BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Batasan Konsep Terdapat beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: 1.
Eksistensi Eksistensi berasal dari kata exist dalam bahasa Inggris yang artinya ada. Eksistensi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang diartikan sebagai keberadaan yang menunjukkan akan suatu hal. (KBBI, 2003:288). Kata Eksistensi berasal dari kata Latin existere, dari ex keluar : sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada (Dagun, 1990:19). Dalam konteks penelitian ini eksistensi mengandung arti keberadaan, yaitu keberadaan adanya budaya yang terus dilakukan
secara
turun
temurun
secara
defacto.Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa eksistensi adalah keberadaan yang menunjukkan bahwa sesuatu itu ada.
2.
Makna R. Brown mendefinisikan makna sebagai kecenderungan total untuk menggunakan atau beraksi terhadap suatu bentuk bahasa. Konsep makna memiliki berbagai makna tanpa ada satu makna pun yang dianggap paling benar (Alfan, 2013:126). Pada dasarnya, makna sebenarnya ada pada kepala kita, bukan terletak pada suatu lambang. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami
makna dalam komunikasi.Jadi dapat disimpulkan bahwa makna adalah respons dari stimulus dang diperoleh dari hasil belajar. Pada dasarnya, makna sebenarnya ada pada kepala kita, bukan terletak pada suatu lambang.
3.
Masyarakat a. Pengertian Masyarakat Untuk menyebut masyarakat, di dalam bahasa Inggris biasa dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti ikut serta atau berpartisipasi. Adapun kata Arab untuk masyarakat adalah mujtama (Warsito, 2015:117).Menurut Ralp Linton (1936) dalam The Study of Man mengemukakan, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasbatas tertentu.Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. J.L Gillin dan J.P Gillin dalam Cultural Sociology (1948) mengatakan, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.Mac Iver, masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling membantu yang meliputi kelompok-kelompok
dan
pembagian
sosial
lain,
sistem
dari
pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan, sistem yang kompleks yang selalu berubah, atau jaringan dari relasi sosial (Warsito, 2015: 115-116). Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang secara kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama, memiliki
budaya, adanya kesinambungan dan mempertahankan diri, memiliki nilai, sikap dan perilaku yang dimiliki bersama.
b. Unsur-Unsur Masyarakat Istilah Masyarakat dalam bahasa Inggrisnya society. Krech, seperti yang dikutip Nursyid, mengemukakan bahwa “A society is that it is on organized collectivity of interacting people whose activities become centered arounds a set of common goals, and who tend to share common beliefs, attitudes, and modes of actions.” Jadi ciri atau unsur masyarakat sebagai berikut: 1)
Kumpulan orang
2)
Sudah terbentuk dengan lama
3)
Sudah memiliki system social atau struktur sosial tersendiri
4) Memiliki kepercayaan, sikap dan perilaku yang dimiliki bersama. Krech, Crutchfield, dan Ballachey mengemukakan definisi masyarakat sebagai berikut: “A society is that it is an organized collectivity of interacting people whose activies become centered around a set of common goals, and who tend to share common beliefs, attitudes, and of action.” Unsur masyarakat berdasarkan definisi ini, sebagai berikut: 1)
Kolektivitas interaksi manusiayang terorganisir
2)
Kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama
3)
Memiliki kecenderungan untuk memiliki keyakinan, sikap
dan bentuk tindakan yang sama. Selanjutnya, Fairchild, memberikan batasan masyarakat sebagai berikut: “Society is a group human beings cooperating in the pursuit of several of their major interest, in variably including self maintenance and self-perpetuation. The concept of society includes continuity, complex associational relationships, and a composition including
representatives of fundamental human types, specifically men, women and children.” Unsur masyarakat menurut definisi tadi sebagai berikut: 1)
Kelompok manusia
2) Adanya keterpaduan atau kesatuan diri berlandaskan kepentingan utama 3)
Adanya pertahanan dan kekekalan diri
4)
Adanya kesinambungan
5)
Adanya hubungan yang pelit diantara anggotanya
Dikemukakan definisi masyarakat menurut Horton dan Hunt sebagai berikut: “a society is a relatively independents, selfperpetuating human group who occupyterritory, share a culture, and have most of their associations within this group.” Unsur atau ciri masyarakat menurut konsep Horton dan Hunt sebagai berikut: 1)
Kelompok manusia
2)
Sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal
3)
Menempati suatu kawasan
4)
Memiliki kebudayaan
5) Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan (Setiadi, 2006:79-82).
4.
Tradisi Tradisi dapat diartikan adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar (KBBI, 2003:1216). Tradisi menurutSztompka adalah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu (Sztompka, 2007:71). Tradisi menurut Mursel Esten adalah kebiasaan-kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Di dalam tradisi
diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Ia menjadi suatu sistem, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan menyimpang (Esten, 1992:14). Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan tradisi menurut Douglas (1984), seperti: 1) bentuk warisan seni budaya tertentu, 2) kebiasaan atau bahkan kepercayaan yang dilembagakan dan dikelola oleh masyarakat dan pemerintah, misalnya lagu-lagu daerah atau lagu nasional, hari libur nasional dll, 3) kebiasaan atau kepercayaan bahkan “tubuh ajaran” yang dilembagakan dan dikelola oleh kelomok-kelompok agama, badan-badan gereja yang semuanya dibagikan kepada pihak lain. Sebagai contoh, kita sering mendengar ada orang yang berbicara tentang tradisi kekristenan atau tradisi keislaman (Liliweri, 2014:97-99). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah kebiasaan-kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat dari masa lalu yang masih dijalankan masyarakat.
5.
Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan Menurut Warsito (2015) kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sumber lain mengatakan, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Dilihat dari kata dasarnya, kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi. Dari pengertian tersebut, dibedakan
antara budaya yang berarti daya dan budaya yang berarti budi, yang berupa cipta,karsa dan rasa. Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Kebudayaan (cultuur dalam bahasa Belanda), (culture dalam bahasa inggris), berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah,
mengerjakan,
terutama mengolah
menyuburkan
tanah atau
bertani.
dan
mengembangkan,
Dari
segi
arti
ini,
berkembanglah culture yang berarti “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengubah alam. Dalam perspektif antropologi yang lebih kontemporer, kebudayaan didefinisikan sebagai sistem simbol dan makna dalam masyarakat manusia yang didalamnya terdapat norma dan nilai tentang hubungan sosial dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat sangkutan. Secara lebih jelas, dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, dan meliputi: a) Kebudayaan materiil b) Kebudayaan nonmateriil 2) Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif, tetapi hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar 3) Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Alfan, 2013: 43-45). Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks,
yang
didalamnya
terkandung
pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan kemampuan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Nuraeni, 2012:17). Menurut Kluckhohn, kebudayaan mengandung arti: pola-pola kehidupan yang diciptakan dalam perjalanan sejarah, eksplisit dan implisit, rasional dan irasional yang terwujud pada tiap waktu sebagai
pedoman yang berpotensi bagi laku perbuatan manusia (Warsito, 2015:51). Menurut Koentjaraningrat (1991), kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Meinarno, 2011:90). Ralph Linton dalam buku “The Cultural background of personality”, kebudayaan adalah “konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari darn hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu” (Prasetya, 2013:29). Jadi, kebudayaan dapat disimpulkan yaitu hasil tindakan dan pola pikir manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik sendiri dengan dibiasakan dengan belajar.
b. Wujud kebudayaan Wujud kebudayaan adalah suatu suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola (Koentjaraningrat, 1990:186).Kebudayaan dapat berwujud gagasan (ide), tindakan (perilaku) dan hasil karya yang berbentuk kebendaan (materil) (Syarbaini, 2013:104). Menurut JJ. Honigman, bahwa bentuk budaya manusia dapat dibedakan menjadi 3 kategori kelompok, sebagai berikut: 1)
Ideas, yaitu berupa ide-ide gagasan dan buah pikiran
2) Aktivities, yaitu kegiatan dalam upaya merealisasikan ide gagasan dan buah pikiran 3) Artifacts, adalah hasil dan kegiatan manusia (Santosa, 2008:8). Menurut
Koentjaraningrat,
menjadi tiga bagian yaitu:
wujud
kebudayaan
dibedakan
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai,
norma-norma,
peraturan
dan
sebagainya. 2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat 3) Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia (Warsito, 2015:53). Ketiga wujud kebudayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatsifat abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di pikiran manusia kebudayaan bersangkutan itu hidup. Lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan buku-buku hasil karya masyarakat yang bersangkutan yang banyak tersimpan dalam disk, arsip, kartu komputer dan pita komputer dan sebagainya. Ide dan gagasan masyarakat ini hidup dan memberi jiwa kepada mereka. Gagasangagasan ini saling berkaitan satu sama lain menjadi sebuah sistem yaitu sistem budaya atau biasa disebut dengan adat-istiadat. Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling interaksi satu sama lain berdasarkan pola tertentu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga dapat diobservasi, difoto maupun didokumentasikan. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang berupa hasil fisik dari aktifitas, perbuatan dan karya manusia yang bersifat konkrit, dapat diraba dan difoto maupun dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan tersebut yaitu yang berupa kebudayaan ideal dan adat istiadat yang mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia yang dapat menghasilkan benda-benda kebudayaan fisik dan begitu juga sebaliknya.
c. Unsur-unsur Kebudayaan Adapun unsur kebudayaan yang bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini, adalah: 1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari misalnya pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata dan sebagainya. 2) Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi. Misalnya pertanian, peternakan, sistem produksi. 3) Sistem kemasyarakatan, misalnya kekerabatan, sistem perkawinan, sistem warisan. 4) Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan maupun tertulis. 5) Ilmu pengetahuan 6) Kesenian, misalnya seni suara, seni rupa, seni gerak 7) Sistem religi (Prasetya, 2013:33).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan Kebudayaan sebagai hasil budi daya manusia atau hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) Faktor Ras Menurut teori ini terdapat ras yang superior dan ras yang imperior. Ras superior ialah ras yang mampu menciptakan kebudayaan. Ras yang imperior ialah ras yang hanya mampu mempergunakan hasil budaya dan menurut saja. 2) Faktor Lingkungan Geografis Faktor ini biasanya dihubungkan dengan keadaan tanah, iklim, temperatur/suhu udara tempat manusia tinggal. Menurut teori ini lingkungan alam sangat mempengaruhi suatu kebudayaan daerah tertentu.
3) Faktor perkembangan teknologi Semakin tinggi tingkat teknologi manusia, pengaruh lingkungan geografis terhadap perkembangan kebudayaan semakin berkurang. Semakin tinggi tingkat teknologi suatu bangsa semakin tinggi pula tingkat kebudayaan. 4) Faktor hubungan antarbangsa Hubungan antarbangsa mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya peristiwa-peristiwa: a. Penetration Pasifique atau perembesan kebudayaan secara damai. Ini terjadi karena adanya kaum imigran yang pindah menjadi penduduk suatu negeri lain. Mereka membawa kebudayaan yang masuk dan diterima oleh negeri tersebut tanpa menimbulkan kekacauan masyarakat penerima. b. Culture Contact/Akulturasi merupakan
proses
perkawinan
unsur-unsur
kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan asing yang datang diterima menjadi kebudayaan sendiri atau juga pertemuan dua unsur kebudayaan yang berbeda di daerah yang lain. c. Difusi Kebudayaan Penyebaran unsur-unsur kebudayan dari suatu tempat ke tempat yang lain. d. Culture Creisse Proses persilangan antara dua unsur kebudayaan yang
berbeda.
Terjadi
karena
kedua
unsur
kebudayaan itu bertemu pada suatu daerah tertentu di luar daerah kedua kebudayaan tersebut.
5) Faktor Sosial Hubungan
antara
anggota
masyarakat
dengan
sesamanya serta dengan kelompok sosial yang lain akan mempunyai pengaruh terhadap kebudayaan misalnya masyarakat yang masih mempunyai jenjang dimensi stratifikasi sosial tertentu. 6) Faktor Religi Kepercayaan suatu masyarakat yang telah diyakini sejak masa yang lalu sulit hilang begitu saja. 7) Faktor Prestige Biasanya bersifat individual yang dipopulerkan di dalam kehidupan sosial. Biasanya mempunyai efek negatif berupa pemaksaan diri atau keluarga misalnya perayaan dan pesta besar-besaran. 8) Faktor mode Suatu mode merupakan hasil budaya pada saat-saat tertentu. Sedikit banyak berpengaruh terhadap kebudayaan (Warsito, 2015:98-99).
e. Karakteristik kebudayaan Karakteristik adalah sifat yang khas, yaitu keistimewaan atau ciri khas yang membantu kita dalam mengenal sesuatu, membedakan dengan yang lain, serta menjelaskan secara lebih dan nyata. Adapun karakteristik kebudayaan adalah: 1) Dapat dipelajari dan dimiliki bersama oleh masyarakat 2) Diwariskan kepada generasi penerusnya, misalnya melalui cerita kepada anak 3) Diwariskan kepada siswa di lembaga pendidikan 4) Berbasis simbol-simbol tertentu
5) Bersifat adaptif, yaitu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, misalnya budaya harus memenuhi segala hal yang dibutuhkan masyarakat (Alfan, 2013:92).
f. Adat-istiadat 1) Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat (Koentjaraningrat, 1990:190). Hal ini dikarenakan nilai-nilai budaya sebagai konsep-konsep menganai sesuatu yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat dianggap bernilai dan dijadikan sebagai pedoman memberi arah kehidupan masyarakat tersebut. Suatu sistem nilai budaya juga berupa pandangan hidup atau world view bagi manusia yang menganutnya (Koentjaraningrat, 1990:193). Pandangan hidup terdiri dari nilai-nilai yang dianut masyarakat yang dipilih dengan cara selektif. Sistem nilai merupakan pedoman hidup bagi mayoritas masyarakat sedangkan pandangan hidup hanya dianut oleh individu-individu tertentu dalam masyarakat itu. Berbeda dengan ideologi, ideologi dapat menyangkut kehidupan sebagian besar masyarakat tetapi juga menyangkut golongan-golongan tertentu pula. 2) Adat Istiadat, Norma dan Hukum Norma berupa aturan-aturan untuk bertindak secara khusus, sedangkan perumusannya bersifat terperinci, tegas dan tak meragukan (Koentjaraningrat, 1990:195). Norma-norma yang bertujuan mengatur tindakan masyarakat tidak sama beratnya. Norma-norma tersebut yaitu mores (norma golongan berat atau adat istiadat), folkways (tata cara).
g. Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat (Soerjono, 2005:176). Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik dibidang spirit maupun materiil. Kebutuhan tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat yang bersangkutan. Karena kemampuan manusia terbatas, dapat dikatakan juga bahwa kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas dalam memenuhi segala kebutuhan.
h. Sifat Hakikat Kebudayaan Sifat hakikat kebudayaan (Soerjono, 2005: 182-183) adalah sebagai berikut: 1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia. 2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak mati dengan habisnya usia generasi bersangkutan 3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah-lakunya. 4) Kebudayaan
mencakup
aturan-aturan
yang
berisikan
kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakantindakan yang diizinkan. Hubungan Antara Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan adalah sebagai berikut: 1.
Hubungan Manusia dengan Masyarakat Manusia hidupnya selalu di dalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekedar ketentuan semata-mata, melainkan mempunyai arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup
bermasyarakat
adalah
agar
dapat
mengembangkan
budayanya dan mencapai kebudayaannya. 2.
Hubungan Manusia dengan Kebudayaan Bahwasanya
hanya
manusialah
yang
mampu
berkebudayaan. Hal ini dikarenakan manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang kesemuanya itu bersumber
pada
akal
manusia.
Dan
bahwa
hanya
manusialah yang dapat menghasilkan kebudayaan, dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa manusia. 3.
Hubungan Masyarakat dengan Kebudayaan Dalam masyarakat tersebut manusia selalu memperoleh kecakapan,
pengetahuan-pengetahuan
baru,
sehingga
penimbunan itu dalam keadaan yang sehat dan selalu bertambah isinya. Dapat diibaratkan: manusia adalah sumber kebudayaan, dan masyarakat adalah danau besar, di mana air dari sumber-sumber itu mengalir dan tertampung. Manusia mengambil air dari danau itu. Maka tidaklah habis air dalam danau itu, melainkan bertambah banyak karena selalu ditambah oleh orang yang mengambil air itu. 4.
Hubungan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bahwa
manusia,
masyarakat
dan
kebudayaan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena ketiga unsur inilah kehidupan makhluk sosial berlangsung. Masyarakat tidak dapat dipisahkan daripada manusia, karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat menunaikan bakat manusianya yaitu mencapai kebudayaan. Orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan (Prasetya, 2013:35-36).
6.
Simbol Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbolsimbol. James P. Spardley mengatakan bahwa makna hanya dapat disimpan
dalam
simbol,
sedangkan
menurut
Clifford
Geertz,
pengetahuan kebudayaan lebih dari kumpulan simbol, baik istilah rakyat maupun jenis simbol lain. Untuk itu, semua simbol, baik kata-kata yang terucapkan, objek seperti bendera, gerak tubuh seperti melambaikan tangan tempat seperti masjid atau gereja, atau perkawinan merupakan bagian dari sistem simbol. Dengan kata lain simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang dapat kita rasakan atau kita alami. Simbol atau sering disebut lambang secara etimologis berasal dari kata Yunani “symballaein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan yang dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos” yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Biasanya, simbol terjadi berdasarkan metomini, yaitu nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya dan metafora, yaitu pemaknaan kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan khas atau persamaan. Penggunaan simbol dalam budaya merupakan alat perantara yang berasal dari nenek moyang untuk melukiskan segala macam bentuk pesan pengetahuan kepada masyarakat sebagai generasi penerus yang diwujudkan dalam tindakan sehari-harinya. Sebagai makhluk budaya, simbol diharapkan mampu memberi pemahaman bagi masyarakat penggunanya. Penggunaan simbol dalam wujud budaya, ternyata dilaksanakan dengan penuh kesadaran, pemahaman dan penghayatan yang tinggi, dan dianut dari generasi ke generasi berikutnya. Paham atau aliran tata pemikiran yang mendasarkan diri pada simbol disebut simbolisme. Setiap bentuk upacara adat yang bersifat religi selalu disertai dengan simbol. Simbol dapat diartikan dengan tanda, ciri yang memberi tahukan sesuatu kepada seseorang. Budiono Herusatoto mendefinisikan
simbol atau lambang sebagai suatu hal atau keadaan yang menjadi pengantara pemahaman terhadap objek. Dengan demikian, simbol merupakan penggambaran suatu objek. Untuk mempermudah penyelidikan dalam membahas simbolsimbol religius ataupun mistik, ada tiga simbol yang harus dipahami. Pertama, simbol yang berwujud barang (visual), misalnya abu, air, hewan, buah-buahan, dan sebagainya. Kedua, simbol yang berwujud kegiatan (mitos), misalnya cara berdoa, peringatan-peringatan religius ataupun mistik, yang biasanya menghadirkan masa lampau sebagai daya dorong dalam perjuangan hidup selanjutnya. Ketiga, simbol yang bersifat bunyi (auditif), misalnya musik, syair, lonceng, sawangan burung merpati (Alfan, 2013:122-125). Lambang atau simbol mempunyai fungsi sebagai media untuk berkomunikasi
dengan
sesamanya.
Lambang-lambang
yang
dikembangkan oleh manusia tidak hanya mempunyai arti sebagaimana terkandung didalamnya, tetapi yang lebih penting adalah dayanya (Dillistone, 2002:87). Turner (dalam Endraswara, 2006:172) mengatakan bahwa “The symbols is the smallest unit of ritual which still remains the specific properties of ritual behavior. It is the ultimate unit of specific structurein a ritual contest”. Maksudnya, simbol adalah unit bagian terkecil dalam ritual yang bersifat khusus. Simbol tersebut merupakan unit pokok dari struktur khusus dalam konteks ritual. Selanjutnya Brown juga berpendapat bahwa tindakan ritual itu banyak mengungkapkan simbol (Endraswara, 2006:172). Ciri khas simbol menurut Turner (dalam Endraswara, 2006: 173), yaitu: (a) multivokal, artinya simbol memiliki banyak arti menunjuk pada banyak hal, pribadi, dan fenomena, (b) polarisasi simbol, karena simbol memiliki banyak arti sering ada arti simbol yang bertentangan, (c) unifikasi, artinya memiliki arti terpisah (Endraswara, 2006:173).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, simbol merupakan sebuah perantara yang dijadikan sebagai alat komunikasi, dalam simbol tersebut mengandung pesan dan pengetahuan untuk memahaminya kita perlu pemahaman dan penghayatan yang tinggi.
B. Penelitian Terdahulu Pencarian hasil penelitian terdahulu dengan fokus penelitian yang hampir sama sekiranya penting dilakukan sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan dan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang hampir sama dengan fokus penelitian yang peneliti sedang lakukan, diantaranya: Penelitian berjudul The Effect of Cultural Adaptation on Perceived Trustworthiness: Americans Adapting to Chinese Indonesians oleh Chanthika Pornpitakpandalam Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics Vol. 17 Iss pp. 70-88 (2005). Penelitian ini membahas tentang efek dari adaptasi budaya oleh orang-orang pebisnis Amerika pada kepercayaan mereka seperti yang dirasakan oleh orang-orang Cina Indonesia. Sampel terdiri dari 140 para profesional Indonesia yang lahir dan dibesarkan di Indonesia, yang membaca salah satu dari empat cerita yang berbeda dalam derajat adaptasi budaya Amerika: menggunakan bahasa Inggris, dan menggunakan bahasa asli (yaitu, Indonesia). Hasilnya menunjukkan bahwa ada tidak ada perbedaan dari stereotip tersebut. Adaptasi tinggi menggunakan bahasa Inggris kondisi dianggap lebih kondisional disebabkan daripada adaptasi tinggi menggunakan bahasa asli. Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kedua penelitian ini bertemakan kebudayaan. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah selain lokasi penelitian, fokus penelitian lebih
menekankan
kepada
kepercayaan
pada
cerita-cerita
dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sedangkan penelitian peneliti pada kebudayaan Indonesia pada aspek tradisi. Penelitian berjudul Local wisdom behind Tumpeng as an icon of Indonesian traditional cuisine oleh Ignatius Radix A.P Jati dalam Nutrition
and Food Science Vol 44 Iss 4 pp.324-334 (2014). Penelitian ini menggambarkan dan membahas sejarah Tumpeng, menjelaskan makna dari semua aspek dari Tumpeng, dari bentuk, warna, dan item yang tersedia. Hasil dari penelitian ini Tumpeng adalah bagian integral dari upacara adat Jawa dalam setiap tahap kehidupan manusia. Bentuk, warna dan item sendiri adalah simbol hubungan dengan Allah, kemakmuran dan bimbingan bagi Orang-orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu keduanya berfokus pada makna filosofis dan sejarah dari suatu hasil kebudayaan. Sedangkan perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu, penelitian ini membahas tentang makanan tradisi sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti akan membahas tentang upacara tradisi. Penelitian berjudul Eksistensi Wayang Beber Dalam Pelestarian NilaiNilai Budaya Jawa di Pacitan (2012) oleh Mukhlis Prasetya. Penelitian ini membahas tentang Wayang Beber Karangtalun Desa Kedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Tujuannya adalah mengetahui eksistensi wayang beber, mengetahui makna filosofi yang ada di dalamnya, dan upaya untuk melestarikan wayang beber di Karangtalun Desa Kedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Hasil penelitiannya adalah bahwa Wayang Beber sebagai warisan budaya adiluhung tidak dapat eksis lagi karena kalah dengan hiburan modern dan terabaikan oleh pengaruh unsur-unsur budaya asing. Kemudian makna filosofis yang ada dalam Wayang Beber yaitu makna perjalanan tindakan rohani menuju tingkat spiritual. Upaya pelestarian yang dilakukan yaitu sesekali mengadakan pertunjukan Wayang Beber bagi yang mempunyai khaul serta masih ada peminat Wayang Beber ini. Kesamaan dari kedua penelitian ini yaitu keduanya sama-sama membahas bagaimana kondisi suatu tradisi masyarakat pada era Modern. Selain itu, upaya pelestarian yang dilakukan untuk mempertahankan tradisi. Sedangkan perbedaan kedua penelitian ini selain lokasi penelitian, metode penelitian dan fokus penelitian yaitu penelitian ini berfokus pada kebudayaan Jawa yaitu Wayang Beber
sedangkan fokus penelitian peneliti yaitu pada upacara tradisi sebaran apem Yaqowiyyu. Penelitian berjudul Interaksi Simbolik antar Pelaku Seni dalam Memaknai Nilai-nilai Luhur pada Kesenian Tradisional di Kampung Bumen Kelurahan Purbayan Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta (2012) oleh Shubuha Pilar Naredia. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan interaksi simbolik antar pelaku seni dalam memaknai nilai-nilai luhur pada kesenian tradisional di Bumen. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kesenian srandul, karawitan, sholawatan dan macapatan di Kampung Bumen menjadi ruang bagi para pelaku seni untuk berinteraksi menggunakan simbolsimbol di dalamnya dan memaknai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kesenian tradisional tersebut. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah keduanya merupakan pemaknaan suatu masyarakat terhadap suatu kebudayaan. Sedangkan perbedaan penelitian dari keduanya adalah selain lokasi penelitian, metode yang digunakan juga berbeda. Penelitian ini menggunakan studi kasus sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan metode fenomenologi. Penelitian
yang berjudul
Makna
Tradisi
Grebeg
Suro
Dalam
Melestarikan Budaya Bangsa Bagi Masyarakat (2012) oleh Istivani Elvia Rini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riwayat tradisi Grebeg Suro di Kota Surakarta, untuk memahami makna yang terkandung dalam tradisi Grebeg Suro yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta bagi masyarakat Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta sebagai salah satu tradisi untuk melestarikan budaya bangsa, dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta untuk mempertahankan tradisi Grebeg Suro. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 makna yang terkandung dalam tradisi Grebeg Suro bagi masyarakat Kelurahan Baluwarti yaitu pertama, tradisi Grebeg Suro dimaknai sebagai upacara ritual dalam rangka menyambut bulan Suro, kedua yaitu tradisi Grebeg Suro dimaknai sebagai bentuk penyembahan kepada Tuhan YME, ketiga yaitu tradisi Grebeg Suro merupakan salah satu media dakwah untuk menyebarkan ajaran
Islam. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu keduanya penelitian ini fokus penelitian pada makna sebuah tradisi masyarakat. Perbedaan keduanya yaitu penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus.
C. Landasan Teori Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pemaknaan masyarakat pada tradisi sebaran apem. Dalam hal ini setiap unsurunsur yang digunakan dalam acara ini mengandung makna yang harus diungkapkan. Ada kemungkinan penafsiran masing-masing individu berbedabeda sehingga harus ada kesepakatan dalam penafsiran ini. Selain itu, unsurunsur tersebut perlu dikaji mendalam agar dapat tergambar dengan jelas makna dari simbol unsur tersebut. Maka dari itu, hal ini perlu diulas dengan menggunakan teori Interaksionisme Simbolik dari Herbert Blummer. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan paradigma definisi sosial, gambaran pokok perhatian berpedoman pada karya Weber yaitu cara para aktor sosial mendefinisikan situasi sosial mereka dan efek dari definisi itu pada tindakan atau interaksi setelahnya (Ritzer, Salah
satu
pendekatan
dalam
paradigma
definisi
2012:1152).
sosial
adalah
interaksionisme simbolis yang dikembangkan oleh Herbert Blumer. Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi
antar
individu,
diantarai
oleh
penggunaan
simbol-simbol,
intrepretasi atau saling berusaha untuk saling memahami maksud dan tindakan masing-masing. Jadi, dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan
tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses berfikir yang menampakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia (Ritzer,2002:52). Bagi Blumer (1969:2) interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis: 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka 2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengann orang lain 3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung(Poloma, 1999:258). Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang dianggap “cukup berarti”. Sebagaimana yang dinyatakan Blumer, “bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakantindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain. Dalam teori interaksi simbolik, aktor tidak dipandang sebagai manusia yang semata-mata responsif, melainkan aktor senantiasa menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Dalam perspektif interaksionisme simbolik, respons aktor baik secara langsung maupun tidak, selalu didasarkan pada penilaian makna atas penggunaaan simbol-simbol yang menjembatani interaksi manusia. Dengan demikian menurut Blumer tindakan atau tanggapan aktor bukan hanya sekedar reaksi spontanitas belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain, melainkan didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antarindividu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau saling berusaha memahami maksud dari tindakan masing-masing. Karena itu, proses interaksi antarmanusia itu bukan suatu proses di mana adanya stimulus secara otomatis dan langsung mendapat
tanggapan atau respon secara otomatis pula. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respons yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi yang diberikan oleh individu terhadap stimulus yang datang itu. Jelaslah proses interpretasi ini adalah proses berfikir yaang merupakan kemampuan unik yang dimiliki manusia. Menurut Blumer, proses interpretasi yang menjadi penengah atau pengolah antara stimulus dan respons menjadi proses kunci dalam teori interaksionisme simbolik (Upe, 2010:229-230). Di dalam penelitian ini mengandung simbol-simbol. Salah satu diantaranya yaitu apem, gunungan apem, cara apem yang dilempar dan lainnya yang akan dikaji dalam penelitian ini.
D. Kerangka Berfikir Manusia, masyarakat, dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga unsur ini menyebabkan kehidupan makhluk sosial berlangsung. Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Wujud kebudayaan dapat berupa ide, gagasan, nilai, norma, aktifitas manusia, dan benda-benda hasil dari manusia. Salah satu wujud kebudayaan adalah tradisi. Tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan sejak dahulu dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan yaitu tradisi penyebaran apem di Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten yang disebut Yaqowiyyu. Tradisi ini mengandung simbol-simbol, baik dalam pelaksanaan maupun unsur lainnya. Pemaknaan masyarakat yang berbea-beda tersebut akan dianalisis dengan menggunakan teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer. Interaksi antar indiivdu, antar kelompok diantarai penggunaan simbol-simbol. Dalam proses interaksi antar manusia, diantara stimulus dan respon diantarai proses interpretasi.
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Tradisi
Yaqowiyyu
Simbol
Pemaknaan
Teori
Masyarakat
Interaksionisme Simbolik
Tokoh Masyarakat
Masyarakat