11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam suatu usaha, terlebih dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif seperti sekaran gini. Maka fungsi pemasaransangatlah penting untuk mengantisipasi adanya persaingan dan perubahan pasar, untuk kemudian diadakan kebijaksanaan di dalam perusahaan agar terus berusaha memuaskan pelanggan secara menguntungkan, efisien dan bertanggung jawab. Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah
satu dari definisi pemasaran terpendek adalah
memenuhi kebutuhan secara menguntungkan. Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin Molan adalah sebagai berikut : “Satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”. Sedangkan menurut Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2009;3), memberikan pengertian pemasaran sebagai berikut:
12
“Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar suatu
hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui
penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan
harga dari
barang, jasa, dan ide”. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk dengan yang lain, dimana dalam
pemasaran
ini kegiatan bisnis dirancang
untuk
mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
2.2
Pengertian Jasa Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal ini
disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barang-barang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa. Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2012;214) : “any act or performance that one party can offer another that is essensially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or not be tied to a physical product. “ Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik. Sedangkan Lovelock (2007;5) mendefinisikan terhadap arti jasa : “ A service is an act or performance offered by one party to another. Although the process may be tied to aphsycal product, the performance
13
a\ssentially intangible and does not normally result in ownership of any of the factors of production”.
Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat perbedaan yang cukup jelas antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership) walaupun dalam produksinya, jasa dapat melibatkan produk fisik untuk mendukungnya.
2.2.1 Karakteristik Jasa Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk barang. Menurut Kotler dan Armstrong (2012;223) menerangkan empat karakteristik jasa sebagai berikut : 1. Tidak berwujud (intangibility) Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti kualitas pelayanan jasa berdasarkan enam hal berikut ini : a. Tempat (place) Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukung. b. Orang (people) Orang yang menangani
mampu melaksanakan tugas
dengan
baik.Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
14
c. Peralatan (equipment) Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain sebagainya. d. Komunikasi material (communication material) Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi dalam foto. e. Simbol (symbol) Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan kelebihannya dalam melayani konsumen. f. Harga (price) Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain. 2. Bervariasi (variability) Jasa bersifat
nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas pelayanan jasa bergantung pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan.Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan lainnya. 3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen di dalamnya. 4. Tidak dapat disimpan (pershability) Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain waktu.
15
2.2.2
Klasifikasi Jasa Klasifikasi jasa menurut Lovelock(2007:12), terdapat tujuh kriteria sebagai
berikut :
1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum). 2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : a. Rented Goods Service Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan apartement. b. Owned Goods Service Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja), atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi (arloji, mobil dan lain-lain). c. Non Goods Service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
16
3. Keterampilan Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas profesional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak) dan non profesional (misalnya sopir taksi, penjaga malam). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit (misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum). 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated service (seperti katering dan pengecetan rumah). 6. Tingkat Intensitas Karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokan
menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(seperti cuci mobil otomatis, ATM (automatic teller machine) dan poeplebased service (seperti satpam, jasa akuntansi dan kosultan hukum). 7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, dan sebagainya.Sebaliknya pada jasa yang kontaknya dengan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting.
pelanggan
17
2.3
Kualitas Pelayanan Jasa Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut Tjiptono (2011:59), yaitu kualitas
pelayanan
jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan
pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expectedservice dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Sedangkan menurut Menurut Tjiptono (2011;80) mengidentifikasikan lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, mengungkapkan formula si model kualitas pelayanan jasa yang diperlukan dalam pelayanan jasa. Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah : 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan jasa.
18
Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kinerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas pelayanan jasa tersebut.
Kesimpulan dari model kualitas pelayanan jasa tersebut meliputi: 1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa adalah hasil dari pertandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.
2. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia (melebihi dari sekedar puas).
19
3. Penilaian pelanggan pada kualitas pelayanan jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa dan output dari jasa.
4. Kualitas pelayanan jasa ada dua macam yaitu kualitas dari jasa yang normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal.
5. Apabila timbul masalah perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan pelanggan. Gambar 2.1 Model Kualitas pelayanan KONSUMEN Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan personal
Pengalaman yang lalu
Jasa yang diharapkan GAP 5 Jasa yang dirasakan
PEMASAR
Penyampaian jasa
GAP 4
Komunikasi eksternal
GAP 3 Penjabaran spesifikasi
GAP 1 GAP 2
Persepsi manajemen
Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2011;82)
20
2.3.1 Pengertian Kualitas dan Kualitas Pelayanan Jasa Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang
menguntungkan. Apabila
pelanggan merasa kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemugkinan besar ia tidak akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Sebuah
perusahaan
jasa
dapat
memenangkan
persaingan
dengan
menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan. Menurut Tjiptono (2011;51) yang dimaksud kualitas adalah : “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service.
Apabila jasa yang diterima atau
dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya
kualitas
pelayanan jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut Tjiptono (2011;59) menyatakan sebagai berikut :
21
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”
2.3.2 Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan Jasa Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat barmanfaat tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Tjiptono (2011:75), yaitu: 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya.Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas.Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas. 3. Perencanaan Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya.
22
4. Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen
untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.3.3 Mengukur Kualitas Pelayanan Jasa Menurut Kotler (2012:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor dominan atau penentu kualitas kualitas pelayanan jasa, kelima faktor dominan tersebut diantarnya yaitu: 1. Berwujud (Tangible), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi yang baik. 2. Empati (Empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Misalnya karyawan
harus mencoba
menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika
pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera, agar selalu terjaga hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli yang tulus. Dengan cara
23
perhatian yang diberikan para pegawai dalam melayani dan memberikan tanggapan atas keluhan para konsumen. 3. Cepat tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan dari karyawan
dan
pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan konsumen. Dengan cara keinginan para pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap konsumen, kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen. 4. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten. Contoh dalam hal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang terbaik, kemampuan pegawai dalam menangani kebutuhan konsumen dengan cepat dan benar, kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan harapan konsumen. 5. Kepastian
(Assurance),
yaitu
berupa
kemampuan
karyawan
untuk
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara lain, pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan tugasnya, pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan kepercayaan kepada konsumen, pegawai memiliki keahlian teknis yang baik. Sedangkan menurutTjiptono (2011:68) terdapat delapan dimensi kualitas pelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan strategis dan analisis. Dimensi tersebut adalah: 1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai konsumen, kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa tersebut, dan sebagainya.
24
2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC, sound system, kursi, meja, dan sebagainya. 3. Kehandalan (reliability) , yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering mengalami kendala dalam proses penggunaan. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakterisik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan penyedia jasa, apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi. 5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis penggunaan komputer. 6. Serviceability,
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
mudah
diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik yang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery yang dikutip oleh Tjiptono (2011:69) mengidentifikasi ada sepuluh factor utama yang menentukan kualitas pelayanan jasa. Kesepuluh faktor tersebut adalah: 1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.
25
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lainlain. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, teller, operator telepon, dan lain-lain). 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan,
reputasi perusahaan,
karakteristik contact personnel, dan
interaksi dengan pelanggan. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi keamana secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan. 9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bias berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan,
representasi fisik dari jasa misalnya unit komputer yang
digunakan.
2.3.4 Pengukuran Kualitas jasa Model kualitas jasa didasarkan
pada
asumsi
bahwa
konsumen
membandingkan kualitas jasa pada atribut relevan dengan standar ideal untuk
26
masing-masing atribut pelayanan. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas jasa keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Pengukuran kualitas jasa dalam kualitas pelayanan didasarkan pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi konsumen, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa. Evaluasi kualitas jasa menggunakan model kualitas pelayanan mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para konsumen untuk setiap pasang pernyataan yang berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor kualitas jasa untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing konsumen dapat dihitung berdasarkan rumus berikut Zeithaml (2013:148) Skor Kualitas jasa = Skor Persepsi – Skor harapan
2.3.5 Faktor Penyebab Buruknya Kualitas jasa Menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2011:175) menjelaskan bahwa setiap perusahaan harus mampu memahami sejumlah faktor potensial yang dapat menyebabkan buruknya kualitas jasa, di antaranya: a) Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik unik pada jasa adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Konsekwensinya, berbagai macam persoalan sehubungan dengan interaksi antara penyedia jasa dan konsumen bisa saja terjadi. b) Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain: upah rendah, pelatihan yang kurang memadai bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi.
27
c) Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai Karyawan front line
merupakan
ujung
tombak sistem penyampaian
jasa. Agar dapat
memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan dari fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan dan SDM). d) Gap komunikasi Komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalin kontak dan relasi dengan konsumen. Jika terjadi gap komunikasi, dapat timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa memperlakukan semua konsumen dengan cara yang sama konsumen merupakan individu yang unik dengan preferensi, perasaan dan emosi masing-masing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua konsumen bersedia menerima jasa yang seragam perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan mengintroduksi
jasa
baru
atau
menyempurnakan
jasa
lama
dapat
meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis, namun di sisi lain bila terlampau banyak jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu optimal, bahkan dapat timbul masalah-masalah seperti seputar standar kualitas pelayanan. e) Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek seperti pencapaian target penjualan dan laba tahunan dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. 2.3.6
Strategi Penyempurnaan Kualitas jasa Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Banyak
faktor
penyempurnaan
yang
perlu dipertimbangkan secara cermat, karena upaya
kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi
secara keseluruhan. Menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2008:179) terdapat delapan faktor yang perlu mendapat perhatian utama dalam penyempurnaan kualitas jasa adalah sebagai berikut:
28
a.
Mengidentifikasi detrminan utama kualitas jasa Setiap penyedia jasa wajib berupaya menyampaikan jasa berkualitas terbaik kepada para konsumen sasarannya. Upaya ini membutuhkan proses mengidentifikasi determinan atau faktor penentu utama kualitas jasa berdasarkan sudut pandang konsumen.
b.
Mengelola ekspektasi konsumen Tidak jarang sebuah perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan
komunikasinya
kepada konsumen dengan tujuan
memikat sebanyak mungkin konsumen. Hal seperti ini dapat menjadi kelemahan bagi perusahaan itu sendiri. b.
Mengelola bukti kualitas jasa Manajemen bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi konsumen selama dan sesudah jasa disampaikan
c.
Mendidik konsumen tentang jasa Membantu
konsumen
merupakan
upaya
dalam
positif
memahami
untuk
sebuah
mewujudkan
jasa proses
penyampaian dan pengkonsumsian jasa secara efektif dan efisien d.
Menumbuh kembangkan budaya kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan
yang
kondusif
bagi
proses
penciptaan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus e.
Menciptakan automating quality
29
Otomatisasi berpotensi mengatasi masalah variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki organisasi. f.
Menindak lanjuti jasa Penindak
lanjutan
jasa
diperlukan
dalam
rangka
menyempurnakan atau memperbaiki aspek jasa yang kurang memuaskan dan mempertahankan aspek yang sudah baik g.
Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan sistem yang mengintegrasi berbagai ancangan riset secara sistematis dalam rangka
mengumpulkan
dan
menyebarluaskan
informasi
kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan.
2.4
Pengertian Loyalitas Loyalitas didefinisikan sebagai suatu sikap yang ditujukan oleh konsumen
terhadap penyediaan produk atau jasa. Seorang konsumen akan menunjukan sikap loyalnya jika suatu konsumennya.
perusahaan
Konsumen
mampu
memberikan kepuasan
kepada
yang loyal adalah seorang konsumen yang selalu
membeli kembali dari provider atau penyedia jasa yang sama dan memilihara suatu sikap positif terhadap penyedia jasa itu dimasa yang akan datang(Griffin, 2007;4). Menurut Jill, Griffin (2007;4) pengertian Loyalitas adalah: “Loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan”.
30
Menurut Oliver yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2012:138), mendefinisikan loyalitas (loyalty) sebagai berikut: “Komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih.” Sedangkan menurut Griffin(2007:274), definisi loyalitas disebutkan sebagai berikut: “Perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non random yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan.” Menurut definisi-definisi mengenai loyalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku pembelian yang mengarah kepada suatu komitmen untuk membeli atapun mendukung kembali produk atau jasa di masa depan. Dan menurut Tjiptono (2011 ;110) mengatakan bahwa : “Loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.”
Dari kedua definisi loyalitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan keputusan.Tujuan utama atau misi perusahaan adalah mencapai tingkat loyalitas yang tinggi dari konsumen. Hal ini dikarenakan dengan
31
mendapatkan sikap loyalitas dari konsumen berarti perusahaan dihadapkan kepada keuntungan ditambah lagi apabila penerapannya dalam jangka panjang, maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan akan menerima keuntungan jangka panjang pula. Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut. Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), seseorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila seseorang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang, maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeliu atau konsumen.
2.4.1 Karakteristik Loyalitas Menurut Griffin (2007;33)Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Adapun karekteristik pelanggan yang loyal adalah orang yang : 1.Melakukan pembelian berulang yang teratur; Pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa sebanyak dua kali atau lebih. 2.Membeli antar lini produk dan jasa; Pelanggan tersebut membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan
dan
mereka butuhkan. Para pelanggan tersebut membelin secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 3.Mereferensikan kepada orang lain;
32
Membeli barang atau jasa ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong orang lain agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak langsung, mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen kepada perusahaan. 4.Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Seorang konsumen dikatakan loyal jika ia mempunyai suatu komitmen yang kuat untuk menggunakan lagi jasa yang diberikan secara rutin. Banyak perusahaan meluncurkan program – program tertentu yang tujuannya meningkatkan loyalitas konsumen misalnya : A. Pemberian Reward, cara ini biayanya tinggi dan jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi bumerang bagi perusahaan dan sulit dihentikan apabila dihentikan akan menimbulkan ketidakpuasan konsumen. B. Memberikan pelayanan dengan menyajikan keunggulan dan diferensiasi di mata konsumen, hal ini dapat menimbulkan ketertarikan konsumen terhadap produk/jasa lain. Tetapi program – program untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebaiknya tidak dilakukan secara terus menerus karena konsumen nantinya tidak dapat membedakan antara produk inti atau extra service.
2.4.2
Loyalitas dan Siklus Pembelian Penting bagi pemasar untuk memahami bagaimana menciptakan loyalitas
pelanggan dan mengapa loyalitas pelanggan dapat tercipta. Oleh karena itu, salah satu usahanya adalah dengan mengenali proses siklus pembelian pelanggan. Griffin (2007:18) menjelaskan bahwa bagi pembeli pertama-kali akan bergerak melalui lima langkah: pertama, menyadari produk, dan kedua, melakukan pembelian awal. Kemudian, pembeli bergerak melalui dua tahap
33
pembentukan sikap, yang satu disebut “evaluasi pasca-pembelian” dan yang lainnya disebut “keputusan membeli kembali”. Bila keputusan membeli kembali telah disetujui, langkah kelima, pembelian kembali, akan mengikuti. Urutan dari kelima langkah tersebut akan membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali bahkan beberapa ratus kali, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan produk serta jasanya. Gambar 2.2 Siklus Pembelian
Pembelian kembali
Keputusan membeli
Lingkaran Pembelian Kembali
Kesadaran
Pembelian awal
Evaluasi pasca-pembelian
Sumber: Griffin (2007:18) 2.4.3 Jenis Loyalitas Setelah membahas karakteristik loyalitas pelanggan diatas, adapun jenis loyalitas pelanggan. Jenis ini akan membantu perusahaan dalam membidik serta mengetahui tipekal pelanggan suatu perusahaan tersebut. Terdapat empat jenis loyalitas menurut Griffin (2007) yang dikemukakan menurut gambar 2.3 yaitu :
34
Gambar 2.3 Empat Jenis Loyalitas Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Rendah
Loyalitas yang lemah
Tanpa loyalitas
Sumber : Jill, Griffin (2007;22), Customer Loyalty. Terdapat empat jenis loyalitas menurut Griffin (2007;22) adalah sebagai berikut : 1. Tanpa Loyalitas Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterikatannya yang rendah terhadap produk atau jasa tersebut dikombinasikan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas. Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal; mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan. Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
2. Loyalitas yang Lemah Keterikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyality). Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Ini
adalah
jenis pembelian “karena kami selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Dengan kata lain, factor nonsikap dan factor situasi merupakan alas an utama untuk membeli. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau minimal
35
tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. Pembeli ini rentan beralih ke produk pesaing yang dapat menunjukkan manfaat yang jelas. Memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah ke dalam bentuk loyalitas yang lebih tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan dan meningatkan diferensiasi positif dibenak pelanggan mengenai produk atau jasa suatu perusahaan dengan produk lain.
3. Loyalitas Tersembunyi Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami
faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4.Loyalitas Premium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembeliabn berulang yang juga tinggi.Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk
semua
pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, orang
bangga
karena
menemukan dan menggunakan produk tertentu dan
senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan atau keluarga.
2.4.4
Tahap-tahap Loyalitas Konsumen Dalam proses untuk menjadi pelanggan yang benar-benar loyal, pelanggan
akan melalui beberapa tahapan. Proses ini harus sangat dipahami oleh para pemasar
karena pada setiap tahapnya
memiliki kebutuhan khusus. Griffin
(2007:35) menyebutkan bahwa, dengan mengenali setiap tahap dan memenuhi
36
kebutuhan khusus dari tiap tahap tersebut, perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau klien yang loyal. Dan kemudian Griffin membahas tiap tahapannya sebagai berikut: 1.Suspect Merupakan orang yang mungkin membeli produk atau jasa perusahaan. 2. Prospect Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan dan memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum membeli dari perusahaan, mereka mungkin telah mendengar, membaca atau bahkan ada seseorang yang telah
merekomendasikan mengenai perusahaan kepada
mereka. 3. Disqualified Prospect (prospek yang didiskualifikasi) Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari oleh perusahaan untuk mengetahui bahwa mereka (prospek) tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk perusahaan. 4. First Time Customer (pelanggan pertama-kali) Adalah orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang tersebut bisa menjadi pelanggan perusahaan dan juga sekaligus pelanggan pesaing perusahaan. 5. Repeat Customer (pelanggan berulang) Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk atau jasa perusahaan lebih dari satu kali. 6. Clients Klien adalah orang yang membeli secara teratur. Klien membeli apapun yang perusahaan tawarkan dan dapat mereka gunakan. Klien memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut dengan perusahaan, yang menjadikan klien dapat kebal terhadap tarikan pesaing.
37
7.Advocates (penganjur) Seperti klien, penganjur juga membeli apapun yang perusahaan tawarkan dan dapat mereka gunakan serta membelinya secara teratur. Namun, penganjur juga mendorong orang lain untuk mengkonsumsi produk atau jasa dari perusahaan. Mereka melakukan pemasaran bagi perusahaan dan dapat membawa pelanggan kepada perusahaan. 2.4.5 Manfaat Loyalitas Bagi organisasi terdapat empat manfaat utama yang berkaitan dengan loyalitas konsumen. Pertama, loyalitas meningkatkan pembelian konsumen. Kedua, Loyalitas konsumen menurunkan biaya yang ditanggung perusahaan untuk melayani konsumen. Ketiga, loyalitas konsumen meningkatkan komunikasi yang positif dari mulut ke mulut. Manfaat utama yang terakkhir dari loyalitas konsumen adalah retensi
karyawan. Karyawan-karyawan pada bisnis jasa sering dipengaruhi oleh
interaksi
harian mereka dengan konsumen-konsumen perusahaan, karena orang
cenderung lebih suka bekerja dengan organisasi–organisasi yang konsumennya loyal dan puas . Griffin (2007;13) mengemukakan keuntungan jika perusahaan memiliki pelanggan yang loyal yaitu : a) Penjualan naik karena pelanggan membeli lebih banyak; b) Memperkuat posisi perusahaan di pasar karena pembeli membeli produk kita daripada produk pesaing c) Biaya pemasaran menurun karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk memikat pelanggan berulang; d) Lebih terlindungi dari persaingan harga karena pelanggan yang loyal kecil kemungkinannya terpikat dengan diskon;
38
e) Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk kita dengan demikian membantu kita mendapatkan pangsa pelanggan yang lebih besar.
2.5
Pengaruh Kualitas pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen Konsumen yang menjadi loyal terhadap suatu barang dan jasa tertentu
disebabkan
oleh
kualitas
pelayanan yang baik dan memuaskan. Jika kualitas
pelayanan yang diberikan baik dan memuaskan serta dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi konsumennya maka konsumen pun akan merasa loyal dan akan memberikan sikap yang positif terhadap produsen (penyedia jasa) tersebut secara konsisten. Kualitas pelayanan menurut Tjiptono(2011:59) yaitu: “Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi
keinginan pelanggan”. Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan, memberikan dasar bagi pembelian ulang dan terciptanya konsumen yang loyal, serta membentuk komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Apabila kualitas pelayanan yang diterima oleh konsumen lebih baik atau sama dengan yang konsumen bayangkan, maka konsumen cenderung akan mencobanya kembali. Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2011;23) yaitu: “Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”.
39
Dalam hal ini, para konsumen akan melakukan konsumsi/aktivitas yang sama dengan sebelumnya atau akan melakukan pemakaian jasa yang lebih besar lagi sehingga hubungan dengan konsumen yang bertahan lama untuk jangka panjang akan tercapai. Selain itu juga para
konsumen akan cenderung menolak terhadap
produk/jasa perhotelan dari para pesaing, serta memberikan referensi mengenai produk perusahaan kepada orang lain. Adanya keterkaitan antara kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas konsumen diungkapkan oleh yang dikutip oleh Zeithaml (2013;30) bahwa: Customer loyality depends on the level of customers services quality and they believe that there is a positive correlation between customer service quality and customer loyality. Artinya bahwa loyalitas konsumen tergantung kepada tingkat dari kualitas pelayanan jasa yang diberikan kepada konsumen dan mereka meyakini bahwa ada hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa konsumen dengan loyalitas konsumen. Dari definisi diatas terlihat jelas akan adanya hubungan yang positif antara kualitas pelayanan jasa dengan loyalitas konsumen. Dimana dengan peningkatan kualitas pelayanan jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh pihak perusahaan maka akan menimbulkan loyalitas dari para konsumennya terhadap perusahaan dan memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka ikatan seperti ini dapat membuat perusahaan
untuk lebih memahami dengan seksama harapan konsumen serta
kebutuhan mereka. Pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan telah diuji oleh Winarti Setyorini, dengan judul penelitian “Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Bank BJB KC Suci Bandung”
40