijakan pemerintah yang secara tidak langsung meningkatkan investasi swasta, antara lain dengan tingkat bunga pinjaman yang rendah, subsidi investasi, penurunan tarif pajak dan sebagainya. Sepanjang dalam perekonomian terdapat pengangguran dan kelebihan kapasitas ekonomi maka penawaran barang dan jasa akan merespons meningkatnya permintaan secara otomatis. Keseimbangan baru tercapai dimana pendapatan nasional lebih tinggi dan kesempatan kerja pun meningkat (Todaro, 2003:24). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pasar tenaga kerja menurut teori Keynes pada dasarnya mengikuti pasar barang, dimana apabila output naik maka jumlah orang yang mendapat pekerjaan atau tingkat employment (N) juga naik. Sebaliknya, employment turun apabila output turun (Keiser, 1995). Kesempatan Kerja Neo Klasik (Insentif Harga) Intisari pemikiran yang terkandung dalam model intensif harga neoklasik yaitu : 1. Para produsen diasumsikan menghadapi dua harga relatif faktor produksi yaitu faktor produksi modal dan tenaga kerja. Mereka harus menggunakan kombinasi modal dan tenaga kerja yang tersedia sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya produksi dalam rangka mencapai laba yang maksimal. 2. Selanjutnya diasumsikan pula bahwa para produsen mampu memproduksi output dengan berbagai proses teknologi produksi mulai dari teknologi padat karya hingga padat modal. Jadi apabila harga relatif tenaga kerja ternyata lebih mahal
daripada
harga
modal, maka
para
produsen tersebut
akan
41
mempergunakan metode produksi padat modal. Singkatnya mereka senantiasa akan memilih teknologi produksi yang hemat memakai faktor produksi yang harganya relatif rendah. 3. Bahwa produsen akan berusaha melakukan kombinasi penggunaan antara faktor modal dan faktor tenaga kerja yang paling meminimalkan biaya produksi untuk mencapai output tertentu (least cost combination of factors). Atau dengan perkataan lain, produsen akan berusaha secara efesien dengan teknik produksi yang tepat. Hal ini akan sangat ditentukan oleh perbandingan harga faktor yang dihadapi oleh produsen (relative factor prices). Dalam hal ini harga dipandang merupakan sinyal kelangkaan faktor produksi (Todaro, 2003:303-304) 2.5 2.5.1
Investasi Konsep Investasi Investasi (investment) menurut Mankiw (2003), dapat didefinisikan sebagai
tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net additional to exixting capital stock). Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan modal (capital formation). Menurut Mankiw, terdapat tiga jenis pengeluran investasi, yaitu investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial (residential investment) mencakup rumah baru untuk tempat tinggal dan untuk disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dalam proses produksi, dan barang jadi. 2.5.2
Teori Investasi
Teori Investasi dari Keynes John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep marginal kapital (marginal efficiency of capital atau MEC). MEC dapat didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expencted net rate of return) atas pengeluaran tambahan kapital. MEC juga dapat diartikan tingkat diskonto (discount rate) yang menyatakan aliran perolehan yang
42
diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan. MEC dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut: CK
R1 (1 MEC )1
R2 (1 MEC ) 2
...
Rn ……………. (1 MEC ) n
(2.44.)
dimana R merupakan perolehan yang diharapkan (expected return) dari sudut proyek, dan Ck adalah biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan. Keputusan investasi sangat tergantung pada perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of additional capital (Ck) di lain pihak. Apabila PV > Ck, maka diputuskan investasi dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan. PV
R1 (1 i )1
R2 (1 i ) 2
...
Rn ……………..………..………. (1 i ) n
(2.45)
Persamaam investasi di atas dapat ditulis kembali dalam formula: R1 (1 i )1
R2 (1 i ) 2
...
Rn (1 i ) n
R1 (1 MEC )1
R2 (1 MEC ) 2
...
Rn … (2.46) (1 MEC ) n
Sedangkan hubungan antara permintaan investasi dan tingkat suku bunga (i) dengan MEC tertentu, dinyatakan dalam fungsi sebagi berikut: I = f (i) (given MEC) …………………………………......…………
(2.47)
Apabila tingkat bunga turun akan menyebabkan permintaan investasi meningkat dan hal yang sebaliknya akan berlaku kalau tingkat bunga mengalami kenaikan. Teori Neo Klasik Teori neo klasik (neoclassical theory of investment) merupakan teori tentang akumulai kapital optimal. Menurut Teori neo klasik, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya bergantung pada barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakukan pajak atas pendapatan perusahaan. Dengan demikian, menurut teori neo klasik perubahan di dalam output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output akan mengubah atau mempengaruhi stok kapital yang diinginkan dan investasi. Seperti halnya Teori Akselerator, output ditentukan oleh stok kapital yang diinginkan. Oleh kerenanya, kenaikan di dalam pengeluaran pemerintah atau
43
penurunan di dalam pajak pendapatan perusahaan akan mendorong investasi melalui dampaknya atas permintaan agregat, dan selanjutnya output. Perlakuan atas pendapatan perusahaan merupakan hal penting. Menurut teori neo klasik, pajak perusahaan penting dikarenakan pengaruhnya atas harga dan jasa kapital, karena akan berpengaruh terhadap ketersediaan dana internal. Teori neo klasik mengatakan bahwa kebijakan moneter melalui pengaruhnya atas tingkat suku bunga dapat mempengaruhi atau mengubah stok kapital yang diinginkan dan investasi (Mankiw, 2003). 2.6
Sektor Unggulan dan Pengembangan Sektor Djakapermana (2010), menyatakan bahwa pengembangan sektor memiliki
relevansi yang kuat dengan pengembangan wilayah. Wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor-sektor unggulan pada wilayah tersebut yang mendorong sektor lainnya. Selanjutnya sektor lain akan berkembang dan mendorong sektor yang lainnya llagi yang terkait sehingga membentuk suatu keterkaitan antar sektor. Dalam sektor ini pengembangan sektor menjadi salah satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan wilayah. Agar prioritas pembangunan menjadi lebih kongkrit dan tajam, maka sebaiknya masing-masing daerah dapat menentukan komoditi keunggulan daerah yang dapat dikembangkan. Membahas produk atau komoditi unggulan yang perlu dikembangkan di daerah, berarti memberi perhatian terhadap ketersediaan dan bagaimana pemanfaatan sumber daya sebagai input bagi pengembangan produk terutama pengembangan komoditi unggulan daerah. Ketersediaan dan pemanfaatan input tersebut diharapkan pula dapat memperbesar jumlah produk yang terjual (ekspor). Didalam analisis Input-Output menjelaskan Kegunaan Input-Output Tarigan (2006) yaitu sebagai berikut: 1. Menggambarkan kaitan antarsektor sehingga memperluas wawasan terhadap perekonomian wilayah. Dapat dilihat bahwa perekonomian wilayah bukan lagi sebagai kumpulan sektor-sektor, melainkan merupakan satu sistem yang saling berhubungan. Perubahan pada salah satu sektor akan lansung mempengaruhi keseluruhan sektor walaupun perubahan itu akan terjadi secara bertahap.
44
2. Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward lingkage) dan daya mendorong (forward lingkage) dari setiap sektor sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam perencanaan pembangunan perekonomian wilayah. 3. Dapat mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor diketahui akan meningkat. Hal ini dapat dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai tambah (kemakmuran). 4. Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif. 5. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah, seandainya inputnya dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau modal. Sektor unggulan di masing-masing daerah, dengan mengunakan tabel I-O dapat ditentukan beberapa kriteria sehingga sektor tersebut
sebagai sektor
unggulan yaitu: 1. Sumbangan sektor produksi tersebut pada total output di masing-masing Provinsi (share output). 2. Sumbangan sektor tersebut terhadap nilai tambah bruto (pendapatan regional di masing-masing Provinsi (share PDRB). 3. Daya penyebaran (DP) dan derajat kepekaan (DK), yang merupakan keterkaitan sektor ke hulu dan
ke hilir (forward dan backward linkage)
terhadap sektor produksi lainnya. 4. Nilai multiplier output, nilai tambah bruto, dan tenaga kerja 5. Perdagangan barang dan jasa Analisis perdagangan, Persentase nilai ekspor dari output, Kontribusi ekspor sektor terhadap total ekspor, Spesialisasi ekspor atau spesialisasi perdagangan, Pembentukan investasi dan persentase investasi sektor terhadap total investasi. 6. Prospek sektor tersebut di masa yang akan datang, dengan melihat potensi masing-masing Provinsi dan rata-rata pertumbuhan sektor tersebut dan juga dengan mempertimbangkan kondisi daerah atau provinsi masing-masing.
45
Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir dan output tersebut. Artinya jumlah output yang dapat diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhirnya. Namun demikian dalam keadaan tertentu, output justru yang menentukan jumlah permintaan akhirnya. Untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah atau suatu Provinsi biasanya digunakan indikator-indikator makroekonomi, seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan Tarigan
(2006).
Dalam
konteks
analisis
input-output
regional
dalam
menampilkan struktur ekonomi daerah Model Input-Output Regional, maka beberapa pengertian yang dianggap layak untuk dibahas dalam rangka menganalisis kinerja perekonomian suatu daerah atau Provinsi adalah : (1) pertumbuhan ekonomi daerah atau regional, (2 ) pendapatan daerah berupa produk domestik regional bruto (PDRB) dan (3) distribusi pendapatan daerah. Pendapatan regional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai oleh suatu daerah pada tahun tertentu. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan perubahan tingkat kegiatan ekonomi daerah yang terjadi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi daerah kita harus membandingkan pendapatan daerah tersebut dari tahun ke tahun. Di dalam Model Interregional Input-Output (IRIO), keterkaitan antarregion adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Apa yang terjadi di suatu region besar kemungkinannya berpengaruh kepada region lain, dalam suatu lingkup perekonomian yang lebih besar intensitas interaksinya. Model Interregional Input-Output atau Interregional I-O (IRIO) membagi perekonomian nasional berdasarkan sektor-sektor dan daerah kegiatan. Sehingga secara lebih spesifik, Model Interregional Input-Output ini didefinisikan sebagai kerangka statistik yang memperlihatkan hubungan antara sektor ekonomi dari suatu region dengan region lainnya. Pada dasarnya model ini menggambarkan suatu kombinasi dari beberapa Tabel I-O regional (daerah tunggal) dengan memperlakukan estimasi khusus matrik impor antara regional. Model I-O Interregional mensyaratkan tersedianya data untuk menghitung koefisien input regional yang harus dapat menunjukkan mana input berasal dari regionnya sendiri, dan mana input yang
46
berasal dari region-region lain. Pada kenyataannya, data yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien input regional tersebut jarang sekali ada. Atas dasar ketersediaan data yang jarang seperti itu, maka Model Input-Output Multiregional (IRIO) dapat disusun, yaitu dengan mendapatkan koefisien teknis regional tanpa melihat atau memperhatikan asal usul dari region mana suatu input didapatkan. Nazara (1997). Konsep multiplier adalah sangat penting dalam perencanaan, karena angka tersebut memberikan gambaran atau ukuran dampak peningkatan output suatu sektor terhadap total output di suatu wilayah. Semakin besar nilai multiplier tersebut, maka sektor tersebut memiliki keunggulan. Output dalam model I-O dapat dihitung dengan rumus : (m)
=
( I - A )-1 (FD) …………………………………… (2.48)
Ij
: baris dan kolom
n
: jumlah sektor
FD
: Permintaan akhir
I
: matriks identitas
A
: matriks koefisien teknologi
I-A)-1 : multiplier output (matriks invers Leontief) m
: multiplier
Dalam analisis input-output multiregional, perubahan pada permintaan akhir di suatu region, misalnya di daerah A, tidak hanya berpengaruh pada produksi output di daerah A saja , tetapi juga berpengaruh terhadap pembentukan output di daerah lain-nya. Kegunaan tabel I-O dalam analisis makro ekonomi adalah untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar terjadi keterkaitan (linkage) antara sektor-sektor ekonomi. Di dalam tabel I-O multiregional, analisis keterkaitan tidak hanya menganalisis keterkaitan di dalam satu regional, tetapi bisa juga dijabarkan menjadi lintas sektoral dan lintas regional. Yang dimaksud dengan analisis keterkaitan disini adalah suatu analisis untuk mendeteksi kepekaan dari peningkatan output suatu sektor. Besarnya dampak keterkaitan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : tingkat keterkaitan ke
47
depan (forward linkage) atau disebut derajat kepekaan; dan tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkage) atau disebut daya penyebaran. Keterkaitan Kebelakang (backward linkage) atau Daya Penyebaran. Daya penyebaran (power of dispersion) adalah suatu analisis yang menggambarkan permintaan suatu sektor terhadap sektor-sektor produksi lainnya. Jumlah daya penyebaran menunjukkan dampak dari satu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing sektor secara keseluruhan. Jumlah daya penyebaran merupakan suatu ukuran untuk menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage). Indikator keterkaitan kebelakang ini sering dipandang sebagai perwujudan dari sektor yang memiliki basis aktivitas domestik (resources base sector). Apabila suatu wilayah hendak membangun, biasanya keterkaitan kebelakang ini menjadi salah satu indikator yang penting. Apabila sektor ini berkembang, maka sektor ini bisa menarik sektor-sektor yang berada di belakangnya sebagai penyedia input, sehingga dengan mendorong sektor yang forward linkage-nya kuat maka juga akan membawa pertumbuhan sektor-sektor lain. Keterkaitan kebelakang sektor akan menarik perkembangan sektor yang berada dibelakangnya sebagai penyedia input untuk bertumbuh dan berkembang. Semakin besar keterkaitan ke belakang dari sektor ini, maka semakin unggul sektor tersebut. Keterkaitan ke Depan (forward linkages) atau Derajat Kepekaan. Indikator keterkaitan ke depan ini sering dipandang sebagai perwujudan dari sektor yang memiliki basis aktivitas domestik (resources base sector). Apabila suatu wilayah hendak berkembang , biasanya keterkaitan kedepan
ini menjadi salah satu
indikator yang penting. Apabila sektor ini berkembang, maka sektor ini bisa mendorong sektor-sektor yang berada di depannya sebagai pemakai output, sehingga dengan mendorong sektor yang backward linkage-nya kuat maka juga akan membawa pertumbuhan sektor-sektor lain. Derajat kepekaan (degree of sensitivity) adalah suatu analisis yang menggambarkan kemampuan suatu sektor dalam mensuplay sektor-sektor produksi lainnya. Jumlah derajat kepekaan menunjukkan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor
48
perekonomian. Jumlah derajat kepekaan ini merupakan suatu ukuran untuk menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage). Jumlah derajat kepekaan yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Oleh karena ini menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian maka ukuran ini dapat digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkage). Keterkaitan ke depan sektor ini akan mendorong perkembangan sektor yang berada di depan-nya sebagai penguna output, sehingga dia dapat
untuk
bertumbuh dan berkembang. Semakin besar keterkaitan ke depan dari sektor ini, maka sektor ini sebagai sektor unggulan. Dalam model I-O Output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir terhadap output tersebut. Dampak perubahan permintaan akhir terhadap pembentukan output terkait dengan : (1) Dampak output adalah dampak perubahan permintaan akhir terhadap pembentukan output sektoral di dalam region ataupun lintas region. (2) Dampak nilai tambah bruto adalah dampak perubahan permintaan akhir terhadap perubahan input primer (nilai tambah bruto); dan (3) Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang berfungsi untuk menganalisis dampak perubahan permintaan akhir terhadap kebutuhan tenaga kerja. Dampak Output merupakan pembentukan nilai tambah dari output. Indikator ini menunjukkan persentase pembentukan nilai tambah dan nilai output yang diproduksi oleh satu sektor. Semakin besar nilai tambah dari total outputnya berarti sektor tersebut dianggap memiliki keunggulan Dampak Nilai Tambah Bruto adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara nilai tambah bruto dengan output bersifat linier. Artinya, kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan input primer (nilai tambah bruto). Semakin proposional hubungan nilai tambah bruto sektor dengan output sektor maka semakin ungul sektor tersebut.
49
Kontribusi nilai tambah sektor terhadap total nilai tambah. Indikator ini dimaksudkan untuk melihat peran atau kontribusi nilai tambah suatu sektor terhadap seluruh nilai tambah perekonomian. Semakin besar kontribusi sektor tersebut terhadap perekonomian, maka semakin penting posisi sektor tersebut sebagai unggulan. Penggunaan input domestik. Kriteria ini banyak dipakai untuk penentuan kebijakan pembangunan negara berkembang, dengan tujuan untuk menghemat devisa serta mengembangkan kegiatan yang banyak memanfaatkan sumber daya domestik. Semakin besar penggunaan input suatu sektor, maka sektor tersebut bisa dianggap memiliki keunggulan. Analisis Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja. Estimasi kebutuhan atau daya serap tenaga kerja sektoral di region-region (Provinsi–Provinsi) yang terkait, apabila terjadi kenaikan pada output sektoral yang dipengaruhi, oleh komponenkomponen permintaan akhir. Apabila dampak dari kenaikan output sektoral menyebabkan terjadinya kenaikan kebutuhan tenaga kerja maka sektor tersebut unggul pada region tersebut. Persentase nilai ekspor dari output. Pemahaman nilai ekspor dari output sebenarnya bersumber dari keyakinan bahwa ekspor merupakan mesin pertumbuhan atau engine of growth. Artinya pertumbuhan perekonomian domestik adalah memanfaatkan perkembangan pasar luar, misalnya disebabkan oleh relatif terbatasnya daya serap pasar domestik atau sering disebut outward looking strategy. Semakin besar output suatu sektor, untuk diekspor maka sektor tersebut dianggap unggul. Kontribusi ekspor sektor terhadap total ekspor, berkait dengan kriteria sebelumnya, suatu sektor yang memiliki peran besar dalam total ekspor berarti sektor tersebut memiliki keunggulan. Spesialisasi ekspor atau spesialisasi perdagangan. Hampir sama dengan indikator sebelumnya, spesialisasi ekspor ini ditujukan untuk melihat spesialisasi ekspor suatu sektor dari perdagangan (eksport-import) di sektor tersebut. Semakin besar (positif) spesialisasi ekspor sektor tersebut, maka sektor tersebut dikatakan sebagai sektor unggulan. Apabila peran impornya makin besar maka sektor tersebut bukan sektor unggulan.
50
Pembentukan investasi. Konsep pembentukan investasi mendasarkan bahwa apabila suatu sektor outputnya banyak dipergunakan untuk investasi kembali maka sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor unggulan. Persentase investasi sektor terhadap total investasi. Suatu sektor yang outputnya banyak digunakan untuk investasi kembali relatif besar di dalam total investasi perekonomian maka sektor tersebut dikategorikan sektor unggulan. 2.7
Model Interregional Input-Output Saling keterkaitan antar region adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Apa
yang terjadi di satu region sangat mungkin berpengaruh kepada region lain, dalam suatu lingkup sistem perekonomian yang lebih besar. Semakin dekat dua region semakin besar intensitas interaksinya. Atas dasar itulah maka model input-output untuk beberapa region dikembangkan. Model pertama yang akan kita bahas adalah adalah Model Input-Output Antarregion (Interragional Input-Output Model). Karena model ini pertama kali diajukan oleh Walter Isard pada tahun 1951, maka model ini juga dikenal dengan nama Model Isard. Definisi analisis input-output
Nazara (1997), adalah usaha untuk
memasukkan fenomena keseimbangan umum dalam
analisis empiris sisi
produksi.Sebuah Tabel Input-Output (Tabel I-O) mencatat produksi dan pembagian produksi dari satu sistem perekonomian untuk satu periode waktu tertentu. Esensinya, tabel I-O adalah sebuah potret atau gambar numerik, menangkap ukuran, bentuk dan sosok penting suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu, yang biasanya adalah selama satu tahun. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan disagregasi produk-produk yang diproduksi dalam satu perekonomian ke dalam sejumlah industri atau sejumlah sektor, dan mencatat transaksi di antara sektor-sektor ini dalam sebuah tabel transaksi.. Model Input-Output (I-O) Badan Pusat Statistik (2003) menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling mempunyai keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu rentang waktu tertentu (satu tahun) yang disajikan dalam bentuk matriks. Isian sepanjang baris memperlihatkan alokasi output dan menurut kolom menunjukkan struktur input dalam proses produksi.
51
Model I-O Interregional atau Interregional I-O (IRIO) membagi perekonomian nasional berdasarkan sektor-sektor dan daerah kegiatan. Sehingga secara lebih spesifik, Model Interregional Input-Output ini didefinisikan sebagai kerangka statistik yang memperlihatkan hubungan antara sektor ekonomi dari suatu region dengan region lainnya. Pada dasarnya model ini menggambarkan suatu kombinasi dari beberapa Tabel I-O regional (daerah tunggal) dengan memperlakukan estimasi khusus matrik impor antara regional (Nazara, 1997). Untuk memudahkan pemahaman terhadap IRIO dapat di susun pada tabel.2.2, dilakukan penyederhanaan – penyederhanaan, yaitu : diasumsikan hanya ada dua sektor dalam perekonomian, yaitu sektor I dan sektor 2, dan hanya terdapat dua wilayah atau region, yaitu wilayah A dan B. secara konsepsional pengertian susunan input dan alokasi output di dalam kerangka IRIO sama dengan Tabel I-O single region. Susunan input pada Tabel I-O bilateral antara provinsi A dan B dapat ditunjukkan melalui persamaan matematika berikut : x11AA + x21AA + x11BA + x21BA + x1MA + V1A = X1A
.......................................................
( 2.49 )
XijA ) dan
Persamaan tersebut di atas menunjukkan penjumlahan input antara (
input primer atau nilai tambah bruto (ViA ) menjadi total input (XiA ). Perbedaan yang secara spesifik bisa ditampilkan melalui TIOI dengan model dua provinsi ini adalah membedakan input yang berasal dari produksi domestik dan yang berasal dari impor. Tabel 4. Tabel Interregional Input-Output disederhanakan 2 Wilayah dan 2 sektor Output
Permintaan Antara
Permintaan Akhir Total
Provinsi A
Provinsi B
1
1
Provinsi A Input
INPUT ANTARA
Total Input
Output
X12AA
X11AB
X12AB
F1AA
F1AB
E1A
X1A
2
X
AA 22
AB 21
AB 22
AA 2
AB 2
A 2
1
X11BA
X12BA
X11BB
2
X21BA
X22BA
X1MA Input
(Nilai Tambah Bruto)
ROR
AA 21
Import ROR
Input Primer
B
X11AA
Provinsi B
Antara
2
Ekspor
1 Provinsi A
Total
2
Provinsi
F
F
E
X2A
X12BB
F1BA
F1BB
E1B
X1B
X21BB
X22BB
F2BA
F2BB
E2B
X2B
X2 MA
X1MB
X2MB
F2MA
F2MB
∑Xi1A
∑Xi2A
∑Xi1B
∑Xi2B
V1A
V2A
V1B
V2B
X1A
X2A
X1B
X2B
X
X
X
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( 2003 )
52
Keterangan : XijAA
:
Komponen input antara yang digunakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi A,dimana input antara tersebut berasal dari produksi domestik provinsi A sendiri.
XijAB
: Komponen input antara yang digunakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi B, dimana input antara tersebut berasal dari impor yang data dari provinsi A.
XijBA
: Komponen input antara yang digunakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi A, dimana input antara tersebut berasal dari impor yang didatangkan dari provinsi B.
XijBB
: Komponen input antara yang digunakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi B, dimana input antara tersebut berasal dari produksi domestik provinsi B sendiri.
F1AA dan F2AA : Output sektor 1 dan 2 pada provinsi A yang dikonsumsi sendiri oleh provinsi tersebut dalam bentuk permintaan akhir yang terdiri dari : konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan pembentukan modal serta perubahan stok. F1AB dan F2AB : Output sektor 1 dan 2 pada provinsi A yang diekspor ke provinsi B, kemudian digunakan oleh provinsi B tersebut sebagai permintaan akhir yang berupa: konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan perubahan stok. E1A dan E2AB : Output sektor 1 dan 2 pada provinsi A yang diekspor ke selain provinsi B (ekspor ROR = rest of the regions) yang diperlakukan sebagai permintaan akhir. E1B dan E2B :
Output sektor 1 dan 2 pada provinsi B yang diekspor ke selain
provinsi A yang diperlakukan sebagai permintaan akhir. X1A
:
X2A
: Total output sektor 2 pada provinsi A dilihat menurut baris
X1B
: Total output sektor 1 pada provinsi B dilihat menurut baris
X2B
: Total output sektor 2 pada provinsi B dilihat menurut baris
Total output sektor 1 pada provinsi A dilihat menurut baris
F1BA dan F2BA : Output sektor 1 dan 2 pada provinsi B yang diekspor ke provinsi A, kemudian digunakan oleh provinsi A tersebut sebagai
53
permintaan akhir yang berupa : konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan perubahan stok. F1
BB
dan F2BB : Output sektor 1 dan 2 pada provinsi B yang dikonsumsi sendiri oleh provinsi tersebut dalam bentuk permintaan akhir yang terdiri dari : konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan perubahan stok.
X1MA dan X2MA : Input antara masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi A, yang berasal dari impor yang didatangkan dari selain provinsi B (impor ROR = Rest of the regions). X1MB dan X2MB : Input antara masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi B, yang berasal dari impor yang didatangkan dari selain provinsi A (impor ROR = rest of the regions). FMA
: Permintaan akhir pada provinsi A yang berasal dari impor yang didatangkan dari selain provinsi B.
FMB
:
Permintaan akhir pada provinsi B yang berasal dari impor yang didatangkan dari selain provinsi A.
Xi1A : Jumlah seluruh input antara yang digunakan oleh sektor 1 pada provinsi A baik yang berasal dari : produksi domestik A sendiri, impor yang datang dari provinsi B, dan impor
yang datang dari selain
provinsi B (impor ROR). Xi1B : Jumlah seluruh input antara yang digunakan oleh sektor 1 pada provinsi B baik yang berasal dari : produksi domestik B sendiri, impor yang datang dari provinsi A, dan impor yang datang dari selain provinsi A. V1A dan V2A: Nilai tambah bruto yang diciptakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2 pada provinsi A. V1B dan V2A : Nilai tambah bruto yang diciptakan oleh masing-masing sektor 1 dan 2
pada provinsi B. X1A
: Total input sektor 1 pada provinsi A dilihat menurut kolom.
X2A
: Total input sektor 2 pada provinsi A dilihat menurut kolom.
X1B
: Total input sektor 1 pada provinsi B dilihat menurut kolom.
X2B
: Total input sektor 2 pada provinsi B dilihat menurut kolom.
54
X11AA + X21AA : Input antara sektor 1 provinsi A yang berasal dari produksi domestik. X11BA + X21BA
: Input antara sektor 1 provinsi A yang berasal dari produksi
provinsi B. X1MA : Input antara sektor 1 provinsi A yang berasal dari impor selain provinsi B. V1A
: Nilai tambah yang ditimbulkan oleh sektor 1 provinsi A.
Dengan interpretasi yang serupa dapat dirumuskan persamaan susunan input untuk sektor 2 di provinsi A, dan sektor 1 dan 2 di provinsi B melalui rumus berikut : X12AA + X22AA + X12BA + X22BA + X2MA + V2A = X2A X11AA + X21AB + X11BB + X21BB + X1MB + V1B = X1B X12AB + X22AB + X12BB + X22BB + X2MB + V2B = X2B Persamaan di atas diturunkan dari hubungan antara sel di dalam matriks kuadran I (input antara) dan matriks kuadran III (input primer). Diperlihatkan melalui susunan input sektoral tersebut adanya ketergantungan suatu sektor dengan sektor lainnya di dalam provinsi yang sama dan ketergantungan suatu sektor dengan sektor lainnya di luar provinsi yang bersangkutan. Melalui persamaan susunan input tersebut dapat dilihat ketergantungan sektor 1 di provinsi A terhadap bahan baku/bahan penolong yang diimpor dari provinsi B atau provinsi lainnya. Begitu pula sebaliknya situasi yang dihadapi oleh sektorsektor ekonomi pada provinsi B yang mengalami ketergantungan input antara yang harus diimpor dari provinsi A maupun provinsi lainnya. Selain susunan input, rekaman informasi lainnya yang dapat diperoleh dari tabel I-O bilateral antara A dan B di atas adalah alokasi output sektoral yang memberikan gambaran tentang distribusi nilai produksi suatu sektor di dalam perekonomian lintas provinsi. Alokasi output sektoral di dalam tabel I-O bilateral provinsi A dan B ditunjukkan melalui persamaan penjumlahan sel-sel matriks kuadran I (permintaan antara) dan kuadran II (permintaan akhir) yang disusun menurut baris. Alokasi output sektor 1 dan 2 di masing-masing provinsi A dan B dapat dirumuskan melalui 4 buah persamaan berikut :
55
X11AA + X12AA + X11AB + X12AB + F1AA + F1AB + E1A = X1A X21AA + X22AA + X21AB + X22AB + F2AA + F2AB + E2A = X2A X11BA + X12BA + X11BB + X12BB + F1BA + F1BB + E1B = X1B X21BA + X22BA + X21BB + X22BB + F2BA + F2BB + E2B = X2B Berikut dapat memperjelas struktur distribusi output sektor 1 di dalam tabel I-O bilateral provinsi A dan B yang dapat dibedakan menjadi : Xi1AA + X12AA : Output sektor 1 yang digunakan sebagai input antara (permintaan antara ) di provinsi A sendiri. X11AB + X12AB : Output sektor 1 provinsi A yang diekspor dan digunakan sebagai input antara oleh provinsi B. F1AA
: Nilai produksi sektor 1 provinsi A dikonsumsi sebagai permintaan akhir oleh provinsi A sendiri.
F1AB
: Nilai produksi sektor 1 provinsi A yang diekspor ke provinsi B sebagai permintaan akhir.
E1A
: Nilai produksi sektor 1 provinsi A yang diekspor ke selain provinsi B.
Jadi, persamaan alokasi output sektor 1 di atas memperlihatkan bahwa jumlah permintaan antara ditambah jumlah permintaan akhir sama dengan output. Alokasi output sektor 1 dapat diaplikasikan untuk sektor-sektor lainnya. Penjelasan ini akan mengetengahkan beberapa persamaan matematis yang dapat diturunkan dari suatu model I-O antara provinsi dengan menggunakan pendekatan tabel I-O bilateral antara provinsi A dan B. beberapa persamaan matematis yang dapat dirumuskan melalui tabel I-O bilateral antara provinsi A dan B merupakan dasar bagi penyusunan analisis ekonomi dengan model I-O, karena bentuk hubungan di antara sel-sel matriks pada kuadran I, II dan III yang disusun ke dalam suatu sistem persamaan akan memungkinkan dilakukannya penyelesaian matematika yang seringkali digunakan untuk membuat estimasi terhadap variabel-variabel tidak bebas yang berada dalam persamaan tersebut, seperti : penyusunan estimasi output (Xi) yang ditentukan oleh perubahan permintaan akhir (Fi) dimana kedua variabel tersebut berhubungan dalam suatu sistem persamaan berikut ini : Xi = (I – A)-1 Fi
.................................................................................................................................
(2.50)
56
Di dalam suatu model I-O antara dua provinsi A dan B baik untuk intraregional maupun iterregional. Intraregional adalah keterkaitan sektor ekonomi (produksi) dengan sektor ekonomi lain dalam regional sendiri. Sedangkan iterregional merupakan keterkaitan sektor ekonomi (produksi) terhadap sektor-sektor ekonomi di luar reginal (keterkaitan dengan regional lain). Ada 3 blok matriks utama yang menjadi basis bagi diturunkannya beberapa persamaan matematis, yaitu : (1) Tabel Transaksi, (2) Koefisien Teknik, dan(3) Koefisien Saling Ketergantungan. 1. Tabel Transaksi Matriks ini dibentuk melalui terjadinya transaksi ekonomi lintas sektor dan lintas provinsi A dan B dimana transaksi tersebut secara kolom bisa direfleksikan dengan komposisi input yang terdiri dari input antara dan input primer, dan secara baris direfleksikan melalui distribusi barang/jasa ke dalam permintaan antara dan permintaan akhir antara provinsi. Sistem persamaan yang dapat dirumuskan dari tabel transaksi ini dapat dilihat pada penjelasan susunan input dan alokasi output. 2. Koefisien Teknik Matriks koefisien teknik adalah matriks kumpulan sel-sel yang diperoleh dari rasio input antara terhadap total input atau outputnya. Matriks ini terletak di Kuadran I di dalam kerangka Tabel I-O. cara penghitungan masing-masing sel matriks koefisien teknik adalah sama dengan penghitungan koefisien input pada Tabel I-O single region, yaitu dengan rumus : aij
Dimana i :
1,2 … n
Xij Xj
j : 1,2 …,n
xj : output sektor ke j
aij
:
koefisien input sektor ke I untuk sektor ke j
Xij
:
penggunaan input sektor ke I oleh sektor ke j
Di dalam suatu model I –O baik satu provinsi maupun antara provinsi, kumpulan koefisien input yang mengisi Kuadran I disebut sebagai matriks A, yang bisa dinotasikan dalam bangun matriks berikut :
57
a11 a 21 A= ai1 an1
a12 a 22 ai2 an2
... aij ... a1m ... a 2 j ... a 2n ... aij ... ain ... anj .. ann
Dalam hubungan dengan tabel I-O bilateral antara provinsi A dan B, matriks tersebut dapat dipecah ke dalam empat sub-matriks berikut :
A
aijAA AijAB aijBA aijBB
aijAA :
Dimana :
Koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara produksi domestik provinsi A oleh sektor-sektor di provinsi A sendiri.
aijAB :
Koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara pada provinsi B dimana input antara tersebut diimpor dari provinsi A.
aijBA :
Koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara oleh sektor-sektor di provinsi A sendiri dimana input antara tersebut diimpor dari provinsi B.
aijBB :
Koefisien input yang menunjukkan porsi penggunaan input antara produksi domestik provinsi B oleh sektor-sektor di provinsi B sendiri.
3. Koefisien Saling Ketergantungan (Interdependence Coefficients) Matriks koefisien saling ketergantungan ini disebut juga sebagai matriks kebalikan (inverse matrix) dari matrik (I-A).matriks ini lebih dikenal dengan sebutan matriks Leontief. Di dalam model I-O antara dua provinsi atau di dalam kasus Tabel I-O bilateral antara provinsi A dan B bangun persamaan matriks yang dapat dikembangkan dari model I-O satu provinsi adalah : a11AA a12AA a11AB a21AA a22AA a21AB a11BA a12BA a11BB a21BA a22BA a21BB
a12AB a22AB a12BB a22BB
X 1A X 2A X 1B X 2B
F1AA F 2 AA F1BA F 2 BA
Persamaan matriks tersebut bisa disederhanakan menjadi :
F1AB F 2 AB F1BB F 2 BB
X 1A X 2A X 1B X 2B
58
X = (I – A )-1 F
AX + F = X
Jika matriks (I – A)-1 diberi notasi sebagai matriks B, maka tranformasinya ke dalam bangun matriks menjadi :
b b b b
AA
11 AA
A) 1 B
(I
21 BA
11 BA 21
b b b b
AA
12 AA 22 BA 21 BA 22
b b b b
AB
11 AB 21 BB
11 BB 21
b b b b
AB
12 AB 22 BB
12 BB 22
Matriks B di atas merupakan himpunan koefisien saling ketergantungan lintas sektor dan lintas provinsi A dan B. jika matriks B tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan X = (I – A)-1 F, maka perkalian matriksnya menjadi :
b b b b
AA
11 AA 21 BA
11 BA 21
b b b b
AA
12 AA 22 BA
12 BA 22
b b b b
AB
11 AB 21 BB
11 BB 21
(1 A) 1
b b b b
AB
12 AB 21 BB
12 BB 22
F F F F
AA
F F F F
1 AA 2 BA 1 BA 2
F
AB 1 AB 2 BB 1 BB 2
X X X X
A 1 A 2 b 1 b 2
X
Dengan dasar sistem persamaan matriks tersebut di atas, penghitungan dampak perubahan permintaan akhir terhadap perubahan output sektoral melalui suatu efek pengganda dapat distimulasikan ke dalam beberapa skenario berikut : 1. Jika permintaan akhir di provinsi A terhadap produksi domestik provinsi A sendiri untuk sektor 1 (F1AA) meningkat sebesar 1 unit, maka pengaruh terhadap perubahan output sektor 1 di provinsi A adalah sebesar b11AA dan pengaruh terhadap output sektor 2 di provinsi A adalah sebesar b21AA dan pengaruh terhadap output sektor 1 di provinsi B adalah b11BA dan pengaruh terhadap perubahan output sektor 2 di provinsi B adalah b21BA. 2. Jika F1BB untuk produk sektor 1 di provinsi B meningkat satu unit, maka pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di provinsi A adalah sebesar b12AB dan pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 2 di provinsi A adalah sebesar b22AB, kemudian pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di provinsi B sebesar b12BB dan terhadap output sektor 2 di provinsi B sebesar b22BB. 3. Jika F2AB untuk produk sektor 2 di provinsi B meningkat 1 unit, maka pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di provinsi A sebesar b12AA,
59
dan pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 2 di provinsi A sebesar b22AA, kemudian pengaruhnya terhadap perubahan output sektor 1 di provinsi B sebesar b12BA dan terhadap output sektor 2 nya sebesar b22B a.
Keterkaitan Kebelakang (Backward Linkage) atau Daya Penyebaran. Analisis daya penyebaran (Power of dispersion) adalah suatu analisis yang
menggambarkan permintaan suatu sektor terhadap sektor-sektor produksi lainnya. Jumlah daya penyebaran menunjukkan dampak dari satu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing sektor secara keseluruhan. Jumlah daya
penyebaran merupakan suatu ukuran untuk
menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage). Indikator keterkaitan kebelakang ini sering dipandang sebagai perwujudan dari sektor yang memiliki basis aktivitas domestik (resources base sector). Apabila suatu wilayah hendak membangun, biasanya keterkaitan kebelakang ini menjadi salah satu indikator yang penting. Apabila sektor ini berkembang, maka sektor ini bisa menarik sektor - sektor yang berada di belakangnya sebagai penyedia input, sehingga dengan mendorong sektor yang forward linkage-nya kuat maka juga akan membawa pertumbuhan sektor-sektor lain. Secara matematika, derajat kepekaan dapat diturunkan dengan rumus sebagai berikut:
b b b b
AA
11 AA 21 BA
11 BA 21
b b b b
AA
12 AA 22 BA
12 BA 22
b b b b
AB
11 AB 21 BB
11 BB 21
b b b b
AB
12 AB 21 BB
12 BB 22
F F F F
AA
F F F F
1 AA 2 BA 1 BA 2
(1 A) 1
F
AB 1 AB 2 BB 1 BB 2
X X X X
A 1 A 2 b 1 b 2
X
Dimana : (I-A)-1 :
matriks invers
F
:
matriks permintaan akhir
X
:
output
Jika permintaan akhir di Provinsi A terhadap produksi domestik Provinsi A sendiri untuk sektor 1 (F1AA) meningkat sebesar 1 unit, maka pengaruh terhadap perubahan output sektor 1 di Provinsi A adalah sebesar b11AA dan pengaruh terhadap output sektor 2 di Provinsi A adalah sebesar b21AA, kemudian pengaruh
60
terhadap perubahan output sektor 1 di Provinsi B adalah b11BA dan pengaruh terhadap perubahan output sektor 2 di Provinsi B adalah b21BA. Secara umum, jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor (sektor 1) di suatu region (Provinsi A ) terhadap seluruh sektor ekonomi (sektor 1 dan sektor 2) di seluruh region (Provinsi A dan B) adalah: rj = b11AA + b12AA + b11AB + b12AB rj =
j
………………..……...……….…..
(2.51)
bij (penjumlahan kolom ).
Dimana rj
: jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir sektor-j.
bij
: dampak yang terjadi pada output sektor-i akibat perubahan permintaan akhir sektor – j.
Jumlah dampak pada persamaan di atas disebut sebagai Daya Penyebaran, dan besaran ini menunjukan dapak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi didalam wilayah dan wilayah lain-nya. Selanjutnya, rata-rata dampak yang ditimbulkan terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor, dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut:
Yj
rj n
1 n
bij ……………………………………………………….………….…. (2.52)
dimana Yj adalah rata-rata dampak terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir sektor j. Karena sifat permintaan akhir dari masing-masing sektor saling berbeda satu sama lain, maka kedua persamaan diatas ( rj dan Yj ) saling berbeda satu sama lain-nya, maka persamaan tersebut bukan merupakan ukuran yang sah untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor. Untuk keperluan perbandingan, maka Yj harus dinormalkan (normalized) dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sector. Ukuran yang dihasilkan dari proses ini disebut sebagai indeks daya penyebaran yang diformulasikan sebagai berikut:
61
n i 1 .j
.j
1 n
b i.
i
j
.......................................................................................... (2.53)
bij
: indeks keterkaitan ke belakang (indeks daya penyebaran)sektor-j
b.i : Koefisien input sektor i bij : koefisien output sektor j dari input sektor i i,j : baris dan kolom n : jumlah sektor Besaran
j dapat memiliki nilai sama dengan satu, lebih kecil dari satu dan
lebih besar dari satu. Bila
j = 1 , hal ini berarti bahwa daya penyebaran sector j
sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Sedangkan bila j
1, menunjukan bahwa daya penyebaran sektor j diatas rata-rata daya
penyebaran seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya bila
j 1, menunjukan
daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Keberadaan sektor ini akan menarik perkembangan sektor yang berada dibelakangnya sebagai penyedia input untuk bertumbuh dan berkembang. b.
Keterkaitan ke Depan (forward linkages) atau Derajat Kepekaan Indikator keterkaitan ke depan ini sering dipandang sebagai perwujudan dari
sektor yang memiliki basis aktivitas domestik (resources base sector). Apabila suatu wilayah hendak berkembang , biasanya keterkaitan kedepan ini menjadi salah satu indikator yang penting. Apabila sektor ini berkembang, maka sektor ini bisa mendorong sektor-sektor yang berada di depannya sebagai pemakai output, sehingga dengan mendorong sektor yang backward linkage-nya kuat maka juga akan membawa pertumbuhan sektor-sektor lain. Selanjutnya juga analisis derajat kepekaan (degree of sensitivity) adalah suatu analisis yang menggambarkan kemampuan suatu sektor dalam mensuplay sektor-sektor
produksi
lainnya.
Jumlah
derajat
kepekaan
menunjukkan
pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Jumlah derajat kepekaan ini merupakan suatu ukuran untuk menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage). Secara matematika, derajat kepekaan dapat diturunkan dengan rumus sebagai berikut :
62
b b b b
AA
11 AA 21 BA
11 BA 21
b b b b
AA
b b b b
12 AA
AB
11 AB
22 BA
21 BB
12 BA
11 BB
22
21
b b b b
AB
12 AB 21 BB
12 BB 22
F F F F
AA
F F F F
1 AA 2 BA 1 BA 2
(1 A) 1
AB 1 AB 2 BB 1 BB 2
F
X X X X
A 1 A 2 b 1 b 2
X
Dimana : (I-A)-1: matriks invers F
: matriks permintaan akhir
X
: Output Selanjutnya, apabila terjadi perubahan pada permintaan akhir sektor 1 di
provinsi A (F1AA ), maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan input pada sektor 1 sebesar b11AA dan perubahan input pada sektor 2 b12AA dan perubahan input yang terjadi pada sektor 1 di Provinsi B adalah b 11AB dan perubahan input sektor 2 sebesar b12AB. Penghitungan jumlah dampak sektor-I sebagai akibat perubahan permintaan akhir di sektor i adalah : Si = b11AA + b12AA + b11AB + b12AB ………........................... (2.54) Si =
j
bij (penjumlahan baris )
Dimana : Si : jumlah dampak sektor –i (akibat perubahan yang terjadi pada seluruh sektor). bij: dampak yang terjadi pada input sektor – i akibat perubahan permintaan akhir sektor – j. Si pada persamaan di atas disebut juga sebagai jumlah derajat kepekaan yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Oleh karena ini menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian maka ukuran ini dapat digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkage). Untuk keperluan perbandingan antara sektor, dengan menggunakan logika yang serupa dengan pembahasan daya penyebaran, maka persamaan dinormalkan menjadi :
63
n j 1 i.
i.
1 n
i
b. j j
…………………....................................................... (2.55)
bij
: indeks keterkaitan ke depan (indeks derajat kepekaan) sektor-i
b.j : koefisien output sektor j bij
: koefisien output sektor j yang berasal dari input i
ij
: baris dan kolom
n
: jumlah sektor
Dimana
i
= indeks derajat kepekaan atau lebih sering disebut sebagai derajat
kepekaan saja. Nilai
i>
1 artinya bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi
dari rata-rata kepekaan seluruh sektor. Nilai
i<
1 artinya bahwa derajat kepekaan
sektor i lebih rendah dari rata-rata kepekaan seluruh sektor, dan nilai
i
= 1 artinya
bahwa derajat kepekaan sektor i sama dengan rata-rata kepekaan seluruh sektor. Keberadaan sektor ini akan mendorong perkembangan sektor yang berada di depan-nya sebagai penguna output, sehingga dia dapat untuk bertumbuh dan berkembang. 2.8
Pendekatan Sistem Dalam Pengembangan Wilayah Eriyatno (2002), dalam Djakapermana (2010) menyatakan bahwa konsep
sistem merupakan suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan secara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dalam bentuk perbedaan kepentingan atau keterbatasan sumberdaya. Sebagai suatu pendekatan, sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendesain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas-disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam pendekatan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks yaitu 1) analisis kebutuhan, (2) formulasi permasalahan yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan
64
yang ada dalam sistem, (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan abstrak, (5) implementasi dan (6) operasi. Lukas (1993) dalam Djakapermana (2010) menyatakan bahwa secara teoritis komponen dalam suatu sistem saling berhubungan dan memiliki kebergantungan antar sistem. Sistem harus dipandang secara keseluruhan dan akan bersifat sebagai pengejar sasaran, sehingga terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Sebuah sistem mempunyai masukkan (input) dan keluaran (output). Pada sebuah sistem ada umpan ballik yang berfungsi sebagai pengatur komponen-komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan dan sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sistem kecil (subsistem) yang akan membentuk suatu hirarki. Untuk menyederhanakan sebuah sistem, maka perlu dilakukan pemodelan. Model merupakan konsepsi mental, hubungan empirikk atau kumpulan pernyataan matematik statistik atau dapat juga diartikan sebagai representasi sederhana dari suatu sistem, sehingga interaksi untur-unsur yang kompleks dalam suatu sistem dapat diabstraksikan dalam bentuk hubungan sebab akibat dari peubah-peubah yang ditetapkan sesuai tujuan model, Pramudya (1989) dalam Djakapermana (2010). Tujuan yang paling mendasar dalam pemodelan adalah meningkatkan pemahaman tentang hubungan-hubungan yang terjadi diantara struktur umpanbalik dan perilaku dinamis dalam suatu sistem, sehingga dapat dikembangkan berbagai kebijakan dalam rangka memperbaiki perilaku permasalahan yang terjadi. Pemodelan dalam metode sistem dinamik (dynamics system) dimulai dengan konsep-konsep dan informasi yang ada dan digunakan di dalam prosesproses pengambilan keputusan. Persepsi-persepsi yang ada dirangkum dalam suatu model komputer dan disimulasikan untuk menghasilkan konsekuensikonsekuensi dinamis dari asumsi-asumsi tentang sistem tersebut. Pembuatan model sistem dinamik mengasumsikan, bahwa perilaku sistem terutama ditentukan oleh mekanisme feedback. Oleh sebab itu, setelah mendefinisikan batas sistem, deskripsi feedback loops merupakan langkah selanjutnya dalam sistem dinamik. Model-model sistem dinamik digambarkan melalui diagram-diagram, simbol-stock, flow, variabel-variabel auxiliary, dan
65
konstanta yang berisi makna/arti, misalnya sifat-sifat matematik. Secara tipikal, model sistem dinamikk mengandung proses fisik, arus informasi, aspek manusia, soft factors, formasi dari persepsi, ekspektasi dan delay (penundaan). Secara
grafik,
tahapan
pemodelan
disajikan
pada
Gambar
9.
Pengembangan model dilakukan melalui langkah-langkah : analisis kebutuhan, identifikasi dan formulasi permasalahan serta stakeholder terkait, identifikasi sistem (batasan model), konseptualisasi model, desain model, verifikasi dan validasi model.
Gambar 9. Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik (Djakapermana, 2010)