Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Dehidrasi Dehidrasi adalah penghilangan air dari suatu zat. Dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh zat dengan kemurnian yang lebih tinggi. Cara-cara dehidrasi dilakukan dengan prinsip pemisahan seperti destilasi, pervaporasi, ekstraksi, adsorpsi, dan pengeringan. Destilasi merupakan salah satu teknik pemisahan komponen zat cair yang didasarkan pada perbedaan titik didih. Pada destilasi, suatu campuran zat cair yang mampu campur dan mudah menguap, dipisahkan dengan jalan penguapan berdasarkan perbedaan titik didih sehingga menjadi komponen-komponennya. (Mc.Cabe,1985) Pervaporasi adalah proses pemisahan dimana campuran zat cair dikontakkan dengan suatu membran nonporous permselective. Salah satu komponen dipisahkan dari komponen lainnya dengan menggunakan membran tersebut. Salah satu komponen tersebut dievaporasikan (diuapkan) pada sisi downstream dari membran, dan hasilnya berupa uap. (Perry,1997) Ekstraksi merupakan proses pemisahan yang digunakan untuk mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat atau zat cair dengan bantuan zat cair pelarut. Ekstraksi dapat digolongkan dalam 2 kategori. Kategori pertama yaitu ekstraksi padat, yang digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tak dapat larut. Kategori kedua ialah ekstraksi zat cair, yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah satu zat dalam campuran itu lebih banyak dari yang satu lagi. Ekstraksi zat cair dapat digunakan bila pemisahan dengan destilasi tidak efektif lagi atau sangat sulit. (Mc.Cabe,1985)
5
Adsorpsi adalah proses pemisahan dimana komponen tertentu dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Secara umum proses yang terjadi yaitu partikel-partikel kecil zat penyerap (adsorben) ditempatkan di dalam suatu adsorber (kolom adsorpsi),kemudian fluida dialirkan melalui kolom adsorpsi tersebut sampai adsorben tersebut mendekati jenuh dan pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. (Mc.Cabe,1985) Pengeringan berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu. Pemisahan air atau zat cair lain dari zat padat dapat dilakukan dengan memeras zat cair itu secara mekanik hingga keluar, atau dengan pemisah sentrifugal, atau dengan penguapan secara termal. (Mc.Cabe,1985)
II.2 Standar Emisi Standar emisi diperlukan untuk membatasi jumlah polutan yang dibuang ke lingkungan. Secara umum, standar emisi difokuskan pada polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Standar emisi yang digunakan di Indonesia adalah Euro II. Standar Euro II membatasi emisi sampai 4,0 g CO/kWh, 1.1 g Hidrokarbon/kWh, 7.0 g NOx /kWh, 0.15 g partikel/kWh. (http://www.wikipedia.com)
II.3 Angka Oktan Angka oktan adalah angka yang menyatakan kandungan molekul iso oktan yang bercampur dengan n-heptan yang terdapat pada bahan bakar bensin. Iso oktan mampu mencegah preignition (pelentikan api) yang mengakibatkan ketukan, sedangkan n-heptan mempunyai karakteristik yang sebaliknya, yaitu mudah terbakar dengan sendirinya sebelum api busi melentik. (Daryanto,2003) Indeks anti-ketukan (anti-knocking index) bensin ditunjukkan dengan Research Octane Number (RON) dan Motor Octane Number (MON). RON diukur dengan cara menguji mesin saat berkecepatan rendah atau biasanya pada saat berkendaraan di dalam kota. Sedangkan MON diukur pada saat kendaraan berada
6
pada kecepatan tinggi yang mensimulasikan berkendaraan di jalan bebas hambatan. Pada sebagian besar komponen bahan bakar, nilai RON lebih besar daripada nilai MON. Perbedaan antara RON dan MON ditunjukkan pada tabel II.1 Tabel II.1 Perbandingan RON dan MON (Hamilton,1996) No 1
Parameter Kondisi Uji Mesin
RON Research Octane
2
Metode Uji
ASTM D2699-92 [105]
3
Mesin
4
RPM Mesin
5
Temperatur Udara Masuk
6
Kelembaban Udara Masuk
Cooperative Fuels Research ( CFR ) 600 RPM Bervariasi tergantung tekanan barometrik (misal 88kPa = 19.4 oC, 101.6kPa = 52.2 oC) 3.56 - 7.12 g H2O / kg udara kering
3.56 - 7.12 g H2O / kg udara kering
Tidak terspesifikasi
149 oC
100 oC 57 oC
100 oC 57 oC
7 8 9
Temperatur Campuran Masuk Temperatur Pendingin Temperatur Pelumas
MON Motor Octane ASTM D2700-92 [104] Cooperative Fuels Research ( CFR ) 900 RPM 38 oC
Semakin tinggi angka RON dan MON suatu bahan bakar berarti semakin baik pula kualitasnya. Angka RON dan MON ini dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan zat aditif ke dalam suatu bahan bakar bensin. Berikut ini adalah tabel perbandingan nilai RON dan MON untuk beberapa senyawa. Tabel II.2 Perbandingan nilai RON dan MON untuk beberapa senyawa (Hamilton,1996) No 1 2 3 4 5
Senyawa Metanol Etanol IPA MTBE ETBE
RON 133 129 118 116 118
MON 105 102 98 103 102
7
Titik Didih Normal (oC) 65 78 82 55 72
Terdapat beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan pengungkit angka oktan. Bahan-bahan Pengungkit angka oktan tersebut antara lain Tetra Etil Lead (TEL), Tetra Metil Lead (TML), Metil Tertiari Butil Eter (MTBE), etanol, metanol, Iso Propil Alkohol (IPA). Tetra Etil Lead ((C2H5)4Pb) merupakan zat organolead yang dibuat melalui reaksi campuran natrium-timbal dengan etil iodida. TEL dan TML ini kemudian menjadi salah satu bahan kimia yang penting karena berguna sebagai bahan antiknock pada kendaraan-kendaraan bermotor berbahan bakar bensin. (Kirk-Othmer,1966-c) Zat-zat organolead bersifat relatif kurang stabil dan mudah terdekomposisi. TEL terdekomposisi pada temperatur 100°C dan TML terdekomposisi pada temperatur 265°C. Zat-zat organolead ini bersifat racun, oleh karena itu penggunaannya dilarang dikemudian hari, karena cukup berbahaya bagi kesehatan. Kandungankandungan zat yang dikeluarkan oleh TEL dan TML ini mencemari udara, dan akibatnya berbahaya bagi kesehatan. Berikut ini merupakan sifat-sifat fisik dari TEL dan TML. (Kirk-Othmer,1966-c) Tabel II.3 Sifat-sifat fisik Tetra Etil Lead dan Tetra Metil Lead (Kirk-Othmer,1966-b) Sifat-sifat fisik Titik Leleh (K) Titik Didih (°C) Densitas (g/mL) Viskositas (cP) Tegangan permukaan ΔH pembentukan Kapasitas panas (cp)
Tetra Etil Lead 135,6-142,9 78 1,6528 0,864 28,48 dyn/cm 12,8 kcal/mol 33,65-62,6 cal/mol.°C
Tetra Metil Lead 242,9 110 1,9952 0,572 23,5 kcal/mol 24,2-36,4 cal/mol.°C
Setelah diketahui bahwa kandungan-kandungan zat yang dihasilkan oleh TEL dan TML mencemari udara dan berbahaya bagi kesehatan, kemudian dikembangkan bahan pengungkit angka oktan lain yaitu MTBE. MTBE merupakan liquid jernih dengan rumus molekul (CH3)3COCH3, yang memiliki sifat yang mudah menguap, dengan viskositas yang rendah pada temperatur ruangan, dan beraroma eter. Zat
8
ini larut dalam air, eter, alkohol dan beberapa larutan organik. MTBE terbuat dari reaksi isobutilen dengan metanol, yang juga melibatkan katalis resin ion-exchange asam seperti sulfonat stirena-divinil benzen pada temperatur 100°C. MTBE ini diproduksi dalam skala besar sebagai bahan antiknock untuk menggantikan TEL dan TML. Penggunaan MTBE ini mengurangi emisi yang menyebabkan pencemaran udara. Namun kemudian dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan ini, dan ternyata bahan ini bersifat karsinogenik, dan akan berbahaya jika larut dalam air tanah dan terminum oleh manusia. (http://www.chemicalland21.com/METHYLTERT-BUTYL%20ETHER.htm) Bahan pengungkit angka oktan lainnya yang dikenal lebih ramah lingkungan yaitu etanol dan metanol. Etanol merupakan senyawa alkohol dengan rumus molekul C2H5OH, yang berupa liquid tidak berwarna, larut dalam air, eter, kloroform dan aseton. Dibuat dengan cara fermentasi, dan juga proses pengoksidasian etanal. Metanol adalah senyawa alkohol dengan rumus molekul CH3OH, dengan berat molekul 32,4, berupa liquid tidak berwarna, larut dalam air, alkohol lainnya, eter. Sifat-sifat fisik dari senyawa MTBE, etanol, dan metanol dapat dilihat dalam tabel II.3. (Perry,1997) Tabel II.4 Sifat-sifat fisik MTBE, etanol,dan metanol (Perry,1997) Sifat-sifat fisik Titik didih (°C) Titik Leleh (°C) Spesifik gravity Kelarutan dalam air (g/L) Flash point (°C)
MTBE 55,2 -109 0,74 4,5-5, pada 25 °C -28
Etanol 78,4 -112 0,789 tak terhingga
Metanol 64,7 -97-98 0,792 tak terhingga
Zat lain yang juga dapat digunakan sebagai bahan pengungkit angka oktan yaitu isopropanol. Isopropanol atau iso propil alkohol (CH3CHOHCH3) merupakan bentuk yang paling sederhana dari alkohol sekunder. Isopropil alkohol merupakan zat tidak berwarna, dengan titik didih rendah, dan beraroma alkohol. Sifat-sifat fisik iso propil alkohol dapat dilihat dalam tabel II.5. (Kirk-Othmer,1966-c)
9
Tabel II.5 Sifat-sifat fisik iso propil alkohol (Kirk-Othmer,1966-c) Sifat-sifat fisik Titik beku (°C) Titik didih (°C) Densitas (g/mL) Viskositas (cP) Tegangan permukaan (dyn/cm) Temperatur kritis (°C) Tekanan kritis (atm) Panas spesifik (cal/g.°C)
-89,5 82,4 pada 760 mmHg 0,7864 pada 20°C 0,7809 pada 25°C 2,431 pada 20°C 21,7 pada 20°C 234,9 53 0,608 pada 20°C
Sejauh ini isopropil alkohol ini antara lain digunakan untuk produksi aseton, selain itu digunakan juga sebagai salah satu komponen dalam industri karet, juga digunakan sebagai pelarut dan bahan kimia intermediate dalam pembuatan gliserol, amina, ester asetat, dsb., Sebagai pelarut, khususnya dalam proses ekstraksi
dan
atau
pemurnian
dalam
pembuatan
vitamin,
resin,
lilin,dsb.,penyingkir air dalam bahan bakar cair, Anti-freeze agent, dan saat ini akan dikembangkan sebagai salah satu zat aditif peningkat angka oktan. (Kirk-Othmer,1966-c) Terdapat 3 tingkatan dari iso propil alkohol terutama dalam hal kandungan air, yaitu : 91 volume %, 95 volume %, dan anhidrat. Tabel II.6 Spesifikasi tipe-tipe iso propil alkohol (Kirk-Othmer,1966-c) Kandungan Kemurnian, %vol, min. Specific gravity, 20/20°C, min Max Keasaman,% berat asam asetat, max Nonvolatile matter, mg/100 mL, max Warna, Pt-Co, max Kandungan air, %berat, max
91% 91,0 0,8175 0,8185 0,002 1 10
10
Grade 95% 95,0 0,8035 0,8055 0,002 2 10
Anhidrat 99,8 0,7866 0,002 1 10 0,1
Iso propil alkohol merupakan zat yang berpotensial untuk digunakan sebagai bahan bakar karena memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan pertama yaitu bahwa propana yang merupakan salah satu produk samping dari kilang minyak bumi tersedia dalam jumlah yang cukup besar, dapat dibuat menjadi IPA, sehingga penggunaannya cukup tepat sebagai bahan aditif pada daerah penghasil migas, sebagai contoh, jumlah produksi propana pada kilang PT Badak adalah sekitar 125.000 m3/hari atau sekitar 1.250 ton/hari. Keunggulan kedua yaitu IPA kering (anhidrat) merupakan komponen pencampur beroktan cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kinerja kendaraan bermotor karena merupakan (nilai RON 118 dan nilai MON 98). Keunggulan ketiga yaitu IPA bersifat tidak korosif pada mesin kendaraan berbahan bakar bensin sehingga memiliki keunggulan bila dibandingkan metanol. Metanol memiliki sifat korosif pada mesin bensin sehingga apabila digunakan sebagai zat aditif, mesin kendaraan harus diganti dengan mesin baru yang tahan korosi terhadap metanol. Penggantian mesin tersebut membutuhkan biaya mahal, sehingga metanol tidak dapat dipakai sebagai aditif bensin. Jadi, walaupun metanol memiliki angka RON dan MON yang lebih besar daripada IPA tetapi metanol tidak dapat digunakan karena sifatnya yang korosif tersebut. Keunggulan keempat yaitu bahwa penyalahgunaan terhadap IPA jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan etanol. Harga jual etanol apabila dibuat menjadi minuman keras lebih tinggi dibandingkan harga jual etanol bila dibuat menjadi aditif bahan bakar, sehingga pembuatan etanol menjadi aditif memungkinkan untuk disalahgunakan menjadi bahan minuman keras.
II.4 Adsorpsi Adsorpsi adalah proses pemisahan dimana komponen tertentu dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Secara umum proses yang terjadi yaitu partikel-partikel kecil zat penyerap (adsorben) ditempatkan di dalam suatu adsorber (kolom adsorpsi), kemudian fluida dialirkan melalui kolom adsorpsi tersebut sampai adsorben tersebut mendekati jenuh dan pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi.
Dengan cara ini,
komponen-komponen dari larutan gas atau cairan bisa dipisahkan satu sama lain. (Mc.Cabe,1985)
11
Proses pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan adsorben lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Dalam kebanyakan hal, komponen yang diadsorpsi atau adsorbat melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain. (Mc.Cabe,1985) Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori itu biasanya sangat kecil, luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi. (Mc.Cabe,1985) Adsorben dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya terhadap air, berdasarkan ukran pori, dan berdasarkan bahannya. Klasifikasi adsorben berdasarkan sifatnya terhadap air adalah sebagai berikut Tabel II.7 Klasifikasi adsorben berdasarkan sifatnya terhadap air (Perry,1997) Hidrofobik Hidrofilik
Wujud Polimer-polimer karbon aktif Silika gel Alumina aktif Zeolit Molecular sieve
Struktur Carbon molecular sieve,Silikat Zeolit-zeolit: 3A(KA), 4A(NaA), 5A(CaA), 13X(NaX), Mordenite, Chabazite.
Berdasarkan ukuran pori, adsorben dapat diklasifikasikan sebagai berikut Tabel II.8 Klasifikasi adsorben berdasarkan ukuran pori (Perry,1997) Tipe Mikropori Mesopori Makropori
Ukuran pori (ω) ω < 2nm 2 nm < ω < 50 nm ω > 50 nm
12
Sedangkan klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya terdiri dari adsorben organik dan adsorben anorganik. Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan. Sedangkan adsorben anorganik merupakan adsorben yang bukan berasal dari bahan-bahan organik. Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama. (Perry,1999) Dalam proses dehidrasi, molecular sieve merupakan jenis adsorben yang paling banyak digunakan. Molecular sieve merupakan sintesis berpori dari kristal zeolit dan metal aluminosilicates. Adsorben ini bisa menyerap semua air yang ada karena luas permukaannya cukup luas. Sangkar kristal adsorben ini dapat menjebak adsorbat sehingga dapat teradsorpsi. Ukuran diameter dipengaruhi oleh komposisi kristal yang kemudian menentukan ukuran molekul yang dapat terserap. Terdapat 9 ukuran yang tersedia dari 3 A hingga 10 A, dalam wujud butir ataupun serbuk. (Treybal,1968)
Gambar II.1 Molecular sieve ukuran 4 A
13
Regenerasi atau pengeringan adsorben merupakan proses penting dari keseluruhan proses adsorpsi. Pengeringan merupakan pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair. Pada dasarnya ada 4 metode regenerasi adsorben
yaitu regenerasi dengan
menggunakan temperatur, regenerasi ini terdiri dari 2 cara yaitu dengan pemanasan atapun pendinginan. Metode kedua adalah regenerasi dengan menggunakan tekanan. Metode ketiga yaitu regenerasi dengan menggunakan fluida inert tanpa impurities, dan metode keempat yaitu displacement purge. (Perry,1999) Tipe-tipe Adsorpsi ada 2 yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-menarik antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini dikenal juga dengan adsorpsi Van der Waals. Dalam adsorpsi ini tidak terjadi interaksi kimia antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Sedangkan adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Proses adsorpsi ini biasanya tidak reversible. (Hougen dan Watson, 1948) Dalam industri, proses adsorpsi dapat diaplikasikan dalam 2 fasa yaitu fasa liquid dan fasa gas. Contoh aplikasi fasa liquid antara lain penghilangan warna (decolorizing), pemekatan dari fraksi minyak bumi (pelarut, bahan bakar, pelumas, lilin(wax)), menghilangkan warna, rasa, dan bau pada air (untuk menghasilkan air bersih), penjernihan pada pembuatan minyak goreng, penjernihan pada pembuatan gula sirup, “klarifikasi” pada industri makanan dan farmasi, proses recovery pada pembuatan vitamin dan produk-produk fermentasi lainnya, proses pengolahan air limbah, penghilangan garam-garam dari aliran proses, pemisahan fasa liquid dari senyawa aromatik dari hidrokarbon. Untuk fasa gas, aplikasinya antara lain dehidrasi dari gas-gas, penghilangan bau dan penghilangan gas beracun pada sistem ventilasi atau dari vent gas untuk mengontrol polusi udara, pemisahan gas-gas pada temperatur rendah, pemisahan fasa gas pada gas-gas hidrokarbon. (Kirk-Othmer,1966-a)
14
Kolom yang digunakan untuk proses desorpsi ada beberapa jenis yaitu adsorber unggun tetap (fixed bed adsorber), adsorber tangki aduk, dan adsorber kontinu. Proses adsorpsi dalam fixed bed adsorber sebagai berikut, fluida dialirkan ke dalam unggun yang sudah diisi dengan partikel-partikel adsorben, sesuai dengan laju alir yang sudah ditentukan, dan penurunan tekanan yang diijinkan, proses dihentikan sampai waktu tertentu dengan konsentrasi zat terlarut sudah mencapai nilai tertentu. Kemudian adsorben yang telah jenuh diregenerasi. Contoh penting mengenai adsorpsi dalam fixed bed untuk fasa cair ialah penggunaan karbon aktif untuk membersihkan zat pencemar dalam limbah cair. (Mc.Cabe,1985) Jenis kolom adsorpsi yang lain yaitu adsorber tangki aduk. Proses yang terjadi dalam adsorber tangki aduk adalah sebagai berikut partikel-partikel adsorben dimasukkan ke dalam tangki berisi umpan cair yang ingin dipisahkan, dengan bantuan pengaduk, terjadi proses adsorpsi dari zat cair tersebut. Pemisahan adsorben bekas pakai dilakukan dengan cara sedimentasi dan filtrasi. Proses ini dapat dilakukan dengan sistem batch ataupun sistem kontinu. Contoh penerapan adsorber tangki aduk, yaitu dalam pengolahan air limbah. (Mc.Cabe,1985) Jenis kolom yang lainnya adalah adsorber kontinu. Dalam adsorber kontinu, proses adsorpsi gas atau zat cair dilaksanakan dengan cara yang benar-benar kontinu dengan membuat zat padat itu bergerak di dalam unggun secara lawan arah terhadap aliran fluida. Partikel-partikel zat padat dibiarkan mengalir ke bawah dengan gravitasi melalui bagian adsorpsi dan bagian regenerasi dan kemudian dikembalikan dengan angkat udara (air-lift) atau dengan konveyor mekanik ke puncak kolom. Contoh adsorber kontinu adalah hipersorber. (Mc.Cabe,1985)
15
Pada adsorpsi di dalam unggun tetap (fixed bed), konsentrasi fase fluida dan fase zat padat berubah menurut waktu dan menurut posisinya pada unggun. Laju adsorpsi pada unggun tetap dapat dijelaskan dengan konsep Zona Perpindahan Massa atau Mass Transfer Zone (MTZ) seperti gambar II.2.
Gambar II.2. Mass Transfer Zone (MTZ), Length of Unused Bed (LUB), Stoichiometric front (Walas,1988) Mass Transfer Zone (MTZ) adalah daerah dimana sebagian besar perubahan konsentrasi berlangsung atau proses penyerapan adsorbat ke adsorben berlangsung. Jika adsorben yang berada di daerah influent sudah jenuh, maka MTZ akan bergerak kearah effluent. Terdapat juga daerah stoichiometric front, daerah ini merupakan daerah dimana kandungan adsorbat sama dengan nilai jenuh dari adsorben. Daerah antara stoichiometric front dengan keluaran (effluent) dari unggun disebut Length of Unused Bed (LUB) atau merupakan daerah yang adsorbennya belum terpakai. (Walas,1988)
Gambar II.3. Kurva Breakthrough (Walas,1988)
16
Gambar II.3 merupakan gambar kurva breakthrough. Kurva breakthrough merupakan kurva yang menyatakan hubungan antara konsentrasi adsorbat pada effluent dengan waktu atau volume. Titik breakthrough adalah titik saat konsentrasi bahan yang diserap pada adsorbat mencapai titik batas maksimum penyerapan adsorbat terhadap efluent tersebut. Kapasitas adsorpsi dipengaruhi oleh laju alir, temperatur dan tingkat keasaman. Adsorpsi sudah tidak terjadi ketika konsentrasi effluent pada adsorbat mencapai 95-100% dari konsentrasi influent.(Walas,1988) Dalam proses adsorpsi, hubungan keseimbangan antara konsentrasi dalam fasa fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu disebut sebagai isotherm adsorpsi. Beberapa contoh bentuk isotherm ditunjukkan dalam gambar II.4 berikut
Gambar II.4 Macam-macam isotherm adsorpsi (Geankoplis,1993) Isoterm adsorpsi menyatakan hubungan keseimbangan antara konsentrasi dalam fasa fluida (c) dan konsentrasi zat di dalam partikel adsorben (q) pada suhu tertentu. Jenis isotherm yang pertama adalah isoterm linear. Isoterm linear mengikuti garis lurus melalui sumbu koordinat, isotherm ini menunjukkan bahwa kuantitas zat yang diadsorpsi sebanding dengan konsentrasi di dalam fasa fluida. Isoterm ini mengikuti persaman hukum henry seperti berikut: q = Kc
(II.1)
dimana K merupakan konstanta yang ditentukan dari hasil eksperimen. (Geankoplis,1993)
17
Jenis
isotherm lainnya
adalah
isoterm
Freundlich.
Isoterm
Freundlich
mengasumsikan bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Isoterm ini memiliki bentuk yang cembung ke atas (cenderung), hal ini menunjukkan bahwa pemuatan zat di dalam padatan relatif tinggi sedangkan konsentrasi zat di fasa fluida relatif rendah. Isotherm Freundlich memiliki persamaan sebagai berikut : q = Kcn
(II.2)
dimana K dan n merupakan konstanta yang ditentukan dari eksperimen (Geankoplis,1993) Jenis isotherm lainnya yaitu isoterm Langmuir. Isoterm ini mengasumsikan bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya, tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap, semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama, hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum. Isotherm Langmuir memiliki persamaan sebagai berikut : q=
qoc K +c
(II.3)
dimana K dan qo merupakan konstanta empiris yang diperoleh dari eksperimen (Geankoplis,1993) Isoterm Langmuir ini merupakan jenis yang cenderung. Bila Kc>1, bentuk isotherm menjadi sangat cenderung, sedangkan bila Kc<1, isotherm itu mendekati linear. Namun sayang sekali, isotherm Langmuir yang dasar teoritisnya sederhana tidak menunjukkan kecocokan dengan kebanyakan sistem adsorpsi fisika. (Mc.Cabe,1985)
18