BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian sebelumnya yang sejalan dengan skripsi ini adalah yang pernah dikaji oleh Devi Fajarwati, NIM. 070704005 tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak
اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha”. Skripsi tersebut membahas tentang pesan dan nilai sastra bagi pendidikan anak-anak dengan menggunakan teori Nurgiyantoro dalam bukunya Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak tahun 2005. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidaklah perlu dipersoalkan. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak. (Norton,1993) Menurut Nurgiyantoro (1998:1) dunia kesusastraan mengenal prosa (Inggris: prose) sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain. Prosa dalam mengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Fable (cerita binatang) termasuk ke dalam prosa dan prosa dalam istilah kesusastraan sering disebut pula dengan istilah fiksi, teks naratif atau wacana naratif. Istilah ini berarti bahwa fiksi berarti cerita khayal atau cerita rekaan. Semi (1988:79) mengatakan: “Dongeng adalah cerita khayal atau fantasi yang mengisahkan tentang keanehan dan keajaiban sesuatu seperti menceritakan tentang asal mula suatu tempat atau suatu negeri atau mengenai peristiwa-peristiwa yang aneh dan menakjubkan tentang kehidupan manusia dan binatang. Bila yang didongengkan itu menyangkut tentang hal ikhwal kejadian, sifat atau tingkah laku binatang, dongeng itu biasanya disebut fabel”.
6
2.1.
Nilai Sastra Anak
2.1.1
Pengertian Nilai Sastra Anak Purwadarminta dalam Departemen Pendidikan (1998:245) mengartikan nilai sebagai
kadar isi yang memiliki sifat-sifat atau hal-hal yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Bertolak dari pengertian itu, maka dalam suatu karya sastra akan terkandung banyak nilai, yaitu nilai sastra yang estetis, juga terdapat nilai-nilai budaya, sosial, keagamaan dan nilainilai moral. Penanaman nilai-nilai harus dilakukan sejak anak masih dalam kandungan dan belum dapat membaca. Nilai untuk contoh tauladan bagi anak dalam pergaulannya dalam kehidupan sosial. Nyanyian-nyanyian yang biasa didendangkan seorang ibu untuk membujuk agar si buah hati segera tertidur atau sekedar untuk menyenangkan pada hakikatnya juga bernilai kesastraan dan sekaligus mengandung nilai yang besar andilnya bagi perkembangan kejiwaan anak, misalnya nilai kasih sayang dan keindahan (Nurgiyantoro, 2005:35-36) 2.1.2
Pembagian Nilai Sastra Anak Tarigan membagi nilai sastra anak dalam 2 bagian yaitu:
1.
Nilai Intrinsik (Instrinsic Values) Nilai intrinsik sastra anak adalah nilai yang terkandung dalam karya sastra anak
yang dapat menumbuhkembangkan: kegembiraan, kenikmatan, imajinasi, pengalaman baru, perilaku insani, kesemestaan pengalaman dan warisan sastra dari generasi terdahulu. (Endraswara, 2009: 244-246) 2.
Nilai Ekstrinsik (Ekstrinsic Values) Nilai ekstrinsik sastra anak adalah nilai di luar karya sastra anak yang berfungsi bagi
proses pendidikan anak dari segi perkembangan: perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial. (Tarigan, 1995:10) Nilai ekstrinsik merupakan nilai yang tidak dapat dinilai oleh panca indera berkenaan dengan aspek kejiwaan, ketika dibacakan dan diperdengarkan sebuah cerita baik oleh guru, dan orang tua tentunya anak-anak akan menjadi masalah dan hal tersebut dapat mempengaruhi anak-anak dari segi perkembangannya. Dengan adanya hal demikian anakanak akan memperoleh nilai ekstrinsik dari cerita tersebut, cerita itu yang nantinya dapat
7
menunjang keterampilan berbahasa yang selanjutnya mereka terampil berpikir, terampil berpribadi dan terampil bersosialisasi. Anak-anak hidup dalam masa perkembangan yang pesat, terutama perkembangan fisik dan mental. Sastra dapat memberikan nilai-nilai tinggi bagi proses perkembangan pendidikan anak-anak. Dengan perkataan lain, melalui pergaulannya dengan sastra akan dipromosikan paling sedikit empat aspek perkembangan pada diri anak-anak, yaitu perkembangan
bahasa,
perkembangan
kognitif,
perkembangan
kepribadian
dan
perkembangan sosial. (Tarigan, 1995:9-11). 1.
Perkembangan Bahasa (
) اﻟﺘﻨﻤﯿﺔ اﻟﻠﻐﻮﯾﺔ/ al-tanmiyatu al-lugawiyyati/
Pergaulan anak-anak dengan sastra, lisan maupun tulisan, jelas mempunyai dampak yang positif terhadap perkembangan bahasa mereka. Dengan menyimak atau membaca karya sastra maka secara sadar atau tidak sadar pemerolehan bahasa mereka kian meningkat. Bertambahnya kosakata maka meningkat pula keterampilan berbahasa anak-anak. (Tarigan, 1995:11) Menyimak yang diawali dengan guru membacakan topik-topik bacaan karya sastra, kemudian siswa diperintahkan untuk memperhatikan/mendengarkan bacaan-bacaan gurunya dengan baik, setelah itu guru menunjuk salah satu di antara siswa untuk membacaannya dengan cara bergiliran yang bertujuan untuk melatih kemahiran membaca sang anak. Dengan menyimak berulang-ulang maka akan mendidik keterampilan berbahasanya dan memiliki penguasaan terhadap apa yang disampaikan dalam cerita. Kosakata yang mula-mula mereka peroleh adalah kosakata dasar atau basic vocabulary. Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, maka kosakata dasar ini pun berkembang ke kosakata yang lebih umum dan yang lebih kongkret. Kosakata dasar atau
basic vocabulary adalah kata-kata yang merupakan pembendaharaan pokok suatu
bahasa, kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain, karena dapat dikatakan bahwa setiap bahasa memilikinya. (Tarigan, 1995:21) Khusus buat anak-anak, pembagian kosakata dasar telah termasuk: Nomina Pokok yaitu kata benda pokok; misalnya : ayah, ibu, anak, kepala, mata, a) telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, tanah, air, api, udara, langit, bintang, bulan, matahari.
8
Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 32
...وﻓﻰ إﺣﺪى اﻟﻠﯿﺎﻟﻰ اﻟﻤﻈﻠﻤﺔ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﻤﺎر واﻟﻜﻠﺐ ﺿﻮﺿﺎء /wafī iḥda al-layāli al-muẓlimati sami’a al-ḥimāru wa al-kalbu ḍauḍā`a/“pada suatu malam yang gelap, keledai dan anjing mendengar lolongan” Penggalan cerita di atas terdapat nomina pokok yaitu kata “keledai dan anjing”. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut. Verba Pokok yaitu kata kerja pokok; misalnya: makan, duduk, tidur, bangun, b) mendengar, berbicara, melihat, berjalan, bekerja, datang, pergi, mandi, bernyanyi, memangku, menggendong, membawa, mengangkat, memberi dan menerima. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 32
...وﻓﻰ إﺣﺪى اﻟﻠﯿﺎﻟﻰ اﻟﻤﻈﻠﻤﺔ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﻤﺎر واﻟﻜﻠﺐ ﺿﻮﺿﺎء /wafī iḥda al-layāli al-muẓlimati sami’a al-ḥimāru wa al-kalbu ḍauḍā`a/“pada suatu malam yang gelap, keledai dan anjing mendengar lolongan” Penggalan cerita di atas terdapat verba pokok yaitu kata “mendengar”. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut. c) Adjektiva Pokok yaitu kata sifat pokok; misalnya: lapar, haus, panas, dingin, besar, kecil, tua, muda, hidup, mati, jauh, dekat, cepat, lambat, banyak, sedikit, terang, gelap, berat, ringan, bersih, kotor, enak, susah, senang, sehat, sakit, sembuh, kuat, rajin. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 32
...وﻓﻰ إﺣﺪى اﻟﻠﯿﺎﻟﻰ اﻟﻤﻈﻠﻤﺔ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﻤﺎر واﻟﻜﻠﺐ ﺿﻮﺿﺎء /wafī iḥda al-layāli al-muẓlimati sami’a al-ḥimāru wa al-kalbu ḍauḍā`a/“pada suatu malam yang gelap, keledai dan anjing mendengar lolongan” Penggalan cerita di atas terdapat adjektiva pokok yaitu kata “gelap”. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut.
9
d) Numeralia Pokok yaitu kata bilangan pokok; misalnya: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, seratus, seribu, banyak , sebanyak, sekumpulan, pertama. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 33:
...اﻟﺬﺋﺐ واﻟﺜﻠﺐ ﻛﺎﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﺤﯿﻮاﻧﺎت اﻟّﺘﻰ ﺗﺼﺒﺮ ﻋﻠﻰ وﺟﺒﺔ واﺣﺪة ﻟﻤ ّﺪة اﺳﺒﻮع /aż-żi`bu wa aṡ-ṡalabu kānā min al-ḥayawānāti al-latī taṣbiru ‘alā wajbatin wāḥidatin limuddatin usbū’in /“serigala dan rubah termasuk hewan yang sanggup makan 1 kali dalam sepekan” Penggalan cerita di atas terdapat numeralia pokok yaitu kata “”واﺣﺪة. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut. Pronomina Pokok yaitu kata ganti pokok; misalnya: saya, kamu, dia, kita, kami,
e)
mereka, ini, itu, sini, sana, begini, siapa, apa, mana, mengapa, kapan, bila, bagaimana. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 38:
... ھﻞ اﻧﺖ ﻓﻰ ﻋﺠﻠﺔ ﻣﻦ أﻣﺮك؟:ﻓﺴﺄﻟﮫ اﻟﺤﻤﺎر /fasa`alahu al-ḥimāru: hal anta fī ‘ajalatin min amrika? /“kemudian bertanya keledai: apakah kamu terburu-buru?” Penggalan cerita diatas terdapat pronominal pokok yaitu kata “”اﻧﺖ. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut. Kata Tugas Pokok; misalnya: di, ke, dari, dengan, karena, oleh, pada, atau, bagai,
f)
tetapi, walaupun, sambil, serta, kalau, si, sebelum, sesudah, selama, selagi. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 32:
...وﻓﻰ إﺣﺪى اﻟﻠﯿﺎﻟﻰ اﻟﻤﻈﻠﻤﺔ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﻤﺎر واﻟﻜﻠﺐ ﺿﻮﺿﺎء /wafī iḥda al-layāli al-muẓlimati sami’a al-ḥimāru wa al-kalbu ḍauḍā`a/“pada suatu malam yang gelap, keledai dan anjing mendengar lolongan” 10
Penggalan cerita diatas terdapat kata tugas pokok yaitu kata “pada” dan “dan”. Kata-kata tersebut memberikan kosa kata baru bagi anak ketika membaca cerita tersebut.
2.
Perkembangan Kognitif (اﻟﻤﻌﺮﻓﯿﺔ
)اﻟﺘﻨﻤﯿﺔ/al-tanmiyatu al-ma’rifiyyatu/
Secara umum, kognisi mengandung pengertian “berbagai proses mental yang digunakan dalam berpikir, mengingat, merasakan, mengenal, mengklasifikasi, dsb”. (Richard, Paltt & Weber, dalam Tarigan, 1995:38). Pengalaman-pengalaman sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang perkembangan kognitif atau penalaran anak-anak. Bahasa berhubungan erat dengan penalaran dan pikiran anak-anak. Kian terampil anak-anak berbahasa, kian sistematis pula cara mereka berpikir. (Tarigan, 1995:11) Salah satu kemampuan penting yang berkembang pada masa ini adalah tahap reversibility, yaitu ide bahwa beberapa perubahan dapat dilakukan kembali tindakan yang sebelumnya dilakukan secara terbalik. Misalnya: mereka dapat memahami bahwa bola dari lilin yang kemudian dibentuk menjadi sosis panjang akan dapat diubah menjadi bola lagi dengan langkah yang sama seperti sebelumnya, namun dengan urutan terbalik. (Nuryanti, 2008:38) Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 43:
....ﻓﻰ اﻟﯿﻮم اﻟﺘّﺎﻟﻰ ﺳﻤﻊ اﻟﺤﻤﺎر ﻧﺒﺎح اﻟﻜﻠﺐ /fī al-yaumi at-tālī sami’a al-ḥimāru nabāḥa al-kalbi…/“keesokan harinya keledai mendengar suara gonggongan anjing…” Cerita ini merupakan cerita bergambar yang disenangi oleh anak-anak. Melalui gambar anak-anak dapat mengenali dan menalar apa yang disampaikan dan dapat merangsang perkembangan kognitif anak. Anak akan berfikir dan mengingat sesuai isi cerita. Mengingat
tentang
gambar
tentang
hewan
yaitu
anjing
mengenal
kemudian
mengklasifikasikannya secara rinci bahwa anjing adalah yang menggonggong. Anak tidak akan salah pengertian setelah diberi penjelasan dan mampu membedakan hewan yang satu dengan yang lainnya.
11
3.
Perkembangan Kepribadian (اﻟﺸﺨﺼﯿﺔ
)اﻟﺘﻨﻤﯿﺔ/al-tanmiyatu al-syakhṣiyyati/
Kepribadian seorang anak akan jelas terlihat pada saat ia mencoba memperoleh kemampuan untuk mengekspresikan empatinya terhadap orang lain dan mengembangkan perasaannya mengenai harga diri dan jati dirinya. Sastra mempunyai peranan penting dalam perkembangan kepribadian sang anak. Tokoh-tokoh dalam karya sastra secara tidak sadar telah mendorong atau mengajari anak-anak mengendalikan berbagai emosi, misalnya benci, cemas, khawatir, takut, bangga, angkuh, sombong dan lain-lain. (Tarigan, 1995:11) Banyak anak-anak yang merasa takut pergi ke sekolah untuk pertama kalinya ataupun pindah ke sekolah atau lingkungan tetangga baru. Anak-anak harus belajar menanggulangi serta mengendalikan emosi-emosi mereka; anak-anak harus memiliki konsep pribadi yang positif, realistik dan perasaan harga diri sendiri merupakan cermin dari apa yang mereka yakini mengenai diri mereka. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 34:
ھﻞ ﯾﺮﺿﯿﻚ أن ﯾﺘﺮﻛﻰ ﺟﺎﺋﻌﺎ و ھﻮ ﻗﺪ ﺷﺒﻊ واﻓﺮط ﻓﻰ اﻟ ّﺸﺒﻊ؟ ﻓﻮاﺳﺎه اﻟﺤﻤﺎر ... ﻻ ﺗﻐﻀﺐ اﯾﮭﺎ اﻟﺬﺋﺐ ﻟﻌﻠﮫ ﻧﺴﻰ اﯾﺪﻋﻮك ﻟﻠﻄﻌﺎم ﻟﺸ ّﺪة ﺟﻮﻋﮫ:وﻗﺎل ﻟﮫ /hal yurḍīku ay-yatrukī ja`’ān wa huwa wad syabia wa afraṭa fī asy`syabi? Fawāsāhu al-ḥimāru wa qāla lahu: lā tagḍab ayyuhā aż-żi`bu la’allahū nasya ay-yaḍūka liṭ-ṭa’āmi lisyiddati jū’ihi…/“apa pendapatmu jika meninggalkanku kelaparan sementara ia sudah kenyang? Keledai pun mencoba membantu dengan jawaban yang marah wahai serigala, mungkin ia lupa memanggilmu untuk makan karena rasa laparnya yang kuat…” Dikisahkan bahwa rubah pergi berburu dan serigala menunggu rubah dengan mengharap rubah berhasil dalam pemburuannya dan ia juga berharap akan diajak untuk menikmati hasil buruan rubah tetapi rubah lupa mengajak serigala makan bersama sehingga serigala bertanya kepada keladai hal hal itu membuatnya marah. Nilai yang tergambar oleh tokoh ini ditanamkan di dalam memori anak tentang perilaku yang dimunculkan. Misalnya tentang keledai yang marah kepada serigala. Perilaku tokoh yang dimaksudkan bukan untuk mengajarkan kepada anak bagaimana cara marah tetapi bagaimana anak dapat memperoleh kemampuan mengekspresikan harga diri, emosi dan mengendalikan diri mereka.
12
4.
Perkembangan Sosial (اﻹﺟﺘﻤﺎﻋﯿﺔ
)اﻟﺘﻨﻤﯿﺔ/ al-tanmiyatu al-ijtimā’iyyati/
Manusia adalah makhluk sosial, hidup bermasyarakat. Untuk menjadi anggota masyarakat, maka kita pun mengalami proses sosialisasi. Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk memperoleh perilaku, norma-norma dan motivasi-motivasi yang selalu dipantau serta dinilai oleh keluarga-keluarga mereka dan kelompok budaya mereka. (Tarigan, 1995: 11-12) Bacaan cerita mendemonstrasikan bagaimana tokoh berinteraksi dengan sesama dan lingkungan. Bagaimana tokoh-tokoh itu saling berinteraksi untuk kerja sama, saling membantu, bermain bersama, melakukan aktivitas keseharian bersama, menghadapi kesulitan bersama dan membantu mengatasi kesulitan orang lain serta yang lainnya yang berkisah tentang kehidupan bersama dalam masyarakat. Seperti yang terdapat dalam skripsi Devi Fajarwati tahun 2011 “Analisis Nilai Sastra dalam Cerita Anak اﻟﺬﺋﺐ اﻟﺨﺎﺋﻦ/al- żi’bu al-khāinu/ karya Iman Taha” hal. 43:
...ﻛﺎن ﯾﺘﻌﺎوﻧﺎن ﻓﻰ ﺻﯿﺪ واﺣﺪ ﻟﯿﺸﺒﻊ ﺟﻮع اﻹﺛﻨﯿﻦ /kāna yata’āwanāni fī ṣaidin wāḥidin liyusybi’u jū’i al-iṡnaini/“mereka berdua saling membantu dalam pemburuan untuk menghilangkan lapar mereka” Penggalan cerita diatas terdapat dikisahkan bahwa kedua adalah sahabat yang samasama tinggal di hutan, kemudian mereka kelaparan dan memutuskan untuk saling membantu dalam pemburuan guna menghilangkan rasa lapar mereka. Cerita tersebut mengajarkan kepada anak untuk bersosialisasi dengan orang lain, sesama kita, memunculkan sikap saling untuk meminta bantuan orang lain dan bekerja sama serta belajar mengarahkan diri sendiri.
13