BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hakikat Audit
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Definisi lain menyatakan bahwa: Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi & Puradiredja, 1998). Mengenai hal ini, Ulum (2009:5) menyatakan bahwa kegiatan audit adalah manifestasi dari pelaksanaan dan pertanggungjawaban manajemen dalam mengelola keuangan dan operasionalnya. Alasan dilakukannya audit atas laporan keuangan dan laporan operasional lainnya adalah: (1) pengguna informasi, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) tidak mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk mereview keseluruhan kegiatan dan nilai substantifnya, dan/atau (2) tidak memiliki akses langsung untuk menilai kredibilitas manajemen, melainkan hanya bisa percaya melalui review kritis terhadap laporan yang telah disajikannya.
15
16
Dalam akuntansi nonpublik, Ihyaul Ulum dalam bukunya Audit Sektor
Publik: Suatu Pengantar membedakan audit ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Audit laporan keuangan (financial statement audit), bertujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan sesuai
dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah prinsip akuntansu yang berlaku umum. 2. Audit Operasional (operational audit) merupakan penelaahan atas bagian
maupun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya.
Tujuan audit
operasional adalah untuk
mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. 3. Audit Ketaatan (compliance audit) bertujuan mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Fungsi audit pada suatu organisasi/perusahaan hanya dapat dilakukan oleh seorang auditor. Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan leuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Dilansir dari Wikipedia, Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1. Auditor Pemerintah, merupakan auditor yang bertugas melakukan audit pada instansi-instansi pemerintah. Auditor pemerintah dapat dibagi dua, yaitu:
17
Auditor Eksternal Pemerintah, dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Auditor Internal Pemerintah, dilaksanakan oleh Badan Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP),
Departemen/LPND dan Badan Pengawasan Daerah.
Inspektorat
Jenderal
2. Auditor Intern, merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut.
3. Auditor Independen atau Akuntan Publik, melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Praktik Akuntan Publik harus dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). AUDIT
Audit Laporan Keuangan
Audit Kepatuhan
Audit Operasional
Memeriksa asersi dalam
Memeriksa tindakan
Memeriksa seluruh atau
laporan keuangan
perorangan atau organisasi
sebagian aktivitas organisasi
Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan
adalah prinsip akuntansi
adalah kebijakan,
adalah tujuan tertentu
berterima umum
perundangan, peraturan
organisasi
Laporan audit berisi
Laporan audit berisi
pendapat auditor atas
pendapat auditor atas
Laporan audit berisi
kesesuaian laporan
kepatuhan perorangan atau
rekomendasi
keuangan dengan prinsip
organisasi terhadap kebijakan,
perbaikan aktivitas
akuntansi berterima umum
perundangan, peraturan
Sumber: Audit Sektor Publik (Ihyaul Ulum:6)
Gambar 2.1 Jenis audit dalam akuntansi nonpublik
18
2.2
Audit Operasional (Audit Kinerja)
Audit operasional, sebagian buku dan ahli menyebutnya sebagai audit
kinerja adalah bagian integral dari manajemen terhadap hasil-hasil (managing for
result) yang meliputi perencanaan strategik, perencanaan kinerja tahunan,
anggaran berbasis kinerja, sistem pengindikator kinerja, analisis dan pelaporan capaian kinerja, serta audit kinerja. Audit kinerja adalah pengujian sistematis, terorganisasi dan objektif atas
suatu entitas untuk menilai pemanfaatan sumber daya dalam memberikan pelayanan publik secara efisien dan efektif dalam memenuhi harapan stakeholder dan memberikan rekomendasi guna peningkatan kinerja Definisi lain mengenai pengertian audit kinerja menyatakan: “Operational auditing is a systematic process of evaluating an organization’s effectiveness, efficiency and economy of operation under management’s control and reporting to appropriate person the results of the evaluation along with recommendations for improvement.”(Casler dan Crochett) Sedangkan pengertian audit kinerja menurut Willian P. Leonard adalah: “Managemet audit as a comprehensive and constructive examination of an organizational structure of a company, institution or branch of government, or of any component thereof, such as division or department and its plans and objectives, its means of operations, and its use of human and physical facilities.” Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit kinerja (audit operasional) merupakan suatu proses yang sistematis seperti dalam audit laporan keuangan, audit operasional mencakup serangkaian langkah atau prosedur yang terstruktur dan diorganisasi dan tujuan utamanya adalah membantu manajemen
19
dari organisasi yang diaudit untuk memperbaiki effectiveness, efficiency dan economy dari operasi dengan memberikan rekomendasi.
2.2.1 Jenis Audit Operasional (Audit Kinerja)
Dalam buku Pokok-pokok Operasional & Financial Auditing, Amin Widjaja Tunggal (2012) menyatakan bahwa audit operasional terdiri atas tiga kategori
utama yang biasanya berfokus pada evaluasi pengendalian internal atas efektivitas
dan efisiensi, yaitu: 1. Audit Fungsional Audit fungsional mengurusi satu atau lebih fungsi dalam suatu organisasi, misalnya mengenai efektivitas dan efisiensi fungsi pengadaan dalam suatu divisi
atau
organisasi
secara
keseluruhan.Audit
fungsional
memiliki
keuntungan bagi auditor untuk melakukan spesialisasi. Kerugian dari audit fungsional adalah tidak dilakukannya evaluasi keterkaitan antarfungsi. 2. Audit Organisasional Audit operasional dalam organisasi mengurusi seluruh unit organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan.Audit organisasional menekankan pada efektivitas dan efisiensi dalam interaksi fungsi tersebut. 3. Penugasan Khusus Dalam audit operasional, penugasan khusus muncul atas permintaan dari manajemen dengan bermacam-macam jenis audit, misalnya untuk menentukan penyebab inefisiensi sistem pengadaan barang dan jasa, meneliti kemungkinan kecurangan dalam divisi dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi.
20
2.2.2 Tujuan Audit Operasional (Audit Kinerja)
Tujuan audit kinerja adalah untuk mendapatkan tingkat keyakinan yang
memadai terhadap laporan kinerja yang diaudit dengan melakukan pengujian
informasi kinerja yang dilaporkan dan untuk meningkatkan kinerja secara
berkesinambungan. Mengenai hal ini, Tunggal (2012:1) menjelaskan bahwa tujuan umum dari operasional (audit kinerja) dapat dinyatakan sebagai berikut: audit
1. Menilai kinerja. Menilai kinerja dengan cara membandingkan cara suatu organisasi melaksanakan aktivitasnya dengan a) tujuan yang ditetapkan oleh manajemen, seperti kebijakan organisasional, standar, tujuan dan rencana detil, b) perbandingan dengan fungsi lain yang sama atau individual dalam organisasi (benchmarking eksternal). 2. Mengidentifikasi untuk perbaikan. Meningkatkan ekonomi, efisiensi dan efektivitas merupakan kategori luas dengan mana kebanyakan perbaikan diklasifikasikan. Auditor dapat mngidentifikasi peluang-peluang khusus (praktik terbaik) dengan menganalisis wawancara dengan individual (di dalam atau di luar organisasi), mengamati operasi, menelaah data masa lalu dan sekarang, menganalisis transaksi, melakukan perbandingan internal dan eksternal dan melakukan pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman dengan organisasi tertentu atau yang lain. 3. Mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Sifat dan lingkup dari rekomendasi yang dikembangkan dalam pelaksanaan audit operasional beraneka ragam. Dalam banyak hal, auditor
21
mungkin dapat melakukan rekomendasi khusus. Auditor operasional harus terus menerus mencari praktik-praktik yang terbaik dalam suatu program untuk
perbaikan berkesinambungan. Personal operasional tampaknya akan dilibatkan
dalam menetapkan rekomendasi. Dalam buku Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar, Ulum (2009:60) berpendapat bahwa peningkatan kinerja adalah perbaikan kinerja dibanding periode sebelumnya.Perbaikan ini dicapai melalui rekomendasi perbaikan yang
diberikan terhadap hasil temuan yang perlu ditingkatkan kinerjanya.Rekomendasi ini mencakup area-area potensial yang dapat meningkatkan kinerja pegawai. Sasaran audit kinerja adalah memberikan penilaian atas capaian kinerja yang tersaji dalam laporan kinerja instansi tahun yang diaudit. Penilaian ini mencakup semua wewenang yang telah diberikan dan penggunaannya yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada pemakaian sumber daya dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Auditor Audit Kinerja Tujuan Pengujian Kinerja
Peningkatan Kinerja
Pembuktian Kinerja Aktual
DPRD, Masyarakat
Peningkatan Kinerja pada Area Potensial
Kinerja Instansi Pemerintah
Kepala Daerah/Instansi Sumber: Audit Sektor Publik (Ihyaul Ulum:61)
Gambar 2.2 Tujuan audit kinerja
LSM, Stakeholder lainnya
22
2.2.3 Efektivitas dan Efisiensi
Efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran
dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan
efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wesely). Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya.Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendahrendahnya (spending well). Karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, Ulum (2009:27) menjelaskan bahwa perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara: 1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama. 2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
23
3. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama. 4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.
2.2.4 Pengukuran Kinerja
Dalam upaya mengembangkan manajemen yang berdasar kinerja, kinerja
seringkali difokuskan pada kualitas jasa dan outcome sebagai hasil yang dicapai
oleh individu, organisasi atau populasi di luar organisasi yang menjadi sasaran program atau kegiatan.Kinerja sering kali berfokus pada intermediate outcomes seperti kepuasan klien atau perubahan individu atau organisasi dalam jangka pendek. Tahap setelah operasionalisasi anggaran adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya.Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, tetapi juga meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian visi dan misi organisasi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses (Stout, 1993 dalam BPKP, 2000). Sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan
24
sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
2.2.4.1 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja
Secara umum, Ulum (2009:21) menyatakan bahwa tujuan sistem
pengukuran kinerja adalah:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan
bottom up). 2. Untuk mengukur kinerja financial dan nonfinansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. 3. Untuk
mengakomodasi
pemahaman
kepentingan
manajer
level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. 4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. 2.2.4.2 Manfaat Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja memiliki beberapa manfaat yang berguna bagi organisasi. Menurut Ihyaul Ulum (2009:22), manfaat pengukuran kinerja antara lain sebagai berikut: 1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. 2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. 3. Untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
pencapaian
kinerja
dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
25
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward &
punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai
dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan organisasi. 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 2.2.5 Informasi yang Digunakan untuk Pengukuran Kinerja Dalam melakukan pengukuran kinerja, Ihyaul Ulum (2009) menulis informasi yang digunakan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Informasi Finansial Penilaian laporan kinerja financial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat.Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Setelah dilakukan analisis varians, dengan menelusuri varians tersebut hingga level manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui unit spesifik mana yang bertanggung jawab terhadap terjadinya varians sampai tingkat manajemen yang paling bawah.
26
2. Informasi Nonfinansial Informasi nonfinansial dapat dijadikan sebagai tolok ukur lainnya. Informasi
nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian
manajemen. Jenis informasi nonfinansial dapat dinyatakan dalam bentuk
variable kunci (key variable) atau sering dinamakan sebagai key success factor, key result factor atau pulse point.Variable kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi sebab kesuksesan organisasi.Jika
terjadi perubahan yang tidak diinginkan maka variabel ini harus segera disesuaikan. Suatu variabel kunci memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1. Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi; 2. Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat; 3. Perubahannya tidak dapat diprediksi; 4. Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera; 5. Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci. 2.2.6 Sumber Kriteria untuk Evaluasi Kesulitan utama yang dihadapi dalam audit operasional adalah menentukan kriteria spesifik untuk mengevaluasi apakah efisiensi dan efektivitas telah tercapai. Salah satu pendekatan untuk menentukan kriteria bagi audit operasional adalah dengan menetapkan bahwa tujuannya adalah untuk menentukan apakah
27
beberapa aspek kesatuan itu dapat dibuat lebih efektif atau efisien dan untuk merekomendasikan perbaikan.
Untuk mengembangkan kriteria evaluasi spesifik, Arens dan Loebbecke
menyatakan bahwa ada beberapa sumber yang dapat dimanfaatkan oleh auditor
operasional, yaitu: 1. Prestasi historis. Gagasan di balik penggunaan kriteria ini adalah menjadi “lebih baik” atau “lebih buruk” dalam perbandingan. Manfaat kriteria ini
adalah bahwa hal itu mudah diturunkan namun mungkin tidak memberikan pandangan ke dalam mengenai seberapa baik atau buruk sebenarnya kesatuan yang diaudit melakukan sesuatu. 2. Prestasi yang dapat diperbandingkan. Sebagian besar kesatuan yang terkena audit operasional tidak bersifat unik, terdapat banyak kesatuan yang sama di dalam keseluruhan organisasi atau di luarnya. Dalam hal demikian, data prestasi dari kesatuan yang dapat diperbandingkan merupakan sumber yang sangat baik untuk mengembangkan kriteria. 3. Standar terekayasa (engineered standard). Dalam banyak jenis penugasan audit operasional, adalah mungkin dan layak untuk mengembangkan kriteria berdasarkan standar rekayasa. Kriteria ini seringkali memakan waktu dan biaya yang besar dalam pengembangannya, karena memerlukan banyak keahlian. Akan tetapi hal itu mungkin sangat efektif dalam memecahkan masalah operasional yang besar dan biaya yang dikeluarkan akan berharga. 4. Pembahasan dan persetujuan. Adakalanya kriteria objektif sangat sulit atau memakan biaya untuk mendapatkannya dan kriteria dikembangkan melalui
28
pembahasan dan persetujuan yang sederhana. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini harus meliputi manajemen kesatuan yang diaudit, auditor operasional
dan kesatuan atau orang-orang yang akan mendapat laporan tentang temuan
temuan yang didapat.
2.3
Barang dan Jasa
Barang adalah alat pemuas kebutuhan yang sifatnya kebendaan atau materi.
Jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang tidak mempunyai wujud tetapi hasilnya dapat dirahasiakan. Dapat disimpulkan bahwa barang dan jasa adalah barang bewujud dan tidak berwujud yang diproduksi dan dibeli dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sebagian besar negara di seluruh dunia tergantung pada produksi barang dan jasa untuk merangsang perekonomian.Sudah lazim bagi negara untuk menerapkan beberapa jenis pajak barang dan jasa atas produk-produk, yang membantu untuk menciptakan aliran pendapatan bagi operasi dari pemerintah pusat. Sementara kekhususan suatu barang dan tindakan jasa akan bervariasi sedikit dari satu negara ke negara lain, sebagian besar akan membahas produksi dan konsumsi barang dan jasa yang dimaksudkan untuk ekspor serta yang dikonsumsi di dalam negeri.
29
2.3.1 Jenis-jenis Barang dan Jasa
Adapun jenis-jenis barang menurut Wikipedia, antara lain:
1. Jenis barang menurut penggunaannya
a. Barang konsumsi, yaitu barang yang langsung dapat dipakai untuk
memenuhi kebutuhan manusia, misalnya makanan, minuman dan alat yang habis dipakai serta barang tahan lama.
b. Barang produksi, yaitu barang yang dapat menghasilkan sesuatu, misalnya
bahan mentah, bahan baku, mesin dan lain-lain. 2. Jenis barang menurut kelangkaannya a. Barang ekonomi, yaitu barang yang jumlahnya terbatas dan untuk memperolehnya membutuhkan pengorbanan. Misalnya radio, pakaian, makanan dan lain-lain. b. Barang non ekonomi atau barang bebas, yaitu barang yang terdapat secara berlebihan
sehingga
untuk
memperolehnya
tidak
membutuhkan
pengorbanan. Misalnya udara, sinar matahari, air laut di pantai, pasir di padang pasir dan sebagainya. Sedangkan jenis-jenis jasa yang ditulis dalam Wikipedia dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Jasa komersial atau jasa profit. Jenis jasa ini masih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain: a. Perumahan atau penginapan, mencakup penyewaan apartemen, villa, hotel dan lain-lain.
30
b. Operasi rumah tangga, meliputi perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah
tangga, pertamanan dan lain-lain.
c. Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang
digunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan. d. Personal care, mencakup laundry, dry cleaning dan perawatan kecantikan. e. Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan. f. Pendidikan swasta.
g. Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hokum, konsultasi pajak serta jasa komputerisasi. h. Asuransi, perbankan dan jasa financial lainnya, seperti asuransi perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi dan pelayanan pajak. i. Transportasi, meliputi jasa angkutan dan penumpang, baik melalui darat, laut dan udara serta reparasi dan penyewaan kendaraan. j. Komunikasi, terdiri atas telepon, computer, jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi dan lain-lain. 2. Jasa non-profit. Jasa nirlaba (non-profit) memiliki karakteristik khusus, yaitu masalah yang ditanganinya lebih luas, tercapai tidaknya tujuan tidak hanya ditentukan berdasarkan ukuran finansial, laba perusahaan nirlaba juga seringkali tidak berkaitan dengan pembayaran dari pelanggan dan biasanya perusahaan jasa nirlaba dibutuhkan untuk melayani segmen pasar yang secara ekonomis fleksibel.
31
2.3.2 Kegunaan Barang dan Jasa
Dalam buku Ekonomi SMA/MA Kls X, L Purnastuti & RR Indah M
mengemukakan bahwa nilai kegunaan barang dan jasa terhadap kebutuhan
manusia tergantung pada beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
1. Kegunaan karena perubahan bentuk (utility of form). Misalnya kayu dari hutan, ditebang, digergaji menjadi bilah papan dan kemudian diolah lagi menjadi meja, kursi dan alat rumah tangga lainnya.
2. Kegunaan karena waktu. Misalnya paying digunakan pada saat musim hujan, jas hujan sangat berguna pada waktu hujan, dan lain sebagainya. 3. Kegunaan karena tempat, dari suatu tempat ke tempat yang lain sehingga menambah kegunaan suatu barang. Misalnya pasir dari gunung atau sungai kemudian diangkut ke pinggir jalan oleh tukang pasir, diangkut oleh truk dari desa ke kota. Hal ini menambah nilai kegunaan pasir. 4. Kegunaan karena pemilikan. Misalnya menyewakan kursi atau alat pernikahan. Pemilikan ijazah berguna untuk satu orang, tapi belum tentu berguna bagi orang lain. 5. Kegunaan karena pelayanan. Misalnya memijat, asuransi, perhotelan, salon, dan lain sebagainya. 6. Kegunaan karena adanya kandungan unsur atau zat. Misalnya makanan, vitamin, minyak, obat-obatan dan lain-lain. 2.3.3 Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan Proses pengadaan barang dan jasa dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh pengadaan barang dan jasa yang
32
pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau keseluruhan harus mengacu pada aturan yang berlaku (Keppres No. 80 Tahun 2003, Bagian Kedua
Pasal 2; bagian ketujuh pasal 7).
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam proses pengadaan ini diantaranya: 1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan
yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. 2. Penyedia barang dan jasa adalah badan usaha atau perseorangan yang menyediakan barang dan jasa. 3. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang dan jasa. 4. Khusus jasa, terbagi atas 3 jenis yaitu Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa Lainnya. a. Panitia pengadaan Apabila sebuah pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu melalui penyedia barang dan jasa, maka proses pengadaannya harus melalui panitia atau pejabat pengadaan. Panitia pengadaan dibentuk bila nilai pengadaan di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), sedangkan dibawah itu cukup dengan pejabat pengadaan.Jumlah panitia pengadaan minimal 3 orang dan berjumlah ganjil sesuai dengan nilai pengadaan dan harus berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya.
33
Panitia pengadaan harus memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa
pemerintah, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas
No.0021/M.PPN/01/2008 tanggal 31 Januari 2008.Panitia harus memahami
substansi dari pengadaan. Apabila di institusi itu tidak ada orang yang memahami
mengenai substansi, maka disilakan untuk mengambil orang dari unit/institusi lain. PPK, bendaharawan dan pejabat yang bertugas melakukan verifikasi Surat
Permintaan Pembayaran (SPP) dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan. Pegawai pada BPKP, Itjen, Inspektorat Utama dan unit pengawas lainnya juga dilarang menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi lain. Mereka hanya bisa menjadi pejabat/panitia pengadaan pada institusi masingmasing. b. Penyedia barang dan jasa Bukan hanya panitia yang memiliki persyaratan, tapi penyedia barang dan jasa juga memiliki persyaratan untuk dapat mengikuti kegiatan pengadaan. Persyaratan penyedia barang dan jasa adalah: 1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha; 2. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang dan jasa; 3. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau dreksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;
34
4. Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak; 5. Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir,
dibuktikan dengan melampirkan bukti tanda terima penyampaian SPT PPh
tahun terakhir dan fotokopi SSP PPh Pasal 29; 6. Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memperoleh pekerjaan menyediakan barang dan jasa, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang dan jasa yang baru
berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; 7. Tidak masuk dalam daftar hitam (daftar yang dikeluarkan institusi pemerintah yang
berisi
daftar
perusahaan
yang
“bermasalah”
dalam
proses
penyelenggaraan di suatu tempat sehingga tidak diperbolehkan mengikuti pelelangan di seluruh institusi pemerintah lainnya); dan 8. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah,
pemilihan penyedia
barang dan jasa
dilaksanakan melalui beberapa metode antara lain: 1. Pelelangan Umum. Pemilihan penyedia barang dan jasa pada prinsipnya dilakukan melalui metode Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi. Pemilihan penyedia barang dan jasa melaui metode ini diumumkan di website Instansi dan di papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam Pelelangan Umum tidak ada negoisasi teknis dan harga.
35
2. Pelelangan Terbatas. Pelelangan terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang dan jasa dengan jumlah penyedia yang diyakini mampu melaksanakan
kegiatan terbatas dan penyedia yang diyakini mampu untuk melaksanakan
pekerjaan yang kompleks. 3. Pemilihan Langsung. Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Metode pemilihan ini dilaksanakan untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah). 4. Penunjukan Langsung. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang dan Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang dan Jasa. Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 5. Pengadaan Langsung. Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang dan Jasa yang bernilai paling tinggi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut: a. Merupakan kebutuhan operasional Instansi; b. Teknologi sederhana; c. Resiko kecil; dan/atau d. Dilaksanakan oleh Penyedia Barang dan Jasa usaha orang perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.
36
6. Sayembara. Sayembara adalah metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang
harga/biayanya tidak dapat ditetapkan.
7. Kontes.
Kontes
adalah
metode
pemilihan
Penyedia
Barang
yang
memperlombakan barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. dan 8. Pelaksanaan Swakelola. Pengadaan Barang dan Jasa melalui Swakelola oleh
Instansi selaku Penanggung Jawab Anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengadaan bahan/barang dan jasa, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan oleh Pejabat Pengadaan; b. Pengadaan berpedoman pada ketentuan dan Peraturan Presiden; c. Pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara berkala berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan; d. Pembayaran gaji tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak; e. Penggunaan tenaga kerja, bahan dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian; f. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa yang menggunakan Uang Persediaan/Uang Muka Kerja atau istilah lain yang disamakan dilakukan oleh Instansi Pemerintah pelaksana Swakelola; g. UP/Uang
Muka
Kerja
atau
istilah
lain
yang
dipertanggungjawabkan secara berkala maksimal secara bulanan;
disamakan,
37
h. Kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang
disesuaikan dengan penyerapan dana;
i. Kemajuan non-fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana; dan
j. Pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh PPK, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
2.4
Audit Kinerja Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dimaksudkan agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN dan/atau APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Disamping itu juga agar terpenuhi prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Audit pengadaan barang dan jasa pemerintah dimaksudkan untuk mengumpulkan bukti-bukti bahwa pelaksanaan kegiatan khususnya pengadaan barang dan jasa yang telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria yang dimaksud adalah peraturan yang diberlakukan untuk kegiatan yang dimaksud, berupa
Undang
Undang,
Keputusan Presiden,
Peraturan Daerah
serta
petunjuk/prosedur lain yang merupakan turunan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan audit dapat dilakukan pada saat proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dan/atau setelah selesainya proses pengadaan barang/jasa tersebut. Audit pengadaan barang/jasa dilakukan oleh:
38
1. Pengguna barang/jasa, dalam hal meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan yang ditetapkan dengan kontrak, yaitu sesuai dengan
kebutuhan pengguna barang/jasa.
2. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dalam hal meyakinkan apakah
proses pengadaan barang/jasa telah sesuai perencanaan pengadaaan dan peraturan perundangan yang berlaku. 3. Auditor eksternal pemerintah (BPK-RI) baik melalui audit keuangan, audit
kinerja maupun audit investigasi. 2.4.1 Tahapan Audit Kinerja Pemerintah Tahap-tahap dalam melaksanakan audit kinerja ditetapkan untuk menjamin mutu hasil audit. Setiap tahap mempunyai prosedur yang harus diikuti auditor agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan. Beberapa tahapan audit kinerja menurut Ulum (2009:62) dalam buku Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar, yaitu: Memahami Informasi Kinerja
Perencanaan Audit Kinerja Penugasan Audit Survei Pendahuluan
Pelaksanaan Audit Lapangan
Laporan Audit
Gambar 2.3 Tahapan Audit Kinerja Sumber: Audit Sektor Publik (Ihyaul Ulum:62)
Tindak Lanjut
39
1. Penelitian Awal Informasi Kerja
Auditor harus melakukan penelitian awal terhadap dokumen yang menjadi
sumber informasi kinerja (baik kinerja keuangan maupun nonkeuangan) untuk
memastikan adanya konsistensi antara pengetahuan auditor dengan lingkungan
operasional dan struktur instansi pemerintah, khususnya terkait dengan sistem perencanaan dari instansi pemerintah yang diaudit. Secara khusus, tujuan penelitian awal adalah untuk:
1. Memberikan pemahaman yang memadai bagi auditor terhadap arti penting dan substansi dari berbagai dokumen yang menjadi sumber informasi kinerja. 2. Membantu auditor dalam hal: 1) analisis terhadap konteks kinerja yang diaudit, khususnya yang berkaitan dengan sistem pengukuran kinerja, 2) memahami arti penting capaian kinerja sampai dengan periode yang diaudit, 3) merumuskan pernyataan sasaran-sasaran audit (statement of audit objectives), serta 4) merumuskan pertanyaan-pertanyaan audit yang harus didapat jawabannya sesuai dengan pernyataan sasaran-sasaran audit. 3. Melalui penelitian awal terhadap dokumen yang menjadi sumber informasi kinerja, maka auditor dapat memperoleh gambaran penting mengenai perusahaan. 2. Perencanaan Audit Perencanaan audit umumnya bertujuan dalam merencanakan hal-hal berikut ini: 1. Jumlah staf auditor yang diperlukan agar diperoleh pemanfaatan yang optimal dari kecakapan staf auditor sehingga terhindarkan ketidakefisienan audit.
40
2. Jumlah waktu yang dibutuhkan, guna menjamin ketepatan waktu kerja. 3. Program audit yang dibuat agar diperoleh ketepatan penentuan prosedur
prosedur audit sehingga terhindar dari pelaksanaan prosedur yang sebenarnya
tidak diperlukan. 4. Bentuk dan isi laporan hasil audit untuk menentukan garis besar (outline) laporan yang bersifat sementara atas area audit. Proses perencanaan audit kinerja pada umumnya meliputi tahap-tahap
sebagai berikut: a. Pemahaman atas Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur mengenai kewajiban instansi pemerintah untuk menyusun laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan arus kas, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan. b. Penilaian Resiko Audit Dikarenakan kegiatan audit dilaksanakan melalui berbagai pengujian yang mengandung resiko kesalahan, maka penilaian resiko pengendalian (control risk), resiko bawaan (inherent risk) dan resiko deteksi (detection risk) perlu dilakukan agar auditor memiliki keyakinan memadai dalam menarik kesimpulan. Terkait dengan proses perencanaan audit, auditor perlu menyusun audit program. Audit program disusun secara tertulis untuk setiap tahapan; tahap survey pendahuluan, diagnosis sistem pengendalian manajemen dan tahap pelaksanaan audit kinerja. Program audit memuat tujuan audit untuk tiap area, prosedur audit
41
yang akan dilakukan, sumber-sumber bukti audit dan deskripsi mengenai kesalahan (error).
3. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk mendukung auditor memperoleh
pemahaman yang memadai atas entitas yang diaudit. Pemahaman ini diperlukan auditor dengan tujuan untuk menentukan: a) tujuan audit, b) ruang lingkup audit, c) sasaran audit, dan d) strategi audit.
4. Pelaksanaan Audit Lapangan Pada tahap pelaksanaan audit lapangan, auditor melakukan beberapa aktivitas, antara lain: a. Diagnosa pengendalian organisasi sektor publik. Kegiatan tahap ini adalah melakukan pengujian terbatas atas unsur-unsur pengendalian manajemen oleh manajemen entitas auditan. Pengujian ini bertujuan untuk menilai efektifitas pengendalian manajemen untuk dapat memastikan bahwa tentative audit objective (TAO) dapat dilanjutkan menjadi firm audit objective (FAO). b. Pengumpulan bukti audit. Tujuan pengumpulan bukti adalah memperoleh bukti audit untuk mendukung temuan audit. Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor perlu mempertimbangkan syarat-syarat bukti audit, yaitu: 1. Cukup; bukti dikatakan cukup apabila jumlahnya memenuhi syarat untuk mendukung temuan auditor. 2. Relevan; bukti dikatakan relevan bila mempunyai hubungan yang logis dan dapat dimengerti dengan kriteria audit.
42
3. Kompeten; bukti audir kompeten adalah bukti yang diperoleh dari sumber
independen yang dapat dipercaya dan terjamin keakuratannya.
c. Pengujian bukti audit. Dilakukan untuk menguji dan menilai apakah kinerja
perusahaan dalam kegiatannya telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. 5. Laporan Hasil Audit Laporan Hasil Audit Kinerja Sektor Publik (LHAK SP) merupakan dokumen atau media komunikasi auditor untuk menyampaikan informasi tentang
kesimpulan, temuan dan rekomendasi hasil audit kinerja yang dilakukan terhadap instansi pemerintah pusat dan daerah, badan dan organisasi lainnya. Fungsi dan tujuan LHAK SP adalah: a. Media untuk mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada pejabat pemerintah atau entitas auditan; b. Menyajikan penilaian yang independen dan profesional atas kinerja auditan; c. Memberikan saran dan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja entitas auditan; dan d. Alat pemantauan tindak lanjut untuk mengetahui apakan tindakan perbaikan sebagaimana direkomendasikan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. LHAK SP yang baik antara lain memenuhi kriteria berikut: a. Relevan dan objektif. Desain audit harus menjamin bahwa pemilihan faktafakta yang akan diinvestigasi dan disajikan dalam laporan secara seimbang dan tidak berprasangka. Temuan dan laporan harus dipengaruhi oleh bukti yang diperoleh dan dirangkai sesuai dengan standar audit yang relevan. Fakta-fakta
43
yang ada tidak boleh ditutup-tutupi, namun harus disajikan secara terpisah dari opini/pendapat.
b. Dapat diandalkan, valid dan konsisten. Desain audit harus mengarahkan bahwa
kesimpulan yang ditarik berdasarkan temuan, analisis dan fakta yang
diverifikasi dan informasi lain dari berbagai sumber. Laporan audit harus seimbang dalam berbagai perspektif dan pertimbangannya. c. Transparansi dan kegunaannya. Akan sangat bermanfaat juka laporan audit
kinerja tersedia untuk didiskusikan dan dikritisi oleh masyarakat. Laporan audit harus dapat menyediakan informasi yang mudah untuk diakses, ringkas dan upto date sehingga pemerintah, parlemen dan entitas pemerintahan dapat menggunakannya untuk memperbaiki fungsinya dengan lebih baik. Dalam bukunya yang berjudul Audit Kinerja pada Sektor Publik: Konsep, Praktik dan Studi Kasus, I Gusti Agung Rai menyatakan bahwa dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) siklus audit kinerja mencakup tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Perencanaan: Survei Pendahuluan Tujuan utama survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi yang bersifat umum mengenai semua bidang dan aspek dari entitas yang diaudit serta kegiatan dan kebijakan entitas, dalam waktu yang relatif singkat. Kegiatan survei pendahuluan meliputi: (1) memahami entitas yang diaudit; (2) mengidentifikasi area kunci; (3) menetapkan tujuan dan lingkup audit; (4) menetapkan kriteria audit; (5) mengidentifikasi jenis dan sumber bukti; (6)
44
menyusun laporan survei pendahuluan; dan (7) mempersiapkan program pengujian terinci.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan audit kinerja juga dikenal sebagai pengujian terinci. Pada tahap
pengujian terinci, auditor akan (1) mengumpulkan dan menguji bukti audit yang kompeten dan relevan; (2) menyusun kertas kerja; (3) menyusun dan mengomunikasikan temuan audit; serta (4) menyusun dan mendistribusikan
laporan hasil audit. 3. Tahap Pelaporan Laporan audit berfungsi untuk mengomunikasikan hasil audit kepada semua tingkat organisasi auditee maupun lembaga legislative yang memberikan mandate audit. Tujuan penyusunan laporan adalah untuk menghindari salah tafsir antara auditor dan auditee, memudahkan pelaksanaan tindak lanjut dan menjadi salah satu alat pengendali sosial (social control). Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Ihyaul Ulum, Tunggal (2012) dalam buku Pokok-pokok Operational & Financial Auditing menyatakan bahwa terdapat tiga fase dalam audit kinerja, yaitu: 1. Perencanaan Luasnya audit kinerja sering membuat penentun staf menjadi lebih rumit daripada dalam audit keuangan. Hal ini terjadi bukan karena bidang yang berbeda, tetapi tujuan untuk bidang tersebut sering memerlukan keahlian teknis khusus. Audit kinerja mengharuskan auditor menghabiskan lebih banyak waktu
45
dengan pihak yang berkepentingan untuk mencapai tujuan atas syarat penugasan dan kriteria evaluasi.
2. Akumulasi dan Evaluasi Bukti
Terdapat delapan jenis bukti dalam melakukan audit kinerja, yaitu: physical
examination, confirmation, documentation, analytical procedures, inquiries of client, reperformance, observation dan recalculation. Audit kinerja harus the mengumpulkan bukti yang memadai untuk dijadikan dasar suatu simpulan
dalam pengujian. Setelah bukti dikumpulkan, auditor harus memutuskan apakah inspeksi atas entitas yang akan diaudit dilakukan oleh petugas yang kompeten. 3. Pelaporan dan Tindak Lanjut Auditor kinerja sering menghabiskan waktu untuk mengkomunikasikan temuan dan rekomendasi audit secara jelas. Pada audit kinerja, saat laporan disusun sesuai persyaratan manual audit, maka komponen tertentu harus disertakan, tetapi bentuk laporan harus dibebaskan. Tindak lanjut merupakan hal umum dalam audit kinerja ketika auditor membuat rekomendasi kepada manajemen untuk menentukan apakah terdapat perubahan yang direkomendasikan dan jika tidak, harus dijelaskan mengapa. 2.4.2 Temuan Audit Dalam buku Pedoman Pokok Operational Auditing, Amin Widjaja Tunggal (2012:185) mengemukakan bahwa temuan audit adalah suatu pernyataan berdasarkan fakta-fakta. Lima kelompok pertanyaan yang harus diketahui auditor agar lebih efektif dalam membuat temuan sebagai berikut:
46
1. Pernyataan Kondisi (Statement of Condition). Auditor harus mampu membuat kesepakatan dengan manajemen mengenai
kebenaran fakta sekalipun manajemen mungkin tidak sependapat dengan alas
an, signifikansi dan tindakan perbaikan yang diusulkan. 2. Kriteria (Criteria) dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor harus memperhatikan kondisi Di apa yang diharapkan untuk dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasi.
Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suatu kondisi yang spesifik, auditor memandang dari segi hokum dan perundang-undangan yang relevan, kontrak yang ada, kebijakan, sistem dan prosedur, peraturan internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal, rencana dan anggaran serta dasar-dasar manajemen dan administrasi yang baik. 3. Penyebab (Cause) Faktor paling penting dari temuan audit yaitu menentukan penyebab kelemahan. Penyebab ini adalah alas an kenapa operasi ini menjadi tidak efisien, efektif dan ekonomis. Tanggung jawab auditor adalah melaporkan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi dan mencegah berulangnya akibat yang merugikan. 4. Akibat (Effect) Salah satu tujuan utama dalam melaksanakan audit kinerja adalah mendorong manajemen melakukan tindakan positif untuk mengoreksi/memperbaiki temuan atas kekurangan/kelemahan operasional yang diidentifikasi oleh tim audit.
47
5. Rekomendasi (recommendations) Rekomendasi haruslah masuk akal diikuti dengan sebuah penjelasan kenapa
kondisi ini terjadi, penyebabnya dan apa yang harus dilakukan untuk mencegah
berulangnya hal itu. Rekomendasi auditor seharusnya bersifat praktis (dapat
diterapkan) dan masuk akal sehingga manajemen akan dengan mudah menerimanya.
2.4.3 Follow Up (Tindak Lanjut) Setelah hasil audit kinerja berupa laporan hasil audit yang berisi temuantemuan audit dan diakhiri dengan rekomendasi auditor, organisasi diharuskan untuk melakukan follow up (tindak lanjut). Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012 :199) dalam buku Pedoman Pokok Operational Auditing, follow up adalah tindakan yang diambil untuk memperbaiki pengendalian yang lemah dan telah teridentifikasi oleh auditor internal dan telah dilaporkan kepada manajemen. Pihak yang paling bertanggungjawab untuk menindaklanjuti temuan adalah manajemen dan auditor harus meyakinkan bahwa aturan-aturan yang berlaku sudah dimengerti. Setiap auditor harus menerima respon dan setiap temuan audit harus dapat dipecahkan. Jika auditee setuju dengan semua temuan, laporan audit harus dapat mengindikasikan kapan pelaksanaan rekomendasi dan saran yang diusulkan. Follow up audit adalah penelaahan untuk menentukan efektivitas tindakan perbaikan yang sudah dilakukan manajemen sebagai hasil dari pemeriksaan sebelumnya. Manajemen secara formal memberikan penjelasan mengenai tindakan perbaikan yang dilakukan secara tertulis.Hal ini adalah tanggung jawab
48
manajemen untuk meyakinkan bahwa tindakan tersebut dapat dijalankan. Laporan audit formal harus dibuat untuk tiap-tiap follow up audit yang dilakukan.