Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hierarki Jalan
Peranan jalan menurut fungsinya menurut SK Menteri Kimpraswil No.375/KPTS/M/2004 terbagi atas tiga yaitu : 1. Jalan Arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan
Kolektor,
adalah
jalan
yang
melayani
angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 2.2
Pejalan Kaki Bagian Dari Lalu Lintas
Kebutuhan fasilitas pejalan kaki biasanya terkonsentrasi didaerah perkotaan, mengingat dinamika masyarakatnya yang cukup tinggi terutama dipusat – pusat keramaian seperti pusat perdangan, stasiun, terminal, sekolahan dan lain sebagainya. Pejalan kaki merupakan unsur penting didalam lalu lintas. Kegiatan pejalan kaki sebagian besar dilakukan di trotoar dan untuk menyeberang. Pejalan kaki merupakan unsur yang paling lemah dan mudah mendapat
II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka
kecelakaan, untuk itu diperlukan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi syarat mutlak keamanan dan kenyamanan. Dalam analisa suatu pejalan kaki terdapat beberapa istilah yang sering digunakan, antara lain : 1. Kecepatan pejalan kaki : kecepatan rata – rata berjalan kaki. Dinyatakan dalam satuan ( meter / detik ). 2. Jumlah aliran pejalan kaki : jumlah pejalan kaki yang melintasi satu titik tiap satu satuan waktu tertentu. Memiliki satuan ( pejalan kaki / menit ) 3. Aliran persatuan lebar : jumlah rata – rata pejalan kaki tiap menit persatuan lebar efektif jalur jalan. Dinyatakan dalam satuan (pejalan kaki / menit / meter) 4. Platoon : jumlah pejalan kaki yang berjalan baik sejajar maupun berkelompok, biasanya dilakukan dengan tidak sengaja. 5. Kepadatan pejalan kaki : jumlah rata – rata pejalan kaki persatuan luas didalam jalur pejalan kaki atau daerah antrian. Dinyatakan dalam pejalan kaki / m2. 6. Ruang pejalan kaki : rata – rata ruang yang tersedia untuk pejalan kaki dalam jalur berjalan kaki. Dinyatakan dalam m2 / pejalan kaki. Pejalan kaki merupakan salah satu bentuk lalu lintas dalam sistem transportasi, dan sangat dominan di daerah perkotaan atau lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode pendek. Sebagian besar mobilisasi pejalan kaki bersifat lokal dan dilakukan dijalur pejalan kaki hingga kejalur kendaraan ataupun melintasi lajur kendaraan, sebagai
II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka
bagian dari lalu lintas pejalan kaki perlu mendapat perhatian khusus dalam perencanaan transportasi karena merupakan unsur yang terlemah dan sering mengalami kecelakaan lalu lintas. 2.2.1
Jalur Pejalan Kaki
Didalam menganalisa dan merencanakan jalur pejalan kaki dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Lebar dan alinyemen jalur pejalan kaki dibuat leluasa mungkin, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasn, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu – lintas kendaraan. b) Mudah dan jelas, fasilitas yang dibuat harus mudah diakses dan cepat dikenali. c) Nyaman dan aman, fasilitasnya dirancang yang menyenangkan dan aman dari sisi konstruksi dan lingkungan. d) Sebaiknya menerus, langsung dan lurus ke tempat tujuan. e) Lebar minimum jalur pejalan kaki adalah 1,5 meter. f) Maksimum arus pejalan kaki adalah 50 pejalan kaki/menit. g) Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras, dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas (dapat berupa kerbs atau batas penghalang/barrier). h) Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2 – 4 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang
II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan maksimum adalah 10 %. i) Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila patok rambu lalu – lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya ditempatkan pada jalur tersebut. j) Lebar minimum pejalan kaki diambil dari lebar yang dibutuhkan untuk pergerakan 2 orang pejalan kaki secara bergandengan atau 2 orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa terjadinya persinggungan. Lebar absolut minimum jalur pejalan kaki ditentukan 2 x 75 cm + jarak antara dengan bangunan – bangunan disampingnya, yaitu ( 2 x 15 cm ) = 1.80 m. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum dipakai rumus sebagai berikut :
LT = Lp + Lh
Persamaan 2.1
Dimana : LT
= Lebar total jalur pejalan kaki
Lp
= Lebar jalur pejalan kaki yang diperlukan sesuai dengan
tingkat kenyamanan yang diinginkan. Lh
= Lebar tambahan akibat halangan bangunan – bangunan
yang ada disampingnya ditentukan tabel 1. k) Besarnya penambahan lebar dapat dilihat pada tabel 2.1
II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No
Faslitas
Lebar Tambahan (cm)
1)
Patok Penerangan
75 – 100
2)
Patok lampu lalu – lintas
100 – 120
3)
Rambu lalu – lintas
75 – 100
4)
Kotak Surat
100 – 120
5)
Keranjang Sampah
100
6)
Tanaman Peneduh
60 – 120
7)
Pot bunga
150
Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995 )
2.2.2
Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki
Pada desain fasilitas pejalan kaki, ukuran dasar keefektifannya adalah ruang. Kapasitas diambil sama dengan 25 Pejalan kaki/menit/ft. Tabel 2.2 menunjukkan kriteria untuk tingkat pelayanan pejalan kaki. Gambar 2.1 menggambarkan tingkat pelayanan jalan orang. Fluktuasi jangka pendek dapat terjadi pada sebagian besar aliran pejalan kaki karena pejalan kaki tiba dan berangkat secara acak, seperti pada trotoar. Apabila trotoar dan fasilitas – faslitas lain menunjukkan efek pempletonan, disarankan bahwa lonjakan ini harus dibagi - bagi waktunya. Suatu perumusan yang menghubungkan laju aliran pleton maksimum dengan laju aliran rata – rata yaitu : Aliran pleton / Arus pleton = Aliran (Arus) rata – rata + 4 Dengan kedua aliran ( arus ) dinyatakan dalam ped/menit/ft.
II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
TABEL 2.2 Tingkat Pelayanan ( LOS ) A B C D E F
Kriteria LOS Arus Rata - rata untuk Jalan Orang dan Trotoar Ruang (ft2/ped) > 60 > 40 - 60 > 24 - 40 > 15 - 24 > 8 - 15 ≤8
Laju arus / aliran (Ped/menit/ft)
Kecepatan (ft/menit)
Rasio V/C
≤5 >5-7 > 7 - 10 > 10 - 15 > 15 - 23 Beragam
270 250 - 255 240 - 250 225 - 240 150 - 225 150
≤ 0.21 > 0.21 - 0.31 > 0.31 - 0.44 > 0.44 - 0.65 > 0.65 - 1.0 Beragam
Sumber, TRB, 2000 ( Sumber : Skripsi Studi Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan Di Kota Tangerang, Jakarta,2009 )
2.2.3
Karakteristik Pejalan kaki
Aktivitas pejalan kaki merupakan salah satu komponen analisa kapasitas jalan, terutama pada jalan – jalan urban. Karakteristik pejalan kaki adalah faktor penting dalam disain dan operasi dari sistem transportasi. Beberapa
karakteristik
pejalan
kaki
yang
dikemukakan
adalah
perbandingan dari pendapat ahli teknik transportasi dan lalu lintas di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh karena belum terdapat studi detail tentang karakteristik pejalan kaki di Indonesia. 2.2.4
Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberangan
2.2.4.1 Penyeberangan Sebidang Ada beberapa jenis penyeberangan sebidang yaitu zebra cross tanpa atau dengan
pelindung
dan
pelikan
tanpa
atau
dengan
pelindung.
Penyeberangan tanpa pelindung adalah penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan pulau pelindung. Sedangkan penyeberangan dengan pelindung adalah penyeberangan yang dilengkapi dengan pulau pelindung dan rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas dua arah.
II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penyeberangan sebidang adalah sebagai berikut : a) Fasilitas penyeberangan pejalan kaki ada kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat berupa perpanjangan dan trotoar. b) Untuk penyeberangan dengan Zebra Cross dan Pelikan Cross sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan persimpangan. Beberapa syarat penempatan zebra cross yang perlu diperhatikan antara lain : -
Tidak diperbolehkan di mulut simpang atau diatas pulau maya.
-
Pada jalan minor harus ditempatkan 15 m dibelakang garis henti dan sebaiknya delengkapi dengan marka jalan yang mengarahkan arus lalu lintas.
-
Perlu diperhatikan interaksi dari sistem perioritas antara lain jumlah lalu lintas yang membelok, kecepatan dan penglihatan pengemudi.
-
Jalan yang lebarnya lebih dari 10 m sebaiknya diberi pelindung.
Sedangkan untuk penempatan pelikan harus ditempatkan minimal 20 m dari simpang. c) Lokasi penyeberangan harus terlihat jelas oleh pengendara dan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan d) Dasar – dasar penentuan jenis fasilitas penyeberangan adalah tertera pada tabel 3 berikut : Kriteria dalam memilih fasilitas penyeberangan sebidang didasarkan pada rumus empiris PV2 , dengan :
II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
P
= arus pejalan kaki yang meyeberang diruas jalan sepanjang 100 m tiap jamnya ( orang/jam )
V
= arus lalu lintas dalam dua arah tiap jamnya (Kendaraan/jam)
Nilai P dan V merupakan arus rata – rata pejalan kaki dan kendaraan dalam empat jam tersibuk. Secara keseluruhan penentuan fasilitas penyeberangan harus memenuhi pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Pemilihan fasilitas penyebrangan berdasrkan PV2 PV2 >108 >2x10
8
>108 >108
P (orang / jam) 50 - 1100
V (kendaraan / jam) 300 - 500
Rekomendasi Zebra cross (Zc)
50 - 1100
400 - 750
Zc dengan Lapak Tunggu
50 - 1100 > 1100
>500 >300
Pelican ( p ) Pelican ( p ) Pelican dengan Lapak >2x108 50 - 1100 >750 Tunggu Pelican dengan Lapak >2x108 >1100 >400 Tunggu Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995 )
2.2.4.2 Penyeberangan Tidak Sebidang Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat berupa jembatan peyeberangan atau terowongan penyeberangan. Fasilitas ini ditempatkan pada ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut : a) Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70 km/jam. b) Pada
kawasan
strategis,
tapi
para
penyeberang
jalan
tidak
memungkinkan. c) Untuk menyeberang jalan, kecuali hanya pada jembatan penyeberangan. d) PV2 > 2x108 , dengan ; P > 1100 orang/jam dan V > 750 kend/jam. Nilai V yang diambil adalah dari arus rata – rata selama 4 jam tersibuk.
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka
Persyaratan
yang
harus
dipenuhi
untuk
diadakannya
jembatan
penyeberangan agar sesuai dengan yang ditentukan / disyaratkan sesuai dengan aspek keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki, maka hal – hal ini harus diperhatikan yaitu : a) Kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan ≥ 5,0 m b) Tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm c) Lebar anak tangga 30 cm d) Panjang jalur turun minimal 1,5 m e) Lebar landasan tangga dan jalur berjalan minimum 2,0 m f) Kelandaian maksimum 10 % Dasar penetapan kriteria tersebut diatas adalah dengan asumsi kecepatan rata – rata pejalan kaki pada jalan datar 1,5 m/detik, pada tempat miring 1,1 m/detik, dan pada tempat vertikal 0,2 m/detil. 2.2.5
Hubungan Antara Kecepatan dan Kepadatan Pejalan Kaki
Jika kepadatan naik, ruangan pejalan kaki menurun, derajat mobilitas seorang pejalan kaki menurun. Gambar di bawah ini secara umum menunjukkan hubungan antara kecepatan dan kepadatan pejalan kaki untuk beberapa tempat yang berbeda.
II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Hubungan antara Kecepatan Pejalan Kaki dan Kepadatan Pejalan Kaki / densitas ( Pushkarev dan Zupan, 1975 )
2.2.6
Hubungan Antara aliran dan Kepadatan pejalan Kaki
Aliran pejalan kaki diuraikan dalam besaran kecepatan dan aliran, yang dapat digambarkan dengan kurva parabolik yang serupa dengan aliran kendaraan bermotor ( Greenshields, 1934; TRB, 2000 ). Suatu hubungan kecepatan kepadatan aliran secara teoritis ditunjukan pada Gambar 2.4. Ketika kepadatan pejalan kaki naik, kecepatan pejalan kaki dalam arus lalu lintas akan menurun. Secara umum hubungan antara kepadatan, kecepatan dan aliran mempunyai persamaan sebagai berikut : V = S x D
Persamaan 2.2
Dengan V = aliran pejalan kaki ( pejalan kaki / menit / meter ) /
( ped/menit/ft )
S = kecepatan pejalan kaki ( meter / menit ) / ( ft / menit )
II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka
D = kepadatan pejalan kaki ( pejalan kaki / m2 ) atau ( ped / ft2 ) Atau V= S
Persamaan 2.3
M Dengan M = Ruangan pejalan kaki (m2 / pejalan kaki ) atau ped / ft2 Selain itu, kebutuhan pedestrian dinyatakan sebagai ped / 15 menit, dengan menggunakan periode aliran puncak 15 menit sebagai dasar untuk analisis. Aliran pejalan kaki rata – rata ( v ) kemudian dihitung sebagai :
V = V / 15W E
Persamaan 2.4
Dengan V = Aliran pejalan kaki puncak ( pejalan kaki / 15 menit ) atau ( ped / 15 menit ) W E = Lebar jalan orang efektif ( m )
II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.2 (a) Kecepatan terhadap kepadatan pejalan kaki; (b) Kecepatan terhadap volume; (c) Volume terhadap kepadatan pejalan kaki
Kecepatan, v (m / menit)
A
Kepadatan pejalan kaki, k ( pejalan kaki / m2)
A/B
Kecepatan, v (m / menit)
(a)
Volume, q ( pejalan kaki / m / menit )
A 2 /4B
Kecepatan, v (m / menit)
(b)
A 2 /4B
A / 2B Kepadatan pejalan kaki, k ( pejalan kaki / m2)
(c) II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.7
Hubungan Antara Kecepatan dan Aliran Pejalan Kaki
Pada gambar sebelumnya dapat dilihat hubungan antara kecepatan pejalan kaki dengan aliran. Kurva ini serupa dengan kurva aliran kendaraan yang menunjukkan bahwa bila terdapat sedikit pejalan kaki pada suatu jalur berjalan kaki ( tingkat aliran rendah ), tersedia ruangan untuk dapat memilih kecepatan jalan yang lebih tinggi. Jika aliran naik kecepatan menurun karena ada interaksi dengan pejalan kaki.
II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Hubungan antara kecepatan pejalan kaki dan aliran pejalan kaki / arus ( Pushkarev dan Zupan, 1975 )
LOS A Ruang Pejalan Kaki > 60 ft2/ped Laju aliran ≤ 5 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS A, Pejalan kaki bergerak dalam lintasan yang diinginkan tanpa mengubah geraknya dalam menanggapi pejalan kaki lain. Kecepatan berjalan bebas dan kemungkinan terjadinya konflik diantara pejalan kaki sangat kecil
LOS B Ruang Pejalan Kaki > 40 - 60 ft2/ped Laju aliran > 5 -7 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS B, Terdapat ruang yg cukup buat pejalan kaki untuk memilih kecepatan berjalannya secara bebas, untuk mendahului pejalan kaki lainnya dan untuk menghindari konflik silang. Pada tingkat ini, pejalan kaki mulai sadar akan adanya pejalan kaki lain dan menanggapi kehadiran mereka itu ketika memilih lintasan berjalannya.
LOS C Ruang Pejalan Kaki > 24 - 40 ft2/ped Laju aliran > 7 - 10 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS C, Ruangnya cukup untuk kecepatan berjalan normal dan untuk mendahului pejalan kaki dalam aliran tak berarah primer. Gerak arah balik atau silang dapat menyebabkan sedikit konflik dan kecepatan serta laju alirnya agak lebih rendah
LOS D 2 Ruang Pejalan Kaki > 15 - 24 ft /ped Laju aliran > 10 - 15 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS D, Kebebasan untuk memilih kecepatan berjalan masing - masing dan untuk mendahului pejalan kaki lain terbatas. Gerak silang atau arah balik akan mengalami konflik berkemungkinan besar. Los ini memberikan aliran yang cukup lancer, tetapi gesekan dan interaksi diantara pejalan kaki itu kemungkinan terjadi
LOS E 2 Ruang Pejalan Kaki > 8 - 15 ft /ped Laju aliran > 15 - 23 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS E, Hampir semua pejalan kaki membatasi kecepatan berjalannya. Gerak ke depan hanya mungkin dengan menggeserkan kaki. Ruang tidak cukup untuk melewati pejalan kaki yang lebih lambat. Gerak silang atau arah balik hanya mungkin dilakukan dengan susah payah.
LOS F Ruang Pejalan Kaki ≤ 8 ft2/ped Laju aliran beragam ped/menit/ft Pada jalan orang LOS F, Semua kecepatan berjalan sangat terbatas, dan gerak maju dilakukan hanya dengan menggeser kaki. Terjadi kontak yang sering tak terelakkan diantara pejalan kaki. Gerak silang atau arah balik hampir tidak mungkin. Alirannya sporadik dan tidak stabil. Ruangnya lebih mengkarakterkan pejalan kaki yang antri dari padal aliran pejalan kaki yang bergerak.
II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3 Trotoar 2.3.1 Penempatan Trotoar Suatu ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersbut antara lain perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, dan lain – lain. Secara umum trotoar dapat direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih besar dari 300 orang per 12 jam ( 06.00 – 18.00 ) dan volume lalu lintas lebih besar dari 1000 kendaraan per 12 jam ( 06.00 – 18.00 ) Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas ( bila telah tersedia jalur parkir ). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi yang tidak memungkinkan. 2.3.2
Dimensi Trotoar
Tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari 0,3 meter. Lebar trotoar dapat melayani volume pejalan kaki yang ada . Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas ( lebar ), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar disarankan untuk direncanakan dengan tingkat pelayanan serendah – rendahnya C. Pada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan trotoar dapat direncanakan sampai dengan tingkat pelayanan E.
II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Trotoar Tingkat Pelayanan
Modul
Volume
( m2/orang )
( orang/meter/menit )
A
≥ 3,25
≤ 23
B
2,30 – 3,25
23 – 33
C
1,40 – 2,30
33 – 50
D
0,90 – 1,40
50 – 66
E
0,45 – 0,90
66 – 82
F
≤ 0,45
≥ 82
Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 )
Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana ( V ). Volume pejalan kaki rencana adalah volume rata – rata per menit pada interval puncak. V dihitung berdasarkan survey perhitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama enam jam paling sibuk dalam satu hari untuk dua arah. Lebar trotoar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : W
=
V
+ N
Persamaan 2.5
35 Dimana : W
= Lebar trotoar ( meter )
V
= volume pejalan kaki rencana/dua arah ( orang/meter/menit )
N
= lebar tambahan dengan keadaan setempat ( m )
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5 Lebar tambahan trotoar N ( meter )
Keadaan
1,5
Jalan didaerah pasar
1,0
Jalan didaerah perbelanjaan bukan pasar
0,5
Jalan didaerah lain
Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 )
Lebar trotoar disarankan tidak kurang dari 2 meter. Pada keadaan tertentu lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan batasan lebar minimum pada tabel Tabel 2.5 lebar minimum trotoar menurut penggunaan lahan sekitarnya Penggunaan lahan Sekitarnya
Lebar Minimum (m)
Perumahan
1,5
Perkantoran
2,0
Industri
2,0
Sekolah
2,0
Terminal
2,0
Pertokoan/perbelanjaan
2,0
Jembatan/trowongan
1,0
Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 )
2.4 Kapasitas Jalan Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.
II - 17
Bab II Tinjauan Pustaka
Faktor utama dalam perhitungan nilai kapasitas jalan adalah jumlah dan lebar jalur. Adapun persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalh sebagai berikut: C
= Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Persamaan 2.6
Dimana : C
= kapasitas ( smp/jam )
Co
= kapasitas dasar ( smp/jam )
FCw
= faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp
= faktor penyesuaian pemisah arah
FCsf
= faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
FCcs
= faktor penyesuaian ukuran kota
•
Kapasitas dasar ( Co )
Nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada tabel 2.6 sebagai berikut : Tabel 2.6 Kapasitas dasar perkotaan Tipe Jalan
Kapasitas dasar
Catatan
( smp/ Jam ) Empat lajur terbagi atau
1650
Per lajur
Empat lajur tak terbagi
1500
Per lajur
Dua lajur tak terbagi
2900
Total dua arah
jalan satu arah
Sumber : MKJI, 1997 •
Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FC W )
Nilainya ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada tabel 2.7 sebagai berikut : Tabel 2.7 Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan ( FC W )
II - 18
Bab II Tinjauan Pustaka
Tipe Jalan
Lebar jalur lalu lintas FVw ( Km / Jam ) efektif ( Wc ) (m )
Empat lajur terbagi atau jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Per lajur 3,00
0,92
3,25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,04
4,0
1,08
Per lajur 3,00
0,91
3,25
0,95
3,5
1,00
3,75
1,05
4,00
1,09
Total 5
0,56
6
0,87
7
1,00
8
1,14
9
1,25
10
1,29
11
1,34
Sumber : MKJI, 1997 •
Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FC SP )
Tabel 2.8 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FC SP ) Pembagian arah ( % - % )
50 - 50
55 - 45
60 - 40
65 - 35
70 - 30
II - 19
Bab II Tinjauan Pustaka
FC SP
Dua lajur 2/2
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
Empat lajur 4/2
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
Sumber : MKJI, 1997
•
Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping ( FC SF )
Faktor koreksi kapasitas untuk hambatan samping untuk ruas jalan yang mempunyai kerb dapat dilihat pada tabel 2.9 sebagai berikut : Tabel 2.9 Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping ( FC SF ) untuk jalan dengan kereb Tipe Jalan
Kelas hambatan
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
samping
jarak kereb – penghalang
( SFC )
FC SF Jarak : Kerb – Penghalang Wk ( m )
4/2 D
4/2 UD
2/2 D
≤ 0,5 m
1,0 m
1,5 m
≥2m
Sangat rendah
0,95
0,97
0,99
1,01
Rendah
0,94
0,96
0,97
1,00
Sedang
0,91
0,93
0,95
0,98
Tinggi
0,86
0,89
0,92
0,95
Sangat tinggi
0,81
0,85
0,88
0,92
Sangat rendah
0,95
0,97
0,99
1,01
Rendah
0,93
0,95
0,97
1,00
Sedang
0,90
0,92
0,95
0,97
Tinggi
0,84
0,87
0,90
0,93
Sangat tinggi
0,77
0,81
0,85
0,90
Sangat rendah
0,93
0,95
0,97
0,99
Rendah
0,90
0,92
0,95
0,97
II - 20
Bab II Tinjauan Pustaka
Sedang
0,86
0,88
0,91
0,94
Tinggi
0,78
0,81
0,84
0,88
Sangat tinggi
0,68
0,72
0,77
0,82
Sumber : MKJI, 1997 •
Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FC CS ) Faktor koreksi FC CS dapat dilihat pada tabel 2.10, faktor koreksi tersebut merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota
Tabel 2.10 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FC CS ) Ukuran Kota ( Juta Penduduk )
FC CS
< 0,1
0,86
0,1 – 0,5
0,90
0,5 – 1,0
0,94
1,0 – 3,0
1,00
>3,0
1,04
Sumber : MKJI, 1997 2.5 Derajat Kejenuhan Adalah sebagai perbandingan atau rasio arus lalu lintas ( smp/jam ) terhadap kapasitas ( smp/jam ) pada bagian jalan tertentu yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : DS
= Q smp / C
Persamaan 2.7
Dimana : Q smp = arus total ( smp/jam ) Q smp = Qkend x Fsmp
II - 21
Bab II Tinjauan Pustaka
Fsmp
= faktor smp dihitung sebagai berikut :
Fsmp
= ( emp LV x LV% + emp HV x HV% + emp MC x MC% ) 100
Dimana emp LV , LV% , emp HV , HV% , emp MC , MC% adalah emp komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, berat dan sepeda motor. C
= kapasitas jalan ( smp/jam )
2.6 Hambatan Samping Adalah segala aktivitas samping jalan yang dapat mengganggu arus lalu lintas sehingga mengakibatkan berkurangnya kecepatan dan kapasitas suatu jalan atau juga dapat didefinisikan sebagai dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan umum atau kendaraan lain berhenti, kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan lambat. Selain itu hambatan juga berakibat kepada kelambatan dan kemacetan lalu lintas. Survey hambatan samping dilakukan dengan mencatat jumlah kendaraan yang berhenti pada ruas jalan tersebut dan kendaraan yang keluar/masuk dari lahan samping jalan. Menurut MKJI pengamatan panjang ruas jalan yang efektif adalah 200 m, hal ini dikarenakan panjang 200 m adalah batas dimana kemampuan jarak pandang pengamatan dapat dilakukan. Hambatan samping menurut MKJI dibagi menjadi beberapa kelas dan ditunjukkan dalam tabel 2.11 Tabel 2.11 kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan Kelas hambatan
Kode
samping ( SFC )
Jumlah berbobot
Kondisi khusus
kejadian per 200 m per jam ( dua sisi )
Sangat rendah
VL
< 100
Daerah permukinan, jalan samping tersedia
Rendah
L
100 – 299
Jalan samping beberapa
II - 22
Bab II Tinjauan Pustaka
angkutan umum dsb Sedang
M
300 – 499
Daerah industri, beberapa book sisi jalan
Tinggi
H
500 – 899
Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi
Sangat tinggi
VH
>900
Daerah komersial, aktivitas pasar sisi jalan tinggi
Sumber : MKJI, 1997 Didalam MKJI juga telah ditetapkan besar faktor bobot dari hambatan samping yang terutama berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 2.12 dibawah ini Tabel 2.12 Faktor bobot hambatan samping untuk jalan perkotaan Hambatan Samping ( SF )
simbol
Faktor bobot
Pejalan kaki
PED
0,5
Parkir, kendaraan berhenti
PSV
1,0
Kendaraan keluar + masuk
EEV
0,7
Kendaraan lambat
SMV
0,4
Sumber : MKJI, 1997 2.7 Tingkat Pelayanan Jalan Kriteria tingkat pelayanan pada ruas jalan ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan ( DS ) adalah sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Jika volume meningkat kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver juga berkurang disebabkan bertambah banyaknya jumlah kendaraan yang ada dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang dikarenakan harus mengawasi
II - 23
Bab II Tinjauan Pustaka
gerakan kendaraan, karena banyak kendaraan di sekitarnya. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
Tabel 2.13 Kriteria – kriteria tingkat pelayanan ruas jalan Tingkat
Karakteristik - Karakteristik
Pelayanan A
Derajat Kejenuhan
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi,
0 – 0,2
pengemudi dapat memilih kecepatan yang diingikan tanpa hambatan B
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai
0,21 – 0,44
dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan C
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak
0,45 – 0,74
kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih memilih kecepatan D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
0,75 – 0,84
dikendalikan, masih dapat ditolerir E
Volume lalu lintas mendekati atau berada pada
0,85 – 1,00
kapasitas dan arus yang tidak stabil, kecepatan kadang – kadang berhenti F
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume
1,00
dibawah kapasitas, antrian panjang terjadi hambatan panjang Sumber : MKJI, 1997
II - 24
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8 Kecepatan Kecepatan ( V ) adalah jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu unit waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam ( Km / Jam ). Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata – rata ruang yang dirumuskan sebagai : V=L
Persamaan 2.8
TT Dimana :
V = Kecepatan Rata – rata ruang LV ( Km / Jam ) L = Panjang segmen ( Km ) TT = waktu tempuh rata – rata LV sepanjang segmen ( jam )
II - 25
Bab II Tinjauan Pustaka