BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pasar Keuangan Pasar keuangan adalah tempat bertemunya pihak yang memiliki dana
berlebih dengan pihak yang membutuhkan dana dan dapat melakukan transaksi bisnis secara langsung (Gitman dan Zutter, 2012:34). Pasar keuangan sendiri terbagi menjadi dua kategori yang membedakan satu sama lain, yaitu pasar modal dan pasar uang. Dimana pasar modal diidentifikasikan sebagai tempat yang menjual-belikan sekuritas jangka panjang seperti obligasi dan saham. Sedangkan pasar uang sebagai tempat jual beli sekurita berjangka pendek.
2.1.1. Pengertian Pasar Uang Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasar keuangan memiliki dua cabang utama, yaitu pasar modal dana pasar uang. Pasar uang (money market) menurut Gitman dan Zutter (2012:35) adalah: “Keseluruhan permintaan dan penawaran dana-dana atau surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun dan dapat disalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan”. Sedangkan menurut Ekananda (2014:353), pasar uang adalah: “Pasar uang sering juga disebut pasar kredit jangka pendek. Adapun bentuk transaksi-transaksi yang berada di pasar uang kebanyakan
16
17
merupakan instrumen hutang jangka pendek seperti T-bill, SBI, commercial papers, dan sebagainya.” Dengan demikian berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasar uang adalah suatu lembaga keuangan yang memperjual-belikan sekuritas yang sifatnya jangka pendek (dibawah satu tahun). Pasar uang sendiri tercipta dikarenakan hubungan keuangan antara individu, pelaku bisnis, pemerintah dan institusi keuangan yang memiliki dana berlebih dan ingin menginvestasikannya pada sekuritas yang aman, dan dimana pula saat para pelaku pasar uang membutuhkan pendanaan (Gitman dan Zutter, 2012:35). Sehingga hal tersebut dipandang sangat membantu perekonomian. Alasan kenapa pasar uang dibutuhkan dalam sistem perekonomian adalah dikarenakan banyaknya perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows dan outflows. Misalnya, perusahaan melakukan penagihan dari klien pada periode tertentu dan pada waktu yang lain harus mengeluarkan uang untuk menutupi biaya operasionalnya. Untuk mengatasi masalah tersebut (perusahaan pada saat kasnya mengalami defisit), maka perusahaan tersebut sementara dapat memasuki pasar uang sebagai peminjam dengan mencari lembaga keuangan atau pihak lain yang memiliki surplus (kelebihan) dana. Selanjutnya, pada saat perusahaan tersebut mengalami surplus dana, maka perusahaan tersebut menjadi kreditor dalam pasar uang untuk memperoleh pendapatan daripada membiarkan danaya tak terpakai atau idle.
18
2.1.2. Jenis-Jenis Instrumen Pasar Uang Dalam kaitannya dengan instrumen yang berada di dalam pasar uang, terdapat beberapa jenis instrumen surat berharga yang diperdagangkan di pasar uang. Ekananda (2014:110) menyebutkan bahwa jenis instrumen surat berharga tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),
adalah surat berharga
yang
diperjualbelikan dengan cara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk oleh BI, 2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI), adalah surat berharga berbentuk hutang jangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah, 3. Deposito, adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank atas simpanan nasabahnya dengan periode jatuh tempo dan tingkat suku bunga tertentu, 4. Promissory Notes, adalah surat pernyataan kesanggupan membayar atas transaksi hutang piutang jangka pendek antara kreditur dengan debitur, 5. Treasury Bills, adalah surat hutang yang diterbitkan oleh negara dimana jangka waktunya dibawah satu tahun, 6. Banker's Acceptance, adalah salah satu instrumen pasar uang yang digunakan pada kegiatan eksport dan import barang atau digunakan sebagai transaksi valuta asing (valas), 7. Commercial Paper, adalah Instrumen utang yang diterbitkan oleh perusahaan kepada investor dengan tanpa jaminan (collateral), untuk membiayai kewajiban jangka pendeknya, dan
19
8. Call Money, adalah Instrumen yang dipergunakan pada kegiatan transaksi pinjam meminjam sejumlah dana antar Bank untuk periode jangka pendek.
2.2.
Valuta Asing
2.2.1. Pengertian Valuta Asing Terdapat beberapa pengertian valuta asing menurut para ahli. Berikut adalah pengertian valuta asing menurut Ekananda (2014:152) : “Suatu mekanisme dimana orang dapat melakukan tindakan mentransfer daya beli melewati batas negara yang menggunakan satuan uang yang berbeda dan membeli suatu valuta (nilai tukar) yang berbeda untuk dipergunakannya”. Selanjutnya, Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex) menurut Hady (2007:97) adalah: “Mata uang asing yang difungsikan sebagai alat pembayaran untuk membiayai
transaksi
ekonomi
keuangan
internasional
dan
juga
mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa valuta asing adalah sebuah rujukan atau mekanisme dimana suatu mata uang asing dapat ditransaksikan dan juga digunakan untuk mentransfer daya, dimana tempat perdagangan tersebut terjadi bisa berupa pasar dunia maya, atau sebuah hubungan interkoneksi antar bank di seluruh dunia.
20
2.2.2. Perdagangan Valuta Asing Jenis transaksi yang paling utama digunakan di pasar valuta asing, salah satunya adalah perdagangan berjangka (forward trading), di mana beberapa pihak sepakat mempertukarkan mata uang di waktu mendatang atas dasar kurs yang mereka sepakati. Sedangkan kategori lainnya, yakni perdagangan spot (spot trading) langsung melaksanakan pertukaran tersebut. Keseimbangan dalam pasar valuta asing mensyaratkan adanya kondisi interest parity, yakni suatu kondisi di mana berbagai simpanan dalam mata uang apa pun menawarkan perkiraan imbalan yang sama besarnya (bila diukur atau dihitung dengan satuan yang sama). Bila suku bunga dan perkiraan kurs masa mendatang tetap, kondisi interest parity menjamin adanya keseimbangan kurs. Kurs yang tengah berlaku juga dipengaruhi oleh berbagai perubahan atas perkiraan kurs untuk waktu mendatang. Sebagai contoh, apabila terjadi kenaikan perkiraan kurs USD/EUR untuk masa yang akan datang, maka jika suku bunga tetap, kurs USD/EUR yang tengah berlaku akan meningkat (Krugman, Obstfeld dan Melitz, 2011:344). Dalam kenyataannya, sering terdapat berbagai tingkat kurs untuk satu valuta asing. Perbedaan ini timbul karena beberapa hal antara lain perbedaan antara kurs beli dan jual oleh pedagang valas, perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayarannya, perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valas atau bank membeli valuta asing, sedangkan kurs jual adalah kurs yang dipakai apabila pedagang valas atau bank menjual valuta asing.
21
2.3.
Kurs
2.3.1. Pengertian Kurs Kurs adalah nilai tukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya, kurs atau nilai tukar biasanya digunakan dalam transaksi yang melibatkan dua negara atau lebih. Pengertian kurs atau nilai tukar lainnya seperti yang dikemukakan oleh Ekananda (2014:168) sebagai berikut : “Kurs merupakan harga suatu mata uang relatif terhadap mata uang negara lain. Kurs memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan hargaharga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama”. Bila semua kondisi lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap segenap mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal dan impornya lebih murah (Nopirin, 2008:156).
2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kurs Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi perubahan kurs di pasar valuta asing sesungguhnya banyak dikemukakan para ahli. Namun hal-hal tersebut masih dipandang belum konkrit dan masih terdapat inkonsistensi diantara faktor yang diajukan oleh satu ahli dibandingkan dengan yang lain.
22
Pada dasarnya, Madura dan Fox (2011:108) berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu: 1. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral. 2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi. Sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan sementara penawaran tetap, maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi. 3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal. Lebih lanjut, Madura dan Fox (2011:89) berpendapat bahwa ketiga faktor tersebut sesungguhnya terdapat 5 (lima) faktor penjelas yang murni berpengaruh yang berdasarkan oleh pendapat Krugman, Obstfeld dan Melitz (2011). Dan hal ini kembali diperkuat pada tahun 2013 oleh Eun, Resnick dan Sabherwal sehingga terdapat 5 (lima) faktor utama yang diajukan yaitu :
23
1. Tingkat inflasi Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Contoh: jika Amerika Serikat sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika Serikat juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap produk relatif mengalami penurunan. Rasio uang dalam daya beli (paritas daya beli) berfungsi sebagai titik nilai tukar yang mencerminkan nilai sebenarnya. Itulah mengapa tingkat inflasi berdampak pada nilai tukar. Peningkatan inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang nasional, dan juga sebaliknya. Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan mengurangi daya beli dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang mereka terhadap mata uang negara-negara di mana tingkat inflasi yang lebih rendah. 2. Cadangan Devisa Proses hubungan ekonomi antar negara tentu akan mempengaruhi hasil neraca pemabayaran internasional suatu negara. Diasumsikan apabila suatu neraca pembayaran internasional terjadi surplus maka akan hal tersebut akan berdampak pada peningkatan nilai cadangan devisa negara. Sebaliknya bila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, maka Bank Sentral negara tersebut harus mengeluarkan aset cadangan devisanya, seperti emas,
24
valuta asing dan SDR atau meminjam dari Bank Sentral lain (Eun, Resnick dan Sabherwal, 2013). Kemampuan suatu negara untuk dapat memiliki devisa dalam jumlah yang besar akan mendorong peningkatan nilai ekspor pada periode selanjutnya (Samuelson dan Nordhaus, 2011). Kondisi ini akan berpengaruh terhadap penawaran mata uang asing yang juga semakin meningkat. Dengan demikian nilai tukar domestik akan terjadi apresiasi terhadap mata uang asing. 3. Perbedaan suku bunga Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing, sehingga itulah sebabnya di negara dengan tingkat suku bunga tinggi, modal asing banyak yang masuk, sehingga menimbulkan permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan menyebabkan kursnya terparesiasi. 4. Ekspor-impor Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor maupun diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga barang yang relatif murah akan meningkatkan ekspor dan juga sebaliknya apabila harga suatu barang naik, maka tingkat ekspornya juga akan berkurang. Selain itu, pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor.
25
Efek yang akan diakibatkan oleh hal tersebut terhadap nilai mata uang tentu sangat akan berpengaruh terhadap kondisi kurs. Apabila tingkat ekspor suatu negara lebih tinggi, maka permintaan terhadap mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang Negara itu naik (terapresiasi). Akan tetapi, apabila impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot (terdepresiasi). 5. Ekspektasi Faktor terakhir yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dolar, karena memperkirakan nilai Dolar akan menurun di masa depan. Reaksi pasar tentu langsung akan menekan nilai tukar Dolar dalam pasar.
2.3.3. Sistem Kurs Didalam menentukan suatu kurs di suatu negara, sejatinya terdapat beberapa sistem yang dipakai suatu negara dalam menentukan nilai kursnya. Menurut Ekananda (2014:314) terdapat 3 (tiga) sistem kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu:
26
1. Sistem kurs bebas (floating) Dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap valuta asing. 2. Sistem kurs tetap (fixed) Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan. 3. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled) Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia.
2.3.4. Fluktuasi Kurs Dalam melakukan transaksi valuta asing, Sukirno (2012:209) berpendapat bahwa nilai kurs mengalami perubahan setiap saat. Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa: 1. Apresiasi atau depresiasi Apresiasi adalah kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing, sedangkan depresiasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing. Kedua hal tersebut sepenuhnya tergantung pada kekuataan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.
27
2. Revaluasi atau devaluasi Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Perbedaanya dengan apresiasi atau depresiasi diantaranya adalah revaluasi atau devaluasi dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan sesudah revaluasi atau devaluasi.
2.4.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat
2.4.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Dewasa ini ada ratusan mata uang yang digunakan di puluhan negara di dunia. Dolar Amerika Serikat merupakan salah satu dari mata uang internasional yang banyak digunakan dalam transaksi antar negara, terutama dengan Indonesia. Dalam praktek perdagangan valuta asing, mata uang dari berbagai negara ini telah ditentukan kodenya oleh suatu badan internasional yaitu International Organisation for Standardization yang sering disebut dengan ISO. Berikut adalah pengertian nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat menurut International Organization for Standarization (ISO) : “Dalam ISO code mata uang suatu negara hanya diberi kode dengan tiga huruf, dimana dua digit pertama adalah nama negara dan satu digit terakhir (digit ketiga) adalah nama mata uang negara yang bersangkutan…pada kurs IDR dua digit pertama menyatakan singkatan nama negara Indonesia dan digit ketiga merupakan inisial dari Rupiah…pada USD, dua digit pertama adalah kepanjangan dari United States dan digit terakhir merupakan akronim dari Dolar”. Maka dari itu, biasanya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat biasa disingkat dengan USD/IDR.
28
Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi ekonomi keuangan internasional disebut dengan hard currency, yaitu mata uang yang berasal dari negara maju dan nilainya relatif stabil serta kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibanding mata uang dari negara lainnya. Sebaliknya mata uang yang berasal dari negara berkembang atau negara dunia ketiga jarang digunakan sebagai alat pembayaran antar negara karena nilainya relatif tidak stabil dan kadang mengalami depresiasi atau penurunan nilai, mata uang tersebut sering disebut dengan soft currency. Hard currency berasal dari negara-negara maju seperti Dolar Amerika Serikat (USD), Yen Jepang (JPY), Euro (EUR), Poundsterling Inggris (GBP), Dolar Canada (CAD), Swiss Franc (CHF), Dolar Australia (AUD), dan lain-lain. Sedangkan soft currency pada umumnya berasal dari negara berkembang seperti Rupiah Indonesia (IDR), Bath Thailand (THB), Peso Filipina (PHP), Rupee India (INR), dan lain sebagainya. Dalam penentuan suatu kurs, terdapat istiliah pair. Pair adalah suatu pasangan mata uang yang didalamnya terdapat satu base currency dan satu counter currency. Biasanya yang bersifat sebagai base currency adalah mata uang yang tergolong didalam hard currency, dan counter currency dapat berupa soft currency ataupun hard currency. Penentuan tersebut bukanlah tanpa alasan, tetapi karena kurs yang termasuk didalam hard currency biasanya merupakan majors, atau nilai mata uang yang sering ditransaksikan di dalam dunia valas. Untuk dapat memahami nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, dapat melihat pair USD/IDR. Di dalam pair USD/IDR sendiri terkandung 2 jenis
29
mata uang, yaitu USD sebagai base currency dan IDR sebagai counter currency. Base currency biasanya bersifat sebagai nilai dasar dengan jumlah 1 (satu). Sedangkan counter currency mencerminkan nilai yang setara dengan base currency tersebut. Untuk memahami arti dari pair tersebut, jika pada pair USD/IDR terdapat suatu angka, misalkan 13.500. Maka artinya adalah setiap 1 USD akan bernilai 13.500 Rupiah. Sedangkan jika pada pair GBP/USD nilainya adalah 1,45 maka setiap 1 Poundsterling bernilai sejumlah 1,45 Dolar Amerika Serikat.
2.4.2. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar sejak tahun 1970, penerapan sistem-sistem nilai tukar tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan kebijakan ekonomi nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, adapun sistemsistem penerapan kurs tersebut menurut Krugman, Obstfeld dan Melitz (2011:99-101) adalah sebagai berikut : 1. Sistem kurs tetap (1970 - 1978) Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp 250/Dolar Amerika Serikat sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
30
2. Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997) Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Bank Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread. 3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat selalu berubah-ubah setiap waktu, Pergerakan nilai tersebut didasari oleh beberapa faktor. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat menjadi sangat penting bagi perekonomian
31
Indonesia karena banyak transaksi perdagangan yang menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat. Berikut adalah pengertian faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat menurut Madura (2008:89) : 1. Devaluasi/Depresiasi dan Revaluasi/Apresiasi Devaluasi dan depresiasi adalah penurunan nilai tukar mata uang negara tertentu terhadap nilai mata uang negara lain, dimana depresiasi penurunannya tidak terlalu besar dan bersifat sementara sedangkan devaluasi penurunannya besar dan biasanya diumumkan secara resmi oleh pemerintah negara yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya. 2. Nilai nominal dan nilai intrinsik mata uang Nilai yang tertera pada mata uang disebut nilai nominal / nilai ekstrinsik, sedangkan nilai intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam mata uang itu sendiri, misalnya bahan yang digunakan untuk membuat mata uang itu (kertas, tinta, ongkos pembuatan, dan lain lain). 3. Neraca Pembayaran (Balance of Payment) Balance of Payment (BOP) ini dapat diartikan sebagai laporan keuangan dari suatu negara yang menggambarkan aliran kas masuk dan keluar dari atau ke negara lain selama periode satu tahun. Dalam hal transaksinya BOP ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu transaksi yaitu transaksi kredit yang menimbulkan kewajiban untuk membayar, misalnya transaksi impor, sedangkan transaksi debit yang menimbulkan arus uang masuk atau hak penerimaan uang, misalnya, transaksi ekspor.
32
4. Cadangan Devisa Cadangan devisa ini dapat diartikan sebagai total dana dari suatu negara, baik itu berupa uang, asset likuid atau fasilitas lainnya dalam bentuk mata uang asing yang dimiliki oleh bank sentral suatu negara. 5. Tingkat Inflasi Tingkat inflasi dapat diartikan sebagai tingkat kenaikan harga barang konsumsi yang terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam persen per tahun. 6. Suku Bunga Nominal Suku bunga nominal adalah suku bunga yang berlaku di suatu negara sebelum dikurangi tingkat inflasi. 7. Suku Bunga Riil Suku bunga riil adalah suku bunga yang berlaku di suatu negara setelah dikurangi dengan tingkat inflasi negara itu.
2.4.4. Mengukur Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Terdapat beberapa pendapat mengenai pengukuran nilai kurs. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pengukuran nilai kurs menurut Nopirin (2008:167-169) : “Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), yang berupa transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat apabila transaksi kredit lebih besar dari transaksi debit, atau dalam kata lain surplus dalam neraca pembayaran. Sebaliknya nilai suatu mata uang dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya
33
mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing”. Selain itu, nilai tukar sendiri juga terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Kedua hal tersebut dijelaskan oleh Ekananda (2014:177-178) sebagai: “Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain…sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain”.
Maka dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurs nominal seperti yang sudah dijelasakan adalah sebuah harga relatif dari mata uang dua negara yang umum diperdagangkan oleh khayalak awam. Sebagai contoh, jika antara Dolar Amerika Serikat dan Rupiah adalah 13.000 rupiah per Dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 Dolar untuk 13.000 di pasar uang. Sebaliknya orang Indonesia yang ingin memiliki Dolar akan membayar 13.000 rupiah untuk setiap Dolar yang dibeli. Sehingga secara tidak langsung secara awam yang dimaksud kurs adalah kurs nominal. Untuk mengukur kurs nominal sendiri, hal ini ditentukan oleh Bank Sentral yang disusun berdasarkan volume perdagangan valuta asing terhadap rupiah antar bank di pasar domestik, melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR) di Bank Indonesia secara real time (www.bi.go.id). Tetapi kurs nominal ini sendiri biasanya terbagi menjadi dua kurs terpisah yang ditentukan oleh Bank Indonesia menjadi kurs jual dan kurs beli. Untuk
34
mendapatkan kurs tengah sendiri Ekananda (2014:201) nilai kurs tengah dihitung dengan menggunakan rumus : Kb K j 2
Dimana, Kb = Kurs beli Kj = Kurs jual.
2.5.
Devaluasi Yuan
2.5.1. Pengertian Devaluasi Devaluasi adalah kebijakan ekonomi yang diambil suatu negara untuk menurunkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lainnya, hal tersebut dilakukan sesuai dengan tujuan ekonomi yang akan dicapai oleh suatu negara. Berikut adalah pengertian devaluasi menurut Fahmi (2013:246) : “Devaluasi dapat didefinisikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintahan suatu negara dengan menurunkan nilai mata uangnya (domestic currency) terhadap nilai mata uang asing (foreign currency)”. Dalam jangka pendek kebijakan devaluasi bertujuan untuk mendorong ekspor dan membatasi impor. Sehingga dapat mendorong penggunaan produksi dalam negeri. Hal ini akan berdampak pada perbaikan posisi BOP, Balance Of Payment atau terjadinya kesetimbangan BOP atau mendekati kesetimbangan. Pada umumnya kebijakan devaluasi lebih banyak dimanfaatkan oleh Negaranegara yang sedang berkembang untuk meningatkan output ekonomi (Kim dan Ying, 2007), sehingga kebijakan devaluasi ini harus mendapat izin dari IMF.
35
2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Devaluasi Devaluasi mata uang yang selama ini terjadi biasanya dimotivasi oleh keinginan pemerintah untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut penelitian sebelumnya, faktorfaktor tersebut adalah : 1. Output ekonomi suatu negara yang diindikasikan oleh tingkat GDP jangka panjang, neraca perdagangan dan tingkat inflasi (Kim dan Ying, 2007) 2. Nilai ekspor suatu negara dalam jangka panjang (Anaraki, 2014) 3. Daya saing perekonomian dengan negara lain (Anaraki, 2014) Dalam jangka pendek, tindakan devaluasi dapat menggeser pengeluaran atau expenditure dari konsumsi produk luar negeri kepada konsumsi produk dalam negeri dikarenakan harga-harga dari luar negeri yang menjadi lebih mahal. Kenaikan harga ini akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat yang akan menurun. Penurunan konsumsi ini juga selanjutnya dapat menyebabkan turunnya aktivitas ekonomi yang dapat mendorong terjadinya deflasi. Dalam jangka panjang, hal ini juga berhubungan dengan salah satu motif yang sering muncul akhir-akhir ini, yaitu untuk meningkatkan nilai ekspor. Dengan adanya devaluasi nilai mata uang, terlepas dari apakah hal ini merupakan faktor utama penyebab devaluasi atau tidak, maka secara jangka panjang neraca pembayaran akan semakin membaik yang disebabkan oleh nilai barang lokal akan semakin murah dan barang-barang impor semakin mahal. Hal ini mendorong output nilai eskpor yang semakin besar yang disebabkan oleh harga barang yang murah.
36
2.5.3. Devaluasi Yuan Devaluasi Yuan yang terjadi belakangan ini adalah bentuk kebijakan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok pada bulan Agustus 2015 melalui Bank Rakyat Tiongkok yang menurunkankan nilai kurs Yuan terhadap Dolar Amerika Serikat hingga pada angka 2,8 persen (Malhotra dan Malhotra, 2015). Kebijakan devaluasi ini banyak menuai kritik dari berbagai belahan dunia dengan menuduh Tiongkok sengaja melakukan manipulasi Yuan untuk mendorong perekonomian Tiongkok yang sedang mengalami perlambatan. Tuduhan tersebut dibantah oleh Tiongkok dengan alasan bahwa Tiongkok akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih berorientasi terhadap pasar. Dengan terdepresiasinya nilai Yuan, diperkirakan bahwa banyak pedagang valas akan menjual yuan di pasar valas untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini sejalan dengan asumsi bahwa ekspektasi akan mempengaruhi nilai suatu kurs. Dan di kasus ini tentu dengan terdevaluasinya Yuan akan membuat USD akan semakin menguat dan menekan berbagai kurs lainnya, termasuk salah satunya adalah IDR.
2.5.4. Mengukur Tingkat Devaluasi Yuan Di dalam kebijakan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mendevaluasi kursnya, sesungguhnya pengukuran hal ini dapat dilihat didalam pernyataan Bank Rakyat
Tiongkok
pada
http://www.pbc.gov.cn/english/130721/2941603/index.html
tautan dan
http://www.pbc.gov.cn/english/130721/2941606/index.html bahwa pada tanggal
37
11 Agustus 2015, mereka akan meningkatkan kuotasi Yuan terhadap Dolar Amerika Serikat, atau dengan kata lain mendevaluasi. Dari pengumuman tersebut, didapatkan data bahwa nilai USD/CNY terdevaluasi hingga 1,9% menjadi 6,2027 per USD. Di dalam penentuan kurs Yuan terhadap Dolar Amerika Serikat sendiri, pemerintah Tiongkok menggunakan kebijakan yang ketat di dalam peredaran mata uang selain Yuan di dalam negeri. Hal ini sehingga pemerintah Tiongkok didalam menetapkan nilai tukar yang ada selalu merujuk kepada nilai kurs tengahnya Bank Rakyat Tiongkok. Sehingga dalam menentukan kurs tengah dapat digunakan rumus: Kb K j 2
Dimana, Kb = Kurs beli Kj = Kurs jual
2.6.
Cadangan Devisa
2.6.1. Pengertian Cadangan Devisa Cadangan devisa adalah aset yang dimiliki oleh suatu bank sentral atau otoritas moneter dalam suatu negara, berikut adalah pengertian cadangan devisa dengan tinjauan kenegaraan menurut Hendra (2005:281) : “Dalam perkembangan ekonomi nasional Indonesia dikenal dua terminologi cadangan devisa, yaitu official foreign exchange reserve dan country foreign exchange reserve, yang masing-masing mempunyai cakupan yang berbeda. Pertama, merupakan cadangan devisa milik negara yang dikelola, diurus, dan ditatausahakan oleh bank sentral, sesuai dengan
38
tugas yang diberikan oleh UU No. 13 Tahun 1968. Kedua, mencakup seluruh devisa yang dimiliki badan, perorangan, lembaga, terutama lembaga keuangan nasional yang secara moneter merupakan bagian dari kekayaan nasional”. Bank sentral dalam pengolahan devisa, selain memperhatikan jumlah devisa yang benar-benar ada dalam administrasi juga diperhitungkan semau potensi asset yang akan diperoleh serta kewajiban atau utang yang ada maupun yang akan datang, sehingga neto akhirnya dapat diperkirakan besarnya cadangan devisa. Untuk mengukur suatu cadangan devisa dianggap memadai atau tidak, maka dipakai kriteria jumlah besarnya kemampuan cadangan devisa tersebut untuk menutup impor minimal selama 3 (tiga) bulan. Cadangan devisa juga merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan bank- bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa, Bank Indonesia telah mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Namun demikian, Bank Indonesia selaku otoritas moneter Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Laju ekspor yang tinggi akan menghasilkan hard currency yang dapat memperkuat cadangan devisa, namun mengakibatkan apresiasi domestic currency, yang kemudian menambah jumlah uang beredar melalui NFA (Net Foreign Asset) yang pada akhirnya dapat mendorong inflasi. Ini merupakan suatu siklus ekonomi yang berkesinambungan dan erat kaitannya dalam proses pertahanan pengolahan cadangan devisa.
39
2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Para ahli dalam menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa terpisah ke dalam beberapa golongan. Seperti yang dikemukakan oleh Madura dan Fox (2011:89-91) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa adalah: 1. Laju inflasi suatu negara negara meningkat relatif terhadap negara mitra dagangnya maka neraca berjalannya akan menurun. Pendapatan nasional suatu negara meningkat relatif terhadap negara mitra dagangnya maka neraca berjalannya akan menurun. 2. Restriksi pemerintah yaitu jika pemerintah menggunakan pajak atas barangbarang impor berupa tarif atau kuota maka neraca berjalannya akan meningkat. 3. Kurs suatu negara meningkat relatif terhadap negara mitra dagangnya maka neraca berjalannya akan meningkat. Pendapat tersebut sesuai dan didasarkan dengan yang dikemukakan oleh Kreanin (Manullang, 1993:48) bahwa: 1. Semakin tinggi laju inflasi maka cadangan devisa meningkat. 2. Meningkatnya
laju
pertumbuhan
ekonomi
nasional
menyebabkan
meningkatnya cadangan devisa. 3. Tingkat bunga domestik akan mengakibatkan perubahan dengan arah yang berbalikan pada cadangan devisa. 4. Ekspansi kredit domestik akan mengurangi cadangan devisa.
40
2.6.3. Menghitung Cadangan Devisa Pengukuran cadangan devisa sendiri menurut Kamaluddin (1998:128) adalah sebagai berikut : “Cadangan devisa bertambah ataupun berkurang tampak dalam neraca lalu lintas moneter. Dan cadangan devisa disimpan dalam neraca pembayaran (BOP). Cadangan devisa lazim diukur dengan rasio cadangan resmi terhadap impor, yakni jika cadangan devisa cukup untuk menutupi impor suatu negara selama 3 bulan, dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika hanya 2 bulan atau kurang maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran.” Sehingga merujuk kepada definisi daripada cadangan devisa sendiri sebagai
posisi
aktiva
pemerintah,
menghitung
cadangan
devisa
dapat
menggunakan penjumlahan transaksi modal dan net ekspor. Atau dapat dikatakan cadangan devisa = Transaksi modal + Net ekspor. Jika dimasukan ke dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut: CDVt = CDVt – 1 + TBt + TMt Dimana, CDVt-1 TBt TMt
= Cadangan devisa sebelumnya = Transaksi berjalan = Transaksi modal
Tetapi mulai dari bulan Juli 2000, BI mengubah konsep pencatatan cadangan
devisa
kepada
konsep
(http://www.bi.go.id/id/moneter/indikator/Default.aspx).
Angka
IRFCL cadangan
devisa yang dilaporkan dengan menggunakan konsep International Reserve and Foreign Currency (IRFCL) yang merupakan standar pelaporan secara internasional (SDDS-IMF). Sehingga jika diteliti terdapat perbedaan antara angka cadangan devisa yang sebelumnya dengan yang berdasarkan IRFCL yang disebabkan oleh perbedaan pelaporan.
41
Dalam konsep IRFCL, hanya aset yang tergolong likuid yang diperhitungkan sebagai komponen International Reserve dan penilaiannya menggunakan kurs yang berlaku saat tanggal pelaporan. Sedangkan dalam konsep yang lama, tidak dibedakan tingkat likuiditas tersebut, serta tidak digunakan kurs yang berlaku pada saat pelaporan melainkan kurs mata uang asing per 31 Maret 1998. Konsep IRFCL sendiri berdasarkan dari standar penyebaran data khusus (Special Data Dessemination Standards/SDDS) yang merupakan bentuk penyajian data ekonomi melalui internet dengan menggunakan standar penyajian data IMF. Cakupan SDDS termasuk kedalam sektor riil, sektor fiskal, sektor keuangan, dan sektor eksternal. Sedangkan dalam metode penghitungan IRFCL, metode
penghitungannya
(International
sendiri
Reserve), perkiraan
terbagi aliran
menjadi bersih
devisa
devisa
international
yang terjadwal
(Predetermined short-term net drains), perkiraan aliran devisa yang bersifat siaga (Contingent
Short-term
net
drains),
dan
memo
item
(https://www.imf.org/external/np/sta/ir/IRProcessWeb/index.aspx). Keempat seksi utama tersebut merupakan standar IMF yang diikuti negara dalam menginput data-datanya sehingga kemudian akan didapatkan hasilnya. Dengan demikian perhitungan cadangan devisa dirumuskan sebagai berikut : Selisih IRFCL = Xt – Xt – 1 Dimana : Xt = Xt-1 =
Cadangan devisa bulan t Cadangan devisa bulan sebelumnya
42
2.7.
Hubungan Devaluasi Yuan dan Cadangan Devisa terhadap Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Hubungan antara kurs dengan cadangan devisa dapat dijelaskan melalui
mekanisme harga. Menurut teori Keynesian apabila suatu nilai tukar valuta mengalami apresiasi (mata uang asing meningkat dan mata uang lokal menurun), maka hal ini secara relatif dapat menyebabkan tingginya harga barang ekspor dibanding harga barang impor. Kondisi ini berpengaruh pada peningkatan ekspor dan penurunan impor. Dan apabila ekspor lebih besar dari pada impor, maka hal ini dapat menyebabkan surplus pada neraca pembayaran internasional yang selanjutnya akan meningkatkan posisi cadangan devisa suatu negara (Kim, et al. 2007). Dan pula demikian sebaliknya. Oleh karena itu dengan asumsi ceteris paribus, hubungan antara kurs dengan cadangan devisa adalah negatif (Nopirin, 2008:148). Selain itu pula, dalam menjelaskan hubungan yang terjadi dalam terdevaluasinya Yuan, teori sentimen pasar adalah yang paling tepat dalam menggambarkan kejadian ini yang sebenarnya termasuk didalam behavioural finance. Diketahui bahwa ekspektasi dapat mempengaruhi pergerakan volatilitas kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (Madura dan Fox, 2011:89). Di dalam pasar valas, baik itu investor ataupun pedagang valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dengan informasi yang beredar luas di pasar, hal ini akan membuat pergerakan kurs berkorelasi dengan informasi tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya berita devaluasi Yuan yang beredar luas, tentu banyak pelaku pasar valas bereaksi terhadap berita
43
tersebut. Dan diduga bahwa dengan adanya kebijakan devaluasi Yuan tersebut, banyak pedagang valas melakukan sell-off sehingga semakin menekan posisi mata uang lain, dan membuat nilai USD terapresiasi, sehingga kurs Rupiah juga ikut anjlok.
2.8.
Penelitian Terdahulu Demi mendukung landasan teoritis, keabsahan penelitian dan courtesy
penelitian yang akan dilakukan, peneliti melihat bahwa selayaknya masingmasing variabel yang akan diteliti dilengkapi dengan bukti penelitian terdahulu. Hal ini tentu digunakan untuk mendukung landasan berpikir peneliti dalam memverifikasi kembali variabel yang sudah pernah diteliti. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang telah diambil dari berbagai jurnal dan hasil seminar : Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya No. 1
Peneliti Sugiartiningsih
Judul Penelitian Analisis Faktorfaktor Internal dan Eksternal yang Berpengaruh terhadap Fluktuasi Kurs Dolar AS terhadap Rupiah Periode 2005.072013.11
2
K. S. Madhava Rao dan Anjana Ramachandran
Exchange Rate Market Sentiment Analysis of Major Global Currencies
Hasil Penelitan Dari hasil regresi persamaan pada model dalam penelitian ini, ternyata arah dari seluruh koefisien variabel bebas telah sesuai dengan teori ekonomi. Dimana untuk variabel tingkat inflasi di Indonesia memiliki hubungan searah terhadap nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Sedangkan untuk variabel suku bunga dalam negeri Indonesia dan cadangan devisa memiliki hubungan yang negatif. Dengan menggunakan analisis multinomial untuk meneliti hubungan antara nilai tukar beberapa hard currency di dunia dengan adanya market sentimen didapatkan bahwa dari
Sumber Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta 2014 (http://repository.wid yatama.ac.id/xmlui/h andle/123456789/498 4)
Open Journal of Statistics, 2014, Vol. 4, hal 49-69
44
Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya (lanjutan) No.
Peneliti
Judul Penelitian
3
Mayuresh S. Gokhale dan J. V. Ramana Raju
Causality between Exchange Rate and Foreign Exchange Reserves in the Indian Context
4
Jacob Wanjala Musila dan John Newark
Does Currency Devaluation Improve the Trade Balance in the Long Run? Evidence from Malawi
5
Vasilios Plakandaras, Theophilos Papadimitriou, Periklis Gogas, dan Konstantinos Diamantaras
Market Sentiment and Exchange Rate Directional Forecasting
6
Fang Cai, Hyunsoo Joo, dan Zhiwei Zhang
The Impact of Macroeconomic Announcements on Real Time Foreign Exchange Rates in Emerging Markets
Hasil Penelitan keseluruhan kurs yang diuji (USD, JPY, GBP, EUR) kesemuanya menunjukan kecenderungan terjadi sentimen yang dapat berlangsung dari hitungan minggu hingga bulan jika terjadi sentimen pasar yang menyebabkan nilai tukar tersebut volatil. Pada kasus kurs Rupee dengan US Dolar di India sejak tahun 1980 sampai dengan 2010, diteliti bahwa ternyata cadangan devisa dan nilai kurs tidak berkorelasi dalam memprediksi hasil jangka panjang maupun jangka pendek.Hal ini diperkirakan karena cadangan devisa yang besar di India hanya digunakan untuk mengantisipasi nilai kurs saja. Pada penelitian ini, devaluasi kurs menyebabkan meningkatnya kemampuan ekspor di jangka panjang. Selain itu ditemukan juga bahwa hal tersebut berimbas pada neraca perdagangan akan menjadi positif. Hal ini disebabkan oleh tingkat kompetitif suatu negara akan meningkat karena harga produknya menjadi lebih murah. Penelitian ini menguji dan mengontrol sentimen pasar investor dengan menggunakan message board StockTwits terhadap 4 pair nilai tukar yang paling aktif diperdagangkan. Hasil dari peneltian ini menemukan bahwa berdasarkan hipotesis pasar efisien bahwa perlakuan investor yang bereaksi terhadap informasi yang beredar akan membentuk volatilitas nilai tukar, dan pergerakannya dapat diprediksi. Penelitian ini menguji data harian dari nilai tukar di negara-negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia, terhadap Dolar Amerika Serikat selama 6 tahun. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kecuali Thailand dan Turki, nilai tukar
Sumber
Global Journal of Management and Business Research, 2013, Volume XIII, Issue VII, Ver. I
African Development Bank Journal. 2003, Vol. V, No. 3
The Rimini Centre for Economic Analysis Working Paper no.37, Vol. 14. 2014
The Federal Reserve International Finance Discussion Papers, Vol. 9 No. 73, 2009
45 Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya (lanjutan) No.
Peneliti
Judul Penelitian
7
Xin Wang, Aric Krause dan Christopher S. P. Tong
Foreign Exchange Reserve Accumulation, Domestic Stability, and Foreign Exchange Policy: The Case of China (20012010)
8
Michael Kuhl
Excess Comovements between the
Hasil Penelitan pada masing-masing negara berkembang tersebut dimana USD menjadi base currency-nya terjadi volatilitas pergerakan nilai tukarnya jika terdapat kabar yang dapat memengaruhi USD. Lebih lanjut juga dijabarkan bahwa dari tahun ke tahun didapatkan fakta bahwa tingkat sentimen ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pula kondisi perekonomian negara tersebut. Penelitian ini meneliti beberapa cakupan yang meliputi hubungan cadangan devisa tiongkok, pertanyaan tentang kebijakan ekonomi tiongkok, dan kemungkinan revaluasi yuan. Temuan dari peneliti ini berupa: 1. Cadangan devisa RRT terus menerus meningkat dikarenakan kebijakan pengutamaan ekspor yang dilakukan RRT. Hal ini memicu fundamental ekonomi yang tidak seimbang seperti inflasi yang berlebihan sehingga pemerintah RRT melakukan kebijakan “sterilisasi” untuk menetralkan keadaan. 2. Hubungan cadangan devisa RRT dengan niai tukar ditunjukan dengan rasio 10:1, yaitu dimana jika cadangan devisa meningkat 10% maka pemerintah RRT akan meningkatkan nilai RMB sebesar 1% 3. Terjadi kekhawatiran bahwa dengan kondisi ekonomi yang tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya akan menyebabkan permasalahan di dunia Internasional. Sehingga peneliti menyarankan pada pemerintah untuk kemungkinan adanya revaluasi nilai Yuan. Penelitian ini menguji faktor prediktor diantara dua kurs yang bersifat cross currency, yaitu
Sumber
International Journal of Economics and Finance, 2012, Vol. 4, No. 12
Centre for European, Governance and Economic Discussion
46
Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya (lanjutan) No.
Peneliti
Judul Penelitian Euro/US Dolar and British Pound/US Dolar Exchange Rates
9
Sifunjo E. Kisaka, Joseph Wambua Kithitu, dan Hellen Murugi Kamuti
The Causal Relationship between Reserve and Foreign Exchange Rates in Kenya
10
Rajiv Bhar
Commodity Export Prices and Exchange Rate: An Australian Perspective
11
Muhammad Zubair, Prof. Dr. Anwer Irshad Burney, Salman Sarwat, dan Muhammad Mubin
12
Zainul Muchlas dan Agus Rahman Alamsyah
Macroeconomics Relations between Exchange Rate Instability, Exchange Rate Volatility, Trade and Economic Growth Variables: The Case of Pakistan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat pasca Krisis (2000-2010)
Hasil Penelitan EUR/USD dan GBP/USD. Hasil ini penelitian ini menunjukan bahwa terdapat kointegrasi dianatara pergerakan kedua nilai tukar tersebut yang disebabkan oleh faktor fundamental ekonomi seperti inflasi, suku bunga dan cadangan devisa. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan kausal antara cadangan devisa dan nilai tukar khususnya pada kasus di Kenya. Pada pengujian menggunakan tes kausalitas granger, penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa ada hubungan jangka panjang yang lemah diantaranya. Penelitian ini meneliti indeksindeks komoditas apa sajakah yang mempengaruhi dan dapat menjelaskan pergerakan kurs. Dan hasil yang ditemukan adalah sub-indeks komoditas non-rural yang notabene mengandung komoditas seperti gas alam, minyak bumi, emas dan logam mulia lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa komoditas tersebut yang sejak tahun 2000 mengalami lonjakan besar, ternyata sangat ber\pengaruh di dalam menjelaskan gerakan kurs AUD/USD Penelitan ini mencari hubungan, faktor penjelasan, dan hubungan kausalitas diantara variabel makroekonomi dengan nilai tukar. Ditemukan bahwa ternyata nilai tukar, cadangan devisa serta ekspor sangat berhubungan erat.
Sumber Paper, Vol. 8, No. 9, 2009
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara bersamasama inflasi, tingkat suku bunga, cadangan devisa, dan BOP secara bersama-sama berpengaruh terhadap pergerakan rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Selain itu pada uji secara parsial inflasi, tingkat suku bunga, dan cadangan devisa juga terbukti
Jurnal JIBEKA, Vol. 9 No. 1, 2015
Research Journal of Finance and Accounting Vol.5, No.14, 2014
International Journal of Economics and Finance, 2015, Vol. 7, No. 1
Journal of Economics and Sustainable Development Vol.5, No.13, 2014
47
Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya (lanjutan) No.
Peneliti
Judul Penelitian
13
Adwin Surja Atmadja
Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang di Indonesia
2.9.
Hasil Penelitan memengaruhi pergerakan rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Penelitian ini menguji hubungan antara nilai kurs USD/IDR terhadap variabel makroekonomi seperti inflasi, cadangan devisa, suku bunga dan GNP. Kesemua variabel tersebut diuji secara parsial dan ternyata hanya variabel cadangan devisa dan suku bunga yang signifikan, namun nilai koefisien determinasinya yang kecil menjelaskan bahwa masih banyak faktor yang dapat menjelaskan pergerakan kurs USD/IDR.
Sumber
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 4, No. 1, 2012
Kerangka Pemikiran Pasar uang adalah suatu lembaga keuangan yang memperjual-belikan
sekuritas yang sifatnya jangka pendek (dibawah satu tahun). Pasar uang (money market) menurut Gitman dan Zutter (2012:35) adalah: “Keseluruhan permintaan dan penawaran dana-dana atau surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun dan dapat disalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan”. Di dalam pasar uang terdapat salah satu instrumen yang disebut pasar valuta asing. Pasar valuta asing ini ialah sebuah rujukan atau mekanisme dimana suatu mata uang asing dapat ditransaksikan dan juga digunakan untuk mentransfer daya, yang dimana tempat perdagangan tersebut terjadi bisa berupa pasar dunia maya, ataupunpun sebuah hubungan interkoneksi antar bank di seluruh dunia. Menurut Ekananda (2014:152) sendiri, pasar valuta asing adalah: “Suatu mekanisme dimana orang dapat melakukan tindakan mentransfer daya beli melewati batas negara yang menggunakan satuan uang yang
48
berbeda dan membeli suatu valuta (nilai tukar) yang berbeda untuk dipergunakannya” Mekanisme valuta asing tersebut tentunya memuat instrumen terpenting yang ada di dalam perdagangan lintas negara tersebut, yaitu nilai tukar atau kurs. Kurs menurut Peraturan Menteri Keuangan no. 114/PMK.04/2007 Pasal 1 adalah harga mata uang Rupiah terhadap mata uang asing. Ekananda (2014:168) sendiri berpendapat bahwa: “Kurs merupakan harga suatu mata uang relatif terhadap mata uang negara lain. Kurs memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan hargaharga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama”. Untuk penentuan nilai kurs itu sendiri, tentu banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kurs di pasar valuta asing. Namun hal-hal tersebut masih dipandang belum konkrit dan masih terdapat inkonsistensi diantara faktor yang diajukan oleh satu ahli dibandingkan dengan yang lain. Menurut pendapat dari Madura dan Fox (2011:89) dan Krugman, Obstfeld dan Melitz (2011), serta Eun, Resnick dan Sabherwal (2011) maka penulis merangkum 5 (lima) faktor utama berikut ini: 1. Tingkat Inflasi, 2. Cadangan Devisa, 3. Perbedaan Suku Bunga, 4. Ekspor-Impor, dan 5. Ekspektasi.
49
2.9.1. Pengaruh Devaluasi Yuan terhadap Kurs Rupiah per Dolar Amerika Serikat Di dalam penjelasan yang dijabarkan oleh Madura dan Fox (2011:89), diketahui bahwa ekspektasi dapat mempengaruhi pergerakan volatilitas kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Ekspektasi ini sendiri sering didefinisikan juga sebagai sentimen pasar. Dapat diketahui bahwa pasar valas, baik itu investor ataupun pedagang valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Plakandaras, et. al. (2014) menemukan bahwa dengan informasi yang beredar luas di pasar, hal ini akan membuat pergerakan kurs berkorelasi dengan informasi tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya berita devaluasi Yuan yang beredar luas, tentu banyak pelaku pasar valas bereaksi terhadap berita tersebut. Tetapi hal ini masih belum dapat menjelaskan apa hubungan yang terjadi jika para pelaku pasar valas tersebut bereaksi dan menekan kurs CNY sehingga membuat kurs USD terapresiasi. Hal in dijawab oleh Cai, et al. (2009) yang menerangkan bahwa sesungguhnya dikarenakan sifat mata uang USD yang sangat memiliki pengaruh di seluruh dunia membuat hubungan nilai tukar USD dengan kurs di negara-negara berkembang sangat terpengaruh oleh sentimen pasar. Hal ini dibuktikan dengan sudah beberapa kali Indonesia yang juga termasuk di dalam objek penelitian tersebut, juga terkena efek samping dari pergerakan kurs USD.
50
2.9.2. Pengaruh Cadangan Devisa terhadap Kurs Rupiah per Dolar Amerika Serikat Pada beberapa penelitian yang memasukan cadangan devisa sebagai faktor makroekonomi, kekonsistenan hubungan cadangan devisa dengan nilai kurs sesungguhnya masih menjadi perdebatan. Pada penelitian Sugiartiningsih (2014) cadangan devisa terjadi signifikansi tetapi dengan korelasi negatif. Sedangkan Wang, et al. (2014) pada kasus di RRT hubungannya adalah positif dengan rasio 10:1 (atau koefisien korelasi 0,1). Selain itu pula, pada penelitian Atmadja (2012) ditemukan bahwa cadangan devisa lemah korelasinya dalam menjelaskan pergerakan kurs, yang didukung oleh bukti dari luar Indonesia yang dibuktikan oleh Kisaka, et al. (2014). Sedangkan Muchlas dan Alamsyah (2015) beranggapan sebaliknya yang juga sebelumnya telah dibuktikan oleh Zubair, et al. (2009) yang membuktikan bahwa ketika diuji secara bersamaan dengan inflasi, tingkat suku bunga dan cadangan devisa mempunyai hubungan yang erat terhadap nilai tukar USD/IDR Berdasarkan uraian diatas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
51
Pasar Uang
Pasar Valas
Kurs
Tingkat Inflasi
EksporImpor
Ekspektasi
Devaluasi Yuan (X1)
Differensial Suku Bunga
Cadangan Devisa (X2)
Depresiasi Nilai USD/IDR (Y) Keterangan: : Objek yang diteliti : Objek yang tidak diteliti Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan dari kerangka pemikiran tersebut, penulis akan mengambil hipotesis yang berupa dugaan logis sementara yang tertulis dalam menganalisis hubungan prediktor dan kriterianya (Sekaran, 2011:103). Berdasarkan berbagai kajian asumsi dan kerangka pemikiran yang telah dijabarkan, maka hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagai berikut:
52
Devaluasi Yuan (X1) Depresiasi Nilai USD/IDR (Y) Cadangan Devisa (X2)
Gambar 2.2. Paradigma Penelitian Dengan demikian, maka hipotesis penelitiannya dapat disusun sebagai: H1:
Terdapat pengaruh devaluasi Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat secara bersamaan.
H2:
Terdapat pengaruh devaluasi Yuan dan cadangan devisa terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah per Dolar Amerika Serikat secara parsial.