BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1
Teori Agensi Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang
saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Manager bertugas untuk mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin sehingga perusahaan akan menghasilkan laba yang cukup signifikan. Jumlah laba tersebut akan dilaporkan oleh pemilik sehingga pemilik dapat mengetahui seberapa efektif dan efisien kinerja manajer perusahaan. Adanya tanggung jawab yang lebih besar tersebut, menjadikan
13
manager menginginkan imbalan yang lebih besar juga. Dengan demikian dalam perusahaan terdapat dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan untuk mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan dan kepentingan bagaimana memegang tanggung jawab yang besar sehingga mendapatkan keuntungan yang besar juga. Tujuan Teori Agensi adalah bagaimana perusahaan menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi yang mengalami ketidakpastian. Teori Agensi pada penelitian ini menjelaskan bahwa adanya konflik yang akan timbul antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan yang telah listing di BEI. Konflik tersebut terjadi ketika pemilik utama perusahaan tersebut adalah fiskus(pemerintah) sekaligus pembuat regulasi dalam hal perpajakan sementara di sisi lain terdapat pihak manajemen perusahaan sebagai pembayar pajak. Pihak fiskus yang merangkap sebagai pembuat regulasi berharap akan adanya pemasukan yang sebesar-besarnya dari sektor pajak sementara pada pihak manajemen terdapat pandangan bahwa pihak perusahaan harus menghasilkan laba sebesar-besarnya dari sektor pajak sementara manajemen terdapat pandangan bahwa perusahaan harus menghasilkan laba yang signifikan dengan menghasilkan beban pajak yang rendah. Terdapat dua sudut pandang yang berbeda tersebut dapat
14
menyebabkan adanya konflik antara pemilik perusahaan dengan pihak manajemen perusahaan.
2.1.2
Effective Tax Rate(ETR)
Effective Tax Rate atau Tarif Pajak efektif pada dasarnya adalah sebuah presentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Effective Tax Rate(ETR) dihitung atau dinilai berdasarkan informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga Effective tax rate(ETR) merupakan perhitungan tarif pajak pada perusahaan. Effective Tax Rate(ETR) digunakan untuk merefleksikan perbedaan antara perhitungan laba buku dengan laba fiscal(Frank, et al 2009) Fullerton(1983) mengklasifikasikan Effective Tax Rate(ETR) sebagai berikut: 1.Average Effective Corporate Tax Rate: biaya pajak tahun berjalan dibagi dengan penghasilan perusahaan yang sebenarnya(laba sebelum pajak). 2.Average Effective Total Tax Rate: Besaran biaya pajak perusahaan ditambah pajak property ditambah bunga atas pajak pribadi dan dividen, dibagi dengan pendapatan total modal. 3.Marginal Effective Corporate Tax Rate Wedge: Besaran tarif penghasilan riil sebelum pajak yang diharapkan atas penghasilan dari investasi marginal, dikurangi penghasilan riil perusahaan sebelum pajak. 4.Marginal Effective Corporate Tax Rate : Pajak marginal efektif perusahaan dibagi penghasilan sebelum pajak(tax inclusive rate)atau dengan penghasilan setelah pajak(tax exclusive rate) 5.Marginal Effective Total Tax Wedge : Penghasilan sebelum pajak yang diharapkan dalam marginal investasi dikurangi penghasilan setelah pajak sebagai penghematan atas penghasilan.
15
6. Marginal Effective Total Tax Rate : Total Pajak marginal efektif dibagi penghasilan sebelum pajak atau dengan penghematan pajak penghasilan yang dilakukan perusahaan. Menurut Fullerton (1983) average effective tax rate relative lebih mudah untuk dihitung dan berguna untuk mengukur pendapatan dari pemilik modal,pendapatan pemerintah dan ukuran sektor publik. Sedangkan marginal effective rate lebih spesifik digunakan untuk menyelidiki dampak yang terjadi atas kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan(Hanum,2013).
2.1.3
Komisaris Independen
Komisaris Independen menurut Penjelasan Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UUPT) adalah “Komisaris dari pihak luar”. Pasal 120 ayat (2) UUPT juga mengatur bahwa komisaris independen diangkat dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
Selanjutnya dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit butir 1 b, diatur bahwa Komisaris Independen adalah anggota komisaris yang:
a. Berasal dari Emiten dan Perusahaan Publik. b. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik.
16
c. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau perusahaan public, Komisaris, Direksi, atau pemegang saham Utama Emiten atidau Perusahaan Publik. d. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung ataupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten ataupun Perusahaan Publik. Menurut Pasal 120 ayat (1) UUPT, keberadaan Komisaris Independen bergantung pada Anggaran Dasar Perseroan.
“Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris Independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan”
Apabila Anggaran Dasar perseroan mengatur bahwa dalam Dewan Komisaris terdapat Komisaris Independen, maka keberadaan Komisaris Independen tersebut menjadi wajib. Akan tetapi hal di atas tidak berlaku bagi perusahaan yang tercatat di bursa saham Indonesia. Untuk perusahaan-perusahaan tersebut, keberadaan Komisaris Independen ini diwajibkan dalam Peraturan Bapepam Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa Efek Jakarta huruf C butir 1, bahwa Perusahaan Tercatat wajib
memiliki
Komisaris
Independen
yang
jumlahnya
secara
proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris.
17
2.1.4
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain, profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai laba. Menurut G. Sugiyarso dan F. Winarni (2005:118) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Dari definisi ini terlihat jelas bahwa sasaran yang akan dicari adalah laba perusahaan. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek tertentu dari operasi perusahaan.
2.1.5
Tingkat Hutang
Hutang adalah kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi dimana hutang ini merupakan sumber pembiayaan eksternal yang digunakan perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya(Munawir dalam Rahmawati,2012)
18
Untuk tujuan pelaporan, hutang diklasifikasikan sebagai hutang lancar dan hutang jangka panjang. Suatu hutang yang berasal dari kegiatan operasional akan diklasifikasikan sebagai hutang lancar jika hutang ini akan dilunasi dengan menggunakan harta lancar dalam satu tahun ke depan atau dalam satu siklus operasi normal, yang mana yang lebih lama. Namun hutang yang berasal dari pinjaman bank, atau pinjaman lainnya diklasifikasikan menurut kriteria satu tahun. Suatu hutang yang jatuh tempo dalam satu tahun sejak tanggal neraca akan diklasifikasikan sebagai hutang lancar. Hutang
dalam
perusahaan
dapat
dihitung
dengan
menggunakan rasio leverage atau tingkat hutang dalam perusahaan. Ada dua macam penghitngan rasio leverage menurut Sawir (2004) yaitu leverage keuangan berdasar nilai buku diukur dengan rasio nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (TA) sementara leverage keuangan berdasarkan nilai pasar diukur dengan rasio nilai buku seluruh hutang terhadap total nilai pasar perusahaan (total value = V).
Namun ternyata pengklasifikasian hutang menjadi lancar dan tidak lancar menjadi pertimbangan dalam pengukuran hutang. Secara umum hutang akan diukur sebesar nilai sekarang dari hutang tersebut yang merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan untuk melunasinya sekarang. Aturan ini lebih tepat untuk hutang tidak lancar. Sementara itu hutang yang berasal dari kegiatan operasional misalnya hutang gaji dan hutang usaha, umumnya hutang ini akan segera dilunasi sehingga selisih antara nilai jatuh tempo dengan nilai sekarang hutang tersebut tidak
19
material. Oleh karena itu hutang yang berasal dari operasional umumnya untuk tujuan praktis disajikan sebesar nilai jatuh temponya.
Untuk tujuan pengukuran, baik hutang lancar maupun tidak lancar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Hutang yang jumlahnya sudah pasti. Contoh dari hutang ini adalah nominal dari wesel atau obligasi. 2. Hutang yang jumlahnya harus diestimasi. Dilihat dari kepastiannya, hutang ini pasti terjadi namun jumlahnya belum diketahui secara pasti. Hutang garansi merupakan contohnya. 3. Hutang bersyarat (contingent liablility) yaitu suatu hutang yang akan muncul jika terjadi kejadian lain. Contohnya perusahaan dituntut dipengadilan oleh perusahaan lain. Perusahaan akan berkewajiban membayar uang jika pengadilan memenangkan perusahaan yang menuntut tersebut. Tingkat kemungkinan timbulnya hutang bersyarat dapat dibagi menjadi : 1. Probable : Tingkat kemungkinannya sangat tinggi dan bahkan dapat dikatakan hampir pasti. Jika jumlah hutangnya dapat diestimasi dengan handal, maka hutang ini dicatat, jika jumlahnya sulit diestimasi maka keberadaan hutang ini diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
20
2. Reasonable posible : Kemungkinan terjadinya 50% atau dapat terjadi dapat pula tidak. Jika kondisinya demikian cukup diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 3. Remote : Kemungkinan terjadinya sangat kecil sehingga tidak perlu dicatat dan dilaporkan kecuali untuk hutang jaminan pembayaran hutang walaupun tingkat kemungkinan terjadinya kewajiban kecil tetapi harus diungkap dalam catatan atas laporan keuangan
2.1.6
Intensitas Aset Tetap
Aset adalah kekayaan yang mempunyai manfaat ekonomi berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud yang dapat dikuasai oleh yang
berhak
akibat
transaksi
(Nafarin,2007).
Aset
juga
dapat
menggambarkan ukuran perusahaan karena jumlah aset yang dimiliki perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan. Aset pada perusahaan dibagi dua yaitu Aset Lancar dan Aset Tetap(Nafarin, 2007). Aset lancar adalah aset perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan dan mempunyai umur ekonomis paling lama yaitu satu tahun dalam siklus kegiatan perusahaan yang normal(Nafarin,2007) Aset tetap dalam akuntansi adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Jenis aset
21
tidak lancar ini biasanya dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Contoh aset tetap antara lain adalah properti, bangunan, pabrik, alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan kantor, komputer, dan lain-lain. Aset tetap biasanya memperoleh keringanan dalam perlakuan pajak. Kecuali tanah atau lahan, aset tetap merupakan subyek dari depresiasi atau penyusutan.
2.1.7
Intensitas Persediaan
Menurut (standar akuntansi keuangan, 1999) pengertian persediaan adalah aktiva:
1. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; 2. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau 3. dalam bentuk bagan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa
Pengertian persediaan dalam hal ini adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar kegiatan operasi perusahaan, yang harus dilakukan secara berturut-turut
22
untuk memproduksi barang-barang, serta selanjutnya menyampaikannya kepada para pelanggan atau konsumen.
Freddy Rangkuty (2004:15), menyebutkan bahwa fungsi-fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Decoupling adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam kuantitas dan waktu pengiriman. 2. Fungsi Economic Lot Sizing. Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan lain sebagainya). 3. Fungsi Antisipasi. Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasonal inventories). Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jika waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock).
23
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu N o. 1.
Nama Peneliti (Tahun) Hanum(2013)
Judul Penelitian
2.
Desi Handayani (2013)
Pengaruh kecakapan manajerial, set kesempatan investasi dan kepemilikan pemerintah terhadap tarif pajak efektif
Mempunyai variabel dependen berupa Effective Tax Rate
3.
Andri Adi Pengaruh Hubungan Nugroho(2011) Politik dan Reformasi Perpajakan Terhadap Tarif Pajak Efektif
Mempunyai variabel dependen berupa Tarif Pajak Efektif
Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadap Effective Tax Rate
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Mempunyai variabel Menggunakan dependen berupa sampel seluruh perusahaan BUMN Effective Tax Rate Tahun 2009 – 2011 Mempunyai variabel yang terdaftar di BEI, independen berupa komponen dari Mempunyai variabel independen Corporate Governance yaitu Karakteristik dari Komisaris Corporate Independen Governance
Mempunyai Variabel Kontrol yaitu Profitabilitas
Hasil Penelitian Menemukan hubungan yang positif antara Komisaris Independen,Komit e Audit dan Investor Institutional terhadap Effective Tax Rate.
Menggunakan sampel perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011
Menemukan pengaruh yang positif antara tarif pajak efektif dengan set kesempatan Mempunyai variabel investasi dan independen berupa kepemilikan Pengaruh kecakapan pemerintah, sedang manajerial, set kan set kesempatan kesempatan investasi investasi memiliki dan kepemilikan hubungan negative pemerintah terhadap tariff pajak efektif Menggunakan sampel Penguasa yang semua perusahaan memiliki yang terdaftar di BEI hubungan politik Tahun 2008- 2009 dengan pemerintah yang berbasis tidak berpengaruh Industri. terhadap effective tax rate dan Pengukuran Variabel Reformasi independen perpajakan
24
menggunakan Hubungan Politik dan. Reformasi Perpajakan.
berpengaruh terhadap effective tax Rate perusahaan.
Menggunakan variable Kontrol yaitu ukuran perusahaan,tingkat pendanaan,tingkat investasi,profitabilitas dan jenis industry.
4.
Darmadi (2013)
Analisis Faktor yang mempengaruhi Manajemen Pajak dengan indikator Tarif Pajak Efektif
variable independen yang digunakan yaitu Profitabilitas, Tingkat hutang, Intensitas Aset Tetap dan Intensitas Persediaan. Variabel dependen adalah manajemen pajak dengan indikator yang digunakan Tarif Pajak Efektif.
Menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2012
Ukuran perusahaan dan Tingkat hutang memiliki pengaruh yang negative terhadap Tarif pajak efektif Mempunyai variabel sedangkan Independen Ukuran Profitabilitas, Perusahaan, Tingkat Hutang, Profitabilitas, Tingkat Intensitas Aset Hutang, Intensitas Tetap, Intensitas Aset Tetap, Intensitas Persediaan dan Persediaan dan Fasilitas Fasilitas Perpajakan. Perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap tarif pajak efektif
Sumber : Hasil Olahan peneliti, 2015.
25
2.3 Kerangka Konseptual
Perusahaan akan menggunakan manajemen pajak untuk menekan beban pajaknya agar tidak memberatkan keuangan perusahaan. Dengan adanya teori agensi, maka manajer sebagai agent berusaha untuk memaksimalkan laba perusahaan dengan membuat beban pajak menjadi kecil sehingga manajer akan mendapat kompensasi kinerja yang maksimal. Perusahaan akan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan untuk menekan beban pajak dan mengefektifkan manajemen pajaknya. Beberapa cara yang mungkin dilakukan oleh
perusahaan
memanfaatkan
adalah
tingkat
dengan
hutang
memanfaatkann Komisaris Independ,
perusahaan,
memanfaatkan
profitabilitas
perusahaan, memanfaatkan intensitas aset tetap dan intensitas persediaan. Berdasarkan penjabaran di atas, maka disusun kerangka penelitian pada gambar 2.1
26
Komisaris Independen ( X1)
H1
Profitabilitas (X2)
H2
Tingkat Hutang (X3)
H3
Effective Tax Rate (Y)
Intensitas Aset Tetap (X4)
H4
H5 Intensitas persediann(X5)
H6
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
27
2.4 Penjelasan Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.4.1
Pengaruh Komisaris Independen terhadap Tarif Pajak Efektif
Komisaris
Independen
diperlukan
untuk
meningkatkan
independensi Dewan Komisaris dari manajemen. Komisaris independen merupakan bagian yang berasal dari luar manajemen sehingga komisaris independen cenderung untuk tidak terpengaruh oleh tindakan manajemen, mereka
cenderung
mendorong
perusahaan
untuk
mengungkapkan
informasi yang lebih luas kepada para stakeholder-nya. Minnick dan Noga (2010) melihat aspek dari sisi positif yang menyangkut pada nilai perusahaan setelah pajak, yang kemudian meningkatkan kekayaan pemegang saham serta memberikan dorongan yang signifikan dari bottom line performance. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sabli
dan
Noor
(2012)
menyimpulkan bahwa komisaris independen melakukan pengawasan yang sangat baik dengan mengarahkan perusahaan berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan. Komisaris independen bersama dewan komisaris yang lain bersama-sama melaksanakan tugas pengawasan dan menentukan strategi kebijakan jangka panjang maupun jangka pendek yang menguntungkan bagi perusahaan namun tidak melanggar hukum termasuk dalam penentuan strategi yang terkait dengan pajak. asimetri informasi yang terjadi antara manajemen perusahaan dengan para stakeholder. Dengan adanya komisaris independen maka dalam setiap perumusan
28
strategi perusahaan yang dilakukan oleh dewan komisaris beserta manajemen perusahaan dan para stakeholder akan memberikan jaminan hasil yang efektif dan efisien termasuk pada kebijakan mengenai besaran tarif pajak efektif perusahaan, sehingga mengarah ke hipotesis pertama sebagai berikut: H1: Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate (ETR)
2.4.2
Pengaruh Profitabilitas Perusahaan Terhadap Tarif Pajak
Efektif
Adanya
teori
agensi
akan
memacu
para
manajer
untuk
meningkatkan laba perusahaan. Ketika laba yang diperoleh membesar, maka secara otomatis jumlah pajak penghasilan akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan. Manajer sebagai agent dalam agensi teori akan berusaha meminimalisir pajak agar tidak mengurangi kompensasi kinerja manajer sebagai akibat dari tergerusnya laba perusahaan oleh beban pajak. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat membayar pajak
lebih
profitabilitas
yang
penghasilan
perusahaan
tinggi
dari
perusahaan
rendah. Penyebabnya akan
adalah
yang
memiliki
karena
dikenakan berdasarkan
pajak
besarnya
penghasilan yang diterima oleh Undang-undang No. 36 Tahun 2008
29
pasal 1 menjelaskan bahwa pajak penghasilan dibebankan kepada subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun pajak. Richardson dan Lanis (2007) menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan membayar pajak lebih tinggi dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang lebih rendah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Roman dan Lanis (2007) profitabilitas digambarkan dengan ROA. Tingkat ROA perusahaan yang semakin tinggi menyebabkan tarif pajak efektif semakin tinggi, karena adanya dasar pengenaan pajak penghasilan adalah penghasilan yang diperoleh dan diterima oleh perusahaan. Dari uraian diatas didapat hipotesa ketiga yaitu: H3: Tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate (ETR)
2.4.3
Pengaruh Tingkat Hutang Perusahaan Terhadap Tarif Pajak
Efektif
Berdasarkan teori keagenan, hutang dapat digunakan oleh manajer untuk menekan biaya pajak perusahaaan dengan memanfaatkan biaya bunga hutang. Jika biaya bunga hutang dapat digunakan untuk menekan beban pajak, maka ada kemungkinan manajer memilih menggunakan hutang untuk pendanaan guna mendapatkan benefit berupa biaya bunga hutang. Biaya bunga hutang yang timbul perusahaan. Ketika manajer dapat meningkatkan kinerja perusahaan, maka manajer akan mendapat 30
keuntungan peningkatan kompensasi. Biaya hutang yang timbul karena adanya hutang dapat menjadi faktor pengurang pajak. Prabowo (2006) menjelaskan bahwa bunga pinjaman baik yang dibayar maupun yang belum dibayar pada saat jatuh tempo adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Derashid dan Zhang (2003), dijelaskan bahwa hutang perusahaan berpengaruh negatif efektif
yang
menggambarkan
bahwa
terhadap
tarif
pajak
hutang perusahaan dapat
membantu mengurangi beban pajak perusahaan. Dari uraian diatas dapat diambil hipotesa kedua yaitu: H2: Hutang perusahaan berpengaruh negatif terhadap Effective Tax Rate (ETR)
2.4.4
Pengaruh Intensitas Aset Tetap Perusahaan Terhadap Tarif
Pajak Efektif
Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Intensitas aset tetap perusahaan dapat mengurangi pajak karena adanya depresiasi yang melekat dalam aset tetap. Seperti yang dijelaskan oleh Blocher (2007) yaitu beban depresiasi memiliki pengaruh pajak dengan bertindak sebagai pengurang pajak. Dalam
teori
agensi,
depresiasi
dapat
dimanfaatkan
oleh
31
manajer untuk menekan jumlah beban pajak perusahaan. Manajer akan menginvestasikan dana menganggur perusahaan untuk berinvestasi dalam aset tetap, dengan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan
berupa
depresiasi yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak. Dengan memanfaatkan adanya depresiasi, manajer dapat meningkatkan kinerja perusahaan
untuk
tercapainya
kompensasi
kinerja manajer
yang
diinginkan. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan Derashid dan Zhang (2003), Richardson dan Lanis (2007) dan Noor et al.(2010) mendapatkan hasil bahwa variabel intensitas aset tetap berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif sehingga variabel intesitas aset tetap berpengaruh positif manajemen pajak. Dengan adanya uraian diatas didapat hipotesa keempat yaitu: H4: Intensitas Aset Tetap perusahaan berpengaruh negatif terhadap Effective Tax Rate (ETR)
2.4.5
Pengaruh Intensitas Persediaan perusahaan Terhadap Tarif
Pajak Efektif
Intensitas persediaan menggambarkan bagaimana perusahaan menginvestasikan kekayaannya pada persediaan. Besarnya Intensitas persediaan dapat menimbulkan biaya tambahan antara lain adanya biaya penyimpanan dan biaya yang timbul akibat adanya kerusakan barang (Herjanto, 2007). PSAK No. 14 mengatur biaya yang timbul atas kepemilikan persediaan yang besar harus dikeluarkan dari dari biaya
32
persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode terjadinya Biaya
tambahan
atas
adanya
persediaan
yang
besar
biaya. akan
menyebabkan penurunan laba perusahaan. Dalam agensi teori, manajer akan berusaha meminimalisir beban tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan. Disisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer adalah dengan membebankan biaya tambahan persediaan
untuk
menurunkan
laba
perusahaan sehingga
dapat
menurunkan beban pajak perusahaan. Jika laba perusahaaan mengecil, maka akan menyebabkan menurunnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Dari uraian diatas dapat diambil hipotesa kelima yaitu: H5: Intensitas persediaan berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate (ETR)
33