BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara personal. Kecemasan adalah respon emosional dan merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya (Stuart, 2007). Definisi lain menjelaskan kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara sujektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005). Sementara itu Stuart & Laraia (2005) mengartikan kecemasan sebagai kekhawatiran yang tidak jelas menyebar di alam pikiran dan terkait dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus kecemasan.
2. Tingkat Kecemasan Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas
8
9
diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan. Rentang respon kecemasan menggambarkan suatu derajat perjalanan cemas yang dialami individu (dapat dilihat dalam gambar 2.1)
RENTANG RESPON KECEMASAN
Respon Adaptif
Antisipasi
Respon Maladaptif
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Gambar 2.1 Rentang respon kecemasan (Stuart, 2007).
Tingkat Kecemasan adalah suatu rentang respon yang membagi individu apakah termasuk cemas ringan, sedang, berat atau bahkan panik. Beberapa kategori kecemasan menurut Stuart (2007): a. Kecemasan ringan Kecemasan
ringan
berhubungan
dengan
ketegangan
yang
menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Kecemasan
ini
dapat
memotivasi
belajar
dan
menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. b. Kecemasan sedang Kecemasan ini memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan sedang ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
10
c. Kecemasan berat Pada tingkat kecemasan ini sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d. Tingkat Panik pada Kecemasan Tingkat paling atas ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melalukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
Serangan panik merupakan periode tersendiri dari kecemasan yang intens, seseorang dikatakan panik bila memilki sedikitnya empat gejala berikut yang berkembang cepat dan mencapai puncaknya dalam 10 menit (Stuart, 2007). Terdapat banyak gejala yang menandai serangan panik yang terjadi pada individu, seperti: Palpitasi, jantung berdenyut keras dengan frekuensi cepat, dapat pula terjadi keluar keringat yang berlebihan, gemetar, sesak nafas atau seperti tercekik. Gejala lain yang dapat terjadi ialah merasa tersedak, nyeri dada, mual atau distress abdomen, pusing dan ingin pingsan, derealisasi (merasa tidak nyata) atau depersonalisasi (merasa terasing dari diri sendiri), takut kehilangan kendali atau menjadi gila, takut mati, parestesia.
11
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Stuart & Laraia (2005) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, diantaranya faktor predisposisi dan presipitasi: a. Faktor predisposisi Kecemasan 1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan itu, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan haraga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat. 3) Menurut pandangan perilaku,
kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan
keinginan
dari
dalam
diri
untuk
menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
12
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi. 5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.
b. Faktor presipitasi kecemasan Menurut Stuart & Laraia (2005) kategori faktor pencetus kecemasan dapat dikelompokkan menjadi dua faktor: 1) Faktor eksternal: a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang
akan
terjadi atau penurunan
kemampuan untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan). b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
2) Faktor internal: a) Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua usianya. b) Jenis kelamin, gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita daripada pria. Wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
subjek
berjenis
kelamin
laki-laki.
13
Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. c) Tingkat Pengetahuan, dengan pengetahuan yang dimiliki, seseorang akan dapat menurunkan perasaan cemas yang dialami dalam mempersepsikan suatu hal. Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari informasi yang didapat dan pengalaman yang pernah dilewati individu. d) Tipe kepribadian, orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna. e) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati.
4. Respons Terhadap Kecemasan Respon terhadap kecemasan terdiri dari respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif (Stuart, 2007). Tabel 2.1 dan 2.2 menguraikan respon fisologis, respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan:
14
a. Respon fisiologis terhadap kecemasan Tabel 2.1 Respon fisiologis terhadap kecemasan Sistem tubuh Kardiovaskular
Respons palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
Respirasi
nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, seperti tercekik, terengah-engah. refleks meningkat, mudah terkejut, mata berkedipkedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal. kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, nyeri ulu hati, diare.
Neuromuskular
Gastrointestinal
Saluran perkemihan Kulit
tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. wajah kemerahan, berkeringat pada telapak tangan, gatal, wajah pucat, diaphoresis.
b. Respons perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan Tabel 2.2 respons perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan Sistem Perilaku
Kognitif
Afektif
Respons gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada. perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian, mimpi buruk. mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, kekhawatiran, mati rasa, malu.
15
5. Alat ukur tingkat kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau panik dapat menggunakan beberapa alat ukur (instrumen), yaitu: a. Alat ukur kecemasan yang dikutip dari Hawari (2008) menggunakan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), yang terdiri atas 14 komponen gejala, yaitu: 1) Perasaan cemas (ansietas), meliputi: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung 2) Ketegangan, meliputi: merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah 3) Ketakutan, meliputi: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak 4) Gangguan tidur, meliputi: sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpimimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan 5) Gangguan kecerdasan, meliputi: sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk 6) Perasaan
depresi
(murung),
meliputi:
hilangnya
minat,
berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-berubah sepanjang hari 7) Gejala somatik/fisik (otot), meliputi: sakit dan nyeri otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil 8) Gejala
somatik/fisik
(sensorik),
meliputi: tinnitus
(telinga
berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk
16
9) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), meliputi, takikardia, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung berhenti sekejap 10) Gejala respiratori (pernafasan), meliputi: rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak 11) Gejala gastrointestinal (pencernaan), meliputi: sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, konstipasi, kehilangan berat badan 12) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), meliputi: sering buang air kecil, tidak dapat menahan air kencing, tidak datang bulan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini, ereksi ilmiah, ereksi hilang, impotensi 13) Gejala autonom, meliputi: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri 14) Tingkah laku (sikap) pada wawancara, meliputi: gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang / mengeras, nafas pendek dan cepat, muka merah
Cara penilaian HRS-A dengan sistem skoring, yaitu: skor 0 = tidak ada gejala, skor 1 = ringan (satu gejala), skor 2 = sedang (dua gejala), skor 3 = berat (lebih dari dua gejala), skor 4 = sangat berat (semua gejala). Bila skor < 14 = tidak kecemasan, skor 14-20 = cemas ringan, skor 21-27 = cemas sedang, skor 28-41 = cemas berat, skor 42-56 = panik.
17
b. Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) Suatu
garis
lurus
yang mewakili tingkatan
kecemasan
dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi kategori cemas yang dirasakan. VAS dapat merupakan pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS pada nilai nol dikatakan tidak ada kecemasan,nilai 10-30 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai antara 40-60 cemas sedang, diantara 70-90 cemas berat, dan 100 dianggap panik.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gambar 2.2 Skor kecemasan VAS (British Journal of Anaesthesia 1995)
B. Pre Operasi Hernia 1. Konsep hernia Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Definisi lain menyatakan hernia adalah penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah abnormal pada selubungnya (Grace & Borley, 2007). Menurut Hinchcliff dalam Jitowiyono (2010), hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian
18
suatu organ melalui lubang (apertura) pada struktur disekitarnya, umumnya celah dari dinding abdomen.
a. Etiologi hernia Etiologi hernia menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010), ialah: 1) Lemahnya dinding rongga perut (dapat ada seak lahir atau didapat) 2) Akibat dari pembedahan sebelumnya 3) Kongenital 4) Aquisial, adalah hernia yang bukan disebabkan oleh adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh faktor lain yang dialami seseorang selama hidupnya, antara lain: a) Tekanan abdominal yang tinggi, banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan baik saat buang air besar maupun buang air kecil. b) Konstitusi tubuh, orang kurus cenderung terkena hernia karena jaringan ikatnya sedikit. Sedangkan pada orang gemuk dapat terkena hernia karena banyaknya jaringan lemak dalam tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR. c) Distensi abdomen d) Sikatrik e) Penyakit yang melemahkan dinding perut f) Merokok.
b. Bagian dan jenis hernia Bagian-bagian dari hernia menurut Jitowiyono&Kristiyanasari (2010): 1) Kantong hernia Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis
19
2) Isi hernia Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum) 3) Pintu hernia Merupakan bagian locus minoris resitance yang dilalui kantong hernia 4) Leher hernia Bagian tersempit kantong hernia.
Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan menjadi: 1) Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus (Nicks, 2008). 2) Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia (Nicks, 2008). 3) Hernia inkarserata atau strangulata: bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan vaskularisasi. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis (Sherwinter, 2009).
Menurut Erickson (2009) dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang dibagi berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, dan hernia skrotalis. 1) Hernia Inguinalis, yaitu: kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih
20
sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum. Predisposisi terjadinya hernia inguinalis adalah terdapat defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah. Penyebab pasti hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding, akibat perubahan struktur fisik dari dinding rongga
(usia
lanjut),
peningkatan
tekanan
intraabdomen
(kegemukan, batuk yang kuat dan kronis, mengedan akibat sembelit, dll). 2) Hernia Femoralis, yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang masuk melalui kanalis femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. Penyebab hernia femoralis sama seperti hernia inguinalis. 3) Hernia Umbilikus, yaitu: suatu penonjolan (prostrusi) ketika isi suatu organ abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linea alba, posterior oleh fasia umbilicus, dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dinding abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan. 4) Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis yang isinya masuk ke dalam skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat dibedakan dengan hidrokel atau elevantiasis skrotum.
c. Penatalaksanaan Penatalaksanaan hernia menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) adalah dengan dilakukan operasi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah herniorapy, yang terdiri dari herniotomy dan hernioplasty. 1) Herniotomy Pada herniotomy dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
21
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong. 2) Hernioplasty Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasty lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomy. Dikenal berbagai metode hernioplasty seperti memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus oblikus internus abdominis yang dikenal dangan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa muskulus transversus abdominis, muskulus oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.
2. Konsep pre operasi a. Fase pre operasi Fase preoperasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Persiapan pre operasi sangat penting sekali untuk mengurangi faktor resiko karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan pasien. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi pasien terhadap tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
22
b. Klasifikasi operasi Smeltzer & Bare (2002) mengkategorikan operasi berdasarkan urgensinya menjadi lima, yaitu: 1) Kedaruratan, yaitu pasien membutuhkan tindakan segera karena mengancam jiwa. Sebagai contoh perdarahan hebat, obtruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak, luka tembak, luka tusuk. 2) Urgen, yaitu pasien membutuhkan perhatian segera dengan jeda waktu 24-30 jam. Contoh pada kasus infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. 3) Diperlukan, yaitu pasien harus menjalani pembedahan dalam tempo bias beberapa minggu atau bulan ke depan. Contoh katarak, hyperplasia prostat, gangguan tiroid. 4) Elektif, yaitu pasien harus dioperasi bila diperlukan apabila tidak dilakukan pembedahan tidak berbahaya, contoh vaginoplasti dan herniotomy. 5) Pilihan, yaitu keputusan terletak pada keinginan pasien, contoh operasi plastik.
C. Pendidikan Kesehatan Pre Operasi 1. Pengertian Pendidikan
kesehatan
adalah
suatu
upaya
atau
kegiatan
untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Pendidikan kesehatan juga suatu kegiatan untuk menjadikan kondisi sedemikian rupa sehingga orang mampu untuk berperilaku hidup sehat (Fitriani, 2011). Sementara menurut Notoatmojo (2003), pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut individu, kelompok atau masyarakat dapat memperoleh
23
pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga, pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Definisi lain dari pendidikan kesehatan menurut A Joint Committee on Terminologi in Health Education of United State (1973) dalam Machfoedz (2005) ialah suatu proses yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan dari intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat.
2. Unsur-unsur pendidikan Unsur-unsur pendidikan menurut Fitriani (2011), ada 3 yaitu: a. Input Sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan). b. Proses Upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain (informasi kesehatan). c. Output Melakukan apa yang diharapkan atau perubahan perilaku. Output yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan disini adalah perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan atau dapat dikatakan perilaku yang kondusif.
24
3. Tujuan Pendidikan Kesehatan Adapun tujuan pendidikan kesehatan menurut Fitriani (2011), dibagi menjadi 2 yaitu: a. Tujuan pendidikan kesehatan untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat dari perilaku yang tidak sehat atau belum sehat menjadi perilaku sehat. b. Mengubah perilaku yang kaitannya dengan budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya. Kebudayaan adalah kebiasaan, adat istiadat, tata nilai atau norma.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan menurut Fitriani (2011), dapat dilihat dari berbagai dimensi yaitu: a. Dimensi sasaran, ruang lingkup pendidikan kesehatan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu 2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok 3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas b. Dimensi
tempat
pelaksanaanya,
pendidikan
kesehatan
dapat
berlangsung di berbagai tempat yang dengan sendirinya sasaran berbeda pula yaitu: 1) Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid 2) Pendidikan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga pasien. c. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan dari Leavel dan Clark.
25
1) Promosi kesehatan Pada tingkat ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan seperti: peningkatan gizi, perbaikan kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan serta hiegine perorangan. 2) Perlindungan khusus Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus sangat dibutuhkan terutama di negara berkembang. Hal ini juga sebagai akibat dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun anak-anak masih rendah. 3) Diagnosis dini dan pengobatan segera Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarkat terhadap kesehatan dan penyakit maka sering kesulitan mendeteksi penyakit yang terjadi pada masyarakat, bahkan masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. 4) Pembatasan kecacatan Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit sehingga masyarakat tidak melanjutkan pengobatan sampai tuntas. Dengan kata lain pengobatan dan pemeriksaan yang tidak sempurna
mengakibatkan
orang
tersebut
mengalami
kecacatan. 5) Rehabilitasi Untuk memulihkan kecacatan kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Karena kurangnya pengetahuan masyarakat enggan melakukan
latihan
yang
dianjurkan.
Kecacatan
juga
mengakibatkan perasaan malu untuk kembali ke masyarakat. Kadang masyarakat pun kadang-kadang tidak mau menerima mereka sebagai anggotan masyarakat yang normal.
26
5. Manfaat Pendidikan Kesehatan Pre Operasi Program intruksi berupa pendidikan kesehatan telah dikenal sejak lama. Setiap
pasien
diajarkan
sebagai
seorang
individu,
dengan
mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan dan harapanharapannya. Idealnya, pendidikan kesehatan dibagi dalam beberapa periode waktu untuk memungkinkan pasien mengasimilasi informasi dan untuk
mengajukan
pertanyaan
ketika
timbul
pertanyaan.
Pada
kenyataannya, perawat harus membuat penilaian tentang seberapa banyak yang pasien ingin dan harus ketahui. Pada beberapa contoh, terlalu rinci malah meningkatkan tingkat kecemasan pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Pendidikan kesehatan preoperatif memiliki manfaat yang sangat positif untuk pasien, baik dalam mempersiapkan mental sebelum dilakukannya pembedahan itu sendiri ataupun mempersiapkan pasien pada post operasi. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan pre operasi tentang perilaku yang diharapkan dilakukan oleh pasien pada pascaoperatif, yang diberikan melalui format yang sistematik dan terstruktur sesuai dengan prinsipprinsip belajar mengajar, mempunyai pengaruh yang positif bagi pemulihan pasien. Menurut Potter dan Perry (2006), pendidikan kesehatan preoperatif yang terstruktur dapat mempengaruhi beberapa faktor pascaoperatif, antara lain: a. Kapasitas
fungsi
fisik,
pendidikan
kesehatan
meningkatkan
kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari secara lebih awal b. Perasaan sehat, klien yang telah dipersiapkan untuk menjalani pembedahan memiliki kecemasan yang lebih rendah dan menyatakan rasa sehat secara psikologis yang lebih besar c. Lama rawat inap di rumah sakit, pendidikan kesehatan preoperatif secara terstuktur dapat mempersingkat waktu rawat inap klien di rumah sakit.
27
D. Pendidikan Kesehatan Pre Operasi Terhadap Pasien Pre Operasi Hernia Pendidikan
kesehatan pada hakikatnya
ialah
suatu
kegiatan untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu untuk memperolah pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga, pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik (Notoatmojo, 2003). Pemberian pendidikan kesehatan semacam ini juga harus diterapkan pada pasien yang akan menjalani operasi hernia. Secara mental pasien harus dipersiapkan untuk mengahadapi pembedahan karena selalu ada rasa cemas atau takut, misalnya terhadap penyuntikan, nyeri luka, anestesi bahkan kecacatan setelah tindakan operasi. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan dari dokter, perawat dan petugas pelayanan kesehatan lainnya (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Pemberian pendidikan kesehatan pra operasi pada pasien yang akan menjalani operasi hernia harapannya akan menurunkan kecemasan pasien.
28
E. Kerangka Teori
Faktor Internal: 1. 2. 3. 4. 5.
Pre Operasi Hernia
Usia Jenis Kelamin Tingkat Pengetahuan Tipe Kepribadian Lingkungan dan Situasi
Kecemasan Pasien Pre Operasi hernia
Pendidikan Kesehatan Pre Operasi
Faktor eksternal: 1. Ancaman terhadap integritas fisik 2. Ancaman terhadap sistem diri
Gambar 2.3 : Kerangka Teori modifikasi dari (Sjamsuhidajat & Jong, 2005); (Stuart, 2007); (Notoatmojo, 2003).
29
F. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap panelitian yang dilakukan dan member landasan kuat terhadap yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2007). Pada penelitian ini pendidikan kesehatan merupakan variable bebas (independent variable), dan tingkat kecemasan merupakan variable terikat (dependent variable). Adapun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:
Variabel independen Pendidikan Kesehatan Pre Operasi
Variabel dependen Tingkat Kecemasan
G. Variabel Penelitian Variabel independent adalah pendidikan kesehatan dan variabel dependent adalah tingkat kecemasan.
H. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada pengaruh pendidikan kesehatan pre operasi terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi hernia di RSUD Kudus.