BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Sinar
Sinar merupakan berkas sempit sempit cahaya yang diidealkan. Sinar dapat digunakan untuk menjelaskan dua aspek penting mengenai perambatan cahaya yakni pemantulan dan pembiasan. Ada beberapa efek yang ditimbulkan akibat interaksi sinar dengan permukaan suatu benda yakni :
Sinar datang, dimana berkas cahaya yang menyentuh permukaan. Sudut antara sinar ini dan garis tegak lurus dengan permukaan (garis normal) yang disebut sudur datang.
Sinar pantul, dimana yang berhubungan dengan sinar datang, merupakan sinar yang mewakili cahaya yang dipantulkan oleh permukaan. Sudut pantul adalah sudut yang terbentuk antara garis normal dengan sinar pantul.
Sinar bias, dimana berhubungan dengan sinar datang, cahaya yang diteruskan atau ditransmisikan melalui permukaan. Sudut antara sinar ini dengan garis normal dikenal dengan sudut pembiasan.
Pada Hukum Snellius ditunjukkan hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya, yakni dapat dirumuskan secara matematik :
(2.1) (http://id.wikipedia.org/wiki/Sinar)
Universitas Sumatera Utara
2.2
Spektrum Elektromagnetik
Cahaya merupakan sebuah gelombang dan partikel. Pada hal cahaya tampak, dimana radiasi elektromagnetik dapat dengan mudah dilihat oleh mata manusia, panjang gelombang cahaya tampak bergantung pada warna cahaya tampak. Cahaya merah memiliki panjang gelombang sekitar 650 nm dan biru cerah memiliki panjang gelombang sekitar 500 nm. Radiasi elektromagnetik mencakup semua spektrum elektromagnetik yakni gelombang radio, gelombang mikro, radiasi infra merah, cahaya tampak, radiasi ultraviolet, sinar X dan sinar gamma seperti terlihat pada gambar 2.1 dibawah ini. (Mark Csele, 2004)
Gambar 2.1 Spektrum elektromagnetik (Mark Csele, 2004) 2.3
Laser
Semenjak ditemukannya MASER (Microwave Amplification by Stimulated Emission of Radiation) oleh Charles H. Townes, MASER merupakan cikal bakal ditemukannya LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation). Laser merupakan pengembangan dari Maser yang dikembangkan oleh Theodore Maiman pada tahun 1960 (yang pada saat itu mengunakan kristal rubi untuk menghasilkan cahaya laser) walaupun pada tahun 1917 Albert Einstein telah mempublikasikan teori dasar tentang laser. Laser merupakan gelombang elektromagnetik. Bagian spektrum radiasi elektromagnetik dapat ditunjukkan pada gambar 2.1 untuk wilayah yang dicakup dengan laser yang sudah ada saat ini. Panjang gelombang dari laser dimulai dari rentang spektrum far infrared jauh (λ =
Universitas Sumatera Utara
1,000 μm) sampai pada bagian spektrum soft-X-ray (λ= 3nm). (William T. Silfvast, 2004)
Gambar 2.2 Panjang gelombang beberapa laser (William T. Silfvast, 2004)
2.3.1
Definisi Laser
Laser merupakan akronim dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Laser yang sudah dikembangkan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Berdasarkan sifat keluarannya, jenis laser dapat dibagi menjadi dua kategori yakni laser kontinyu dan laser pulsa. Laser kontinyu memancarkan cahaya yang tetap selama medium lasernya tereksitasi sementara itu laser pulsa memancarkan cahaya dalam bentuk pulsa pada interval waktu tertentu. (William T, Silfvast, 2004)
Pada umumnya laser merupakan seperangkat alat yang menghasilkan atau memperkuat cahaya dan seperangkat tabung vakum (hampa) dan penguat sinyal elektronik pada frekuensi audio, radio atau gelombang mikro. Disini pengertian cahaya harus dipahami secara luas karena perbedaan dari keanekaragaman laser yang dapat memperkuat radiasi mulai dari panjang gelombang infra merah paling jauh, penggabungan dari gelombang millimeter dengan gelombang mikro, sampai pada daerah cahaya tampak dan sekrang diperluas sampai pada daerah vakum ultraviolet serta daerah sinar X. Laser dapat dikategorikan kedalam beberapa bentuk, berdasarkan perbedaan penggunaan material laser, perbedaan sistem atomiknya dan pengunaan berbagai jenis pemompa atau teknik pengeksitasiannya. Radiasi dari sinar laser, sebagai pemancar atau penguat, memiliki karakteristik
Universitas Sumatera Utara
yakni keterarahan, intensitas yang tinggi, tingkat kecerahan yang tinggi dan monokromatik. (Anthony E. Siegmen, 1986)
2.3.1.1 Light
Dari sudut pandang fisikawan, terdapat dua model untuk menggambarkan sifat dari cahaya. Yang pertama, cahaya merupakan partikel dan yang kedua cahaya merupakan sebuah gelombang elektromagnetik, yang mungkin sebagai contoh cahaya dapat merambat dalam sumbu x.
(2.2) E0 adalah amplitudo dari medan elektrik Ω merupakan rotasi frekuensi dengan ω = 2
= 2 /T, dimana
adalah
osilasi frekuensi dan T adalah osilasi waktu. ƙ merupakan vektor gelombang dengan nilai ƙ = 2 /λ dimana λ adalah panjang gelombang. Panjang gelombang λ dan osilasi frekuensi
adalah korelasi dari
kecepatan cahaya ϲ dengan :
(2.3) Kecepatan cahaya memiliki nilai sebesar 299792458 ms-1 atau secara umum dibulatkan menjadi 3 × 108 ms-1. Sejak cahaya tampak berada pada range panjang gelombang λ = 400 nm (biru) – 800 nm (merah), osilasi frekuensi cahaya tampak bervariasi dari 7.5 × 1014 Hz sampai 3.75 × 1014 Hz. Pemahaman cahaya sebagai sebuah gelombang elektromagnetik cukup digambarkan pada proses refraksi dan difraksi ketika sebuah berkas cahaya menyebar melalui beberapa material berbeda. Sekarang, cahaya dapat digambarkan sebagai fluks sebuah foton. Setiap foton diuraikan dengan kecepatan cahaya dan megandung energi sebesar :
Universitas Sumatera Utara
(2.4) Dimana
adalah frekuensi dan h adalah konstanta Planck (h = 6.675 × 10-31 Js).
2.3.1.2 Amplification
Amplifier sudah kita kenal sejak diaplikasikan pada TV set, radio dan telepon genggam yang kita gunakan sehari-hari. Pada umumnya, ketika sebuah signal dengan amplitudo yang kecil yang diteruskan ke amplifier sebagai masukan, signal tersebut muncul dengan amplitudo beberapa kali lebih tinggi pada keluarannya. Selama bertahun-tahun, komponen elektronika dirancang dari semikonduktor yang dapat lebih cepat membawa beberapa frekuensi gigahertz sehingga diperkuat tanpa penyimpangan yang signifikan. Namun amplifier elektronik tetap tidak memadai untuk amplifikasi gelombang elektromagnetik dengan fekuensi dalam kisaran 1014 Hz. Amplifikasi osilasi frekuensi dari cahaya tampak memerlukan proses fisik yang sama sekali berbeda, yakni amplifikasi dengan menstimulasi emisi cahaya yang dijelaskan pertama kali pada tahun 1922 oleh Albert Einstein. (Hans – Jochen Forth, 2008)
Pada laser, yang proses yang terpenting adalah proses dasar yang memungkinkan penguatan (amplification) pada frekuensi optik sampai pada frekuensi yang diperoleh. Proses ini menggunakan energi yang terlibat ketika partikel yang berlainan membentuk materi, terkhususnya atom-atom, io-ion dan molekul-molekul yang berpindah dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi yang lainnya. (Colin E. Webb, 2004)
2.3.1.3 Stimulated Emission dan Spontaneous Emission
Ketika sebuah partikel secara spontan berpindah dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (b), foton yang dipancarkan memiliki frekuensi :
Universitas Sumatera Utara
(2.5) Foton ini dipancarkan pada sebuah arah yang acak dengan polarisasi yang berubah-ubah (kecuali pada medan magnet). Foton membawa pergi momentum h/λ = h /c dan partikel yang dipancarkan (atom, molekul atau ion) mundur dalam arah yang berlawanan.
(a) Absorpsi
(b) Emisi spontan
(c) Emisi terstimulasi
Gambar 2.3 Interaksi cahaya dengan 2 level sistem (Hans – Jochen Foth, 2008) Pada umumnya, ketika sebuah elektron berada dalam keadaan energi tereksitasi, elektron tersebut akan kekurangan energi karena melepaskan sebuah foton radiasi mengalami transisi menuju keadaan dasarnya dan memancarkan foton. Kejadian ini disebut emisi spontan (spontaneous emission) dan foton yang dipancarkan dalam arah dan fase yang acak.
Radiasi pada atom-atom atau molekul-molekul dapat menyebabkan penyerapan sinar. Dalam mekanika kuantum, energi dari foton harus sebanding dengan jarak antara tingkat energi. Sebagai contoh :
(2.6) dimana u ( ) mewakili kepadatan kekuatan dari medan radiasi pada frekuensi , dt adalah interval waktu dan B12 adalah koefisien Einstein untuk peralihan dari level 1 ke level 2.
Universitas Sumatera Utara
Energi yang tersimpan pada level 2 dengan populasi N2 tidak akan tinggal untuk selamanya. Energi tersebut bertahan pada range 10-8s dimana energi disini dipancarkan ulang secara spontan melalui emisi foton (lihat pada Gambar 2.1 (b)). Laju transisi untuk emisi spontan ini adalah :
(2.7) A21 merupakan koefisien Einstein untuk transisi secara spontan dari level 2 ke level 1. (Hans-Jochen Foth, 2008)
Disisi lain, jika sebuah elektron berada pada tingkat energi E2 dan mengalami peluruhan energi sampai pada tingkat energi E1, tetapi sebelumnya elektron tersebut memiliki kesempatan untuk meluruh secara spontan, maka sebuah foton yang dihasilkan dengan energi sebesar E2 – E1 akan memiliki panjang, arah dan fase gelombang yang persis sama dengan gelombang elektron tadi sehingga memperkuat energi cahaya yang datang. Proses ini disebut emisi terstimulasi. Absorpsi merupakan proses tereksitasinya elektron dari E1 ke E2 akibat penyeraapan foton dengan energi, dimana h > (E2 – E1). Absorpsi, emisi spontan dan emisi terstimulasi akan digambarkan pada Gambar 2.4. (www.bgu.ac.il/~glevi/website/Guides/Lasers)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Emisi spontan dan emisi terstimulasi (www.bgu.ac.il/~glevi/website/Guides/Lasers) Laser merupakan alat yang menghasilkan dan memperkuat radiasi koheren pada frekuensi – frekuensi di daerah inframerah, cahaya tampak (visible), atau daerah ultraviolet dari spektrum elektromagnetik. Laser menghasilkan cahaya yang merupakan radiasi elektromagnetik. Ketika radiasi elektrogamnetik berinteraksi dengan material, beberapa radiasi direfleksikan, beberapa diserap dan beberapa ditransmisikan. Koefisien absopsi tergantung pada medium panjang gelombang dari radiasi dan intesitas. Makin tinggi intensitas maka akan menghasikan banyak foton yang berinteraksi.
Laser memanfaatkan proses yang meningkatkan atau memperkuat sinyal cahaya setelah sinyal tersebut telah dihasilkan dengan cara lain. Proses-proses ini terdiri dari emisi terstimulasi dan optik umpan balik yang dihasilkan oleh cermin. Dengan demikian, dalam bentuk yang paling sederhana, laser terdiri dari media penguatan (dimana dirangsang oleh emisi terstimulasi) dan cermin sebagai umpan untuk mengembalikan cahaya ke amplifier untuk proses penguatan sinyal cahaya selanjutnya (lihat Gambar 2.5). (William T. Silfvast, 2004)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Skema sederhana dari tipe laser (William T. Silfvast, 2004) 2.3.2
Komponen Laser
Berdasarkan sifat keluarannya, ada dua jenis laser yakni laser kontinyu dan laser pulsa. Laser kontinyu adalah laser yang memancarkan cahaya yang tetap selama medium lasernya dieksitasi, sedangkan laser pulsa adalah laser yang memancarkan cahaya dalam bentuk pulsa pada interval tertentu. Komponen penting sebuah laser adalah laser resonator atau laser cavity. Laser cavity ini terdiri dari 3 komponen penting yaitu:
1.
An lasing medium or gain medium Laser (Medium Laser) Biasanya terbuat dari bahan padatan (seperti kristal, gelas), cairan (seperti pelarut organic), gas (seperti Helium, CO2) atau semikonduktor (dioda).
2.
An energy source or pump (Sumber energi atau pemompa energi) Tempat terjadinya proses pelepasan energi tinggi, reaksi kimia, dioda, lampu kilat.
3.
An optical resonator or optical cavity (resonator optic atau rongga optik) Terdiri dari rongga yang berisi media penguat, dengan 2 cermin yang paralel di kedua sisinya. Cermin pertama sebagai pemantul total dan cermin yang kedua sebagai pemantul sebagian yang memungkinkan beberapa cahaya meninggalkan rongga untuk menghasilkan keluaran sinar lase. Cermin kedua ini disebut the output coupler. (Dr. Emily Simpson, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Tiga komponen laser (Dr. Emily Simpson, 2012) Medium laser mengandung atom-atom yang mempunyai tingkat energi metastabil yang dapat dieksitasi dengan menyerap energi dari luar. Medium ini dapat berupa zat cair, gas maupun zat padat sehingga jenis-jenis laser juga dapat dikategorikan berdasarkan medium yang digunakan seperti laser CO2 (laser yang menggunakan medium gas, yakni gas CO2), laser DPSS (laser yang menggunakan medium zat padat, yakni dioda) dan laser cat (dye laser). Laser membutuhkan energi untuk mengeksitasi atom-atom dalam medium laser. Energi ini diperoleh dari beberapa cara. Sebagai contoh pada laser CO2, energy eksitasi diperoleh dari sebuah lampu pelucut muatan (discharge lamp).
Sepasang cermin yaitu pemantul total (high reflector) dan pengganda keluaran (output coupler) berfungsi untuk memantulkan radiasi cahaya yang diemisikan oleh medium laser bolak-balik melewati medium sehingga terjadi penguatan yang sangat signifikan. Pemantul total mempunyai koefisien pemantulan 100% sementara pengganda keluaran mempunyai koefisien pemantulan lebih kecil sehingga sebagian dari cahaya laser dapat keluar dan digunakan untuk beberapa aplikasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Skema rongga laser (Laser Cavity) (Dr. Minarni, 2010) Dalam laser cavity, cahaya yang diemisikan atom-atom akan bolak-balik karena dipantulkan oleh kedua cermin, cahaya ini akan membentuk sebuah gelombang berdiri (standing wave) yang menentukan karakteristik frekuensi dan panjang gelombang laser yang dihasilkan. Gelombang berdiri didalam laser cavity harus memenuhi kondisi dimana simpul gelombang harus berada pada kedua ujung cavity tersebut, gelombang berdiri akan ada jika jumlah ½ gelombang dapat memenuhi jarank antara kedua cermin seperti yang ditunjuk pada Gambar 2.7, dimana :
atau
(2.8)
Disini N adalah jumlah total dari ½ gelombang, L adalah jarak antara kedua cermin. Panjang gelombang dan frekuensi gelombang ke mode N diberikan oleh :
, dan
(2.9)
Disini c adalah kecepatan cahaya dalam laser cavity, n adalah indeks bias medium laser, ∆ adalah perbedaan antara dua mode yang berdekatan atau disebut juga free spectral range (FSR). Keluaran laser tidak sepenuhnya monokromatik tetapi mempunyai bandwitih ∆λ dan beberapa longitudinal modes dengan perbedaan ∆ dapat tepat berada dalam bandwith tersebut. (Dr. Minarni, 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.3.3
Karakteristik Laser Secara Umum
2.3.3.1 Koherensi
Laser memiliki aturan dan prinsip yang sama dengan sumber cahaya lainnya. Laser memiliki tiga karakter spesial yang menuntun pada kegunaannya di beberapa aplikasi yakni koheren, monokromatik dan keterarahan ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Koherensi merupakan karakter yang sangat menarik dari sinar laser. Karakter ini menyatakan bahwa semua foton teremisi dari sebuah laser memiliki fase yang sama ; sebagai gelombang dimana memiliki puncak dan lembah diwaktu yang sama. Sifat koherensi laser ini merupakan salah satu sifat yang sangat menarik dalam aplikasi komunikasi, tetapi sifat ini hanya menjadi kepentingan sekunder dalam menghasilkan efek laser.
Koherensi tergantung pada celah sudut divergensi sinar. Sebuah sinar yang tidak koheren hanya dapat difokuskan pada daerah yang sempit. Sinar laser berbeda dengan cahaya putih dalam hal koherensinya. Hal ini disebabkan karena laser memiliki panjang gelombang yang sama dan semua gelombang berjalan dalam satu fase. Karena masing-masing gelombang tidak saling bertubrukan dan divergen, intensitas cahaya yang tinggi dapat dihasilkan dengan memfokuskannya dengan bantuan sebuah lensa.
Gambar 2.8 Karakteristik sinar laser (Mark Csele, 2004)
Universitas Sumatera Utara
Untuk tinggal pada fase ini diperlukan foton-foton yang teremisi memiliki panjang gelombang yang sama. Jika beberapa foton memiliki panjang gelombang yang berbeda, fase-fase dari foton-foton tersebut akan relatif berbeda dari yang lainnya dan sinarnya tidak akan koheren. Foton-foton tersebut harus menjadi sangat terarah ketika berpindah pada arah yang sama. (Mark Csele, 2004)
2.3.3.2
Monokromatik
Karena kaca prisma bersifat dispersi, kaca prisma dapat memisahkan cahaya putih menjadi beberapa komponen warna (Gambar 2.9(a)). Lebar pita pada cahaya putih adalah selebar seluruh spectrum tampak, yakni 300 nm. Jika cahaya misalnya cahaya merah normal jatuh pada prisma, cahaya merah tersebut dipisahkan pada komponen panjang gelombangnya juga. Pada kasus ini, bagaimanapun juga, lebar pita jauh lebih kecil, hanya sekitar 10 atau 20 nm. Prisma akan menghasilkan berkas warna yang sempit dengan range dari warna merah gelap sampai merah terang (Gambar 2.9(b)), tetapi prisma akan memiliki pengaruh yang terlihat pada laser cahaya merah pada Gambar 2.9(c) karena lebar pitanya makin kecil dibandingkan dengan cahaya merah dari filter pada Gambar 2.9(b).
Gambar 2.9 Sebuah prisma dapat digunakan untuk pengertian konsep monokromatik (Breck Hitz, 2001) Pada umumnya sifat monokromatik memainkan peran sangat sedikit dalam menghasilkan efek laser. Monokromatik adalah kemampuan laser untuk
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan sinar yang memiliki panjang gelombang yang sama. Ketika cahaya putih tersebar melalui prisma, cahaya itu terdiri dari jumlah tak terbatas panjang gelombang cahaya yang meliputi seluruh spektrum cahaya tampak serta ke daerah UV dan IR. Dengan mempertimbangkan garis emisi dari pelepasan gas, garisgaris ini jauh lebih sempit bila dilihat pada sebuah spektroskop. Rentang (range) panjang gelombang tergantung pada banyak faktor seperti tekanan gas, dengan range perubahan menjadi 0,1 nm dari lebar panjang gelombang sebelumnya.
2.3.3.3 Keterarahan (directionality)
Divergensi laser diukur dalam satuan mili radian. Ukuran ini sangat kecil dan merupakan hasil dari persyaratan bahwa cahaya harus membuat banyak pantulan pada laser resonator sebelum cahaya tersebut melalui cermin yang sebagian ditransmisikan. Hanya sinar yang berada pada garis tengah resonator yang dapat membuat sejumlah putaran yang diperlukan untuk menghasilkan sinar yang searah dengan sudut penyimpangan yang kecil (Gambar 2.10).
Gambar 2.10 Karena cahaya pada medium laser membuat beberapa putaran diantara cermin, cahaya laser muncul dengan sudut penyimpangan yang kecil (Breck Hitz, 2001) Keterarahan dari radiasi merupakan faktor penting pada kemampuan laser dalam memancarkan radiasi yang tinggi ke target untuk memproduksi efek yang khas. Keterarahan merupakan konsekuensi langsung ditempatkannya bahan aktif dalam rongga resonansi. Hanya gelombang yang merambat dalam arah yang tegak lurus terhadap cermin-cermin yang dapat dipertahankan dalam rongga. (Breck Hitz, 2001)
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik laser yang satu ini disebabkan oleh adanya medium atau material aktif yang dtempatkan pada rongga resonator. Sebagai contoh pada kasus bidang parallel yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, hanya sebuah gelombang yang menyebar dalam arah yang orthogonal ke cermin (atau pada arah yang sangat dekat dengan cermin) yang dapat terus menerus berada dalam rongga. (Orazio Svelto, 2010)
Gambar 2.11 Skema laser (Orazio Svelto, 2010) 2.3.3.4 Kecerahan (Brightness)
Kecerahan suatu sumber cahaya didefenisikan sebagai daya yang dipancarkan persatuan luas permukaan persatuan sudut ruang :
(2.10)
Kecerahan yang dihasilkan sinar laser jauh lebih cerah dibandingkan dengan cahaya biasa. Hal ini dikarenakan diameter sinar sangat kecil karena sudut penyebarannya kecil dan sinar laser memiliki koherensi yang tinggi.
Dari persamaan (2.10), kita dapat menjelaskan bahwa tingkat kecerahan dari gelombang elektromagnetik tertentu sebagai kekuatan yang dipancarkan per unit ke permukaan area per sudut ruang. Kecerahan adalah parameter yang sangat penting dari cahaya laser dan pada umumnya pada sumber cahaya lain. Untuk mengilustrasikannya yang pertama kita ingat adalah jika kita membentuk sebuah bayangan dari beberapa sumber cahaya melalui sistem optik diasumsikan objek dan bayangan terletak pada medium yang sama (misalnya udara), maka berlaku
Universitas Sumatera Utara
prinsip dimana tingkat kecerahan dari bayangan selalu kurang dari atau sama dengan sumber dan kesetaraan terjadi etika sistem optik menghasilkan pencitraan cahaya kurang dari yang dipancarkan oleh sumber. (Orazio Svelto, 2010) 2.3.4
Laser CO2
Laser CO2 adalah salah satu laser yang menghasilkan energi yang tinggi (energi yang dihasilkan lebih dari 100kW) dan salah satu laser yang efisien (slope efesiensinya sekitar 15-20%). Pada laser ini, molekul CO2 berosilasi pada panjang gelombang 10,6 μm di daerah infra merah. Transisi yang penting terjadi diantara tingkat energi vibrasi dari molekul CO2. Laser CO2 merupakan laser yang beroperasi secara kontinyu, pulsa atau Q-switching. Bahkan dengan daya beberapa watt, laser CO2 mampu memancarkan sepersekian watt dapat memotong beberapa material untuk pijaran dengan cepat. Laser CO2 saat ini banyak digunakan dalam proses pemotongan logam, bahan tenunan dan pengelasan logam. Struktur (design) laser CO2 dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Design laser CO2 (D.J Knapp, 1996) Pengosongan listrik yang menstimulasi banyak laser gas adalah pengosongan cahaya atau sebuah busur yang dipertahankan dengan sebuah anoda dan katoda pada ujungnya, plasma tipis atau tabung pengosongan. Beberapa laser distimulasi dengan sebuah pengosongan dengan menggunakan frekuensi radio.
Universitas Sumatera Utara
Semua laser tersebut beroperasi dengan tekanan gas dibawah tekanan atmosfer. (Matt Young, 2000)
2.3.5
Laser DPSS (Diode-Pumped Solid State)
Sebuah laser dalam bentuknya paling dasar terdiri dari sebuah penguat elemen yang terkandung dalam dalam sebuah resonator optik. Untuk memproduksi pancaran laser, penguat elemen harus distimulasi. Stimulasi ini dapat diberikan dengan pelepasan elektrik melalui sebuah plasma yang digunakan pada laser ion argon atau dengan radiasi optik seperti yang diberikan pada cahaya lampu.
Gambar 2.13 merupakan skema dari laser pemompa. Pada beberapa zat padat (tetapi tidak untuk semikonduktor) media penguatan laser adalah insulator elektrik, eksitasi optik merupakan cara yang paling tepat untuk memproduksi penguatan. Dioda pemompa merupakan sebuah tipe pemompa optik dan memiliki fitur tertentu yang sama dengan jenis pemompa optik yang lain.
Gambar 2.13 Skema dari laser pemompa (www.bgu.ac.il/~glevi/website/Guides/Lasers) Laser dioda adalah salah satu jenis laser yang banyak digunakan untuk berbagai aplikasi. Laser dioda adalah jenis laser zat padat yaitu terbuat dari bahan semikonduktor. Sambungan p-n mirip dengan yang terdapat pada dioda pemancar cahaya (Light Emitting Diode). Prinsip kerja laser ini sama seperti dioda semikonduktor lainnya yaitu terdiri dari sambungan P dan N. Proses pembangkit laser pada bahan semikonduktor pada dasarnya adalah transisi elektron dari pita
Universitas Sumatera Utara
konduksi ke pita valensi dan disertai dengan radiasi gelombang eleektromagnetik (laser). Transisi elektron akan terjadi bila dipicu oleh sinyal listrik (elektron) dan diikuti oleh transisi elektron-elektron lain yang ada di pita konduksi sehingga terjadi mekanisme penguatan. Dengan kata lain, transisi antar pita ini menimbulkan
radiasi
gelombang
elektromagnetik
yang
diperkuat.
(www.bgu.ac.il/~glevi/website/Guides/Lasers)
2.3.6
Laser He-Ne
Laser Helium Neon (He-Ne) adalah salah satu laser gas yang paling ekonomis dan umum digunakan dipasaran. Laser yang biasa digunakan biasanya dirancang untuk beroperasi pada panjang gelombang 632,8 nm dengan cahaya berwarna merah meskipun masih banyak jenis laser He-Ne dengan variasi panjang gelombang seperti, laser He-Ne dengan panjang gelombang 543,5 nm (hijau), 594,1 nm (kuning), 611,9 nm (jingga) dan lain sebagainya. Biasanya penggunaan laser He-Ne banyak ditemukan pada holografi, spektroskopi, metrologi, perwawatan medis, bar code scanning dan sebagainya.
Laser He-Ne pada dasarnya merupakan rongga optik yang terdiri dari sebuah tabung kaca dengan cermin pada kedua ujungnya dimana cermin pada bagian belakang bersifat 100% reflektor dan cermin bagian depan bersifat 99% reflektor. Cermin bagian depan biasanya disebut dengan cermin coupler. (www.powertechnology.com)
Gambar 2.14 Skema laser He-Ne (www.powertechnology.com)
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya energi yang dihasilkan oleh laser He-Ne berkisar 1 mW untuk tabung laser He-Ne yang kecil dan 100 mW untuk tabung laser He-Ne yang besar. Laser He-Ne menggunakan campuran helium dan neon murni dalam perkiraan rasio 10 : 1. (Mark Csele, 2004)
Universitas Sumatera Utara